BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran 2.1.1. Definisi peran Peran adalah tingkah laku yang diharapkan oleh seseorang terhadap orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Misalnya saja dalam hal ini perawat dapat memberikan asuhan keperawatan, melakukan pembelaan pada klien, kolaborator dalam membina kerja sama dengan profesi lain dan sejawat, konsultan dalam tenaga kerja dan klien dari sistem metodologi, serta sikap. Peran merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial yang baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan (Hidayat, 2007). 2.1.2.
Peran perawat Peran perawat menurut konsorium 1989 dalam Hidayat (2007) terdiri dari :
1) Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks.
Universitas Sumatera Utara
2) Peran sebagai advokat klien Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberian pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan pada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaikbaiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri, dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian. 3) Peran sebagai edukator Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan. 4) Peran sebagai koordinator Peran
ini
dilaksanakan
dengan
mengarahkan,
merencanakan
serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien. 5) Peran sebagai kolaborator Peran perawat di sini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapi, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya. 6) Peran sebagai konsultan
Universitas Sumatera Utara
Konsultasi merupakan suatu interaksi interpersonal untuk membuat perubahan perilaku yang konstruktif. Tujuannya adalah untuk merangsang klien agar lebih bertanggung jawab, merasa lebih aman, dan membimbing perilaku yang konstruktif. Peran di sini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan. 7) Peran sebagai pembaharu Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perncanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan. 2.1.3. Fungsi perawat Fungsi peran perawat adalah salah satunya dapat menjalankan atau melaksanakan perannya secara mandiri , tidak tergantung pada orang lain atau tim kesehatan lainnya. Perawat dapat memberikan bantuan terhadap adanya penyimpangan atau tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia baik bio, psikososio/kultur maupun spiriatual. dimana perawat bertanggung jawab serta bertanggung gugat atas rencana dan keputusan tindakannya ( novita, 2012 ). Fungsi merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan perannya. Fungsi tersebut dapat berubah disesuaikan dengan keadaan yang ada. Dalam menjalankan perannya, perawat akaan melaksanakan berbagai fungsi diantaranya : fungsi independen, fungsi dependen dan fungsi interdependen. 1) Fungsi independen
Universitas Sumatera Utara
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, di mana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti penuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigen, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi, penuhan kebutuhan aktivitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan keamanandan kenyamanan, kebutuhan cinta dan mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri. 2) Fungsi dependen Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas peran dan instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagai pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana. 3) Fungsi interdependen Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun lainnya, seperti dokteer dalam memberikan tindakan pengobatan bekerjasama dengan perawat dalam pemantauan reaksi obat yang telah diberikan. 2.1.4. Manfaat peran perawat terhadap asuhan keperawatan jiwa
Universitas Sumatera Utara
Komunikasi dan sikap adalah merupakan hal yang penting diperhatikan ketika seorang perawat merawat penderita skizofrenia, Menurut (Suliswati,2009). manfaat dari peran perawat terdiri dari: 1. Komunikasi Dalam keperawatan jiwa komunikasi merupakan alat untuk membina hubungan karena komunikasi mencakup penyampaian informasi penukaran pikiran, perasaan. dan yang penting dilakukan atau diperhatikan perawat ketika berkomunikasi dengan penderita skizofrenia adalah : perawat berusaha mengungkapkan perasaan, mengindentifikasi dan mengkaji masalah dan mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan dan juga secara aktif mendengarkan dan memberi respon kepada penderita serta berfokus kepada pasien yang membutuhkan bantuan. 2. Sikap Dalam keperawatan jiwa yang penting dilakukan atau diperhatikan perawat dengan penderita skizofrenia yaitu : berhadapan adalah sikap yang menunjukan kesiapan dalam melayani dan mendengarkan keluhan pasien, mempertahankan kontak mata sikap yang menandakan parawat menghargai pasien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi serta dapat dipercaya, membungkuk kearah pasien sikap ini menunjunkan keinginan untuk menyataka atau mendengarkan semua apa yang dikatankan pasien, mempertahankan sikap terbuka pada saat berkomunikasi dengan pasien perawat sebaiknya jangan melipat kaki atau menyilangkan tangan. hal ini menunjukkan kertebukaan untuk berkomunikasi dan sikap membantu pasien, tetap relaks dan tetap bersikap tenang , meskipun pada
Universitas Sumatera Utara
situasi tidak menyenangkan , perawat harus mengontrol ketenangan, kecemasan dan rilaksasi dalam berkomunikasi dengan pasien. 3. Melakukan tindakan perawatan Dalam melakukan tindakan keperawatan pada pasien perawat akan menghargai berbagai macam perasaan antara lain senang melihat pasien mulai menunjukkan prilaku dan perasaan jengkel ketika pasien tidak mau minum obat, sehingga perawat terbuka dan sadar akan perasaan dan perawat dapat menggunakan kesulitan pasien dalam membina hubungan saling percaya.
