BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Persepsi 1.1.Pengertian Persepsi adalah tanggapan langsung dari sesuatu dan merupakan proses seseorang mengetahui berapa hal melalui panca inderanya (Depdiknas, 2005). Rahmat (2005) mendefinisikan persepsi sebagai informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi adalah pengorganisasian, penginterpretasian pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan terhadap stimulus yang diterima oleh panca indera sehingga merupakan sesuatu yang berarti. Persepsi merupakan aktifitas yang terintegrasi dalam individu, oleh sebab itu apa yang ada dalam diri individu akan ikut aktif dalam persepsi. Hasil persepsi terhadap suatu stimulus dapat berbeda antara individu yang satu dengan yang lain. Hasil persepsi dipengaruhi oleh perasaan, kemampuan berfikir, pengalaman individu yang berbeda satu dengan yang lain (Davidoff, 1981 dalam walgito, 2002). Kozier (1995) menyatakan bahwa persepsi juga dapat dijelaskan sebagai proses seleksi dan menginterpretasikan stimuli sensori kedalam gambaran yang saling berkaitan. Persepsi merupakan kesadaran seseorang terhadap realita dan didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman masa lalu individu. Lapangan persepsi seseorang dipengaruhi oleh kebutuhan, nilai atau kepercayaan dan konsep diri seseorang.
Universitas Sumatera Utara
Siagian (1995) menyatakan bahwa persepsi seseorang tidak timbul begitu saja, ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor itulah yang menyebabkan adanya perbedaan interprestasi pada dua orang tentang suatu objek yang sama. Secara umum, terdapat 3 faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, yaitu: 1.Diri orang yang bersangkutan. Apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interprestasi tentang apa yang dilihat. Kemampuan memahami apa yang dilihat dipengaruhi oleh karakteristik individual seperti sikap, motif, pengalaman, dan harapan. 2.Sasaran persepsi Mungkin berupa Sasaran orang, benda, atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran itu biasanya terhadap persepsi orang yang melihatnya. 3.Faktor situasi. Persepsi harus dilihat secara konstektual yang berarti dalam situasi apa persepsi itu timbul. Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam pertumbuhan persepsi seseorang. Ada dua bentuk persepsi yaitu positif dan negatif, apabila objek yang dipersepsi sesuai dengan penghayatan dan dapat diterima secara rasional dan emosional maka manusia akan mempersepsikan positif atau cenderung menyukai dan menanggapi sesuai dengan objek yang dipersepsikan. Apabila tidak sesuai dengan penghayatan maka persepsinya negatif atau cenderung menjauhi, menolak dan menanggapinya secara berlawanan terhadap objek persepsi tersebut (Rahmat, 2005).
Universitas Sumatera Utara
1.2. Proses terjadinya persepsi Objek menimbulkan stimulus dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor dimana proses ini disebut dengan proses fisik. Stimulus yang diterima oleh proses alat indera diteruskan oleh syaraf sensori ke otak proses ini disebu proses fisiologis. Kemudian terjadilah proses di otak sebagai pusat kesadaran inilah yang disebut sebagai proses psikologis. Dalam proses persepsi tidak semua stimulus mendapatkan respon individu untuk persepsi, tergantung pada stimulus dan perhatian individu yang bersangkutan. (Walgito, 2002). 2. Tubektomi 2.1. Pengertian. Tubektomi (kontap) adalah suatu tindakan untuk membatasi keturunan dalam jangka waktu yang tidak terbatas, yang dilakukan terhadap salah seorang dari pasangan suami dan istri atas permintaan yang bersangkutan, secara mantap dan sukarela. Tindakan tubektomi pada wanita disebut kontap wanita atau MOW (metode operasi wanita) atau sterilisasi (BKKBN, 1993). Tubektomi (kontap) pada wanita atau MOW (metode operasi wanita) atau sterilisasi, yaitu tindakan pengikatan dan pemotongan saluran telur agar sel telur tidak dapat dibuahi oleh sperma. Tubektomi (kontap) menghentikan kemampuan seorang wanita untuk hamil dan mendapat keturunan, tetapi tidak menghentikan fungsi ovarium. Ovarium tetap mensekresi hormon dan menstruasi tetap berlangsung seperti biasa (Sarwono,1996). Metode yang digunakan untuk tubektomi (kontap) berbeda-beda sesuai dengan pendekatan tehnik bedah yang digunakan untuk mencapai tuba. Dua pendekatan yang sering digunakan untuk memperoleh akses ketuba fallopii;
