Bab II Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkerasan lentur Perancangan konstruksi perkerasan jalan mutlak diperhitungkan dalam perencanaan sistem jaringan jalan. Tingginya biaya yang dikeluarkan untuk membangun jalan sangat mempengaruhi keputusan dalam merencanakan sistem jaringan jalan. Hal ini pula turut mempengaruhi pemilihan jenis konstruksi perkerasan jalan yang akan digunakan. Salah satu jenis konstruksi perkerasan jalan adalah konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Berbeda dengan konstruksi perkerasan kaku (rigid avement) yang menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh plat beton.
2.1.1 Karakteristik perkuatan lentur Perkerasan lentur memiliki beberapa karateristik sebagai berikut : a.
Memakai bahan pengikat aspal
b.
Sifat dari perkerasan ini adalah memikul beban lalu lintas dan menyebarkannya ke tanah dasar II-1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
c.
Pengaruhnya terhadap repitisi beban adalah timbulnya rutting (lendutan pada jalur roda)
d.
Pengaruhnya terhadap penurunan tanah dasar yaitu jalan bergelombang (mengikuti tanah dasar)
2.1.2
Keuntungan perkerasan lentur
Keuntungan menggunakan perkerasan lentur antara lain : a.
Dapat digunakan pada daerah dengan perbedaan penurunan (differential settlement) terbatas
b.
Mudah diperbaiki
c.
Tambahan lapisan perkerasan dapat dilakukan kapan saja
d.
Memiliki tahanan geser yang baik
e.
Warna perkerasan member kesan tidak silau bagi pemakai jalan
f.
Dapat dilaksanakan bertahap, terutama pada kondisi biaya pembangunan terbatas atau kurangnya data untuk perencanaan
2.1.3
Kerugian perkerasan lentur
Kerugian menggunakan perkerasan lentur antara lain : a. Tebal total struktur perkerasan lebih tebal dibandingkan perkerasan kaku b. Kelenturan dan sifat kohesi berkurang selama masa pelayanan c. Tidak baik digunakan jika sering digenangi air d.
Menggunakan agregat lebih banyak II-2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Struktur perkerasan lentur terdiri dari beberapa lapis yang mana semakin ke bawah memiliki daya dukung tanah yang kurang baik.
Gambar 2.1 Komponen struktur perkerasan lentur
Gambar 2.1 menunjukkan lapis perkerasan lentur , yaitu : a. Lapis permukaan (surface course) b. Lapis pondasi (base course) c. Lapis pondasi bwah (subbase course) d. Lapis tanah dasar (subgrade)
Standar Nasional Indoesia (SNI) yang digunakan sebagai acuan antara lain : SNI 03-1744-1989 :
Metode Pengujian CBR Laboratorium.
SNI 03-2828-1992 :
Metode Pengujian Kepadatan Lapangan dengan Alat Komis Pasir
SNI 03-6412-2000 :
Metode Pengujian Kadar Semen pada Campuran Segar Semen tanah II-3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
SNI 19-6426-2000 : Metoda Pengujian Pengukuran pH Pasta Tanah Semen untuk Stabilisasi SNI 13-6427-2000 :
Metode Pengujian Uji Basah dan Kering Campuran Tanah Semen Dipadatkan
SNI 03-6798-2002 :
Tata Cara Pembuatan dan Perawatan Benda Uji Kuat Tekan dan Lentur Tanah Semen di Laboratorium.
SNI 03-6817-2002 :
Metode Pengujian Mutu Air untuk Digunakan dalam Beton
SNI 03-6886-2002 :
Metode Pengujian Hubungan Kadar Air dan Kepadatan pada Campuran Tanah Semen
SNI 03-6887-2002 :
Metode Pengujian Kuat Tekan Bebas Tanah Semen
SNI 15-2049-2004 :
Semen Portland
SNI 1742:2008
: Cara Uji Kepadatan Ringan untuk Tanah
Standard Test Method for Repetitive Static Plate Load (ASTM) yang digunakan sebagai acuan antara lain : D1195/1196-09
Tesis of Soils and Flexible Pavement Components, for Use in Evaluation and Design of Airport and Highway Pavements
ASTM E 2835-11
Standard Test Method for Measuring Deflections using a Portable Impulse Plate Load Test Device
British Standard : BS EN 196-1:2005
Methods of testing cement Part 1 : Determination of Strength II-4
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Lain-Lain : TP BF-StB B l l . l
Technical testing of soil and rock in the road-aptitude tests for soil stabilization with hydraulic binders
2.1.4
Lapis permukaan
Lapis permukaan merupakan lapis paling atas dari struktur perkerasan jalan, yang fungsi utamanya sebagai : a. Lapis penahan beban vertikal dari kendaraan, oleh karena itu lapisan harus memiliki stabilitas tinggi selama pelayanan. b. Lapis aus (wearing course) karena menerima gesekan dan getaran roda dari kendaraan yang mengerem. c. Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di atas lapis permukaan tidak meresap ke lapis di bawahnya yang berakibat rusaknya struktur perkerasan jalan . d. Lapis yang menyebarkan beban ke lapis pondasi. Lapis permukaan perkerasan lentur menggunakan bahan pengikat aspal, sehingga menghasilkan lapis yang kedap air, berstabilitas tinggi, dan memiliki daya tahan selama masa pelayanan. Namun demikian, akibat kontak langsung dengan roda kendaraan, hujan, dingin, dan panas, lapis paling atas cepat menjadi aus dan rusak, sehingga disebut lapis aus. Lapisan di bawah lapis aus yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat disebut dengan lapis permukaan antara (binder course), berfungsi memikul beban lalu lintas dan mendistribusikannya ke lapis pondasi. Dengan demikian lapis permukaan dapat dibedakan menjadi : II-5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
a. Lapis aus (wearing course), merupakan lapis permukaan yang kontak dengan roda kendaraan dan perubahan cuaca b. Lapis permukaan antar (binder course), merupakan lapis permukaan yang terletak di bawah lapis aus dan diatas lapis pondasi
2.1.5
Lapis pondasi (base course)
Lapis perkerasan yang terletak di atara lapis pondasi bawah dan lapis permukaan dinamakan lapis pondasi (base course). Jika tidak digunakan lapis pondasi bawah, maka lapis pondasi diletakkan langsung di atas permukaan tanah dasar. Lapis pondasi berfungsi sebagai : a.
