11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Sebelumnya Berikut ini ada beberapa penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian tersebut antara lain. Ade Sadikin Akhyadi melakukan penelitian “Perencanaan dan Reifikasi Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan Kota Bandung”. Hasil dari penelitian ini bahwa implementasi demokrasi ekonomi dapat dilihat dari eksistensi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam perekonomian sebuah bangsa yang membawa manfaat bagi masyarakat dan sekaligus menjadi sumbangan konkrit bagi kemajuan ekonomi nasional. Baik dalam penciptaan lapangan pekerjaan, pemerataan dan peningkatan pendapatan, pertumbuhan ekonomi serta pengentasan kemiskinan. Maka dalam hal ini, semua tidak akan berjalan dengan baik tanpa faktor pendukung dalam pengembangan ekonomi rakyat seperti pemerintah maupun lembaga non pemerintah untuk ikut berperan melakukan fungsinya secara lebih efektif dalam meningkatkan kualitas SDM yang bermutu, pemberian modal usaha, pemasaran, serta menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi UMKM dan koperasi.10 Ni Putu Wiwin Setyari, melakukan penelitian tentang “Posisi Fungsi Intermediasi Bank Umum dan BPR (Bank Pengkreditan Rakyat) di Bali:
10
Ade Sadikin Akhyadi, Perencanaan dan Reifikasi Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan Kota Bandung, http://jurnal.upi.edu/file/Ade_Sadikin.pdf. (Online 10/06/2012).
11
12
Sebuah Kajian Komparatif”. Hasil dari penelitian ini membandingkan fungsi intermediasi BPR lebih optimal dibandingkan dengan bank umum. Adapun manfaat dari fungsi intermediasi perbankan yang dijalankan secara maksimal mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pergerakan perekonomian serta menempati peran yang cukup strategis terutama dalam mendorong perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Diharapkan dengan fungsi intermediasi perbankan ini dapat memberikan kemudahan dalam memperoleh pedanaan usaha bagi UMKM secara cepat, tepat, murah dan pelayanan yang tidak diskriminatif. Hal ini mengindikasikan bahwa perbankan yang menjalankan fungsi intermediasi secara optimal, akan memberikan manfaat untuk menyejahterakan masyarakat secara luas.11 Berdasarkan
penelusuran
yang
dikemukakan
di
atas,
yang
membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini memfokuskan pada penerapan demokrasi ekonomi yang diterapkan pada BMI Cabang Palangka Raya dari sudut pandang bankir BMI Cabang Palangka Raya. Dimana penerapan demokrasi ekonomi pada BMI Cabang Palangka Raya bertujuan meningkatkan dan mendayagunakan ekonomi umat (kerakyatan) dalam bentuk membina dan pengembangan usaha masyarakat kecil dan kaum duafa. Dengan kebijakan produk seperti program KUM3 dan pendampingan usaha masyarakat kecil untuk mendorong ekonomi kerakyatan di Kota Palangka Raya. 11
Ni Putu Wiwin Setyari, Posisi Fungsi Intermediasi Bank Umum dan BPR (Bank Pengkreditan Rakyat) di Bali: Sebuah Kajian Komparatif. Skripsi, Denpasar: Universitas Undayana, 2007, http://www.pdfseeker.net/posisi-fungsi-intermediasi-bank-umum-dan-bprdi-bali.pdf. (Online 23/06/2012).
13
B. Deskripsi Teoritik 1. Pengertian Demokrasi Ekonomi a. Demokrasi Pengertian demokrasi dapat dipahami dari susunan dua kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan “cratein atau cratos” yang berarti kekusaan dan kedaulatan. Jadi dapat diartikan demos-cratein atau demos-cratos (demokrasi) adalah keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahan kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada
dalam
keputusan
bersama
rakyat,
rakyat
berkuasa,
pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat. Sementara itu, definisi demokrasi secara istilah terdapat beberapa pengertian dari beberapa ahli sebagai berikut: pertama, menurut Joseph A. Schmeter, demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individuindividu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat; kedua, Sidney Hook berpendapat demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa; ketiga, Philippe C. Schimitter dan Terry Lynn Karl menyatakan demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan dimana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka di
14
wilayah publik oleh rakyat, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang telah terpilih; keempat, Henry B. Mayo menyatakan demokrasi sebagai sistem politik yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. Makna demokrasi itu diartikan mengandung pengertian bahwa rakyatlah yang memberikan ketentuan dalam masalah-masalah mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan negara, karena kebijakan tersebut akan menentukan kehidupan rakyat itu sendiri. Maka negara yang menganut sistem demokrasi adalah negara diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat. 12 Berdasarkan beberapa pengertian demokrasi di atas, diperoleh kesimpulan hakikat demokrasi yang mengandung pengertian tiga hal: Pertama, pemerintah dari rakyat (government of the people), mengandung pengertian yang berhubungan dengan pemerintahan yang sah dan diakui atas memegang kekuasaan dituntut kesadarannya bahwa pemerintahan tersebut diperoleh melalui pemilihan dari rakyat bukan dari pemberian wangsit atau kekusaan supranatural. 12
Dede Rosyada, dkk., Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2000, h. 110-111.
15
Kedua, pemerintahan oleh rakyat (government by the people), suatu pemerintahan menjalankan kekuasaan atas nama rakyat bukan atas dorongan diri dan keinginannya sendiri. Pemerintah dalam pengawasan rakyat (social control), pengawasan rakyat dapat dilakukan secara langsung oleh rakyat atau tidak langsung melalui perwakilannya di parlemen (DPR). Ketiga, pemerintahan untuk rakyat (government for the people), bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah itu dijalankan untuk kepentingan rakyat. Kepetingann rakyat harus didahulukan dan diutamakan di atas segalanya.13 Demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat dan berneggara dapat tumbuh dengan baik dan stabil bila masyarakat pada umumnya menjadikan sebagai pandangan hidup (way of life) dalam seluk beluk sendi kehidupan masyarakat dan pemerintahan tersebut.14 Upaya
membangun
demokrasi
di
Indonesia
menurut
Azyumardi Azra, setidaknya ada empat prasyarat yang dapat membuat membuat demokrasi menjadi memberi harapan. Pertama, peningkatan kesejahteraan ekonomi rakyat secara keseluruhan. Semakin sejahtera ekonomi sebuah bangsa, maka semakin besar peluangnya untuk mengembangkan dan mempertahankan demokrasi. Jadi demokrasi yang baru berkembang seperti di negeri ini adalah pengelolaan yang efektif di bidang ekonomi, selain di bidang pemerintahan. Kedua, 13
Ibid., h. 112.
14
Ibid.