Universitas Sumatera Utara
1. Laparatomi mini berupa penarikan tuba fallopii melalui sebuah insisi kecil diabdomen. 2. Laparoskopi berupa pemasukan sebuah laparaskop ke abdomen sehingga penyediaan layanan dapat melihat ke dalam rongga abdomen dan menyumbat tuba (mochtar,1996). Tubektomi wanita biasanya dilakukan dengan anastesi umum atau lokal dan produser yang paling sering dilakukan adalah sterilisasi laparoskopik. Prosedur ini dilakukan dengan membuat insisi kecil di umbilikus dan abdomen diisi dengan gas karbon dioksida. Meja operasi dimiringkan kebelakang, yang memastikan bahwa semua organ lain jauh dari uterus. Dengan menggunakan laparoskop, tuba fallopi dicari letaknya, kemudian di ikat atau dipasang klip. Prosedur ini dapat dilakukan sebagai kasus satu hari dan bergantung pada keadaan rumah dan kemungkinan wanita dapat pulang pada hari yang sama (Mochtar,1996). Apabila wanita pernah menjalani pembedahan ginekologi sebelumnya atau kegemukan, tidak mungkin dapat dilakukan sterilisasi laparoskopik dalam situasi ini, laparotomi-mini dapat di indikasikan. Prosedur ini dilakukan dengan membuat insisi besar pada abdomen dan biasanya membutuhkan perawatan di rumah sakit selama 4-5 hari. Setelah sterilisasi, sebagian besar ahli bedah melakukan dilatasi dan kuretasi untuk memastikan bahwa tidak ada risiko kehamilan sebelum dilakukannya prosedur laparaskopik (Mochtar,1996).
2.2. Manfaat Tubektomi Secara umum manfaat kontrasepsi tubektomi ini dibanding dengan kontrasepsi lain adalah lebih aman, lebih praktis, karena hanya memerlukan satu kali tindakan saja. Lebih efektif, karena tingkat kegagalannya sangat kecil dan
Universitas Sumatera Utara
merupakan cara kontrasepsi yang permanent. Lebih ekonomis, karena hanya memerlukan biaya untuk satu kali tindakan saja (Bobak, 2005).
2.3. Kerugian tubektomi. Prosedur vaginal mempunyai angka kegagalan yang tinggi dibandingkan laparoskopi atau minilaparatomi, tetapi kerugian utamanya adalah angka infeksi yang lebih tinggi dan pendekatan ini tidak disukai. Infeksi intraperitonial merupakan komplikasi kerugian tubektomi. Langkah dari tehnik minilap atau laparoscopi. Pada prosedur vaginal, pembentukan abses mendekati 1%. Resiko ini dapat dikurangi dengan antibiotik profilaktik yang diberikan intraoperatif, tetapi laparoskopi terbuka biasanya lebih mudah dan lebih aman, bahkan pada wanita penderita obesitas ( Speroff & Leon,2002 ). 3. Konsep respon seksual 3.1. Pengertian Siklus respon seksual dengan fase-fase excitement, plateu, orgasmus dan resolusi. Fase –fase ini adalah akibat dari vasokontriksik dan miotonia, yang merupakan respon fisiologis dasar dari rangsangan seksual (master dan johnson, 1996). Vasokongesti adalah pengumpulan darah dalam alat genitalia dan payudara wanita selama rangsangan seksual. Pada wanita reaksi ini menyebabkan lubrikasi vaginal, tumescence (pembengkakan) klitoris, labia minora dan mayora, dan pembesaran sepertiga bagian luar vagina. Pada pria, vasokongesti menyebabkan ereksi penis miotonia atau tensi neuromuskular, secara bertahap meningkat di seluruh tubuh selama fase
Universitas Sumatera Utara
perangsangan dan plateu. Miotonia memuncak selama orgasmus, sehingga menyebabkan kontraksi involunter vagina wanita dan duktus deferens serta uretra pada pria. Kedua jender mengalami kontraksi pada lengan, tungkai, wajah, dan otot gluteal. Spasme kartopedal atau kontraksi spastis dari otot tangan dan kaki dapat terjadi setelah orgasmus tubuh kembali pada tingkat sebelum perangsangan. Fase yang di gambarkan oleh master dan johnson tidak absolut. Meskipun fase ini beragam dalam durasi dan intensitasnya, pola respon pada wanita dan pria lebih banyak kemiripannya ketimbang perbedaannya. Respon tersebut banyak di pengaruhi oleh faktor psikologis dan lingkungan seperti kelebihan mengkonsumsi alkohol, dan ketepatan waktu diantara individu bervariasi (Potter & perry ,2005). Menurut Bobak (2005) respon seksual pada tahap awal dapat menyebabkan munculnya stimulasi pada
hipotalamus dan kelenjar hipopisis anterior pada
wanita dan pria kemudian menyebabkan keluarnya
hormon FSH dan LH,
jaringan target hormon-hormon ini adalah gonad, ovarium dan testis. Pada wanita ovarium berfungsi memproduksi ovum dan mensekresi hormon progesteron dan estrogen.