Bagian struktur perkerasan yang menahan gaya vertikal dari beban kendaraan dan disebarkan ke lapis dibawahnya
b.
Lapis peresap untuk lapis pondasi bawah
c.
Bantalan atau perletakkan lapis permukaan
Gambar 2.2 Distribusi beban roda pada struktur perkerasan II-6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Material yang sering digunakan untuk lapis pondasi adalah material yang cukup kuat dan awet sesuai syarat teknik dalama spesifikasi pekerjaan. Lapis pondasi dapat dipilih lapis berbutir tanpa pengikat atau lapis aspal sebagai pengikat.
2.1.6
Lapis pondasi bawah (subbase course)
Lapis perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi dan tanah dasar dinamakan lapis pondasi bawah (subbase). Lapis pondasi bawah berfungsi sebagai : a. Bagian dari struktur perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan beban kendaraan ke lapis tanah dasar. Lapis ini harus cukup stabil dan mempunyai CBR sama atau lebih besar dari 20%, serta Indeks Plastis sama atau lebih kecil dari 10%. b. Efisiensi penggunaan material yang relative murah, agar lapis diatasnya dapat dikurangi tebalnnya. c. Lapis peresap, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi d. Lapis pertama, agar pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan lancer sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau lemahnya daya dukung tanah dasar menahan roda alat berat e. Lapis filter untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapisan pondasi. Untuk itu lapis pondasi bawah haruslah memenuhi syarat : II-7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
(2.1)
Dengan : D15 = diameter butir pada persen lolos 15% D85 = diameter butir pada persen lolos 85% Jenis lapis pondasi bawah yang umum digunakan di Indonesia adalah lapis pondasi agregat kelas C dengan gradasi pada table 2.1 dan ketentuan sifat campuran seperti pada table 2.2. Lapis pondasi agregat kelas C ini dapat pula digunakan sebagai lapis pondasi tanpa penutup aspal.
Tabel 2.1 Gradasi lapis pondasi agregat
II-8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.2 Ketentuan sifat lapis pondasi agregat kelas C
2.1.7 Agregat Agregat adalah material granural, misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku besi, yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu semen hidraulik atau adukan. Agregat diperoleh dari sumber daya alam yang telah mengalami pengecilan ukuran secara alamiah melalui proses pelapukan dan abrasi yang berlangsung lama, atau agregat dapat juga diperoleh dengan memecah batuan induk yang lebih besar. Agregat dibedakan menjadi 2 jenis sesuai dengan ukuran butiran yaitu sebagai berikut : a. Agregat kasar
Agregat berupa kerikil sebagai hasil disintegrasi alami dari batu-batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecahan batu, dan mempunyai ukuran butir antara 5-40 mm. Besar butir maksimum yang diizinkan tergantung pada maksud pemakaian. Agregat kasar adalah salah satu material yang digunakan untuk pembuatan lapis pondasi pada struktur perkerasan jalan. II-9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Agregat kasar terdiri dari agregat kelas A dan agreagt kelas B. Kelas ini menunjukan kualitas serta besar butiran dari agregat tersebut juga kelas agregat menentukan pemakaian material ini pada lapis perkerasan jalan
Tabel 2.3 Tabel jenis agregat dan lapisannya
Bentuk permukaan konstruksi agregat pada lapis pondasi atas tidak boleh memiliki kerusakan yang bisa membuat agregat tidak bisa menahan kelembaban dari semua lapis perkerasan. Untuk ketebalan minimum agregat kelas A yang digunakan untuk lapis pondasi tidak boleh kurang dari 1 cm. Ukuran butiran yang lolos saringan untuk tipe kelas agregat dapat ditunjukkan pada tabel berikut ini :
II-10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.4 Tabel presentasi agregat lolos saringan
2.1.8
Semen
Sejarah semen sama tuanya dengan sejarah konstruksi bangunan. Beberapa jenis semen telah digunakan oleh bangsa Mesir maupun Romawi pada bangunan-bangunan kuno mereka. Semen yang digunakan diperoleh dengan cara membakar batu kapur. Semen modern mulai diteliti pada tahun 1756 oleh John Smeaton yaitu dengan mencampur batu kapur dengan lempung dan membakarnya sehingga menimbulkan sifat-sifat hidraulik pada semen. Semen jenis ini mulai diproduksi pada tahun 1800 dan selanjutnya menjadi cikal bakal semen portland. Semen portland sendiri telah dipatenkan oleh Joseph Aspdin pada 21 Oktober 1824. Pada awalnya semen portland II-11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
hanya digunakan untuk pembuatan mortar dan selanjutnya dikembangan ke pembuatan beton. Sehubungan dengan semangkin berkembangnya penggunaan semen untuk pembuatan beton, maka dibuatlah spesifikasi standar tentang semen. Negara Jerman telah membuat spesifikasi standar semen sejak tahun 1877, Inggris dengan British Standarnya sejak tahun 1904 dan Amerika serikat dengan ASTM sejak tahun 1904. Pada awalnya penelitian tentang semen masih jarang dilakukan, namun sejak tahun 1921 di Inggris telah dibentuk suatu pusat penelitian semen yang 18 terprogram. Beberapa ahli teknologi semen seperti Vicat, Le Chatelier, dan Michaelis merupakan pionir dalam mengukur sifat-sifat semen. Perkiraan penggunaan semen perkapita pada tahun 1984 di beberapa negara antara lain :
Amerika Serikat 325 kg
Inggris 244 kg
Italy 678 kg
Arab Saudi, Qatar, UEA 2000 kg
Sedangkan Indonesia pada tahun 1998 memproduksi semen sekitar 28 juta ton
a. Definisi Semen Semen adalah suatu jenis bahan yang memiliki sifat adhesive dan kohesif yang memungkinkan melekatnya fragmen-fagmen mineral lain menjadi suatu massa yang padat. Pengertian ini dapat diterapkan untuk banyak jenis bahan semen II-12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