2.2. Kemampuan bersosialisasi 2.2.1. Pengertian Sosialisasi diartikan sebagai sebuah proses seumur hidup bagaimana seorang individu mempelajari kebiasaan-kebiasaan yang meliputi cara-cara hidup, nilai-nilai, dan norma-norma social yang terdapat dalam masyarakat agar dapat diterima oleh masyarakatnya. Berikut pengertian sosialisasi menurut para ahli. 1. Charlotte Buhler Sosialisasi adalah proses yang membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup, dan berpikir kelompoknya agar ia dapat berperan dan berfungsi dengan kelompoknya.
2. Peter Berger
Universitas Sumatera Utara
Sosialisasi adalah suatu proses dimana seseorang menghayati serta memahami norma-norma dalam masyarakat tempat tinggalnya sehingga akan membentuk kepribadiannya. 3. Paul B. Horton Sosialisasi adalah suatu proses dimana seseorang menghayati serta memahami norma-norma dalam masyarakat tempat tinggalnya sehingga akan membentuk kepribadiannya. 4. Soerjono Soekanto Sosialisasi adalah proses mengkomunikasikan kebudayaan kepada warga masyarakat yang baru. Kemampuan sosialisasi adalah merupakan kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam menjalani hubungan saling berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Manfaat berkomunikasi adalah untuk mendorong dan menganjurkan pasien agar dapat bekerja sama dan dapat mengungkap perasaannya (Abdul Hafizh, 2007). 2.2.2.Jenis-jenis komunikasi 1. Komunikasi Verbal Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji
Universitas Sumatera Utara
minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung. 2. Komunikasi Non Verbal Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non verbal menambah arti terhadap pesan verbal (Tappen DKK, 1995). 2.2.3. Interaksi sosial 1. Pengertian Interaksi sosial adalah suatu proses hubungan timbal balik yang dilakukan oleh individu dengan individu, antara individu dengan kelompok, antara kelompok dengan individu, antara kelompok dengan kelompok dalam kehidupan sosial. ( pamujie, 2007 ) Kemampuan berinteraksi merupakan suatu kemampuan berhubungan yang dinamis yang menyangkut hubungan antara individu dengan individu, kelompok dengan kelompok maupun antara individu dengan kelompoknya dalam melakukan suatu hubungan tertentu. Berinteraksi sebagai alat mencapai tujuan dalam kaitannya untuk memberi perhatian, komunikasi, motivasi dan menguasai diri sendiri dalam berkomunikasi. ( Sri Wahyuningsih, 2005 ) Gillin mengartikan bahwa interaksi sosial sebagai hubungan-hubungan sosial dimana menyangkut hubungan antar individu, individu dan kelompok atau
Universitas Sumatera Utara
antar kelompok. Menurut Charles P. Loomis sebuah hubungan bisa disebut interaksi jika memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Jumlah pelakunya dua orang atau lebih 2. Adanya komunikasi antar pelaku dengan menggunakan simbol atau lambang-lambang. 