BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Sumber Daya Manusia (SDM) Sumber daya manusia (SDM) mengandung pengertian usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi. Dalam hal ini SDM mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang atau jasa (Sumarsono, 2003:4). Karyawan sebagai sumber daya manusia merupakan kunci keberhasilan organisasi. Pengelolaan sumber daya manusia yang baik akan mendorong organisasi ke arah pencapaian tujuan.
2.1.2. Kepuasan Kerja Kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya (Robbins, 2008:107). Howell dan Dipboye (dalam Munandar, 2001:350) memandang kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya yaitu aspek – aspek seperti gaji atau upah yang diterima, kondisi kerja dan sikap pimpinan. Dengan kata lain, kepuasan kerja mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja adalah suatu efektivitas atau respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan
sehingga disarankan untuk meningkatkan kepuasan kerja dengan tujuan untuk mendapatkan tingkat komitmen yang lebih tinggi (Kreitner 2005:273). Fathoni dalam Robbins (2006 : 498) mengartikan kepuasan kerja sebagai sikap umum individu terhadap pekerjaannya. Sikap individu bisa menyangkut puas dan tidak puas pada seluruh dimensi dari pekerjaannya yaitu : pekerjaan yang secara mental menantang, imbalan yang setimpal, kondisi kerja yang mendukung dan mitra kerja yang mendukung. Menurut Suad Husnan (2002: 187, Repository.usu.ac.id – 1 Februari 2012) “Fasilitas kerja merupakan suatu bentuk pelayanan perusahaan terhadap karyawan agar menunjang kinerja dalam memenuhi kebutuhan karyawan, sehingga dapat meningkatkan produktifitas kerja karyawan”. Adanya fasilitas kerja yang disediakan oleh perusahaan sangat mendukung karyawan dalam bekerja. Fasilitas kerja tersebut sebagai alat atau sarana dan prasarana untuk membantu karyawan agar lebih mudah menyelesaikan pekerjaannya dan karyawan akan bekerja lebih produktif. Menurut jurnal dengan adanya fasilitas kerja karyawan akan merasa nyaman dalam bekerja dan menimbulkan semangat kerja untuk mendapatkan hasil yang diharapkan oleh perusahaan. Sebuah fasilitas kerja dapat diartikan bahwa manusia, material dan mesin dikumpulkan menjadi satu dan tujuannya untuk dapat menghasilkan produk berupa barang ataupun jasa. Pengaturan fasilitas harus didukung dengan hubungan yang
erat antar fasilitas yang lainnya agar dapat mempercepat proses kerja untuk itu pengaturan kerja harus optimal dan efisien (https://docs.google.com – 1 Februari 2012).
Menurut Mangkunegara (2009:120), teori-teori kepuasan kerja adalah sebagai berikut : a. Teori Keseimbangan (Equity Theory). Teori ini dikembangkan oleh Adam (1963). Adapun komponen dari teori ini adalah input, outcome, dan comparison person. Input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang pelaksanaan kerja. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai. Menurut teori Comparison Person ini adalah puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari membandingkan antara input-outcome dirinya dengan perbandingan input-outcome pegawai lain (comparison person). Jadi, jika perbandingan tersebut dirasakan seimbang (equity) maka pegawai tersebut akan merasa puas. Tetapi, apabila terjadi tidak seimbang (inequity) dapat menyebabkan dua kemungkinan, yaitu over compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan dirinya) dan sebaliknya, under compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan pegawai lain yang menjadi pembanding atau comparison person). b. Teori Perbedaan (Discrepancy Theory) Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter. Ia berpendapat bahwa mengukur kepuasan dapat diakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan pegawai. c. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory) Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai.
d. Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory) Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bukanlah bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh pegawai dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut oleh pegawai dijadikan tolok ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi, pegawai akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan. e. Teori Dua Faktor dari Herzberg Teori
duan
faktor
dikembangkan
oleh
Frederick
Herzberg.
Ia
menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya. Dua faktor yang dapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas menurut Herzberg, yaitu
pemeliharaan
(maintenance
factors)
dan
factor
pemotivasian
(motivational factors). Faktor pemeliharaan disebut pula dissatisfier, hygiene factors, job context, extrinsic factors yang meliputi administrasi dan kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan, hubungan dengan pengawas, hubungan dengan subordinate, upah, keamanan kerja, kondisi kerja dan status. Sedangkan faktor pemotivasian disebut pula satisfier, motivators, job content, intrinsic factors yang meliputi dorongan berprestasi, pengenalan, kemajuan (advancement), work it self, kesempatan berkembang dan tanggung jawab. Menurut Munandar (2001:357) ada 5 (lima) macam faktor-faktor penentu kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut :
a. Ciri-ciri Intrinsik Pekerjaan Ciri-ciri intrinsik dari pekerjaan yang menentukan kepuasan kerja ialah keragaman, kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja, dan kreativitas. b.