yang biasa digunakan untuk konstruksi beton untuk bangunan. Secara kimia semen dicampur dengan air untuk dapat membentuk massa yang mengeras, semen semacam ini disebut semen hidrolis. Adapun beberapa jenis semen sebagai berikut : 1. Oil Well Cement Oil Well Cement atau semen sumur minyak adalah semen khusus yang digunakan dalam proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun lepas pantai. 2. Mixed and Fly Ash Cement Mixed and Fly Ash Cement adalah campuran semen abu Pozzolan buatan (fly ash). Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari pembakaran batu bara yang mengandung amorphous silica, alumunium oksida, besi oksida dan oksida lainnya dalam variasi jumlah. Semen ini digunakan sebagai campuran untuk membuat beton sehingga menjadi lebih keras. 3. Semen Putih Semen putih adalah semen yang lebih murni dari semen abu dan digunakan untuk pekerjaan penyelesaian(finishing), seperti sebagai filler atau pengisi. Semen jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit(calcite) limestone murni. 4. Semen Portland Semen Portland adalah semen yang diperoleh dengan mencampur bahanbahan yang mengandung kapur dan lempung, membakarnya pada temperatur yang mengakibatkan terbentuknya klinker dan kemudian menghaluskan II-13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
klinker dengan gips sebagai bahan tambahan. Semen Portland banyak digunakan pada pembangunan fisik. Perbedaan semen potrland dengan kapur antara lain adalah : 1.
Warna kapur pada umunya berwarna putih sedangkang warna semen Portland adalah abu-abu.
2.
Semen Portland jika dicampur dengan air akan memakan waktu 30 menit untuk proses ikatan dan mencapai kekuatan cukup besar dalam waktu 1-2 hari sedangkan kapur membutuhkan waktu lebih lama untuk waktu pengikatan maupun pengerasannya.
3.
Semen Portland beberapa kali lebih kuat dibandingkan kapur
4.
Kapur tidak diperbolehkan kontak langsung dengan besi, besi karena baja karena besi dapat termakan sedangkan semen Portland melindungi baja dari pengkaratan
5.
Pabrikasi Semen Portland
Material yang mengandung kapur (misalnya batu kapur), silika dan alumina (misalnya lempung) dihaluskan sampai menjadi bubuk kemudian dicampur dalam proporsi tertentu, dibakar pada temperatur ± 1400 ºC sehingga menjadi klinker, didinginkan dan dihaluskan serta gips ditambahkan sebesar ± 4 % berat. Pembuatan semen terdiri dari dua proses yaitu proses basah dan proses kering. Pada awalnya pembuatan semen dilakukan dengan proses basah karena dianggap lebih akurat dalam proses pencampuran bahan baku. Bahan baku II-14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
dicampur dengan air sebesar 35-50 % dan kemudian dihaluskan. Namun sekarang hampir seluruhnya pabrik semen telah menggunakan proses kering karena pelaksanaannya lebih ekonomis.
Tabel 2.5 Komposisi oksida semen portland
Senyawa C3S (trikalsium silikat) dan C2S (dikalsium silikat) merupakan bagian yang paling dominan dalam memberikan sifat semen, kedua senyawa ini menempati 70-80 % dari semen. Senyawa C3S berpengaruh besar terhadap pengerasan semen, terutama sebelum mencapai umur 14 hari. Senyawa C2S berpengaruh terhadap pengerasan semen setelah umur lebih dari 7 hari dan memberikan kekuatan akhir. Senyawa C2S juga membuat semen tahan terhadap serangan kimia, persentase C2S yang lebih tinggi menghasilkan proses pengerasan yang lambat. II-15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Senyawa C3A (trikalsium aluminat) berhidrasi secara eksotermik dan sangat cepat, senyawa C3A menyebabkan panas hidrasi yang tinggi. Semen yang mengandung senyawa C3A yang lebih banyak akan kurang tahan terhadap serangan sulfat. Senyawa C4AF (tetrakalsium aluminoferit) kurang begitu besar pengaruhnya terhadap perilaku semen.
A. Hidrasi Semen Dengan adanya air, senyawa silikat dan aluminat membentuk produk hidrasi yang berupa mikrokristal dan kapur mati (padam) yang kemudian membentuk massa yang kuat dan keras. Kapur mati merupakan bagian yang lemah pada beton/mortar setelah mengeras 24 oleh sebab itu pada proses pembuatan semen ditambahkan gips sebagai bahan additive. Reaksi Hidrasi Untuk C3S 2 C3S + 6 H
C3 S2 H6 + 3 Ca (OH)2
Untuk C2S 2 C2S + 4 H
C3 S2 H6 + Ca (OH)2
Untuk C3A C3A + 6 H
C3AH6
H = H2O II-16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
b. Panas Hidrasi Reaksi senyawa semen dengan air bersifat eksotermik merupakan reaksi yang terjadi melepaskan sejumlah panas, panas yang dilepaskan ini disebut panas hidrasi. Panas hidrasi adalah jumlah panas (dalam kalori) yang dikeluarkan per gram semen yang belum terhidrasi sampai terjadi hidrasi komplit. Dibutuhkan air sekitar 23 % dari berat semen untuk keperluan reaksi (proses hidrasi) dengan semen. Untuk semen portland biasa, 25 1/2 dari panas total dikeluarkan antara 13 hari, 3/4 nya dalam 7 hari dan hampir 90 % dalam 6 bulan. Studi dan pengontrolan pengecoran struktur beton terhadap panas hidrasi sangat penting karena akan dapat menimbulkan keretakan pada proses pengerasan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada bagian dalam beton massa, maka temperatur puncaknya kira-kira 70 °C. Akibat penurunan suhu yang tidak sama pada bagian luar dan pada bagian dalam beton, dapat mengakibatkan retak pada struktur beton. Untuk mencegah agar tidak terjadi retak maka dapat digunakan tipe semen yang menimbulkan panas hidrasi yang rendah atau digunakan bahan penambah yang sesuai. Tabel 2.6 Panas hidrasi senyawa semen
II-17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
c. Kekuatan semen Pengujian kekuatan semen dilakukan dengan menekan benda uji kubus mortar ukuran sisi 50 mm. Campuran mortar dengan perbandingan berat adalah semen : pasir = 1: 2,75 dengan faktor air semen 0,485. Hasil pengujian ini harus lebih besar atau sama dengan nilai pada tabel 2.3.