16
pemberdayaan dan pengembangan kelompok-kelompok masyarakat yang menyukai akan pertumbuhan demokrasi, seperti masyarakat madani (civil society), LSM, pekerja, dan sebagainya. Pemberdayaan dan pengembangan kelompok masyarakat tersebut pada gilirannya membuat hubungan antara negara dan masyarakat (state and society) berimbang dalam proses demokrasi. Ketiga, hubungan internasional yang lebih adil dan seimbang. Sebagai negara yang tengah menuju proses demokrasi, maka dukungan dunia internasional sangat dibutuhkan yang dilandasi dengan semangat keadilan dan pengakuan kemandirian untuk dapat menciptakan demokrasi. Keempat, sosialisasi pendidikan kewargaan (civic education). Pembentukan warga negara yang memiliki watak demokrasi berkeadabaan bisa dilakukan secara efektif melalui langkah pendidikan kewargaan. Karena sarana pendidikan yang memungkinkan generasi muda mengetahui dan mempelajari tentang pengetahuan, nilai-nilai, dan keahlian yang diperlukan dalam untuk melestarikan demokrasi. Sehingga pada gilirannya generasi muda menjadi tulang penggung penting untuk Indonesia dalam membentuk pemerintahan yang demokrastis dalam berbagai bidang yang menyangkut kehidupan masyarakat banyak.15 b. Ekonomi Definisi ekonomi berasal dari bahasa Yunani (greek): oikos dan nomos. Oicos berarti rumah tangga (house-hold), sedangkan nomos
15
Ibid., h. 139.
17
adalah aturan, kaidah atau pengelolaan. Dengan demikian ekonomi dapat diartikan aturan-aturan untuk menyelenggarakan kebutuhan hidup manusia dalam rumah tangga, baik dalam rumah tangga rakyat maupun dalam rumah tangga negara.16 Secara terminologis, para pakar ekonom barat memberikan definisi bermacam-macam. Seperti Adam Smith mendefinisikan ekonomi sebagai ilmu kekayaan atau ilmu yang khusus mempelajari sarana-sarana kekayaan bangsa dengan memusatkan perhatian secara khusus terhadap sebab-sebab material kemakmuran. Dan menurut Ruenez mendefinisikan ekonomi sebagai ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dengan menggunakan sarana-sarana yang terbatas yang beragam fungsi. Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ekonomi adalah sesuatu yang menyangkut perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan materialnya dengan sumber daya terbatas. Dalam rangka memenuhi tersebut, manusia melakukan serangkaian kegiatankegiatan seperti produksi, distribusi, sirkulasi17 dan konsumsi.
16
Abdul Aziz, Ekonomi Islam Analisis Mikro dan Makro, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008, h. 1. 17
Sirkulasi adalah pendayagunaan barang dan jasa lewat kegiatan jual beli dan simpan pinjam melalui agen, koperasi, investasi, dan lain-lainya, baik sebagai sarana perdagangan ataupun tukar menukar barang. Lihat Ma’ruf Amin, Prospek Cerah Perbankan Islam, Jakarta: LeKAS, 2007, h. 188.
18
Adapun istilah ilmu ekonomi dalam pandangan Islam terdapat beberapa pengertian yang beraneka ragam di beberapa pemikir ekonomi Islam. Diantaranya adalah: Pertama, Ekonomi Islam menurut Muhammad Abdul Arabi adalah sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang bersumberkan Al-Qur’an dan Hadits Rasul. Dasar-dasar itu merupakan bangunan perekonomian yang disesuaikan dengan lingkungan dan masa. Kedua, Adapun menurut Abdul Mannan, ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.18 Ketiga, Ekonomi Islam adalah kumpulan dari dasar-dasar umum ekonomi yang diambil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasulullah serta dari tatanan ekonomi yang dibangun di atas dasardasar tersebut, sesuai dengan berbagai macam lingkungan dan setiap zaman. 19 Keempat, Menurut Halide yang dimaksud dengan ekonomi Islam adalah kumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang disimpulkan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang ada hubungannya dengan urusan ekonomi.20
18
Ibid., h.171- 200.
19
Ahmad Izzan dan Syahri Tanjung, Referensi Ekonomi Syari’ah Ayat-Ayat AlQur’an Yang Berdimensi Ekonomi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006, h. 32. 20
M. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf, Jakarta: UI-Press, 1988, h.
3.
19
Kelima,
Dalam
buku
Prinsip-Prinsip
Ekonomi
Islam
memberikan pengertian ilmu ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai suatu cabang pengetahuan yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber-sumber daya langka yang seirama menjadi agama, jiwa manusia, akal, keturunan, dan menjaga kekayaan. 21 Keenam, Menurut Bakir Al-Sadr yang dikutip oleh Ma’ruf Amin menyatakan ekonomi Islam mempunyai dua poin yang tidak dapat lepas satu sama lainnya. Pertama, realitas ekonomi. Kedua, ekonomi yang berakhlak. Ekonomi Islam memiliki dua sisi ini. 22 Konsep ekonomi Islam tidak dapat terlepas dari tujuan ideologisnya. Setiap kegiatan ekonomi Islam diperuntukan bagi kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan. Tujuan ekonomi Islam berdasarkan pada tauhid dan rujukan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang berbeda dengan ekonomi pada umumnya, adalah: 1) Pemenuhan kebutuhan dasar manusia meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan untuk lapisan masyarakat. 2) Memastikan kesetaraan kesempatan untuk semua orang. 3) Mencegah terjadinya pemusatan kekayaan dan meminimalkan ketimpangan dana distribusi dan kekayaan di masyarakat. 4) Memastikan kepada setiap orang kebebasan untuk mematuhi nilainilai moral. 21
Muhammad, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007, h. 2.
22
Ma’ruf Amin, Prospek Cerah, h. 162.
20
5) Memastikan kestabilan dan pertumbuhan ekonomi. 23 c. Demokrasi Ekonomi Penerapan demokrasi tidak saja dalam area politik, melainkan juga menyangkut pada bidang ekonomi. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Bung Hatta bahwa: “Demokrasi politik saja tidak dapat melaksanakan persamaan dan persaudaraan. Di sebelah demokrasi politik harus pula berlaku demokrasi ekonomi. Kalau tidak, manusia belum merdeka, persamaan dan persaudaraan belum ada. Sebab itu cita-cita demokrasi Indonesia ialah demokrasi sosial, melingkupi seluruh lingkungan hidup yang menentukan nasib manusia”.24 Demi mencapai kemudahan dalam penerapan demokrasi ekonomi pada kegiatan perekonomian bangsa, maka diperlukan sebuah pengertian atau definisi untuk dapat memahami konsep dari demokrasi ekonomi. Ada beberapa pengertian yang dapat dipaparkan di antaranya: Pertama, berpijak pada batang tubuh UUD Tahun 1945 Pasal 33 menyatakan bahwa demokrasi ekonomi meliputi: 1). Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Filosofi berfikir Pasal 33 dipahami sebagai memiliki kolektivisme. Substansi “usaha bersama” memiliki makna bahwa perekonomian tidak dikuasai dan dieksplorasi oleh orang-perorang akan tetapi dilakukan bersama-sama, yang memiliki arti saling bergotong-royong 23
M. N. Rianto Al-Arif dan Euis Amelia, Teori Mikro Ekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional, Jakarta: Kencana, 2010, h. 13. 24
Mubyarto, Demokrasi Ekonomi (Sistem Ekonomi Kerakyatan), Academic Paper. http://www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id/makalahsembul.pdf. (Online 05- 02-2012).