3. Adanya suatu dimensi waktu yang meliputi masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang. 4. Adanya tujuan yang hendak dicapai. Berdasarkan pengertian di atas pada dasarnya tiap individu mempunyai potensi untuk terlibat dalam interaksi dengan orang lain pada berbagai tingkat hubungan, dari hubungan intim biasa sampai hubungan saling ketergantungan. Dalam hal ini individu tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa adanya interaksi dengan lingkungan sosial. Sehingga untuk mendapatkan kebutuhan yang optimal, individu perlu membina hubungan interpersonal yang memuaskan. Kepuasan hubungan yang dimaksud dapat dicapai jika individu terlihat aktif dalam proses berhubungan dengan orang lain diiringi suasana lingkungan yang kondusif akan semakin meningkatkan rasa memiliki, saling bekerja sama, hubungan timbal balik yang mutualisme (Stuart Sundeen, 1998). Penampilan individu dalam berinteraksi sosial dapat berfluktuasi sepanjang rentang respon sosial dari adaptif sampai maladaptif. 2. Syarat terjadinya interaksi adalah 1. Adanya kontak sosial Kontak sosial memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Kontak sosial bisa bersifat positif dan bisa bersifat negatif. Jika kontak sosial mengarah pada kerjasama berarti positif, jika mengarah pada suatu pertentangan atau konflik berarti negatif. 2. Kontak sosial dapat bersifat primer dan bersifat sekunder. Kontak sosial primer terjadi apabila peserta interaksi bertemu muka secara langsung, jika kontak sekunder terjadi apabila interaksi berlangsung melalui perantara. 2. Komunikasi Ada lima unsur pokok dalam komunikasi yaitu : 1. Komunikator yaitu orang yang menyampaikan informasi atau pesan atau perasaan atau pemikiran pada pihak lain. 2. Komunikan yaitu orang atau sekelompok yang dikirimi pesan, pikiran, informasi. 3. Pesan yaitu sesuatu yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. 4. Media yaitu alat untuk menyampaikan pesan 5. Efek/feed back yaitu tanggapan atau perubahan yang diharapkan terjadi pada komunikan setelah mendapat pesan dari komunikator. 3. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya interaksi sosial Menurut Khairulmaddy, 2008 : 1. Imitasi yaitu meniru tindakan orang lain. 2. Sugesti berlangsung apabila seseorang memberikan pandangan atau sikap yang dianutnya, lalu diterima oleh orang lain. Biasanya sugesti
Universitas Sumatera Utara
muncul ketika si penerima sedang dalam kondisi yang tidak netral sehingga tidak dapat berpikir rasional. 3. Identifikasi yaitu merupakan kecenderungan atau keinginan seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain ( meniru secara keseluruhan ). 4. Simpati yaitu merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik dengan pihak lain. Melalui proses simpati orang merasa dirinya seolah-olah berada dalam keadaan orang lain 5. Empati yaitu merupakan simpati yang mendalam yang dapat mempengaruhi kejiwaan dan fisik seseorang. Kemampuan berinteraksi yang diharapkan pada klien isolasi sosial, yang terkait dengan; motivasi berhubungan dengan orang lain, inisiatif berkelompok atau berbicara dengan oarng lain, sikap dalam kelompok, kemampuan berkomunikasi, keakraban, konsentrasi selama berinteraksi, kemampuan mengungkapkan perasaan atau pendapat kepada
orang
lain,
kemampuan
mengontrol
perilaku
dalam
berinteraksi, kemampuan menghargai pendapat orang lain serta sikap saat berinteraksi.
2.3.