Tabel 2.7 Kuat tekan minimum semen portland
2.1.9
Air
Air merupakan bahan yang penting pada beton yang menyebabkan terjadinya reaksi kimia dengan semen. Pada dasarnya air yang layak diminum, dapat dipakai untuk campuran beton. Akan tetapi dalam pelaksanaan banyak air yang tidak layak untuk diminum memuaskan dipakai untuk campuran beton. Apabila terjadi keraguan akan II-18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
kualitas air untuk campuran beton sebaiknya dilakukan pengujian kualitas air atau diadakan trial mix untuk campuran dengan menggunakan air tersebut. Persyaratan air sebagai bahan bangunan untuk campuran beton harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Air harus bersih 2. Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda-benda merusak lainnya yang dapat dilihat secara visual. 3. Tidak mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gr/liter 4. Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak beton (asamasam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gr/liter. Kandungan khlorida (Cl), tidak lebih dari 500 p.p.m dan senyawa sulfat tidak lebih dari 1000 p.p.m 5. Bila dibandingkan dengan kuat tekan beton yang memakai air suling, maka penurunan kekuatan kuat tekan beton yang memakai air yang diperiksa tidak boleh lebih dari 10 % 6. Air yang mutunya diragukan harus dianalisa secara kimia dan dievaluasi mutunya. 7. Khusus untuk beton prategang, kecuali syarat-syarat tersebut diatas, air tidak boleh mengandung Chlorida lebih dari 50 p.p.m.
2.1.10 CBR (California Bearing Ratio) CBR dinyatakan dalam persen, adalah perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi sedalam 0,1 inci atau 0,2 inci antara contoh tanah dengan batu pecah standar. Nilai CBR adalah nilai empiris dari mutu tanah dasar dibandingkan dengan II-19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
mutu batu pecah standar yang memiliki nilai CBR 100%. Pengujian CBR laboratorium mengikuti SNI 03-1744 atau AASHTO T193. Alat pengujian terdiri dari piston dengan luas 3 inchi2 yang digerakkan dengan kecepatan 0,05 inc/menit, vertikal ke bawah. Proving ring digunakan untuk mengukur beban yang dibutuhkan pada penetrasi tertentu, sedangkan untuk mengukur beban yang dibutuhkan pada penetrasi tertentu, sedangkan arloji pengukur untuk mengukur dalamnya penetrasi.
Tabel 2.8 Beban untuk melakukan penetrasi batu pecah standar
Jenis CBR Berdasarkan kondisi benda uji, CBR dibedakan atas : 1. CBR rencana CBR rencana disebut juga CBR laboratorium atau design CBR, adalah pengujian CBR dimana benda uji disiapkan dan diuji mengikuti SNI 03-1744 atau ASSHTO T 193 di laboratorium. CBR rencana digunakan untuk menyatakan daya dukung tanah dasar, dimana pada saat perencanaan lokasi tanah dasar belum disiapkan II-20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
sebagai lapis tanah dasar struktur perkerasan. Perencanaan tebal perkerasan jalan baru pada umunya menggunakan jenis CBR ini sebagai petunjuk daya dukung tanah dasar. Jenis CBR ini digunakan untuk menentukan daya dukung tanah dasar pada kondisi tanah dasar akan dipadatkan lagi sebelum struktur perkerasan dilaksanakan.
2. CBR lapangan CBR lapangan juga dikenal dengan nama CBR inplace atau field CBR, adalah pengujian CBR yang dilaksanakan langsung di lapangan, di loksi tanah dasar rencana. Prosedur pengujian mengikuti SNI 03 -1738 atau ASTM D 4492. CBR lapangan digunakan untuk menyatakan daya dukung tanah dasar dimana tanah dasar direncanakan tidak lagi mengalami proses pemadatan atau peningkatan daya dukung tanah sebelum lapis pondasi dihampar dan pada saat pengujian tanah dasar dalam kondisi jenuh. Dengan kata lain perencanaan tebal perkerasan dilakukan berdasarkan kondisi daya dukung tanah pada saat pengujian CBR lapangan itu. Pengujian dilakukan dengan meletakkan piston pada elevasi dimana nilai CBR hendak diukur, lalu dipenetrasikan dengan menggunakan beban yang dilimpahkan melalui gandar truk maupun alat lainnya dengan kecepatan 0,05 inci/menit. CBR ditentukan sebagai hasil perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi 0,1 atau 0,2 inci benda uji dengan beban standar. II-21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
3. CBR lapangan rendaman CBR rendaman disebut juga undisturbed soaked CBR, adalah pengujian CBR laboratorium tetapi benda uji diambil dalam keadaan “undisturbed” dari lokasi tanah dasar dilapangan. CBR lapangan rendaman diperlukan jika dibuthkan nilai CBR pada kondisi kepadatan dilapangan, tetapi dalam keadaan jenuh air, dan tanah mengalami pengembangan (swell) yang maksimum, sedangkan pengujian dilakukan pada saat kondisi tidak jenuh air, sperti pada musim kemarau. Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan asal tanah untuk benda uji membuat benda uji dan pengujian CBR antar lain : 1. Jenis lapisan tanah dasar, apakah tanah berbutir halus dengan plastisitas rendah, tanah berplastisitas tinggi, atau tanah berbutir kasar. Hal ini sangat berkaitan dengan
kemampuan
tanah
dasar
menahan
air
dan
efeknya
terhadap
pengembangan. 2 . Elevasi rencana dari lapis tanah dasar, apakah elevasi tanah galian, tanah urug, atau sesuai dengan muka tanah asli. Benda uji harus disiapkan dari tanah yang direncanakan sebagai lapis tanah dasar (subgrade).