21
antara pihak satu dengan lainnya. 25 2). Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, 3). Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat. Ayat 2 dan 3 menjelaskan kata “mengusai” bukan berarti “memiliki”, tetapi bisa juga dengan mengatur, merencanakan, atau mendistribusikan secara adil yang intinya adalah mendekatkan sumber daya ekonomi kepada rakyat agar dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya demi memakmurkan rakyat. Dengan demikian negara berkewajiban untuk menyediakan lapangan kerja dan melindungi masyarakat dalam pendapatan (income guarantee).26 4). Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar asas demokrasi ekonomi
dengan
prinsip
kebersamaan,
efisiensi
keadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.27 Empat ayat dari pasal 33 UUD 1945 merupakan pilar dan sendi dasar perekonomian nasional harus dibangun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan. Hal ini berarti pula bahwa perekonomian nasional harus dibangun berdasarkan demokrasi ekonomi, dimana kegiatan 25
Ibid.
26
M. Dawam Rahardjo, “Demokrasi Ekonomi Sebagai Filsafat Ekonomi Alternatif Terhadap Sosialisme Maupun Kapitalisme”, Tabloid Inspirasi, 2010, http://inspirasitabloid.wordpress.com/2010/04/30/strategi-pembangunan-pertanianindonesia/.html. (Online 05- 02-2012). 27
Tim Karisma Publishing, UUD 1945 Beserta Perubahannya, Tangerang Selatan: SL Media, 2007, h. 36.
22
ekonomi pada intinya dilaksanakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kedua, Definisi demokrasi ekonomi menurut pendiri bangsa (founding fathers), terutama Soekarno-Hatta28 yang juga sejalan dengan pendapat Dawam Rahardjo29, mereka berpendapat bahwa pengertian demokrasi ekonomi adalah sistem ekonomi nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, dimana produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian. Ketiga, Hal ini juga ditambahkan oleh Mubyarto dalam bukunya yang berjudul Ekonomi Rakyat Program IDT dan Demokrasi Ekonomi
Indonesia
kemakmuran
rakyatlah
yang yang
menyatakan diutamakan
demokrasi bukan
ekonomi,
kemakmuran
perorangan, sebab kalau tidak tampuk produksi akan jatuh ke tangan orang perorangan yang kebetulan berkuasa dan rakyat banyak akan ditindasinya.30
28
Mubyarto, Demokrasi Ekonomi (Sistem Ekonomi Kerakyatan), Academic Paper, http://www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id/makalahsembul.pdf. (Online 05- 02-2012). 29
M. Dawam Rahardjo, “Demokrasi Ekonomi Sebagai Filsafat Ekonomi Alternatif Terhadap Sosialisme Maupun Kapitalisme”, Tabloid Inspirasi, 2010, http://inspirasitabloid.wordpress.com/2010/04/30/strategi-pembangunan-pertanian indonesia/.html. (Online 05- 02-2012). 30
Mubyarto, Ekonomi Rakyat, h. 83.
23
2. Implementasi Demokrasi Ekonomi Mencari
bentuk
implementasi
demokrasi
ekonomi
sudah
berlangsung lama, berbuah dari pemikiran pendiri bangsa (founding father) untuk membentuk sistem ekonomi berpihak pada kepentingan kemakmuran masyarakat dan bukan pada kepentingan perorangan yang memiliki power. Oleh sebab itu, sekali lagi dikemukakan bahwa demokrasi ekonomi juga mengandung arti bahwa basis daya saing ekonomi berpusat pada rakyat. Bukan terpusat hanya kepada sekelompok pelaku ekonomi kuat yang memiliki aksebilitas relatif lebih baik terhadap pasar, modal, teknologi, informasi maupun sumber daya manusia yang berkualitas. Melembagakan demokrasi ekonomi ini, tidak hanya mengandalkan pada media koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional, akan tetapi perlu senantiasa mengalami pembaruan dan penyempurnaan dari waktu ke waktu, sesuai dengan dinamika yang berkembang dalam kehidupan masyarakat. Karena menurut Kwik Kian Gie yang dikutip oleh Mubyarto, bahwa
keadilan
ekonomi
dalam
perekonomian
Indonesia
bisa
dikembangkan melalui semua bangun usaha.31 Disinilah visi utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak dan untuk mendorong partisipasi rakyat dalam pembangunan nasional. Malalui akses perbankan atau sektor finansial lainnya yang menjadi sumber permodalan usaha, dapat diprioritaskan kepada usaha
31
Mubyarto, Sistem dan Moral Ekonomi Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1988, h. 20.
24
mikro, kecil dan menengah (UMKM) sehingga memiliki kemampuan untuk memasuki sektor-sektor usaha yang selama ini tertutup akibat ketidakberdayaan
permodalannya.
Diharapkan
melalui
partisipasi
perbankan ini dapat memperbesar kesempatan dan peluang usaha bagi rakyat banyak. Maka dari itu, perbankan perlu memperhatikan faktorfaktor yang dapat menjamin terlaksanannya pengembangan program kewirausahaan rakyat yang merupakan perananan intermediasi perbankan berdasarkan demokrasi ekonomi. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan oleh perbankan demi terjaminnya pelaksanaan demokrasi ekonomi ini, yaitu. Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Titik tolak pemikirannya adalah pengenalan bahwa setiap manusia
atau
setiap
masyarakat,
memiliki
potensi
yang
dapat
dikembangkan. Jadi, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya. Melalui sistem ini ada kesempatan kerja yang sama dan kesempatankesempatan bisnis. Pemberdayaan UMKM menjadi prioritas utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Kedua, memperkuat potensi ekonomi yang dimiliki oleh masyarakat itu. Dalam rangka memperkuat potensi ekonomi rakyat, upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan, pembinaan, kesehatan dan adanya kesempatan untuk memanfaatkan peluang-peluang ekonomi. Bertujuan untuk membuat UMKM mampu bersaing di pasar bebas dengan pelaku-pelaku bisnis dari negara-negara lain. Ketiga, penciptaan iklim bisnis yang kondusif untuk
25
memberdayakan dan mengembangkan ekonomi rakyat. Kebijakan ini bertujuan melindungi rakyat dan mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta mencegah eksploitasi golongan ekonomi kuat atas ekonomi golongan lemah.32 Program kewirausahaan ini perlu terus dikembangkan ke seluruh penjuru nusantara untuk menghasilkan manusia Indonesia yang bermutu, yang pada gilirannya akan membangkitkan ekonomi rakyat banyak. Usaha
mikro,
kecil
dan
menengah
(UMKM)
ini
dapat
dikelompokkan kedalam empat bagian, yaitu: a. Livelihood Activites Usaha kecil dan menengah ini masuk kategori pada umumnya bertujuan mencari kesempatan kerja untuk mencari nafkah. Para pelaku kelompok ini tidak memiliki jiwa kewirausahaan dan disebut sebagai sektor informal. b. Micro Enterprise Usaha kecil dan menengah ini termasuk kategori bersifat pengrajin dan tidak bersifat kewirausahaan. c. Small Dynamic Enterprises Kategori
ini
termasuk
UMKM
cukup
memiliki
jiwa
kewirausahaan dan banyak menjadi pengusaha skala menengah dan besar yang berasal dari kategori ini. Jumlah usaha yang masuk dalam
32
Mubyarto, Ekonomi Rakyat, h. 37.
