BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fisiologi Apheresis Penggunaan apheresis baik pada donor darah maupun untuk terapi pasien,
senantiasa
Pemakaian pengaruh
melibatkan
antikoagulan
pada
pentingnya prosedur
pertimbangan
apheresis
pada beberapa variabel fisiologis, baik
tentu
fisiologis. mempunyai
hemodinamik maupun
perubahan akibat pengenceran pada donor dan pasien16. Dampak terhadap aktifitas fisiologis dari prosedur apheresis dapat mengakibatkan konsekuensi yang merugikan apabila pemahaman tentang fisiologi penggunaan anti koagulan tidak dipahami dengan baik. Oleh karena itu perlu pemahaman tentang fisiologi dari anti koagulan.
2.2. Antikoagulan Sitrat Anti koagulan adalah suatu bahan substansi yang dapat mencegah pembekuan darah. Jenis anti koagulan yang sering dipakai untuk tindakan apheresis
adalah
asam
sitrat.
Prosedur
apheresis
membutuhkan
antikoagulan, yang berfungsi untuk meminimalkan aktivasi hemostasis dari komponen-komponen yang ada di plasma (trombosit dan faktor pembekuan), sehingga extracorporeal sirkulasi tetap dalam keadaan darah utuh (whole blood).17,18,19 Asam sitrat (berat molekul 192) adalah senyawa yang banyak ditemukan di sel manusia. Sebagai anti koagulan dipakai dalam bentuk
Universitas Sumatera Utara
larutan 3,8% yang isotonic dengan darah dan prinsipnya untuk mengikat Ca++ yang berperan dalam proses koagulasi. Asam sitrat memiliki tiga gugus karboksil yang terionisasi, dua di antaranya dapat mengikat kation divalen (misalnya, kalsium dan magnesium) sedangkan gugus karboksil yang lain mempertahankan kelarutan yang tinggi dalam larutan fisiologis.20 Beberapa sitrat antikoagulan telah digunakan dalam apheresis, termasuk asam-sitrat-dekstrosa larutan
A (ACD-A), ACD-larutan B, dan
natrium sitrat 2%. Tantangannya adalah membentuk keseimbangan antara antikoagulasi yang memadai dengan potensi toksisitas. Hal ini membutuhkan pemahaman tentang
metabolisme
dan efek dari infus sitrat pada
homeostasis Ca++.21,22
2.2.1. Efek Fisiologis Infus Sitrat dalam Apheresis Parahipokalsemia sementara terkait dengan apheresis biasanya ditoleransi dengan baik, walaupun
konsekuensi tertentu mungkin ditemui
berkurangnya Ca++ dapat meningkatkan rangsangan pada membran sel saraf, mengurangi ambang batas untuk impuls saraf dan mengakibatkan depolarisasi spontan. Hal ini biasanya bermanifestasi sebagai perioral ringan dan/atau perifer parestesia (yaitu, sensasi kesemutan). Pada pada
penelitian awal dengan menggunakan ACD-A anti koagulan
Haemonetics
Model
30,
melaporkan
reaksi
parasthesia
pada
kebanyakan donor plateletpheresis, (58% sampai 100%) .23,24,25 Penelitian lain dengan Model 30 dengan sitrat ACD-B, ditemukan juga reaksi sitrat yang
Universitas Sumatera Utara
jarang seperti dysgeusia (rasa yang tidak biasa), mual, menggigil, berkedut, dan tremor.23,24
2.3. Kalsium Ion 2.3.1. Peranan Ca++ dan Sitrat pada Koagulasi Darah Dari total kalsium tubuh, 99% ditemukan ditulang, ada dalam kristal kompleks dengan ion fosfat (misalnya, hidroksiapatit). Sebagian kecil kalsium tulang adalah dalam bentuk non-kristalin suatu bentuk yang dapat dengan cepat dimobilisasi untuk memperbaiki defisiensi extraosseous. Hampir semua 1000 mg nonosseous kalsium adalah ekstraseluler, dengan konsentrasi plasma sekitar 10 mg / dL (2,5 mmol / L). Sekitar 40% kalsium plasma terikat dengan plasma protein, terutama albumin, dan 13% dalam bentuk kompleks dengan anion kecil seperti sitrat, fosfat, dan laktat. Penelitian terdahulu telah menunjukkan bahwa ikatan fraksi-anion tersebut tampak meningkat ketika di berikan, sitrat.