Nilai CBR Dari Satu Titik Pengamatan Daya dukung tanah dasar dinyatakan dengan nilai CBR yang menunjukan daya dukung tanah sedalam 100 cm. Kadangkala lapis tanah dasar sedalam 100 cm itu memiliki nilai CBR yang berbeda-beda . Untuk itu perlu ditentukan nilai CBR yang mewakili satu titik pengamatan dengan menggunakan rumus II-22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
(2.2)
2.1.11 Langkah–langkah perencanaan tebal menggunakan metode Bina Marga 1. Beban lalu lintas Beban lalu lintas dihitung berdasarkan berat sumbu kendaraan. Jumlah keseluruhan kendaraan dikelompokkan sebagai data awal beban. Perhitungan tebal perkerasan dengan menggunakan metode ini dimulai dengan mencatat lalu lintas harian rata-rata dan rumus-rumus lintas ekivalen sebagai berikut : a. Angka Ekivalen (E) Angka Ekivalen (E) dari suatu beban sumbu kendaraan adalah angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang II-23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar sumbu tunggal sebesar 8,16 ton. Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan) ditentukan dengan persamaan.
(2.3)
Dan angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu disajikan dalam table 2.9
Tabel 2.9 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan (sumber :SKBI, 1987) Beban Sumbu
Angka Ekivalen
kg
Lb
Sumbu Tunggal
Sumbu Ganda
1000
2205
0.0002
-
2000
4409
0.0036
0.0003
3000
6614
0.0183
0.0016
II-24
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
4000
8818
0.0057
0.0050
5000
18000
0.1410
0.0121
6000
19841
0.2923
0.0251
7000
22046
0.5415
0.0466
8000
24251
0.9238
0.0794
b. Koefisien Distribusi Kendaraan (C) Koefisien ini tergantung pada jumlah jalur dan jenis kendaraan yang akan melewati jalur rencana tersebut. Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya, yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur, maka jumlah jalur ditentukan dari lebar perkerasan menurut daftar di bawah ini : Tabel 2.10 Jumlah jalur berdasarkan lebar perkerasan
(Sumber : SKBI, 1987) II-25
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut daftar di bawah ini :
Tabel 2.11 Koefisien Distribusi Kendaraan (C) (Sumber : SKBI, 1987)
*) berat total < 5 ton, misalnya : mobil penumpang, pick up, mobil hantaran **) berat total ≥ 5 ton, misalnya : bus, truk, traktor, semi trailer, trailer.
c. Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) Lalu lintas harian rata-rata (LHR) adalah jumlah rata-rata lalu lintas kendaraan bermotor beroda empat atau lebih yang dicatat selama 24 jam untuk kedua jurusan. LHR ini ditentukan pada awal umur rencana yang dihitung untuk dua arah pada jalur tanpa median atau masing-masing arah pada jalan dengan median. LHR pada tahun pertama ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
II-26
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
LHR1= LHR x ( 1 + i ) 1
(2.4)
dimana: LHR = Jumlah lalu lintas harian rata-rata i = Pertumbuhan lalu lintas (%) Sedangkan LHR pada akhir rencana ditentukan berdasarkan persamaan berikut : LHRUR = LHR1 x (1 + i ) UR dengan UR = Umur rencana (tahun)
d. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) adalah jumlah lintas ekivalen harian ratarata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton pada jalur rencana yang diduga terjadi pada awal umur rencana. LEP dihitung dengan rumus sebagai berikut :
(2.5)
dimana : C = Koefisien Distribusi Kendaraan. E = Angka ekivalen beban sumbu kendaraan
II-27
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
e. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) Lintas Ekivalen Akhir (LEA) adalah jumlah ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal sebesar 8,16 ton pada jalur rencana yang diduga terjadi pada akhir umur rencana. LEA dihitung dengan rumus sebagai berikut : (2.6)
f.
Lintas Ekivalen Tengah (LET) Lintas Ekivalen Tengah (LET) adalah jumlah lintas ekivalen harian ratarata dari sumbu tunggal sebesar 8,16 ton pada jalur rencana pada pertengahan umur rencana, LET dihitung dengan rumus sebagai berikut : (2.7)
g.
Lintas Ekivalen Rencana (LER) Lintas Ekivalen Rencana (LER) adalah suatu besaran yang dipakai dalam nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan jumlah lintas ekivalen sumbu tunggal seberat 8.16 ton pada Jalur rencana. LER ini dihitung dan tergantung pada Faktor Penyesuaian (FP) yang besarnya 1/10 umur rencana, persamaannya sebagai berikut : LER = LET x FP
(2.8)
= LET x UR/10 II-28
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
2. Menetapkan Indeks Tebal Perkerasan (ITP) a. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) Yang dimaksud dengan tanah dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan galian atau permukaan tanah timbunan, yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya. Dalam menentukan daya dukung tanah dasar, diperlukan data terhadap nilai CBR dari tanah dasar (%). Kemudian dari nilai CBR yang didapat dikorelasikan terhadap nilai DDT, dengan menggunakan grafik korelasi DDT dan CBR. Dalam menentukan harga rata-rata nilai CBR dari sejumlah harga CBR yang dilaporkan, maka harga CBR rata-rata ditentukan sebagai berikut: - Tentukan harga CBR terendah. - Tentukan berapa banyak harga CBR yang sama dan lebih besar dari masingmasing nilai CBR. - Dibuat grafik hubungan antara harga CBR dan presentase - Nilai CBR rata-rata adalah yang didapat dari angka presentase 90%. Untuk mendapatkan CBR rata-rata yang tidak terlalu meruglkan, maka disarankan dalam merencanakan perkerasan suatu ruas jalan, perlu dibuat segmen-segmen dimana beda atau variasi CBR dari suatu segmen tidak besar. Hubungan antara daya dukung tanah dan CBR dinyatakan dalam gambar 2.12 berikut : II-29
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.12 Hubungan antara DDT dengan CBR tanah
(Sumber : SKBI, 1987) Catatan : Hubungan nilai CBR dengan garis mendatar ke sebelah kiri diperoleh nilai DDT b. Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IPt) Indeks Permukaan ini menyatakan nilai dari kerataan atau kehalusan serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Dalam enentukan Indeks Permukaan pada akhir umur rencana (IPt), perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah ekivalen rencana (LER). Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut di bawah ini : II-30
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
IP = 1,0
: adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat mengganggu lalu lintas kendaraan.