26
ketegori ini masih terbilang kecil, namun sudah bisa menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor. d. Fast Moving Enterprises Usaha yang masuk dalam kriteria ini merupakan usaha menengah yang memiliki jiwa kewirausahaan dan menghasilkan perusahaan yang akan menjadi besar.33 Program kewirausahaan tidak terlepas dari permasalahan internal yang dihadapi oleh para pengusaha UMKM yang perlu perhatian serius baik dari pemerintah dan lembaga-lembaga finansial seperti perbankan demi terwujudnya pemerataan dan keadilan ekonomi, yaitu: a. Keterbatasan Finansial Modal awal merupakan masalah utama bagi pengembangan usaha kecil dan menengah, pada umumnya sumber dana berasal dari tabungan sendiri atau dari sumber-sumber informal yang tidak mencukupi untuk kegiatan produksi dan perluasan kapasitas produksi. Maka perlu suatu kebijakan baru dari perbankan bagi para pengusaha kecil dan menengah untuk mendapatkan dana tanpa syarat dan prosedur baku dari perbankan tersebut. b. Keterbatasan Sumber Daya Manusia Keterbatasan sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu permasalahan serius bagi UMKM di Indonesia untuk bersaing di pasar domestik maupun internasional di dalam perdagangan bebas. 33
Tim Peneliti FE UNHAS, Skema Pembiyaan Perbankan Daerah Menurut Karakteristik UMKM di Sul-Sel, Makassar: FE UNHAS, 2006, h. 16.
27
Kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan utamanya meliputi aspek-aspek entrepreneurship (kewirausahaan), manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, akuntansi, dan teknik pemasaran. Keahlian tersebut diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dan memperluas pangsa pasar. c. Keterbatasan Bahan Baku Dari segi kualitas dan kuantitas bahan baku di Indonesia masih sangat kurang oleh karena teknik produksi bahan baku tersebut tertinggal jauh dari negara-negara maju serta sebagian besar bahan baku yang memiliki kualitas bagus di ekspor keluar negeri dari pada dijual di dalam negeri. d. Keterbatasan Teknologi Usaha kecil dan menengah di Indonesia umumnya masih menggunakan mesin-mesin tua atau tradisional dalam bentuk mesinmesin yang bersifat produksi manual. Keterbelakangan teknologi tersebut berdampak pada rendahnya produktivitas dan efisiensi di dalam proses produksi serta rendahnya mutu barang yang dihasilkan. e. Kesulitan Dalam Pemasaran Masalah-masalah yang dihadapi dalam pemasaran umumnya adalah tekanan-tekanan persaingan dari produk-produk impor, kegiatan promosi yang kurang dan rendahnya kualitas produk yang dihasilkan.34
34
Ibid., h. 19.
28
3. Demokrasi Ekonomi dalam Pandangan Islam Masih menjadi perdebetan hangat tentang hubungan Islam dengan demokrasi sebagai sistem bermasyarakat dan bernegara yang tumbuh dan berkembang di negara-negara muslim termasuk di Indonesia. Secara umum paradigma yang lebih dominan berkembang di Indonesia bahwa Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem demokrasi. Diantara tokoh-tokoh yang mendukung pemikiran ini di Indonesia diwakili oleh Nurcholish Madjid (Cak Nur), Amien Rais, Munawir Syadzali, A. Syafi’i Ma’arif dan Abdurrahman Wahid.35 Di masa demokrasi transisi seperti di Indonesia, sebagian besar orang hanya tahu mereka bebas berbicara, beraspirasi, berdemonstrasi. Namun tidak sedikit fakta yang memperlihatkan adanya perusakan dan anarkis ketika terjadinya aksi demonstrasi menyampaikan pendapat yang merupakan bentuk dari demokrasi. Untuk itu orang memerlukan pemahaman yang utuh agar mereka bisa menikmati demokrasi sebenarnya. Dengan demikian, demokrasi pada dasarnya memerlukan aturan main. Aturan main tersebut sesuai dengan nilai-nilai Islam dan sekaligus yang terdapat dalam undang-undang maupun peraturan pemerintah yang berlaku.36
35
Dede Rosyada, dkk., Demokrasi, Hak Asasi, h . 142.
36 Irwan Prayitno, Perkembangan Demokrasi di Indonesia: Cabaran dan Pengharapan,http://www.google.co.id/search?client=firefoxa&rls=org.mozilla%3Aid%3Aof ficial&channel=s&hl=id&source=hp&biw=1280&bih=640&q=demokrasi&btnG=Penelusura n+Google.pdf (Online. 05-02-2012).
29
Islam adalah agama yang sempurna tidak hanya mengatur persoalan teologi (akidah) dan ibadah dengan Allah, melainkan segala aspek kehidupan umat manusia. Dalam perspektif ekonomi Islam, demokrasi ekonomi berfokus pada penciptaan keadilan ekonomi. Islam mendorong
terjadinya
pertumbuhan
ekonomi
masyarakat,
tetapi
pertumbuhan yang adil dan merata. Islam tidak menghendaki harta kekayaan bertumpu pada kelompok tertentu saja. Ada kewajiban si kaya terhadap yang miskin untuk menyantuni dan memberikan sebagian dari harta benda untuk dikeluarkan dengan tujuan kebaikan, membantu kebutuhan dan keperluan ekonomi.37 Hal ini secara tegas difirmankan dalam Al-Qur’an.
. . . 38
Artinya: “Apa saja harta rampasan (fai’) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah 37
Ma’ruf Amin, Prospek Cerah, h. 157.
38
Q.S Al-Hasyr [59]: 7.