13
Dengan demikian, terjadi penurunan Ca++ yang berikatan
dengan plasma dan protein setelah pemberian anti koagulan sitrat.26 Nilai yang memadai dari Ca++ adalah penting untuk fungsi yang tepat dari saluran kalsium yang memperantarai respon seluler yang banyak. Selain itu,Ca++ membantu proses mineral di tulang. Konsentrasi Ca++ dalam darah diatur secara ketat, ketika Ca++
berada pada tingkat yang rendah, mekanisme
homeostatik hormonal memicu peningkatan sekresi parathormon oleh kelenjar paratiroid. Hal ini merangsang mobilisasi kalsium bentuk non-kristalin dalam
tulang
dan
peningkatan
penyerapan
material
kristal
tulang.
Parathormon juga akan meningkatkan penyerapan melalui usus dan
Universitas Sumatera Utara
reabsorpsi Ca++ di tubulus ginjal, sehingga meningkatkan konsentrasi kalsium dan penurunan kembali ekskresi parathormon ketika keseimbangan telah dicapai.27 Pada pH fisiologis, ion sitrat hanya memiliki afinitas moderat untuk mengikat kalsium.23 Pada prosedur awal apheresis sekitar
80 mg/kg/jam
antikoagulan sitrat yang dipakai dan mencapai 11 gram ion sitrat ke donor selama prosedur Apheresis.24 Dengan asumsi bahwa semua sitrat tetap dalam aliran darah, konsentrasi plasma sitrat bisa meningkat sampai
76
mg/dL.23 Untungnya, tingkat aktual plasma sitrat selama apheresis ini jauh lebih rendah dari yang diperkirakan seperti model tersebut dan tingkat kalsium terionisasi tetap lebih tinggi. Pengenceran, redistribusi, metabolisme, dan ekskresi dari sitrat yang diinfus merupakan faktor penting untuk mencegah hipokalsemia berat. Kadar sitrat yang diamati telah dilaporkan berkisar antara 17 mg/dL sampai dengan 30 mg/dL. Selama prosedur plateletpheresis, pengurangan Ca++ berkisar pada pada 23% sampai 33%.28 Ekskresi ginjal akan meningkat karena beban sitrat dan diekskresi dalam urin dalam bentuk ikatan dengan kation (misalnya, kalsium, magnesium, natrium, kalium). Kadar sitrat dalam serum dan urine umumnya kembali ke baseline dalam waktu 4 jam setelah infus sitrat berhenti. Beberapa efek sekunder akibat dari mobilisasi kalsium berupa peningkatan sekres parathormoni selama apheresis. Suatu penelitian melaporkan menunjukkan bahwa parathormon meningkat pesat dalam kurun waktu 5 sampai 15 menit setelah infus sitrat dimulai.29 Namun ada penelitian
Universitas Sumatera Utara
lain yang melaporkan bahwa Ca++ menurun paling cepat dalam 15 menit pertama pada prosedur plateletpheresis dan mencapai penurunan 25% pada menit ke 90. Parahipokalsemia sementara (transient) terkait dengan apheresis biasanya ditoleransi dengan baik. Berkurangnya Ca++ dapat meningkatkan rangsangan pada membran sel saraf, mengurangi ambang batas untuk impuls saraf dan mengakibatkan depolarisasi spontan.
23,24
Hal ini biasanya
bermanifestasi sebagai parastesia perifer ( sensasi kesemutan). Penelitian lain juga dengan menggunakan sitrat ACD-B pada haemonetic model 30 mencatat hal reaksi yang sama pada donor.
2.4. Trombosit Trombosit
merupakan
fragmen
sitoplasma
kecil
berasal
dari
megakariosit yang tidak mengandung inti, berukuran sekitar 1,5 – 3,5 μm. Membran trombosit berfungsi sebagai tempat berinteraksinya dengan faktor lain di plasma dan pembuluh darah. Fungsi utama trombosit adalah pada proses hemostasis primer pada saat terjadi perlukaan pada endotel pembuluh darah. Fungsi itu terjadi melalui proses adhesi, aktivasi dengan perubahan bentuk serta agregasi.30,31 Peranan sel trombosit pada proses trombogenesis untuk membentuk sumbat trombosit diawali dengan reaksi adhesi trombosit, kemudian diikuti dengan perubahan bentuk dan pelepasan isi granula sebagai reaksi sekresi sel trombosit, selanjutnya terjadi agregasi trombosit untuk membentuk gumpalan dan akhirnya aktivasi sistem koagulasi oleh membran trombosit.