Sedangkan pada pria testis berfungsi memproduksi sperma dan
mensekresi hormon testosteron. Mekanisme umpan balik antara hormon yang disekresi
oleh
gonad,
hipotalamus
dan
hipopisis
anterior
membantu
mengendalikan produksi sel-sel kelamin dan sekresi hormon seksual steroid.
3. 2 Siklus respon seksual manusia. Menurut Masters dan Johnson (1966) siklus respon seksual terdiri dari fase excitement, plateu, orgasmus, dan resolusi.
Universitas Sumatera Utara
a. Tahap exicetement (peningkatan bertahap dalam rangsangan
(seksual).
Yang terjadi pada wanita pada tahap ini adalah lubrikasi vaginal yaitu dinding vagina berkeringat, ekspansi 2/3 bagian dalam rongga vagina (lorong vagina membuka), peningkatan sensitivitas dalam pembesaran klitoris serta labia, kemudian terjadi ereksi puting dan peningkatan ukuran payudara. Sedangkan pada pria yang terjadi pada tahap ini yaitu ereksi penis (penambahan besar penis dari yang sebelumnya), penebalan dan elevasi skrotum, pembesaran skrotum, ereksi puting susu dan pembengkakan (tumescence). b. Tahap Plateu (penguatan respon fase exicetement). Pada tahap berikutnya yang terjadi pada wanita pada tahap ini adalah pembesaran klitoris (retraksi klitoris dibawah topi klitoris), pembentukan platform orgasmus: pembengkakan 1/3 luar vagina dan labia minora, elevasi serviks dan uterus: perubahan warna kulit yang tampak hidup pada labia minora, pembesaran areola dan payudara, peningkatan tegangan otot dan pernapasan, peningkatan frekuensi denyut jantung, tekanan darah dan prekuensi pernafasan. Sedangkan pada pria yang terjadi pada tahap ini yaitu peningkatan ukuran glans (ujung) penis, peningkatan intensitas warna glans, elevasi dan peningkatan 50% ukuran testis, peningkatan tegangan otot dan pernafasan, peningkatan frekuensi denyut jantung, tekanan darah dan frekuensi pernapasan. c. Tahap orgasmus (penyaluran kumpulan darah dan tegangan otot) Pada tahap ini yang terjadi pada wanita adalah kontraksi volunter platformorgasmik, uterus, rektal dan spinter uretral, dan kelompok otot lain, hiperventilasi dan peningkatan frekuensi jantung, memuncaknya frekuensi jantung, tekanan darah dan frekuensi pernafasan. Sedangkan pada pria yang
Universitas Sumatera Utara
terjadi adalah penutupan sfinter urinarius internal, sensasi ejakulasi yang terjadi tertahankan, kontraksi duktus deferens vesikel seminalis prostat dan duktus ejakulatorius, relaksasi sfinter kandung kemih eksternal, memuncaknya frekuensi jantung, tekanan darah dan frekuensi pernafasan, ejakulasi. d. Tahap Resolusi (fisiologis dan psikologis kembali ke dalam keadaan
tidak
terangsang). Pada tahap ini yang terjadi pada wanita adalah relaksasi bertahap pada dinding vagina, perubahan warna yang cepat pada dinding labia minora, berkeringat, secara bertahap frekuensi jantung, tekanan darah dan frekuensi pernapasan kembali normal, wanita mampu kembali mengalami orgasmus karena tidak mengalami periode refraktori seperti yang terjadi pada pria (Purnawan, 2004). Sedangkan yang terjadi pada tahap ini pada pria adalah kehilangan ereksi penis, periode refraktori ketika dilanjutkan stimulasi menjadi tidak enak, reaksi berkeringat, penurunan testis, secara bertahap frekuensi jantung, tekanan darah dan frekuensi pernafasan kembali normal.