30
untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang dalam perjalanan, supaya harta kekayaan itu tidak beredar di kalangan orang-orang kaya di antaramu . . .”39 Ayat ini menerangkan mengenai keutamaan untuk kepentingan publik seperti anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang dalam perjalanan di jalan Allah. Jadi jelas ayat ini penting untuk dalam menerapkan keadilan dalam distribusi kekayaan. Dengan satu tujuan yaitu supaya harta tersebut tidak beredar dikalangan orang-orang kaya saja. Dengan demikian, upaya untuk menurunkan angka kemiskinan bukan sekedar impian. 40 Harapan dari adanya demokrasi ekonomi ialah memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kemaslahatan umat dan juga bangsa. Misalnya saja, demokrasi ekonomi bisa memaksimalkan pengumpulan zakat, infak, sadaqah, wakaf, dan hibah (ZISWAH) oleh negara dan distribusinya
mampu
mengurangi
kemiskinan.
Sehingga
dengan
perpaduan ini, dapat mengurangi penderitaan dan kesusahan orang lain atau sekelompok orang secara ekonomis kekurangan. Disamping itu demokrasi diharapkan bisa menghasilkan pemimpin bangsa yang lebih memperhatikan kepentingan rakyat banyak seperti masalah kesehatan, pendidikan dan perekonomian rakyat. Karena harapan rakyat banyak
39
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 916.
40
Dwi Suwiknyo, Kompilasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, h. 95.
31
tentunya adalah pada masalah kehidupan ekonomi mereka serta bidang kehidupan lainnya.41 Setiap manusia adalah khalifah yang hanya diberi amanah terhadap sumber-sumber daya yang ada di bumi untuk dipergunakan demi kepentingan
bersama.
Maka
diperlukan
kerjasama
yang
saling
menguntungkan dan menghidupi untuk memenuhi kebutuhan pokok bersama, mengembangkan potensi seluruh kemanusiaan, dan memperkaya kehidupan manusia. Karena seseorang itu tidak mungkin memperoleh suatu penghasilan dan keuntungan apalagi kekayaan yang besar tanpa bekerjasama dengan orang lain. Jadi, hak setiap orang untuk memperoleh rezeki dari Allah serta mendapatkan tanggung jawab sosial bagi sesama yang kurang mampu.42 Secara tegas Islam dalam menegakkan tujuannya dengan cara menghapuskan segala bentuk kezaliman, ketidakmerataan, eksploitasi, penindasan dan kekeliruan dalam perekonomian yang dapat menjauhkan hak orang lain dalam memenuhi kewajibannya terhadap hajat hidupnya. 43 4. Pilar-Pilar Hukum Demokrasi Ekonomi Negara Indonesia merupakan suatu negara hukum yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, membentuk suatu masyarakat 41
Irwan Prayitno, Perkembangan Demokrasi di Indonesia: Cabaran dan Pengharapan,http://www.google.co.id/search?client=firefoxa&rls=org.mozilla%3Aid%3Aof ficial&channel=s&hl=id&source=hp&biw=1280&bih=640&q=demokrasi&btnG=Penelusura n+Google.pdf (Online. 05-02-2012). 42 M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur’an (Tafsir Sosial Berdasarkan KonsepKonsep Kunci), Jakarta: PARAMADINA, 1996, h. 586. 43
M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, Jakarta: Gema Insani Press & Tazkia Institute, 2000, h. 204-211.
32
yang adil dan makmur. Maka wajib setiap warga negara, baik yang duduk sebagai pejabat pemerintahan maupun masyarakat secara keseluruhan, harus tunduk dan patuh terhadap hukum-hukum yang berlaku. Maka ada peraturan
pemerintah
mengenai
aturan-aturan
terhadap
sistem
perekonomian bangsa yang mengarah bagi kemakmuran rakyat. Dalam hal ini, terdapat beberapa regulasi yang dapat dijadikan acuan atau pedoman dalam penerapan demokrasi ekonomi, antara lain: a.
UUD 1945 terdapat pada pasal 33 yang menjadi UU yang paling mendasar untuk diterapkannya demokrasi ekonomi. Dimana UU ini menjelaskan bahwa produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat yang diutamakan, dan sebesar-besarnya untuk rakyat, yang isinya: 1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekelurgaan. 2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak dikuasai oleh negara. 3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, 4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar asas demokrasi ekonomi
dengan
prinsip
kebersamaan,
efisiensi
keadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan
33
menjaga
keseimbangan
kemajuan
dan
kesatuan
ekonomi
nasional.44 b. UU No. 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian. UU ini secara tegas menyatakan bahwa pembangunan industri ini harus dilandaskan pada demokrasi ekonomi. Bahwa pelaksanaan pembangunan industri dilakukan
dengan
sebesar
mungkin
mengikutsertakan
dan
meningkatkan peran serta aktif masyarakat secara merata, baik dalam bentuk usaha swasta maupun koperasi serta dengan menghindarkan sistem free fight liberalism (perdagangan bebas) dan etatisme dan pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.45 c.
UU No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Dalam UU ini menempatkan kedudukan koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional. Dengan memperhatikan kedudukan koperasi seperti ini, maka peran koperasi sangatlah penting dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat serta dalam mewujudkan kehidupan demokrasi ekonomi yang mempunyai ciri-ciri demokratis, kebersamaan, kekelurgaan, dan keterbukaan. 46
d. UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat. Praktik monopoli dalam bisnis dapat mengakibatkan persaingan
44
Tim Karisma Publishing, UUD 1945, h. 36. Harun Alrasid, dkk., Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia, Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 2008, h. 167. 45
46
Ibid., h. 371.
34
tidak sehat dan merugikan kepentingan umum. Adapun tujuan dari UU ini adalah: 1) Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional
sebagai
salah
satu
upaya
untuk
meningkatkan
kesejahteraan rakyat. 2) Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian usaha menengah dan pelaku usaha kecil. 3) Mencegah praktik monopoli atau persaingan tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha. 4) Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.47 e.
UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Tanggung jawab sosial merupakan komitmen perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam. Hubungan perseroan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan likungan yang bermanfaat, guna meningkatkan kualitas kehidupan baik bagi perseroan itu sendiri maupun bagi komunitas masyarakat sekitar.48
f.
UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan
47
Jonh Pieris dan Nizam Zim, Etika Bisnis dan Good Corporate Governance, Jakarta: Pelangi Cendekia, 2007, h. 176. 48
Tim Karisma Publishing, Undang-Undang Perseroan Terbatas, Tanggerang Selatan: SL Media, 2007, h. 134.