Universitas Sumatera Utara
Sistem hemostasis merupakan mekanisme tubuh dalam mengontrol respon terhadap perdarahan atau terjadinya trombosis yang berlebihan sehingga proses trombogenesis dan proses fibrinolisis dalam keadaan seimbang.
Proses
hemostasis
pada
keadaan
normal
membantu
menghentikan perdarahan dan bila berlebihan akan menimbulkan oklusi trombotik dan infark sistemik. Aktivitas sistem hemostasis akan beradaptasi terhadap umur dan penyakit vaskuler. Sehingga tak dapat membedakan antara kerusakan pembuluh darah dan kerusakan plak aterosklerotik. Trombosis juga terjadi bila ada ketidakseimbangan antara faktor trombogenik dan mekanisme proteksi.31,34,35
2.4.1. Produksi Trombosit Sel trombosit merupakan pecahan fragmen kecil dari sitoplasma megakariosit, berukuran sekitar 1,5-3,5 μm. Ukurannya dapat bervariasi bergantung dari jenis kelainan yang ada. Trombosit diproduksi di sumsum tulang dengan cara fragmentasi sitoplasma megakariosit yang dilepaskan ke dalam sirkulasi darah.36,37 Prekursor megakariosit, adalah megakarioblast, muncul melalui proses diferensiasi commited stem cell (Colony Forming UnitGranulocyte Erythrocyte Monocyte, Megakaryocyte = CFU-GEMM). CFUMega mengalami pematangan melalui proses endomitosis disertai replikasi inti dengan kelipatan dua dan penambahan volume sitoplasma. Setelah replikasi inti berhenti (biasanya pada saat jumlah inti delapan), sitoplasma mengalami granulasi dan melepaskan trombosit. Dari satu megakariosit dapat
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan 400 trombosit. Interval waktu semenjak diferensiasi sel induk sampai produksi trombosit berkisar sekitar 10 hari.36,37,38 Produksi trombosit dipengaruhi oleh kontrol hormone trombopoietin, interleukin (IL-6), IL-3 dan Granulocyte-Monocyte Colony Stimulating Factor (GM-CSF). IL-6 mempunyai aktifitas trombopoietin, sedangkan IL-3 dan GMCSF mengaktifkan megakariosit melalui Megakaryocyte Colony Stimulating Activity = MK-CSA).38 Jumlah sel trombosit yang bersirkulasi dalam darah tepi sangat tergantung jumlah sel megakariosit, volume sitoplasma megakariosit, umur trombosit dan sekuestrasi oleh limpa. Progenitor megakariosit CFU-Mega meningkat atau menurun sebagai respon terhadap megakariosit.39,40 Trombopoetin adalah pengatur utama produksi trombosit, dihasilkan oleh hati dan ginjal. Trombosit mempunyai reseptor untuk trombopoetin (CMPL) dan mengeluarkannya dari sirkulasi, karena itu kadar trombopoetin tinggi pada trombositopenia akibat aplasia sumsum tulang. Trombopoetin meningkatkan jumlah dan kecepatan maturasi megakariosit. Jumlah trombosit mulai meningkat 6 hari setelah dimulainya terapi dan tetap tinggi selama 7-10 hari. Interleukin-11 juga dapat meningkatkan trombosit dalam sirkulasi.33,39,40 Jumlah trombosit normal adalah sekitar 250 x 109/L (rentang 150-400 x 109/L) dan lama hidup trombosit yang normal adalah 7-10 hari. Hingga sepertiga dari trombosit produksi sumsum tulang dapat terperangkap dalam limpa yang normal, tetapi jumlah ini meningkat menjadi 90% pada kasus splenomegali berat.33,40
Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Struktur Trombosit Trombosit adalah sel darah terkecil yang berbentuk cakram atau diskoid dengan kedua sisi cembung atau bikonveks. Membran trombosit terdiri atas 2 lapis fosfolipid dan pada permukaannya terdapat glikoprotein. Glikoprotein ini berfungsi sebagai reseptor. Glikoprotein permukaan sangat penting dalam reaksi adhesi dan agregasi trombosit. Adhesi pada kolagen difasilitasi oleh glikoprotein Ia (GP Ia). Glikoprotein Ib dan IIb/IIIa penting dalam perlekatan trombosit pada von Willebrand factor (VWF) dan