BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Dermatomikosis superfisial Dermatomikosis superfisial adalah infeksi jamur yang mengenai kulit,
kuku dan rambut, baik yang disebabkan oleh dermatofita maupun non dermatofita.1,2 Umumnya ini terbatas pada lapisan tanduk yang telah mati, tetapi dapat juga meluas tergantung pada penyebabnya dan derajat kerentanan host.1 Penyakit kulit infeksi jamur ini merupakan penyakit yang sering dijumpai di negara kita yang beriklim subtropis dan lembab. Sedangkan prevalensi infeksi jamur superfisial diseluruh dunia diperkirakan 20-25% dari populasi dunia6, dan merupakan salah satu bentuk infeksi kulit tersering.6,7 Secara umum penyakit infeksi jamur superfisial terbagi atas dermatofitosis dan non dermatofitosis. Berdasarkan lokasi anatomi tubuh yang dikenai, dermatofitosis terbagi lagi atas tinea kapitis,tinea barbae, tinea korporis, tinea kruris, tinea manus, tinea pedis, tinea unguium. Sedang yang non dermatofitosis terbagi lagi atas pitiriasis versikolor, piedra, tinea nigra palmaris, kandidiasis kutis. Diantara penyakit infeksi jamur superfisial ini, yang terbanyak frekwensinya dijumpai di Indonesia adalah dermatofitosis, pitiriasis versikolor dan kandidiasis kutis.1 2.2.1 Dermatofitosis Dermatofitosis adalah suatu infeksi jamur superfisial pada jaringan yang menngandung keratin seperti lapisan stratum korneum kulit, kuku dan rambut yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita . 1,2,7-9
5 Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya dermatofitosis pada kulit mempunyai morfologi yang khas yaitu kelainan yang berbatas tegas terdiri atas bermcam-macam efloresensi kulit dimana bagian tepinya lebih aktif daripada bagian tengahnya yang tampak seperti mengalami penyembuhan. Berat ringannya penyakit tergantung pada daya tahan tubuh penderita dan strain atau spesies dermatofita penyebab infeksi dermatofitosis.1 Epidemiologi Dermatofita
dapat berkembang pada suhu permukaan 25-28° C dan
infeksi pada kulit manusia dipengaruhi oleh kondisi yang hangat dan lembab. Oleh karena itu, infeksi jamur superfisial relatif sering di negara-negara tropis dan sering eksaserbasi. Selain itu frekuensi dermatomikosis lebih besar pada masyarakat dengan status sosial ekonomi nya rendah, lingkungan yang padat menyebabkan terjadinya kontak kulit ke kulit dan kontak dengan hewan, sedangkan kebersihan mungkin kurang optimal.6 Etiologi dan Patogenesis Terdapat sekitar 40 spesies yang berbeda dari dermatofita yang mempunyai kemampuan untuk mencerna keratin dan dibagi atas 3 genus yaitu : Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton.1,2,6-9 Hingga kini dikenal 40 spesies dermatofita, masing-masing 2 spesies Epidermophyton, 17 spesies Microsporum dan 21 spesies Trichophyton, namun tidak semuanya dapat menginfeksi manusia.1 Mayoritas jamur yang menginfeksi kulit disebabkan oleh lima atau enam spesies dermatofita, dimana Trichophyton rubrum adalah yang paling sering.6,8 Jamur dermatofita juga dapat dibedakan berdasarkan tempat dimana jamur biasanya ditemukan yaitu bersifat zoofilik bila dijumpai pada
6 Universitas Sumatera Utara