35
memberikan pelayanan ekonomi yang luas pada masyarakat. Berperan dalam proses pemerataan dan meningkatkan pendapatan masyarakat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Usaha kecil perlu diberdayakan berdasarkan asas demokrasi ekonomi, pemberdayaan usaha kecil dapat dilakukan melalui: 1) Penumbuhan iklim usaha yang mendukung bagi pengembangan usaha kecil; 2) Pembinaan dan pengembangan usaha kecil serta kemitraan usaha. 49 g. UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Dalam UU menyatakan lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi, perlu dikelola secara efektif dan efesien untuk kepetingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum menurut prinsip syariah. Tujuan utama dana wakaf untuk memiliki manfaat ekonomis untuk kepentingan ibadah dan memajukan kesejahteraan umum. h. Keputusan MUI No. 3 Tahun 2003 Tentang Zakat Penghasilan. Zakat penghasilan adalah pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa dan lain-lain yang diperoleh dengan cara yang halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan. Semua bentuk penghasilan
49 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/C7402D01-A030-454A-BC75 9858774DF852/17681/UU20Tahun2008UMKM.pdf (Online 10/06/2012).
36
halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat mencapai nisab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram.50
50
Noor Aflah, Arsitektur Zakat Indonesia, Jakarta: UI- Press, 2009, h. 128.
37
5. Intermediasi Perbankan Syari’ah di Indonesia a. Definisi Perbankan Syari’ah Berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syari’ah yang diatur secara spesifik, memberikan definisi perbankan syari’ah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syari’ah dan unit usaha syari’ah (UUS), mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan yang dimaksud dengan bank syari’ah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syari’ah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum syari’ah dan bank pembiayaan rakyat syari’ah (BPRS).51 Menurut Hendi Suhendi dalam bukunya Fiqh Muamalah menyatakan bank syari’ah (Islam) adalah lembaga keuangan yang fungsi utamanya adalah menghimpun dana untuk disalurkan kepada orang atau lembaga yang membutuhkannya dengan sistem tanpa bunga.52 Adapun menurut Warkum Sumitro mendefinisikan bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit
51
Ismail, Manajemen Perbankan dari Teori Menuju Aplikasi, Jakarta: Kencana, 2011, h. 20. 52
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002, h. 285.
38
dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariat Islam.53 Hal senada juga dilontarkan oleh Karnaen A. Perwaatmadja bahwa pengertian bank syari’ah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip Islam, yakni bank dengan tata cara dan operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syari’ah Islam.54 Operasionalnya
memberikan
jasa
dalam
lalu
lintas
pembayaraan yang harus menggunakan prinsip-prinsip syari’ah untuk menjamin kehalalan dari kegiatan usaha perbankan syari’ah.55 Maka struktur organisasi bank syari’ah wajib memiliki dewan pengawas syari’ah (DPS) yang bertugas untuk mengawasi bank syari’ah dalam menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya untuk suatu proyek secara langsung atau tidak yang sejalan dengan prinsip syari’ah. 56 b. Intermediasi Perbankan Syari’ah Indonesia adalah negara yang sedang membangun dengan sasaran peningkatan kesejahteraan materiil dan kesejahteraan spritual. Salah satu langkah strategis adalah memperkenalkan sistem ekonomi alternatif bagi umat Islam di Indonesia yang sejak lama mendambakan 53
Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait (Bamui & Takaful) di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997, h. 5. 54
M. Firdaus, dkk., Konsep dan Implementasi Bank Syari’ah, Jakarta: Renaisan Anggota IKAPI, 2005, h. 19. 55
Indonesian Legal Center Publishing, Himpunan Peraturan, h. 2.
56
Muhammad, Lembaga Ekonomi, h. 47.
39
keberadaan perbankan berdasarkan prinsip syari’ah.57 Bank syari’ah lambat laun makin dikenal masyarakat, baik karena bertambahnya bank syari’ah, unit layanan syari’ah, pembukaan kantor cabang baru maupun berita di berbagai media yang menyorot kinerja bank syari’ah. Bertambahnya aset bank syari’ah juga merupakan salah satu bukti bahwa semakin banyak masyarakat yang mengenal dan sekaligus menjadi nasabah bank syari’ah. Fungsi
intermediasi bank syari’ah
tidak terlepas
dari
implementasi untuk mencapai pembangunan nasional dan maqaṡid syari‘ah. Bank syari’ah senantiasa memiliki kaitan erat dengan umat sehingga fungsi intermediasinya pun akan berbeda dengan bank konvensional. Sehingga, orientasi dari bank syari’ah tidak semata untuk mencapai keuntungan tapi terkait erat dengan sasaran sosio ekonomi Islam. Hal ini didasarkan pada misi bank syari’ah yaitu: pertama, untuk meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat miskin, meminimalisir kesenjangan sosial ekonomi, meningkatkan kualitas dan kegiatan usaha, peningkatan kesempatan kerja,
dan
meningkatkan
meningkatkan partisipasi
pendapatan masyarakat
masyarakat. banyak
dalam
Kedua, proses
pembangunan terutama dalam bidang ekonomi keuangan. 58
57
Wirdyaningsih (ed.), Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005, h. 195. 58 Muhammad, Lembaga Ekonomi, h. 6.
40
Perbankan syari’ah memiliki peran intermediasi ganda dalam penerapan demokrasi ekonomi, yaitu: 1) Peran Intermediasi Keuangan (financial intermediary) Perbankan syari’ah dalam menjalankan tugasnya sebagai intermediasi keuangan yaitu dengan menyalurkan kredit dan berbagai jasa keuangan komersil lainnya kepada pihak nasabah yang membutuhkan dana dengan prosedur baku yang telah ditentukan oleh perbankan syari’ah yang bersangkutan. Dengan memberikan kredit kepada beberapa sektor perekonomian yang dikatakan layak, maka bank syari’ah melakukan perannya untuk melancarkan arus barang dan jasa dari produsen kepada konsumen. Perbankan syari’ah dalam penyaluran dana dapat dilakukan melalui: a) Prinsip jual beli (ba‘i) dengan produk pembiayaan murābaḥah adalah akad jual beli barang sebesar harga pokok dengan tambahan keuntungan yang disepakati oleh nasabah yang harus membayar sesuai dengan akad. Pembiayaan as-salam yakni bentuk jual beli dengan cara pemesanan barang berdasarkan kriteria tertentu sesuai kesepakatan serta pembayaran secara tunai terlebih dahulu. Pembiyaan al-istisḥnā merupakan jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang berdasarkan persyaratan, kriteria, dan pola pembayaran sesuai dengan kesepakatan.
41
Adapun landasan syari’ah yang melandasi dari produk dan akad perbankan syari’ah mengenai diperbolehkannya akad jual beli (murābaḥah) diantaranya adalah:
59 . . Artinya: “Hai orang-orang yang beriman jangan lah kamu makan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. . .”60
. . . 61 . . . Artinya: “…Dan Allah menghalalkan mengharamkan riba. . .62
jual
beli
dan
b) Prinsip bagi hasil (profit and loss sharing) melalui produk muḍārabah yakni bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih, dalam hal ini pemilik modal mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola dengan suatu perjanjian bahwa 59
Q.S. An-Nisa [4]: 29.