Ketidakmampuan bersosialisasi
2.3.1. Pengertian Menurut World Health Organization (WHO, 1989) ketidakmampuan bersosialisasi (social disability) adalah ketidakmampuan individu dalam melakukan hubungan sosial secara sehat dengan orang orang disekitarnya. Karena ketidakmampuan mereka untuk bersosialisasi, beberapa individu memiliki
Universitas Sumatera Utara
masalah untuk menjalani hidup bersama dengan individu normal. Mereka sulit untuk melakukan semua aktivitas seperti yang dilakukan oleh individu normal yang ada di sekitarnya. Kuntjoro (1989) menjelaskan bahwa kemunduran sosial atau ketidak mampuan bersosialisasi adalah ketidakmampuan individu untuk bersikap dan bertingkahlaku yang dapat diterima oleh lingkungan sosialnya. Individu yang dalam kehidupannya menuruti kemauannya sendiri tanpa mengidentifikasikan norma sosial dan mengganggu lingkungan dianggap tidak terampil secara sosial atau disebut mengalami ketidakmampuan bersosialisasi atau kemunduran sosial. Individu hidup dalam dunianya sendiri (autistik) yang tidak dapat dimengerti dan tidak dapat diterima oleh orang lain. Hal ini berarti pula individu tidak mengindahkan tuntutan lingkungan sosialnya atau tidak mampu menyesuaikan diri yang selanjutnya oleh WHO (1980) disebut sebagai catatan psikososial (psycosocial disability). Pengertian yang lebih rinci mengenai ketidakmampuan bersosialisasi diungkapkan oleh Direktorat Kesehatan Jiwa (1996), yaitu suatu keadaan dimana individu bertingkah laku yang tidak lazim, kacau atau secara sosial tidak dapat diterima atau tidak pantas muncul. Tingkah laku yang tidak lazim adalah tingkah laku yang diperlihatkan oleh pasien yang sifatnya tidak biasa, aneh dan kadang kadang tidak dapat diterima oleh masyarakatnya. Namun perlu diperhatikan pula bahwa gaya hidup individu yang berbeda dari gaya hidup orang lain, terutama jika ia berasal dari suku atau masyarakat kebudayaan tertentu. Di Indonesia istilah cacat mempunyai arti dari ketiga keadaan berikut: impairment, disabilities dan handicap, karena sangat luasnya pengertian istilah-istilah tersebut, maka Forum
Universitas Sumatera Utara
Asean merekomendasikan penggunaan defenisi-defenisi yang ditetapkan oleh WHO (1989) dengan maksud untuk memudahkan kepentingan komunikasi. Istilah-istilah tersebut didefenisikan sebagai berikut: 1. Impairment Impairment adalah hilangnya atau adanya kelainan (abnormalitas) dari pada struktur atau fungsi yang bersifat psikologik, fisiologik atau anatomik. Cacat dapat bersifat sementara (temporer) ataupun menetap (permanen). Dan yang dikatakan cacat adalah apa saja yang biasa disebut dengan anomaly defect yang terjadi pada anggota gerak, organ, jaringan atau struktur tubuh, termasuk system fungsi mental. Kondisi cacat merupakan eksteriorasi keadaan patologik yang prinsipnya mencerminkan gangguan kesehatan yang terjadi pada tingkat organ. 2. Disabilities Disability merupakan keterbatasan atau kurangnya kemampuan (akibat dari adanya cacat) untuk melakukan kegiatan dalam batas-batas dan cara yang dianggap nomal bagi manusia. Kondisi ini dapat bersifat sementara, menetap dan membaik atau memburuk. Disabilities juga timbul sebagai akibat langsung adanya cacat atau secara tak langsung sebagai reaksi individu, khususnya secara psikologik pada cacat fisik dan sensorik. 3. Handicap Handicap adalah kemunduran pada seseorang akibat adanya cacat atau disabilitas yang membatasi atau mencegahnya untuk dapat berperan normal bagi individu (sesuai umur, seks dan faktor sosial budaya). Kondisi ini ditandai dengan adanya ketidaksesuaian antara prestasi seseorang atau statusnya dengan harapannya atau kelompoknya. Handicap merupakan sosialisasi dari cacat dan
Universitas Sumatera Utara
disabilitas dan mencerminkan konsekuensi bagi individu dalam budaya, sosial, ekonomi, dan lingkungannnya yang berpangkal pada adanya cacat dan disabilitas. 2.3.2. Aspek-aspek ketidakmampuan bersosialisasi Menurut Kuntjoro (1989), aktivitas klien yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan atas tiga yaitu (1) Tingkah laku yang berhubungan dengan kegiatan kebutuhan hidup sehari-hari (Activity Daily Living = ADL), (2) tingkah laku sosial dan (3) tingkah laku sosial okupasional yang dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Activity Daily Living (ADL) Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan seharihari yang meliputi: 1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan klien sewaktu bangun tidur. 2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK. 3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan mandi dan sesudah mandi. 4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan berganti pakaian. 