binatang, geofilik bila dijumpai pada tanah dan antropofilik bila dijumpai pada manusia. Pada umunya dermatofitosis yang ditimbulkan oleh spesies zoofilik dan geofilik menunjukkan tanda-tanda radang yang lebih berat, akan tetapi penyakitnya lebih mudah sembuh. Sebaliknya bila penyebabnya suatu spesies antropofilik, maka penyakitnya dapat berlangsung menahun dengan tanda-tanda radang yang relatif ringan, akan tetapi sukar disembuhkan.1 Dermatofita dapat bertahan hidup dari stratum korneum manusia, yang menyediakan sumber gizi bagi dermatofita dan untuk pertumbuhan miselia jamur.2,8 Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah yaitu perlekatan jamur ke keratinosit, penetrasi diantara sel, dan perkembangan respon imun pejamu.2,10 Pada saat perlekatan jamur superfisial harus tahan terhadap rintangan seperti sinar ultra violet, variasi temperatur dan kelembaban, kompetensi dengan flora normal, spingosin yang diproduksi oleh keratinosit yang merupakan fungistatik dan asam lemak yang dihasilkan kelenjar sebasea. Setelah melekat, spora tumbuh dan penetrasi ke stratum korneum lebih cepat daripada deskuamasi. Penetrasi ini dilakukan dengan adanya sekresi sejumlah enzim dari jamur yaitu proteinase, lipase, dan enzim musinolitik yang juga memberikan nutrisi kepada jamur. Kemudian tingkat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat. Deteksi kekebalan tubuh dan kemotaksis sel inflamasi dapat terjadi melalui beberapa mekanisme. Beberapa jamur menghasilkan faktor kemotaktik berat molekul rendah seperti yang dihasilkan oleh bakteri. Yang lainnya mengaktifkan komplemen melalui jalur alternatif, menghasilkan faktor-faktor kemotaktik yang berasal dari komplemen. Pembentukan antibodi tampaknya tidak menjadi pelindung terhadap infeksi dermatofita, sedangkan hipersensitivitas tipe
7 Universitas Sumatera Utara
lambat (Delayed-Type Hypersensitivity) berperan penting dalam memerangi dermatofitosis.2 Gambaran Klinis1,6 Berdasarkan lokasi, dermatofitosis terdiri atas: 1. Tinea kapitis Tinea kapitis merupakan dermatofitosis pada rambut kepala, penularannya dapat melalui binatang seperti anjing dan kucing dan dapat juga dari manusia ke manusia. Biasanya disebabkan oleh spesies dermatofita dari genus Trichophyton dan Microsporum, misalnya T.violaceum, T. mentagrophytes, T. tonsurans, M. canis, M. audonii dan M. ferrugineum. Kelainan dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-merahan, gatal dan sering disertai rambut rontok di tempat lesi tersebut. Kadang-kadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat yang disebut kerion. Dapat didiagnosis banding dengan alopesia areata, dermatitis seboroika dan psoriasis. 2. Tinea barbae Tinea barbae merupakan dermatofitosis pada daerah jenggot dan kumis laki-laki. Ruamnya berupa papul eritem, skuama dan dapat melebar ke pinggir dengan bentuk polisiklis dan biasanya unilateral. Dapat didiagnosis banding dengan bacterial folikulitis, dermatitis perioral, infeksi kandida dan dermatitis kontak akneiformis. 3. Tinea korporis Tinea korporis merupakan dermatofitosis pada kulit halus tidak berambut (glabrous skin) di daerah wajah, leher, lengan, badan dan bokong.