IP = 1,5
: adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus).
IP = 2,0
: adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap.
IP = 2,5
: adalah menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.
Dalam
menentukan
Indeks
Permukaan
pada
akhir
umur
rencana,
perlu
dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas ekivalen rencana. Berikut disajikan Indeks Permukaan pada akhir umur rencana. Tabel 2.13 Indeks permukaan pada akhir umur rencana (IP) LER= Lintas
Klasifikasi Jalan
Ekivalen Rencana*) 0
lokal
Kolektor
Arteri
Tol
< 10
1,0-1,5
1,5
1,5-2,0
-
10 - 100
1,5
1,5-2,0
2,0
-
1,5-2,0
2,0
2,0-2,5
-
-
2,0-2,5
2,5
2,5
100- 1000 >1000
(Sumber : SKBI, 1987) II-31
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Menentukan Tebal Rencana Perkerasan (D) a. Koefisien kekuatan relatif (a) Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan kegunaannya sebagai lapis permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang distabilisasi dengan semen atau kapur), atau CBR (untuk lapis pondasi bawah) Cement Treated Base sering juga digunakan sebagai palis pondasi, koefisien relatif untuk CTB sesuai dengan kuat tekannya adalah sebagai berikut :
(2.9) – 45 kg/cm2, a2 = 0,20
(2.10) (2.11)
II-32
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.14 Koefisien kekuatan Relatif (a)
(Sumber : SKBI, 1987)
Catatan : Kuat tekan stabilisasi tanah dengan semen diperiksa pada hari ke 7. kuat tekan stabilisasi tanah dengan kapur diperiksa pada hari ke 21.
II-33
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
b. Batas minimum tebal lapisan perkerasan Tabel 2.15 Batas-batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan (lapis permukaan)
(Sumber : SKBI, 1987)
Tabel 2.16 Batas-batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan (lapis pondasi)
(Sumber : SKBI, 1987)
II-34
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Lapis Pondasi Bawah Tebal minimal adalah 10cm *) batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi bawah digunakan material berbutir kasar.
c. Tebal Rencana Perkerasan Setelah harga-harga ITP, a dan Dmin diketahui, maka tebal lapisan perkerasan dapat ditentukan dengan persamaan ITP = a1 D1 + a2 D2 + a3 D3
(2.12)
dimana D1 = tebal lapis permukaan (cm) D2 = tebal lapisan pondasi atas (cm) D3 = tebal lapisan pondasi bawah (cm) a1 = koefisien kekuatan relatif bahan lapisan permukaan a2 = koefisien kekuatan relatif bahan pondasi atas a3 = koefisien kekuatan relatif bahan pondasi bawah
2.2 Difa Soil Stabilizer Difa adalah bahan aditif yang berfungsi untuk memadatkan (solidifikasi) dan menstabilkan (stabilizer) tanah secara fisik - kimia. Difa berupa material serbuk halus terdiri dari komposisi mineral anorganik. Kelebihan Difa yaitu : II-35
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
a. Meningkatkan parameter daya dukung tanah (pengganti LPA dan LPB, sekaligus stabilisasi tanah dasar badan jalan). b. Jalan menjadi tidak lembek/becek saat musim hujan dan tidak berdebu di musim kering. c. Jalan dapat dilalui pada hari ke 4 (curring time 4 – 14 hari), tergantung tanah dan cuaca. d. Sesudah curring time, semakin sering terendam air semakin baik, tanah yang distabilisasi akan menjadi lebih keras. e. Meminimalkan settlement karena elastisitas (E) Difa antara E tanah dan E beton. f. Ramah lingkungan. g. Memperkecil permeabilitas tanah sehingga dapat digunakan sebagai lapis kedap air (substitusi geosynthetic dan beton)
Gambar 2.3 Ilustrasi proses pengikatan DIFA II-36
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Dengan penggunaan Difa Soil Stabilizer kita dapat menghemat dari segi ekonomi dalam beberapa kategori yaitu : a.
Biaya peralatan
b.
Pembersihan, drainasi dan biaya pengerukan
c.
Biaya staf meliputi pekerja, kontraktor, dan teknisi
d.
Earthworks dan biaya transportasi bahan dan bahan baku
2.2.1
Aplikasi Difa bidang transportasi
a. Pembuatan jalan tanah, penganti LPA dan LPB, sebagai bahan konstruksi Lapis Pondasi Atas (LPA- base course) dan Lapis Pondasi Bawah (LPB – subbase course) pada konstruksi jalan. b. Base Course landasan pacu pesawat terbang dan lahan parkir. c. Base jalan rel kereta. d. Pembuatan jalan tambang dan perkebunan. e. Pembuatan Helipad. f. Pembuatan paving untuk pejalan kaki/ trotoar dan kendaraan bermotor.