subendotel vascular. Reseptor IIb/IIIa juga merupakan reseptor untuk fibrinogen yang penting dalam agregasi trombosit.40,41 Membran plasma berinvaginasi ke bagian dalam trombosit untuk membentuk suatu sistem membran (kanalikular) terbuka yang menyediakan permukaan reaktif yang luas tempat protein koagulasi plasma diabsorbsi secara selektif. Fosfolipid membran (faktor trombosit 3) sangat penting dalam konversi faktor X menjadi Xa dan protrombin (faktor II) menjadi thrombin (faktor IIa). Pada bagian dalam trombosit terdapat kalsium, nukleotida (terutama ADP, ATP dan serotonin) yang terkandung dalam granula padat. Granula alfa mengandung
antagonis
heparin,
faktor
pertumbuhan
(PDGF),
β-
tromboglobulin, fibrinogen, vWF. Organel spesifik lain meliputi lisosom yang mengandung enzim hifrolitik, dan peroksisom yang mengandung katalase. Selama reaksi pelepasan, isi granula dikeluarkan ke dalam sistem kanalikular.40,41
Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Fungsi Trombosit Fungsi utama trombosit adalah pembentukan sumbat mekanik selama respon hemostasis normal terhadap cedera vascular. Tanpa trombosit, dapat terjadi kebocoran darah spontan melalui pembuluh darah kecil. Reaksi trombosit berupa adhesi, sekresi, agregasi dan fusi serta aktivitas prokagulannya sangat penting untuk fungsinya.40,41 Agar dapat terjadi hemostasis primer yang normal, dan agar trombosit memenuhi tugasnya membentuk sumbat trombosit inisial, maka harus terdapat trombosit dalam jumlah memadai di dalam sirkulasi, dan trombosit tesebut harus berfungsi normal. Fungsi hemostasis normal memerlukan peran serta trombosit yang berlangsung secara teratur, yang penting dalam pembentukan sumbat hemostatik primer. Hal ini melibatkan, pada awalnya, adhesi trombosit, agregasi trombosit dan akhirnya reaksi pembebasan trombosit disertai rekrutmen trombosit lain.43,44 1. Adhesi Trombosit Setelah cedera pembuluh darah, trombosit melekat pada jaringan ikat subendotel yang terbuka. Trombosit menjadi aktif apabila terpajan ke kolagen subendotel dan bagian jaringan yang cedera. Adhesi trombosit melibatkan suatu interaksi antara glikoprotein membrane trombosit dan jaringan yang terpajan atau cedera. Adhesi trombosit bergantung pada faktor protein plasma yang disebut faktor von Willebrand, yang memiliki hubungan yang integral dan kompleks dengan faktor koagulasi antihemofilia VIII plasma dan reseptor trombosit yang disebut glikoprotein Ib membran trombosit. Adhesi trombosit berhubungan dengan peningkatan daya lekat trombosit sehingga
Universitas Sumatera Utara
trombosit berlekatan satu sama lain serta dengan endotel atau jaringan yang cedera. Dengan demikian, terbentuk sumbat hemostatik primer atau inisial. Pengaktifan permukaan trombosit dan rekrutmen trombosit lain menghasilkan suatu massa trombosit lengket dan dipermudah oleh proses agregasi trombosit.42,43,45
2. Agregasi Agregasi adalah kemampuan trombosit melekat satu sama lain untuk membentuk suatu sumbat. Agregasi awal terjadi akibat kontak permukaan dan pembebasan ADP dari trombosit lain yang melekat ke permukaan endotel. Hal ini disebut gelombang agregasi primer. Kemudian, seiring dengan makin banyaknya trombosit yang terlibat, maka lebih banyak ADP yang dibebaskan sehingga terjadi gelombang agregasi sekunder disertai rekrutmen lebih banyak trombosit. Agregasi berkaitan dengan perubahan bentuk trombosit dari discoid menjadi bulat. Gelombang agregasi sekunder merupakan suatu fenomena ireversibel, sedangkan perubahan bentuk awal dan agregasi primer masih reversible.42,43,45 In vitro, agregasi dapat dipicu dengan reagen ADP, thrombin, epinefrin, serotonin, kolagen atau antibiotik ristosetin. Agregasi in vitro juga terjadi dalam dua fase: 1. Agregasi primer atau reversible 2. Agregasi sekunder atau ireversibel. Pengikatan ADP yang dibebaskan dari trombosit aktif ke membran trombosit akan mengaktifkan enzim fosfolipase, yang menghidrolisis fosfolipid