3.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi seksualitas antara lain: 1. Faktor Fisik Klien dapat mengalami penurunan keinginan seksual karena alasan fisik, karena
bagaimanapun
aktivitas
seks
bisa
menimbulkan
nyeri
dan
ketidaknyamanan. Kondisi fisik dapat berupa penyakit ringan/berat, keletihan, medikasi maupun citra tubuh. Citra tubuh yang buruk terutama disertai penolakan atau pembedahan yang mengubah bentuk tubuh menyebabkan seseorang kehilangan gairah.
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor Hubungan Masalah dalam berhubungan (kemesraan, kedekatan) dapat mempengaruhi hubungan seseorang untuk melakukan aktivitas seksual. Hal ini sebenarnya tergantung dari bagimana kemampuan mereka dalam berkompromi dan bernegoisasi mengenai perilaku seksual yang dapat diterima dan menyenangkan.
3. Faktor Gaya Hidup Gaya hidup disini meliputi penyalahgunaan alkohol dalam aktivitas seks, ketersediaan waktu untuk mencurahkan perasaan dalam berhubungan, dan penentuan waktu yang tepat untuk aktivitas seks. Penggunaan alkohol dapat menyebabkan rasa sejahtera atau gairah palsu dalam tahap awal seks dengan efek negatif yang jauh lebih besar dibanding perasaan eforia palsu tersebut. Sebagian klien mungkin tidak mengetahui bagaiman mengatur waktu antara bekerja dengan aktivitas seksual, sehingga pasangan yang sudah merasa lelah bekerja merasa kalau aktivitas seks merupakan beban baginya. 4. Faktor Harga Diri Jika harga-diri seksual tidak di pelihara dengan mengembangkan perasaan yang kuat tentang seksual-diri dan dengan mempelajari ketrampilan seksual, aktivitas seksual mungkin menyebabkan perasaan negatif atau tekanan perasaan seksual (Purnawan, 2004).
Universitas Sumatera Utara
3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi respon suami 1. Kesibukan Dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dan sosial menjadikan pasangan suami istri lupa akan kebutuhan seks mereka, mereka lebih menikmati hidup apabila mereka kebutuhan ekonominya dikatakan layak dan kebutuhan sosialnya terpenuhi. Mereka rela pergi pagi-pagi dan pulang sudah larut malam. Intenitas bertemu juga jarang walaupun mereka pergi kerja bersama-sama dan pulangnya pun bersama-sama. Tetapi mereka jarang berkomunikasi dan mereka larut dalam pikiran masing-masing karena kecapekan atau sebab lain mengenai masalah kerja. 2. Faktor Anak Seringkali anak menjadi alasan klasik mengapa pasangan kita tidak mau diajak berhubungan seks. Awal pernikahan sebelum ada kehadiran seorang anak, kegiatan seks begitu menyenangkan, tetapi setelah ada kehadiran anak kegiatan itu pun terhalang apalagi kalau anak kita masih kecil-kecil dan masih tidur sekamar dengan kita. 3. Faktor Fisik Kesehatan adalah modal utama dalam hubungan seks, tanpa kesehatan seks pun menjadi terhalang. Orang yang kesehatannya prima maka untuk memenuhi kebutuhan akan seks tidak begitu terhalang. Lain lagi kalau kondisi orang itu sakit atau kondisi fisik yang tidak sempurna, secara tidak langsung kebutuhan seks pun terhambat karena keterbatasan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
4. Faktor Psikologi Tidak jarang kita jumpai banyak orang merasa stres karena apa yang menjadi impiannya selama ini belum atau bahkan tidak terwujud, atau faktor pekerjaan di kantor yang di bawah tekanan sehingga mudah sekali orang menjadi stress. Atau seseorang yang sangat rentan mengalami stress karena masalah yang sebenarnya masih bisa diatasinya. Apapun wujud dan sebab dari stres itu secara tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan seksnya. Mereka merasa tidak bergairah dalam menjalani hidup apalagi seseorang yang mengalami stres berat. 5. Faktor Pasangan Yang dimaksud disini adalah faktor suami atau istri, kadang kala kita sudah menggebu dan sangat bergairah ingin sekali berhubungan suami
istri
ataubercinta dengan pasangan . Dan tidak jarang pasangan kita menolak untuk diajak berhubungan. Banyak alasan yang diutarakan karena penolakannya. Akibatnya gairah kita yang tadinya membara menjadi dingin seketika karena penolakan pasangan kita.