60
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 122.
61
Q.S. Al-Baqarah [2]: 275.
62
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 69.
42
keuntungan diperoleh akan dibagi sesuai porsi yang telah disepakati sedangkan kerugian ditanggung pemilik modal selama itu bukan karena kecurangan dan kelalaian. Dan musyarakah yakni akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tersebut, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi modal dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati sebelumnya sedangakan kerugian akan ditanggung oleh para pihak sebesar partisipasi modal yang disertakan dalam usaha.63 Lewat prinsip bagi hasil ini, perbankan syari’ah telah membangun kembali perekonomian yang berpihak pada nilai keadilan, dimana pembiayaan muḍārabah dan musyārakah merupakan akad kerjasama dengan sistem bagi hasil yang sudah ditetukan oleh pihak yang bersangkutan. Tentu saja bagi hasil yang dilaksanakan harus sesuai dengan hasil usaha (profit) yang benar-benar diperolehnya. Jadi, jumlah bagi hasil yang diserahkan kepada pemilik modal, kecil pada waktu usahanya lesu, dan besar pada waktu usahanya sedang bergairah. Berbeda dengan nasabah penerima pembiyaan bank konvensional harus membayar bunga pinjaman secara tetap dan tepat waktu walaupun usahanya sedang lesu. Dengan demikian, bank syari’ah dengan sistem bagi hasil pada sisi penyaluran 63
Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan, h. 290.
43
dana mendukung program pemerintah dalam upaya pemerataan pendapatan secara adil, perluasan kesempatan kerja, dan upaya pertumbuhan ekonomi yang tinggi.64 c) Prinsip sewa menyewa (ijārah). Penyaluran dana selain dapat dilakukan melalui prinsip jual beli dan bagi hasil, juga dapat dijalankan menggunakan prisip sewa-menyewa (ijārah). Ijārah dapat diartikan penyediaan dana atau tagihan yang berupa transaksi sewa dalam bentuk akad ijarah. Bagi nasabah akad ijarah merupakan sumber pembiayaan dan layanan perbankan untuk tujuan menggunakan manfaat suatu barang atau jasa.65 2) Peran Intermediasi Sosial (socio intermediary) Salah satu kekhasan bank syari’ah adalah bahwa produkproduknya tidak saja berorientasi bisnis-komersial, tetapi juga menjalankan fungsi sosial (socio economical benefits). Pada bank syari’ah terdapat jenis pembiayaan yang dinamakan, qarḍul ḥasan (pinjaman kebajikan) yang merupakan akad tabbaru’ (kebajikan), yaitu pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat kecil dan kaum duafa yang tidak terjangkau oleh prosedur baku yang telah ditetapkan perbankan. Akad qarḍul ḥasan merupakan bentuk pinjaman kebaikan tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau
64
Wirdyaningsih (ed.), Bank dan Asuransi Islam, h. 199-200.
65
Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan, h. 308.
44
cicilan
dalam
jangka
waktu
tertentu.
Biaya
administrasi
dibebankan kepada nasabah peminjam sehubungan dengan pemberian pinjaman qarḍul ḥasan.66 Bagi lembaga perbankan syari’ah, pembiayaan qarḍul ḥasan merupakan salah satu bentuk produk bank sebagai bagian dari wujud tanggung jawab sosial perbankan syari’ah (corporate social responsibility), terutama untuk pemberian pinjaman dana segar kepada masyarakat yang kurang mampu (duafa) dan termasuk ke dalam mustaḥik atau yang berhak menerima zakat sebagai modal untuk melakukan usaha produktif dengan jumlah pinjaman yang juga disesuaikan dengan kapasitas usahanya. Sehingga pembiayaan ini dapat membantu program pengentasan kemiskinan.67 Dan meningkatkan pendapatan serta meningkatkan daya beli masyarakat kecil.68 Bagi nasabah penerima akad qarḍul ḥaṡan yang tergolong berhasil dalam usahanya dapat memberikan zakat, infak, sadaqah wakaf dan hibah (ZISWAH), atau sumbangan dengan sukarela yang tidak diperjanjikan dalam akad. Menurut Yulizar D. Sanrego dan Hilman F. Nugraha hal ini dimaksudkan sebagai proses edukasi ketika masyarakat menengah kebawah mendapatkan dana tabbaru’ (ZISWAH) ini bisa digulirkan kembali kepada mustaḥik
66
Ibid., h. 311. Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan, h. 311.
67
68
Muhammad, Lembaga Ekonomi, h. 14.
45
lainnya, untuk dikembangkan dalam melakukan kegiatan usaha yang produktif dan akhirnya diproyeksikan untuk mendapatkan dana tijāri (akad komersil).69 Dengan demikian, Allah SWT mengajarkan kepada kita agar meminjamkan sesuatu yang baik demi tegaknya agama Allah. Allah SWT befirman dalam surah AlHadid ayat 11.
70 Artinya: “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan Dia akan memperoleh pahala yang banyak”71 Ayat ini menjelaskan hakikat infak yang dilakukan karena Allah SWT, sebagai qarḍ yakni pinjaman kepada Allah yang pasti dibayar dengan berlipat ganda dan ditambah pengampunan. 72 Maka melalui peran intermediasi sosial perbankan syari’ah ini, telah membangun rasa persaudaraan yang kuat untuk saling membantu
69
Yulizar D. Sanrego dan Hilman Fauzi N., “Peran Intermediasi Perbankan Syariah (Optimalisasi Pengentasan Masyarakat Miskin)” part 2, dalam Majalah Sharing, Edisi 50 Thn V Februari 2011, h. 26. 70
Q.S. Al-Hadid [57]: 11.
71
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 902.
72
M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2003, h. 15.
46
meningkatkan kesejahteraan bersama, untuk saling menghidupi, saling membantu dalam kesulitan.73 Dengan sumber dana yang dianjurkan oleh Islam seperti zakat, infak, sadaqah, wakaf, dan hibah (ZISWAH). Sehingga dengan perpaduan ini, dapat mengurangi
penderitaan
dan
kesusahan
orang
lain
atau
sekolompok orang secara ekonomis serba kekurangan. Jadi zakat, infak, sadaqah, wakaf, dan hibah yang dikenal dengan ZISWAH tidak hanya memiliki kekuatan spiritual akan tetapi juga berfungsi secara ekonomi.74 c. Model-Model Penerapan Demokrasi Ekonomi Pada Perbankan Syari’ah Lembaga perbankan merupakan media yang sangat penting pada masa sekarang. Tidak ada satu pun negara modern yang menjalankan
kegiatan
ekonominya
tanpa
melibatkan
lembaga
perbankan. Karena perbankan yang memiliki peranan penting sebagai lembaga intermediasi yang dapat membantu mereka mengakses pembiyaan sesuai kebutuhan dalam meningkatkan kesejahteraan bersama. 75 Hal ini juga dilaksanakan oleh perbankan syari’ah sebagai lembaga intermediasi finansial sekaligus juga sebagai lembaga
73
Yulizar D. Sanrego dan Hilman Fauzi N., “Peran Intermediasi, h. 24. Muhammad, Paradigma, Metodologi, h.153.