Universitas Sumatera Utara
di membrane trombosit untuk menghasilkan asam arakidonat. Asam arakidonat adalah prekursor mediator kimiawi yang sangat kuat baik pada agregasi maupun inhibisi agregasi yang terlibat dalam jalur prostaglandin. Melalui proses ini, asam arakidonat diubah di sitoplasma trombosit oleh enzim siklooksigenase menjadi endoperoksida siklik, PGG 2 dan PGH 2 . Stimulator kuat untuk agregasi trombosit, senyawa tromboksan A 2 , dihasilkan oleh kerja enzim tromboksan sintetase pada berbagai endoperoksidase siklik ini. Tromboksan A 2 adalah senyawa yang sangat aktif, tetapi tidak stabil yang mengalami penguraian menjadi tromboksan B 2 yang stabil dan inaktif. Tromboksan A 2 juga merupakan vasokonstriktor kuat yang akan mencegah pengeluaran darah lebih lanjut dari pembuluh yang rusak.42,43,45
3. Reaksi Pembebasan Pemajanan kolagen atau kerja thrombin menyebabkan sekresi isi granul trombosit yang meliputi ADP, serotonin, fibrinogen, enzim lisosom, βtromboglobulin dan faktor trombosit 4. Kolagen dan thrombin mengaktifkan sintesis prostaglandin trombosit. Terjadi pelepasan diasilgliserol (yang mengaktifkan fosforilasi protein melalui protein kinase C) dan inositol trifosfat (menyebabkan pelepasan ion kalsium intrasel) menyebabkan terbentuknya tromboksan A 2 .42,43 Agregasi
primer
melibatkan
perubahan
bentuk
trombosit
dan
disebabkan oleh kontraksi mikrotubulus. Gelombang agregasi trombosit sekunder melibatkan terutama pelepasan mediator-mediator kimiawi yang terdapat di dalam granula padat. Pelepasan ini melengkapi fungsi utama
Universitas Sumatera Utara
ketiga trombosit, yaitu reaksi pembebasan. Reaksi pembebasan diperkuat oleh peningkatan kalsium intrasel, yang semakin mengaktifkan dan meningkatkan pembebasan tromboksan A 2 . Tromboksan A 2 memperkuat agregasi trombosit serta mempunyai aktivitas vasokonstriksi yang kuat. Reaksi pelepasan dihambat oleh zat-zat yang meningkatkan kadar cAMP trombosit, salah satunya adalah prostasiklin (PGI 2 ) yang disintesis oleh sel endotel vascular. Prostasiklin merupakan inhibitor agregasi trombosit yang kuat dan mencegah deposisi trombosit pada endotel vaskular normal.43,44
4. Aktivitas Prokoagulan Trombosit Setelah agregasi trombosit dan reaksi pelepasan, fosfolipid membran yang terpajan (faktor trombosit 3) tersedia untuk 2 jenis reaksi dalam kaskade koagulasi. Kedua reaksi yang diperantarai fosfolipid ini bergantung pada ion kalsium. Reaksi pertama (tenase) melibatkan faktor IXa, VIIIa dan X dalam pembentukan faktor Xa. Reaksi kedua (protrombinase) menghasilkan pembentukan thrombin dari interaksi faktor Xa, Va dan protrombin. Permukaan fosfolipid membentuk cetakan yang ideal untuk konsentrasi dan orientasi protein-protein tersebut yang penting.43
5. Agregasi Trombosit Irreversibel Konsentrasi ADP yang tinggi, enzim yang dilepaskan selama reaksi pelepasan dan protein kontraktil trombosit menyebabkan fusi yang irreversible pada trombosit yang beragregasi pada lokasi cedera vascular. Trombin juga
Universitas Sumatera Utara
mendorong terjadinya fusi trombosit, dan pembentukan fibrin memperkuat stabilitas sumbat trombosit yang terbentuk. 43
2.5. Kerangka Konsep
DONOR
Sebelum Plateletpheresis
Ca++ Jumlah trombosit (Darah Lengkap)
Plateletpheresis
Sesudah Plateletpheresis
Ca++ Jumlah trombosit (Darah Lengkap)
Universitas Sumatera Utara