5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang dan setelah makan dan minum. 6) Kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauh mana klien mengerti dan dapat menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti tidak menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat di tempat yang berbahaya tanpa tujuan yang positif. 8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang klien untuk pergi tidur. Pada klien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang muncul pada gangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana klien mau mengawali tidurnya. 2. Tingkah laku sosial Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial klien dalam kehidupan masyarakat yang meliputi 1) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku klien untuk melakukan hubungan sosial dengan sesama klien, misalnya menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan sebagainya. 2) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku klien untuk melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya. 3) Kontak mata waktu bicara, yaitu sikap klien sewaktu bicara dengan orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya kesungguhan dalam berkomunikasi. 4) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul dengan cara lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
Universitas Sumatera Utara
5) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit. 6) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain. 7) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku klien yang bersifat mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak meludah sembarangan, tidak membuang puntung rokok sembarangan dan sebagainya. 3. Tingkah laku okupasional Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kegiatan seseorang untuk melakukan pekerjaan, hobi dan rekreasi sebagai salah satu kebutuhan kehidupannya yang meliputi: 1)
Tertarik pada kegiatan/pekerjaan, yaitu timbulnya rasa tertarik untuk berbuat sesuatu, baik berupa pekerjaan, hobi dan rekreasi, seperti menyapu, membantu orang lain, bermain, menonton dan sebagainya.
2) Bersedia melakukan kegiatan/pekerjaan, yaitu bentuk kegiatan yang dilakukan klien untuk bekerja, berekreasi, melaksanakan hobi atau melakukan kegiatan positif lainnya, seperti sembahyang dan membaca. 3) Aktif/rajin melakukan kegiatan atau pekerjaan, yaitu tingkah laku klien yang
bersedia
melakukan
kegiatan
dengan
menunjukkan
keaktifan/kerajinannya. 4) Produktif dalam melakukan kegiatan, yaitu adanya hasil perbuatan yang dapat diamati/observasi, baik kualitas maupun kuantitasnya.
Universitas Sumatera Utara
5) Terampil dalam melakukan kegiatan/pekerjaan, yaitu sejauhmana klien memiliki kemampuan, kecakapan dan keterampilan dalam melakukan tindakannya (wajar, tidak kaku, enak dilihat orang sehingga tidak menimbulkan rasa khawatir bagi petugas/orang lain). 6) Menghargai hasil pekerjaan dan milik pribadi, yaitu tingkah laku klien untuk menghargai (punya tenggang rasa) terhadap hasil pekerjaannya sendiri dan hasil pekerjaan orang lain. 7) Bersedia menerima perintah, larangan dan kritik, yaitu sikap dan perbuatan pasien terhadap perintah, larangan maupun kritik dari orang lain. Sikap dan perbuatan
tersebut
berupa
reaksi
klien
bila
diperintah/disuruh,
dilarang/dikritik, reaksi tersebut dapat lambat, cepat, menolak, tak mengindahkan dan sebagainya 2.4. Isolasi sosial 2.4.1. Pengertian Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Isolasi sosial merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain maupun komunikasi dengan orang lain ( Keliat, 1998 ). Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaftif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes RI,2000).
Universitas Sumatera Utara
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa isolasi sosial adalah ketidakmampuan seseorang dalam melakukan interaksi dengan orang lain, klien mungkin merasa ditolak ataupun merasa tidak diterima sehingga menimbulkan perilaku maladaptif.
2.4.2. Faktor pencetus terjadinya isolasi sosial Rentang respon perilaku
Rentang adaptif Menyendiri Otonomi Bekerjasama Saling tergantung
merasa sendiri menarik diri tergantung pada orang lain
Respon maladaptif manipulasi impulasif membanggakan diri curiga
Gambar 3.1. rentang respons isolasi sosial Berikut ini akan dijelaskan respon yang terjadi pada isolasi sosial. 1) Respons adaptif Respons adaptif adalah respons yang masih dapat diterima oleh norma – norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah. Berikut ini adalah sikap yang termasuk respons adaptif. 1) Menyendiri, respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah terjadi di lingkungan sosialnya.