2.2.2 Aplikasi Difa bidang geoteknik (pondasi tanah) a. Menstabilkan areal pondasi tanah yang labil. b. Untuk menstabilkan tanah di bawah lantai kerja pada pekerjaan struktur bangunan. II-37
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
c. Perbaikan tanah ekspansif dan gambut. d. Perbaikan tanah dengan metode shallow/deep mixing dengan soil stabilizer. e. Substitusi metode vertikal drain pada pemampatan tanah. f. Perkuatan tebing atau lereng untuk mencegah kelongsoran. g. Dapat dikombinasikan dengan bahan lain seperti limbah abu pembakaran batu bara dan kapur (lime).
2.2.3
Aplikasi Difa bidang keairan – Hidro
a. Pembentukan inti tubuh bendung (pengganti clay). b. Bahan pembentuk tanggul. c. Bahan pelapis saluran (kecepatan kritik 0,35 m/det). d. Pelapis kedap air pada embung atau situ (k = 10 - 7 cm/det). e. Perbaikan lapisan dasar sungai, danau dan rawa. f. Menstabilkan
lereng
sekaligus
menyeimbangkan
pertumbuhan
tanaman
merambat dan rumput (cover crop).
2.2.4
Aplikasi Difa bidang lingkungan
a. Mencegah polusi partikular/debu dengan memperbaiki lapisan permukaan tanah yang berdebu. b. Pembuatan bak penampung air/ reservoir, IPAL. c. Pembentukan lapisan tanah kedap air pada tempat penampungan sampah. II-38
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
d. Pengolahan lumpur hasil pengolahan limbah. e. Matriks pengikat bahan berbahaya dan beracun (B3).
2.3
Metode pelaksanaan Difa Soil Stabilizer
Untuk metode pelaksanaan Difa Soil Stabilizer ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu : 2.3.1
Pengukuran jalan konstruksi dan desain
Pengukuran lebar jalan dan pematokan dilakukan untuk setiap jarak 5 meter.Patok yang digunakan adalah patok sementara berupa potongan bambu lebar 3 cm dan panjang 40 cm, dan ditanam sedalam 10 cm.
2.3.2
Pembentukan badan jalan
Pembentukan badan jalan disesuaikan dengan jalan rencana. Badan jalan yang terbentuk harus sudah memiliki kemiringan sesuai dengan desain (2 atau 3%). CBR tanah dasar harus tercapai sesuai desain. Pada jalan konvensional desain menurut Departemen P minimal 5%. Jika ada bagian tanah dasar yang tidak tercapai nilai CBR minimal maka harus dilakukan pemadatan untuk mencapai nilai CBR tersebut. Depertemen Pekerjaan Umum mensyaratkan bahwa nilai Ratio (CBR) pada kondisi terendam air dari senilai indeks plastisitas tanah harus kurang dari 15 % Pada jalan dengan konstruksi Difa, nilai CBR tanah dapat diperbaiki dengan menggunakan Difa pada stabilizer tanah dasar. Sehingga syarat minimal yang II-39
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
diberikan dapat dipenuhi atau konstruksi jalan Difa berlaku sekaligus sebagai subgrade, sub base dan base badan jalan.
2.3.3
Persiapan tanah untuk konstruksi badan jalan Difa
Tanah yang akan digunakan untuk konstruksi jalan Difa diletakan diatas badan jalan yang sudah disiapkan. Tinggi tanah yang disediakan adalah 30% lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi desain rencana. Tinggi tanah tersebut adalah tinggi mutlak, dengan kemiringan yang sesuai dengan desain. Tanah yang disebarkan adalah tanah yang berupa butiran lepas, sehingga tidak perlu dipadatkan terlebih dahulu. Metode ini jika tanah untuk konstruksi badan jalan diambil dari luar badan jalan. Jika tanah yang akan digunakan adalah tanah setempat maka, dapat digunakan dozer atau grader untuk tanah konstruksi badan jalan. Tinggi tanah yang dihaluskan adalah sesuai dengan tinggi rencana. Sebelum menyiapkan badan jalan, diharuskan kemiringan dasar jalan terhadap sumbu jalan rencana (umumnya 2%).
Gambar 2.4 Gradasi tanah exsisting II-40
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
2.3.4 Penghalusan tanah untuk perbaikan gradasi Penghalusan tanah dilakukan dengan menggunakan Traktor yang dilengkapi dengan Rotary Mixer type Rotavator. Traktor yang digunakan minimal memiliki tenaga 90 Hp, dengan Rotavator yang dikhusukan untuk proses stabilisasi tanah. Jumlah lintasan yang dilakukan tergantung pada kondisi tanah awal yaitu pada besarnya butiran tanah dan kadar air tanah. Kadar air tanah yang diharapkan pada proses ini adalah 10% di bawah kadar air optimum. Untuk jenis tanah Sandy-clay dibutuhkan empat kali lintasan guna menghaluskan butiran tanah dengan diameter terbesar 1 cm. Kadar air tanah secara visual dapat dilihat pada saat mulai berdebu, kadar air tanah mencapai 10 – 14%.
Gambar 2.5 Penghalusan tanah atau perbaikan gradasi
2.3.5 Penaburan Semen Penaburan semen dilakukan dengan meletakan sak semen secara merata. Grid yang dibuat disesuaikan dengan jumlah yang dibutuhkan. Luas setiap grid menyatakan II-41
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
setiap zak semen disebarkan untuk satu satuan luas. Cara perhitungan adalah dengan membagi jumlah sak semen (PC) yang dibutuhkan dengan luas permukaan (A) jalan atau = PC/A. Tahap pekerjaan yang dilakukan pada penaburan semen adalah: a. Semen disusun berdasarkan luas grid yang didapatkan. b. Semen kemudian dibuka dan bungkus semen dikumpulkan pada satu tempat. c. Kemudian semen diratakan dengan menggunakan perata kayu. Ukuran perata kayu adalah selebar 50 cm dan panjang 1,5 m. Perlu diperhatikan perata kayu menggunakan dimensi yang ergonomis, terutama pada batang perata kayu.