Gaji/Penghasilan, Imbalan yang dirasakan Adil (Equitable Reward) Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji yang diberikan. Yang penting ialah sejauh mana gaji yang diterima dapat dirasakan adil. Jika gaji dipersepsikan sebagai adil didasarkan tuntutan-tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu, maka akan ada kepuasan kerja.
c. Penyeliaan Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu cirri kepemimpinan yang secara konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja, penenggangan rasa (consideration). Ada dua jenis dari hubungan atasan-bawahan : hubungan fungsional dan hubungan keseluruhan (entity). Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana penyelia membantu tenaga kerja, untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antarpribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa
d. Rekan-rekan Sejawat yang Menunjang Ada tenaga kerja yang dalam menjalankan tugas pekerjaannya memperoleh masukannya (bahan dalam bentuk tertentu) dari tenaga kerja lain. Keluarannya (barang yang setengah jadi) menjadi masukan untuk tenaga kerja lainnya. Hubungan yang ada antar pekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak, yang bercorak fungsional. Kepuasan kerja yang ada pada para pekerja timbul karena mereka, dalam jumlah tertentu, berada dalam satu ruangan kerja, sehingga mereka dapat saling berbicara (kebutuhan sosialnya dipenuhi). e. Kondisi Kerja yang Menunjang Bekerja dalam ruangan yang sempit, panas, yang cahaya lampunya menyilaukan mata, kondisi kerja yang tidak mengenakkan (uncomfortable) akan menimbulkan keengganan untuk bekerja. Perusahaan perlu menyediakan ruangan kerja yang tenang, sejuk, dengan peralatan kerja yang enak untuk digunakan, meja dan kursi yang dapat diatur tinggi-rendah, miring-tegak duduknya. Kondisi kerja yang memperhatikan prinsip-prinsip ergonomi. Dalam kondisi kerja seperti ini kebutuhan-kebutuhan fisik dipenuhi dan memuaskan tenaga kerja.
2.1.3. Komitmen Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara individu karyawan dengan organisasi kerja, dimana karyawan mempunyai keyakinan dan kepercayaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi kerja, adanya kerelaan untuk menggunakan usahanya secara sungguh-sungguh demi kepentingan organisasi
kerja serta mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap menjadi bagian dari organisasi kerja. Dalam hal ini individu mengidentifikasikan dirinya pada suatu organisasi tertentu tempat individu bekerja dan berharap untuk menjadi anggota organisasi kerja guna turut merealisasikan tujuan-tujuan organisasi.
Komitmen suatu perusahaan dapat dilihat dari beragam perspektif. Dari sisi
karyawan
perusahaan,
komitmen
dicirikan
oleh
produktivitas
dan
penghargaan terhadap karyawan ; dari sisi pelanggan berapa target jumlah dan jenis khalayak pelanggan ; dan dari sudut investor adalah reputasi dan nilai-nilai intangible perusahaan. Dalam kenyataannya komitmen antarkaryawan bisa beragam.
Mulai dari yang sangat kurang sampai ke yang sangat komitmen.
(http://ronawajah.wordpress.com/2008/06/15/menciptakan-komitmen-karyawan/ 20 Januari 201). Sementara itu semakin dilibatkannya karyawan dalam mengerjakan halhal yang strategis dan pengambilan keputusan maka karyawan akan semakin diakui keberadaannya. Para karyawan merasa bahwa apa yang dikerjakannya dapat memberi impak pada perkembangan perusahaan. Mereka dinilai mampu menciptakan kondisi kerja yang nyaman dengan memelihara hubungan kerja baik jalur vertikal dengan pimpinan maupun jalur horisontal dengan rekan kerjanya. Dalam hal ini komitmen karyawan akan semakin tinggi. Kebanggaan karyawan akan dicerminkan pula dalam bentuk perasaan bangga sebagai bagian dari suatu tim kerja. Disitu terdapat struktur sosial (kemasyarakatan) sekaligus interaksi sosial sebagai tempat untuk berbagi pengalaman, pengetahuan, dan kolaborasi yang intensif. Unsur-unsur itulah yang
membuat
karyawan
terdorong
untuk
meningkatkan
komitmennya
pada
perusahaan. Komitmen
organisasi
mencerminkan
bagaimana seorang individu
mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan terikat dengan tujuantujuannya (Kreitner dan Kinicki 2005:274). Komitmen didefinisikan sebagai kekuatan relatif dari identifikasi dan keterlibatan individu kepada organisasi tertentu. Komitmen diartikan sebagai suatu karakteristik intelektual, sifat pribadi seperti kejujuran, yang tidak dapat dimandatkan atau dipaksakan dari luar. Secara singkat, dikatakan bahwa keterikatan karyawan dengan organisasi dibangun dan dijaga atas dasar kerelaan untuk saling memberi dan menerima keunggulan kompetensi dari kedua pihak. Karyawan yang terinspirasi oleh sasaran bersama seringkali tingkat komitmennya lebih tinggi dibanding komitmen yang datang karena insentif finansial. Menurut Sunarto (2005:25), komitmen adalah kecintaan dan kesetiaan, terdiri dari : penyatuan dengan tujuan dan nilai-nilai perusahaan, keinginan untuk tetap berada dalam organisasi, dan kesediaan untuk bekerja keras atas nama organisasi. Menurut Sopiah, (2008:15) komitmen organisasi dapat diidefinisikan sebagai kekuatan relatif identifikasi individu terhadap organisasinya, komitmen organisasional dapat dilihat dari 3 faktor : 1. Kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilai – nilai organisasi, 2. Kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi, dan
3. Keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan organisasi.
A. Tipe Komitmen Menurut Wibowo (2006:59), pemimpin dapat memilih empat tipe komitmen yang berbeda, yaitu sebagai berikut : a. Commitment to a course of action (komitmen pada jalannya tindakan), yaitu suatu komitmen pada sesuatu yang menjadi penyebab suatu tindakan. b. Commitment to an ambitious goal (komitmen pada tujuan ambisius), yaitu suatu komitmen untuk menetapkan tujuan yang ambisius. Komitmen untuk mencapai tujuan yang ambisius sering dinyatakan dalam bentuk market share atau menempati posisi sebagai pemimpin industri. c. Commitment to stretch relationship (komitmen untuk membentangkan hubungan), yaitu suatu komitmen untuk mengembangkan hubungan dalam organisasi. d. Commitment to an operating philosophy (komitmen pada filosofi operasi), yaitu manajer yang berusaha mengatasi kelambatan dapat membuat komitmen filosofi operasi yang berbeda dengan cara tradisional organisasi. Filosofi operasi bukanlah merupakan daftar rinci aturan maupun kompilasi nilai-nilai yang tidak berarti, tetapi merupakan pernyataan singkat tentang bagaimana organisasi akan bergerak ke masa depan. B. Faktor – faktor yang Memengaruhi Komitmen Organisasional David dalam Sopiah (2008:163) mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu :
1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kepribadian, dll. 2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan, dll. 3. Karakteristik struktur, misalnya besar/kecilnya organisasi, bentuk organisasi seperti sentralisasi atau desentralisasi, kehadiran serikat pekerja dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan. 4. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki tingkat komitmen berlainan.
C. Dampak Komitmen Organisasional Komitmen karyawan terhadap organisasi adalah bertingkat, dari tingkatan yang sangat rendah hingga tingkatan yang sangat tinggi. Menurut Kanter dalam Newstroom, mengemukakan bahwa manajer akan memilih karyawan yang bisa dipercaya dan mengabaikan karyawan yang kurang memiliki komitmen organisasional. Ditinjau dari segi organisasi, karyawan yang berkomitmen rendah akan berdampak pada turn over dan tingginya absensi, meningkatnya kelambanan kerja dan kurangnya intensitas untuk bertahan sebagai karyawan di organisasi tersebut (Sopiah, 2008:166). Ditinjau dari sudut karyawan, komitmen karyawan yang tinggi akan berdampak pada peningkatan karir karyawan itu sendiri. Whyte dalam Sopiah (2008:166) membuat semacam jargon
:
“Loyallah pada perusahaan maka
perusahaan akan loyal pada Anda.” Komitmen karyawan, baik yang tinggi maupun yang rendah, akan berdampak pada karyawan itu sendiri, misalnya terhadap perkembangan karir karyawan itu di organisasi/perusahaan dan pada organisasi.
Karyawan
yang
berkomitmen
tinggi
pada
organisasi
akan
menimbulkan kinerja organisasi yang tinggi, tingkat absensi berkurang dan loyalitas karyawan. Pada dasarnya melaksanakan komitmen sama saja maknanya dengan menjalankan kewajiban, tanggung jawab, dan janji yang membatasi kebebasan seseorang untuk melakukan sesuatu. Artinya apabila seseorang sudah punya komitmen, maka ia harus mendahulukan apa yang sudah dijanjikan untuk organisasinya ketimbang untuk hanya kepentingan dirinya. Semakin tinggi derajat komitmen karyawan semakin tinggi pula kinerja yang dicapainya. Namun dalam prakteknya tidak semua karyawan melaksanakan komitmen seutuhnya. Ada komitmen yang sangat tinggi dan ada yang sangat rendah. Komitmen organisasi yaitu teori dukungan organisasi digunakan untuk menjelaskan yaitu kelekatan emosional karyawan dengan organisasi. Ketika karyawan merasa bahwa mereka mendapatkan dukungan dari organisasi yang baik maka karyawan akan merasa bertanggung jawab untuk membalas kepedulian yang telah diberikan organisasi kepada mereka. Perasaan bertanggung jawab / berkewajiban ini akan meningkatkan tingkat komitmen karyawan terhadap organisasi (http://sdm-teori.blogspot.com/komitmen-pegawai_27.html. 20 Januari 2012.).