Universitas Sumatera Utara
2) Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial. 3) Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain. 4) Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal 2) Respons maladaptif Respons maladaptif adalah respons yang menyimpang dari norma sosial dan kehidupan di suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk respons maladaptif. 1) Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain. 2) Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan orang lain. 3) Manipulasi, seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam. 4) Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain. Beberapa faktor cenderung memberikan respon maladaptif, namun belum ada kesimpulan yang spesifk tentang penyebab gangguan hubungan interpersonal tersebut. 2.4.3. Faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya Isolasi sosial 1) Faktor predisposisi 1) Faktor tumbuh kembang
Universitas Sumatera Utara
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas – tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah Tahap perkembangan
Tugas
Masa Bayi
Menetapkan landasan rasa percaya
Masa Bermain
Mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri
Masa Prasekolah
Belajar menunjukkan inisiatif, rasa tanggung jawab, dan hati nurani.
Masa Sekolah
Belajar berkompetisi, bekerja sama, dan berkompromi.
Masa Praremaja
Menjalin hubungan intim dengan teman sesama jenis kelamin
Masa Remaja
Menjadi intim dengan teman lawan jenis atau bergantung pada orang tua.
Masa Dewasa Muda
Menjadi saling bergantung antara orangtua dan teman, mencari pasangan, menikah, dan mempunyai anak.
Masa Tengah Baya
Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah dilalui
Masa Dewasa Tua
Berduka karena kehilangan dan mengembangkan perasaan keterkaitan dengan budaya.
Tabel 2.1 Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal (Stuart dan Sundeen 1998).
Universitas Sumatera Utara
2) Faktor komunikasi dalam keluarga Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga. 3) Faktor sosial budaya Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma – norma yang salah dianut oleh keluarga, di mana setipa anggota keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut, berpenyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya. 4) Faktor biologis Faktor biologis juga merupakan salah satu pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skhizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel – sel dalam limbik dan daerah kortikal.
Universitas Sumatera Utara
2) Faktor presipitasi Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stresor presipitasi dapat di kelompokkan sebagai berikut. 1) Stresor sosial budaya Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitandalam berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti : perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karna ditinggal jauh, dirawat di rumah sakit atau penjara. Semua hal ini dapat menimbulkan isolasi sosial. 2) Stresor biokimia 1) Teori dopamin Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta traktus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia. 2) Menurunnya MAO ( Mono Amino Oxidase ) di dalam darah akan meningkatkan jumlah dopamin dalam otak. 3) Faktor Endokrin Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh dopamin. Hipertyroidism, adanya peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkahlaku psikotik.
Universitas Sumatera Utara
4) Viral hipotesis Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala – gejala psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah struktur sel otak. 3) Stresor biologik dan Lingkungan sosial Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaaksi antara individu, lingkungan, maupun biologis. 4) Stresor psikologis Kecemasan yang tinggin akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik. 2.4.4. Tanda dan gejala 2.4.4.1. Gejala subjektif 1.
Klien menceritakan perasaan kesepian atau di tolak oleh orang lain.
2.
Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
3.
Respon verbal kurang dan sangat singkat
4.
Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
5.
Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
6.
Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
7.
Klien merasa tidak berguna
8.
Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
9.
Klien merasa ditolak
Universitas Sumatera Utara
2.4.4.2. Gejala objektif 1.
Klien banyak diam dan tidak mau bicara
2.
Tidak mengikuti kegiatan
3.
Banyak berdiam diri di kamar
4.
Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat.
5.
Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal.
6.
Kontak mata kurang
7.
Kurang spontan
8.
Apatis ( acuh terhadap lingkungan )
9.
Ekspresi wajah kurang berseri
10. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri 11. Mengisolasi diri 12. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya 13. Masukan makanan dan minuman terganggu 14. Retensiurine dan feses 15. Aktivitas menurun 16. Kurang energi ( tenaga )
Universitas Sumatera Utara