Gambar 2.6 Penaburan semen
2.3
Pembiayaan proyek jalan raya
Menurut buku Referensi untuk Kontraktor Bangunan Gedung dan Sipil proyek mempunyai arti sekumpulan aktivitas yang saling berhubungan dimana ada titik awal II-42
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
dan titik akhir serta hasil tertentu. Atau arti lain berdasar buku ajar Manajemen Konstruksi Teknik Sipil menyebutkan bahwa proyek adalah suatu rangkaian kegiatan yang bersifat khusus untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang dibatasi oleh waktu dan sumber daya yang terbatas. Sifat khusus ini memiliki makna bahwa apabila hasil yang diinginkan telah tercapai maka rangkaian kegiatan juga dihentikan sehingga dalam jangka pendek kegiatan itu tidak tidak akan dilakukan lagi. Sebagai contoh pada proyek pembuatan jalan raya, maka proyek ini akan berakhir dengan tersedianya jalan raya untuk kepentingan lalu lintas yang telah siap dipergunakan. Bisa dikatakan bahwa setiap proyek memiliki tujuan khusus, dimana didalamnya memiliki batasan yang mendasar yaitu besar biaya (anggaran) yang dialokasikan, jadwal dan mutu yang harus dipenuhi. Ketiga batasan ini sering disebut dengan istilah Triple Constraint dan dapat digambarkan dengan ilustrasi sebagai berikut :
Gambar 2.7 Triple Constraint
II-43
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Dari ilustrasi ini, dapat diambil beberapa hubungan atau keterkaitan antara bagian yang satu terhadap bagian yang lain, seperti : a. Anggaran proyek harus disesuaikan dengan biaya yang tidak melebihi anggaran b. Jadwal proyek harus dikerjakan sesuai dengan kurun waktu dan tanggal akhir yang telah ditentukan. Bila hasil akhir adalah produk baru, maka penyerahannya tidak boleh melewati batas waktu yang telah ditentukan. c. Mutu proyek harus memenuhi spesifikasi dan kriteria yang dipersyaratkan.
2.4.1 Anggaran biaya proyek Pada pelaksanaan proyek konstruksi, disamping kita mengetahui pihak-pihak yang berperan dalam pekerjaan konstruksi, diperlukan juga perencanaan Anggaran atau keuangan. Menurut buku Manajemen Proyek karangan Imam Soeharto, masalah keuangan ini mencakup biaya dan pendapatan proyek serta penerimaan dan pengeluaran kas, secara umum biaya proyek dapat dikelompokan menjadi biaya tetap (modal tetap) dan biaya tidak tetap (modal kerja). Modal tetap merupakan bagian dari biaya proyek yang digunakan untuk menghasilkan produk yang diinginkan, mulai dari studi kelayakan sampai konstruksi atau instalasi tersebut berjalan penuh. Sedangkan modal kerja merupakan biaya yang digunakan untuk menutupi kebutuhan pada tahab awal operasi. Secara lebih jelas, total biaya yang dikeluarkan pada suatu proyek dapat dilihat pada bagan dibawah ini :
II-44
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Total Biaya Proyek
Modal Modal Tetap Tetap
Modal Kerja Kerja
Biaya Tak langsung
Biaya Langsung
Gambar 2.8 Klasifikasi perkiraan biaya Proyek
2.4.2 Proses penyusunan perkiraan biaya dan anggaran Untuk mempermudah dalam penyusunan Anggaran pada proyek, hendaknya diperlukan pemahaman akan disiplin ilmu teknik dan engineering bagi tim proyek yang akan menyusunnya. Adapun sistematika proses penyusunan Anggaran tersebut, adalah sebagai berikut :
Gambar 2.9 Proses penyusunan perkiraan biaya dan anggaran II-45
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Anggaran menunjukkan perencanaan penggunaan dana untuk melaksanakan pekerjaan dalam kurun waktu tertentu. Dalam penyelenggaraan proyek, suatu anggaran yang disusun rapi yaitu anggaran yang dikaitkan dengan rencana jadwal pelaksanaan pekerjaan, akan merupakan patokan dasar atau pembanding dalam kegiatan pengendalian. Anggaran dapat menjadi tidak sesuai dengan kenyataan. Bila perbedaan sudah terlalu besar maka penggunaan anggaran sebagai alat perencanaan dan pengendalian menjadi tidak ampuh lagi. Oleh karenanya anggaran perlu disesuaikan, bila hal ini memang diperlukan dari segi pengendalian dan perencanaan. Jadi penyesuaian disini adalah untuk membuat anggaran tetap terhadap situasi akhir. Dengan demikian sifat-sifat ketat dan realistik dari suatu anggaran tetap terjaga
2.5 Hipotesa Perencanaan perkerasan lentur (Flexible Pavement) dengan struktur lapis pondasi Difa Soil Stabilizer bertujuan untuk meningkatkan kualitas bahan yang tersedia dan dampaknya terhadap lingkungan, dalam sebuah rancangan perkerasan lentur dan berusaha menekan Biaya, Mutu dan Waktu (BMW).
II-46
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Repertisi beban lalu lintas
- Umur rencana - Faktor Distribusi arah (DA) - Faktor distribusi lajur (DL) - Pertumbuhan Lalu lintas (i) - LHR pada tahun dibuka -Beban & Konfigurasi Sumbu
Asumsi Structural Number (SN) Angka Ekivalen (E)
ESAL
Tidak
Indeks permukaan(IP) Reliabilitas( R)
- Indeks Permukaan Awal IP0 - Indeks Permukaan Akhir IPt
- Standar Normal Deviate (ZR) Perhitungan Nilai SN
- Standar Deviation (S0) CBR
Modulus Resilient (MR)
Koefisien drainase (m) Koefisien kekuatan relatif lapisan (a) Gambar 2.10 Diagram Alir untuk penetuan tebal perkerasan
II-47
http://digilib.mercubuana.ac.id/
SN hasil hitung = SN asumsi
Ya Tebal perkerasan mminimum Dmin
D1,D2,D3