Sejalan dengan teori dukungan organisasi, komitmen diidentifikasikan sebagai dampak dari persepsi karyawan terhadap dukungan organisasi (Rhoades, 2001.
http://sdm-teori.blogspot.com/komitmen-pegawai_27.html.
20
Januari
2012). Diketahui bahwa karyawan yang merasa bahwa dirinya mendapatkan dukungan dari organisasi akan memiliki rasa kebermaknaan dalam diri karyawan tersebut. Hal inilah yang akan meningkatkan komitmen pada diri karyawan. Komitmen inilah yang pada akhirnya akan mendorong karyawan untuk berusaha membantu organisasi mencapai tujuannya, dan meningkatkan harapan bahwa performa kerja akan diperhatikan dan dihargai oleh organisasi.
2.2. Penelitian Terdahulu Fitri Ariani (2009) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Gaji terhadap Komitmen Guru Honor Pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta Josua Medan” Melalui uji t menyimpulkan bahwa pengaruh gaji searah dengan komitmen. Dengan kata lain gaji berpengaruh ositif dan signifikan terhadap komitmen, hal ini terlihat dari nilai signifikan (0,000) < 0,05 dan nilai t hitung (5,481) > t tabel (1,96) artinya jika ditingkatkan variabel gaji (X) sebesar satu satuan maka komitmen (Y) akan meningkat sebesar 0,782. M. Wahyu Nugroho (2009) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasi Pada Karyawan Kontrak Universitas Islam Negeri (UIN) Malang” menyimpulkan bahwa kepuasan kerja (X) berpengaruh signifikan dan positif terhadap komitmen (Y) hal ini ditunjukkan dengan nilai t hitung 4,934 dan nilai signifikansinya 0.000 dengan kata lain
semakin tinggi kepuasan kerja maka semakin tinggi tingkat komitmen karyawan kontrak.
2.3. Kerangka Konseptual Kepuasan kerja yang dipelihara secara terus menerus akan menimbulkan komitmen terhadap organisasi. Apalagi jika seorang karyawan merasa lebih puas dengan supervisornya, lebih puas dengan penilaian prestasi kerja, dan juga mereka merasakan bahwa organisasi mereka memperhatikan kesejahteraannya, maka semakin tinggi pula tingkat komitmennya terhadap organisasi. Dengan kata lain, seorang karyawan akan berkomitmen terhadap organisasi jika benar-benar merasa dilibatkan sebagai bagian dari organisasi kemudian ia akan bekerja keras lebih dari yang diharapkan. Hal ini dapat tercapai apabila karyawan tersebut memandang positif terhadap pekerjaan dan organisasinya. Robbins dalam Fathoni (2006 : 498) mengartikan kepuasan kerja sebagai sikap umum individu terhadap pekerjaannya. Sikap individu bisa menyangkut puas dan tidak puas pada seluruh dimensi dari pekerjaannya yaitu : pekerjaan yang secara mental menantang, imbalan yang setimpal, kondisi kerja yang mendukung dan mitra kerja yang mendukung. Menurut Sunarto (2005:25), komitmen adalah kecintaan dan kesetiaan, terdiri dari: penyatuan dengan tujuan dan nilai-nilai perusahaan, keinginan untuk tetap berada dalam organisasi, dan kesediaan untuk bekerja keras atas nama organisasi.
Kepuasan Kerja (X) : 1. Penempatan kerja 2. Gaji yang layak 3. Lingkungan kerja 4. Fasilitas
Komitmen (Y)
5. Sikap pimpinan 6. Pengembangan dan peningkatan diri
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Sumber : Robbins dalam Fathoni (2006:498) dan Sunarto (2005:25), diolah.
2.4.Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara yang menerangkan fakta-fakta atau kondisi-kondisi yang diamati dan digunakan untuk langkah penelitian selanjutnya. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah : “Kepuasan Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Komitmen Karyawan pada PT. Adhi Karya (Persero) Tbk. Divisi Aspalt Mixing Plant (AMP) Kawasan Medan”.