3.5. Persepsi suami dan istri tentang pengaruh tubektomi terhadap respon seksual. Respon seksual antara suami dan istri di anggap sebagai rasa suka cita bagi setiap pasangan yang telah menikah. Setelah menikah mereka mendapatkan keturunan dan mengikuti program pemerintah maka di wajibkan bagi ibu untuk melakukan tubektomi bagi pasangan usia subur (PUS) dan wanita dengan kondisi kesehatan yang mengharuskan untuk melakukan tubektomi. Istri sering mengalami kecemasan pada saat memilih kontrasepsi tubektomi sehingga suami diikut sertakan dalam konseling. Tujuan dilakukannya konseling kontrasepsi
Universitas Sumatera Utara
tubektomi di harapkan agar suami mengerti secara terperinci dan jelas manfaat dari kontrasepsi tubektomi. Dari penjelasan tersebut
bertujuan
untuk
meningkatkan derajat kesehatan resproduksi serta aktif dalam penggunaan kontrasepsi ini (Pinem,2002). Pasangan yang memilih metode tubektomi akan terbebas dari rasa kecemasan akan terjadinya kehamilan. Ketakutan akan kehamilan apabila terlambat haid atau lupa belum melakukan kontrasepsi seperti minum pil atau suntik sehingga dapat memicu permintaan untuk dilakukan tubektomi. Wanita yang melakukan tubektomi akan merasa terbebas dari kecemasan kehamilan, pasangan ini menikmati koitus dengan cara yang sebelumnya tidak mereka lakukan. Pasangan ini juga akan terbebas dari kecemasan terhadap biaya, karena tubektomi dilakukan sekali seumur hidup (Suzanne, 2008). Peneliti mencatat bahwa wanita dan pasangannya lebih menikmati seks karena mereka bebas dari rasa cemas atas potensi kehamilan yang tidak direncanakan. Hasil penelitian diatas tidak menemukan secara jelas apa penyebab kondisi diatas, namun dimungkinkan karena perasaan bebas dari rasa kecemasan ada terjadi kehamilan yang tidak diinginkan (Okezone, 2010). Hasil penelitian Smith menunjukka n bahwa wanita yang telah menjalani prosedur tubektomi menunjukkan resiko rendah terhadap masalah-masalah seksual tertentu (disfungsi seksual). Bahkan mereka cenderung lebih bahagia dengan kehidupan seksualitas dari wanita lain yang tidak melakukan tubektomi. Salah satu faktor yang menakutkan bagi wanita yang tubektomi adalah mengalami resiko disfungsi seksual.
Universitas Sumatera Utara
Secara fisiologis tidak ada alasan bahwa tubektomi akan menyebabkan masalah seksual. Disamping itu hasil penelitian menemukan 36% wanita yang telah menjalani tubektomi
mendapat respon seksual yang sangat tinggi
kepuasannya, sedangkan pada wanita yang tidak menjalani tubektomi hanya 30% yang menunjukkan rasa kepuasan terhadap respon seksual yang sangat tinggi (Sahid, 2008).
Universitas Sumatera Utara