74
75
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Muḍarabah di Bank Syari’ah, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008, h. 17.
47
intermediasi sosial yang berbasis pada syariat Islam, sehingga mayoritas masyarakat muslim di Indonesia yang menutup diri berinteraksi dengan perbankan konvensional dapat diwadahi oleh hadirnya perbankan syari’ah. Perbankan syari’ah telah mempunyai legalitas hukum yang mengatur secara spesifik tentang kegiatan usaha perbankan syari’ah, semuanya harus berasaskan pada prinsip syari’ah, demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian. Adapun penjelasan dari demokrasi ekonomi pada perbankan syari’ah yang termuat pada Bab II Pasal 2 dalam Undang-undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syari’ah yang berbunyi: “Demokrasi ekonomi adalah kegiatan ekonomi syari’ah yang mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan”.76 Dengan penjabaran arti demokrasi ekonomi tersebut, maka perlu dicari intstrumental yang tepat untuk merefleksikan demokrasi ekonomi pada perbankan syari’ah. Maka dalam penelitian Muhammad menemukan tiga instrumental yang diterapkan pada perbankan syari’ah yaitu seperti: 1) zakat, 2) profit and loss sharing system (sistem bagi hasil) dan 3). Kesamaan kesempatan memperoleh pembiyaan.77 Dengan ketiga instrumental ini perbankan syari’ah memiliki nilai lebih dari perbankan umumnya dalam optimalisasi
76
Indonesian Legal Center Publishing, Himpunan Peraturan, h. 31.
77
Muhammad, Paradigma, Metodologi, h. 151.
48
pemberdayaan masyarakat miskin dalam meningkatkan daya beli mereka terhadap pemenuhan barang-barang produksi. Melalui peran intermediasi sosial harus menjadi salah satu kebijakan pelayanan perbankan syari’ah bagi masyarakat miskin (mustaḥik) dalam mengerahkan kreasi dan inovasi mereka dalam bentuk
usaha-usaha
yang
nyata
sebagai
wirausahawan
(entrepreneurship). Dikarenakan peran intermediasi sosial dapat diaplikasikan menjadi produk dan kebijakan tambahan perbankan syari’ah dalam melayani masyarakat miskin melalui beberapa tawaran model-model strategis, yaitu: Pertama, melalui pendirian unit usaha khusus (UUK) di internal bank syari’ah. Intermediasi sosial ini merupakan tawaran model pertama dalam mengoptimalkan pelayanan perbankan syari’ah dalam bentuk penerapan demokrasi ekonomi. Menjadi tugas pertama dari Unit Usaha Khusus (UUK) intermediasi sosial perbankan syari’ah ini ialah bergerak pada proses pembentukan kapasitas SDM masyarakat miskin sebagai calon nasabah yang kapabilitas, yang pada akhirnya dapat menikmati pembiyaan perbankan syari’ah seperti layaknya masyarakat lain. Dalam arti lain, pelaksanaan peran intermediasi sosial ini tidak mengganggu terhadap sirkulasi keuangan (cash flow) yang merupakan kegiatan utama perbankan syari’ah. Justru sebaliknya, peran ini dijalankan dengan baik, pada akhirnya meningkatkan
peranan
perbankan
syari’ah
sebagai
lembaga
49
intermediasi keuangan (komersil) dikarenakan adanya penambahan jumlah nasabah dari masyarakat miskin dan kaum duafa yang telah dibina. Ini menjadi nilai lebih bagi perbankan syari’ah dalam membina masyarakat miskin dan kaum duafa sebagai pangsa pasar (market share). Kedua, bekerjasama dengan lembaga keuangan mikro syari’ah (LKMS) berbasis kelompok. Perbankan syari’ah sebagai lembaga keuangan berskala besar bisa bekerjasama dengan LKMS (BMT) sebagai lembaga intermediasi keuangan dengan skala kecil. Pola hubungan antara bank syari’ah dengan LKMS untuk fungsi intermediasi sosial bisa dinamakan dengan program linkange (hubungan) yang saling menguntungkan. Dimana pihak perbankan dapat menyalurkan dananya, sementara pihak LKMS atau BMT memperluas jangkauan layanannya bagi usaha mikro untuk masyarakat miskin berbasis kelompok di daerah sekitar wilayah tersebut untuk membina masyarakat yang tergolong lemah (mustaḥik). Dalam pelaksanaannya, perbankan syari’ah dengan dana sosial seperti dana ZISWAH dapat memberikan permodalan kepada BMT-BMT untuk melakukan kegiatan intermediasi sosial. Jadi dalam hal ini, BMT menjadi agen perbankan syari’ah dalam sektor mikro untuk lebih banyak memberikan pelayanan bagi usaha mikro-mikro masyarakat miskin dengan harapan lebih efektif dan efisien untuk dapat menjalankan peran intermediasi sosial perbankan syari’ah. Melalui
50
tawaran dua model strategis ini, peran intermediasi sosial perbankan syari’ah dapat segera dilakukan sebagai produk dan kebijakan tambahan dalam mewujudkan nilai-nilai demokrasi ekonomi pada perbankan
syari’ah,
yang
tidak
hanya
mengandalkan
peran
intermediasi finansial saja. Sehingga dengan akselerasi ini, perbankan syari’ah dapat menepis anggapan masyarakat pada umumnya tidak pro terhadap masyarakat miskin dan bahkan dapat menyerukan jargon sebagai lembaga perbankan yang lebih sekedar bank atau dalam istilah populernya beyond banking.78
78
Yulizar D. Sanrego dan Hilman Fauzi N., “Peran Intermediasi, h. 24.
51
C. Kerangka Berpikir Untuk mempermudah penulis melakukan penelitian saat di lapangan dan agar penelitian dapat dikemukakan penelitian yang objektif, maka penulis membangun kerangka berpikir dalam mengolah dan menganalisa data yang tersedia. Adapun kerangka berpikir tersebut sebagai berikut: Bank Muamalat Indonesia Cabang Palangka Raya
Penerapan Demokrasi Ekonomi Pada BMI Cab. Palangka Raya
Foktor-Faktor Penghambat/Kendala-Kendala dalam Penerapan Demokrasi Ekonomi pada BMI
Langkah-langkah/ Solusi yang Tepat dan Bijak dalam Penerapan Demokrasi Ekonomi pada BMI Cab. Palangka Raya