8 Universitas Sumatera Utara
Kelainan yang dilihat secara klinis merupakan lesi yang berbentuk bulat, lonjong atau polisiklis, berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama dengan vesikel dan papul di bagian tepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang dan terjadi penyembuhan, sementara di tepi lesi makin meluas ke perifer. Agen penyebab yang paling sering adalah dermatofita Trichophyton dan Microsporum. Didiagnosis banding dengan pitiriasis rosea, psoriasis vulgaris, dan eksema numular. 4. Tinea kruris Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum dan sekitar anus yang dapat meluas ke bokong dan perut bagian bawah. Gambaran klinisnya biasanya adalah lesi simetris di lipat paha kanan dan kiri, berupa bercak eritematosa dengan tepi lesi aktif, polisiklis, ditutupi oleh skuama. Bila penyakit ini menahun, lesi dapat berupa bercak hitam saja disertai sedikit sisik. Agen penyebab yang paling sering adalah E. floccosum, T. mentagrophytes dan T. rubrum. Didiagnosis banding dengan dermatitis seboroik, eritrasma, psoriasis inversa, kandidiasis intertriginosa, dan dermatitis kontak. 5. Tinea manus Tinea manus adalah dermatofitosis pada daerah dorsum, almar dan interdigital dari tangan. Bila terdapat pada daerah dorsum manus, gambarannya mirip dengan tinea korporis, sedang lesi pada telapak tangan adalah berupa hyperkeratosis yang kering dan berskuama. Biasanya unilateral meskipun kedua tangan dikenai. Semua bentuk yang tampak
9 Universitas Sumatera Utara
pada kaki dapat pula terjadi pada tangan. Didiagnosis banding dengan dermatitis kontak dan dishidrosis. 6. Tinea pedis Tinea pedis merupakan dermatofitosis pada kaki, terutama sela-sela jari dan telapak kaki. Infeksi ini sangat sering terjadi pada satu dari lima orang dewasa dan insidensinya meningkat seiring dengan usia. Agen penyebab yang sering adalah Trichophyton rubrum dan Trichophyton interdigitale. Gambaran klinis nya ada 4 bentuk yaitu: •
Tipe interdigital atau Tipe intertriginosa kronik, merupakan bentuk yang paling sering, ruam nya berupa skuama, erosi, dan eritem pada daerah interdigital dan subdigital kulit kaki, khususnya jari 3, 4 dan 5.
•
Tipe hiperkeratotik kronis, biasanya bilateral dengan skuama menyebar skala pada kulit yang tebal, telapak kaki, dan pada bagian lateral dan medial kaki, dikenal sebagai tinea pedis tipe moccasin. Tinea manum unilateral biasanya terjadi berhubungan dengan tinea pedis tipe hiperkeratotik, menyebabkan terjadinya sindrom 2 kaki 1 tangan.
•
Tipe vesikobulosa, biasanya disebabkan oleh T. mentagrophytes, dijumpai vesikel yang tegang, diameternya lebih besar dari 3 mm, vesikulopustul atau bula pada kulit telapak kaki yang tebal dan daerah periplantar.
•
Tipe ulseratif akut, berupa vesikulopustul dan ulserasi purulen yang luas pada permukaan plantar
10 Universitas Sumatera Utara
Tinea pedis dapat didiagnosis banding dengan infeksi bakteri pada sela jari kaki, infeksi kandida, pustular psoriasis, dermatitis kontak dan keratoderma idiopatik. 7. Tinea unguium (Onikomikosis, infeksi kuku) Tinea unguium adalah dermatofitosis pada kuku. Penyakit ini biasanya menyertai tinea pedis atau tiinea manus. Keluhan penderita adalah kuku menjadi rusak dan warnanya menjadi suram. Bergantung penyebabnya, destruksi kuku dapat dimulai dari distal, lateral ataupun keseluruhan. Bila disertai paronikia, sekitar kuku akan terasa nyeri dan gatal. Pada umumnya tinea unguium akan berlangsung kronik dan sukar penyembuhannya. Tinea unguium dibagi dalam 3 bentuk klinis, yaitu: 1. Bentuk subungual distalis Bentuk ini merupakan bentuk yang paling sering dijumpai. Kerusakan kuku dimulai dari bagian distal yang kemudian menjalar ke bagian proksimal kuku. Kuku berubah warnanya menjadi kuning kecoklatan. Di bawah kuku terbentuk sisa kuku yang rapuh dan menebal (hiperkeratosis subungual), sehingga lempeng kuku dapat terpisah dari dasar kuku. 2. Bentuk leukonikia trikofita Pada bentuk ini kuku bagian distal masih utuh, sedangkan bagian proksimal rusak. 3. Bentuk subungual proksimal
11 Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan Laboratorium Diagnosis klinis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan mikroskopis ataupun kultur. Meskipun pemeriksaan mikroskopis dapat memberikan bukti adanya infeksi jamur dalam beberapa menit, namun tidak dapat mengidentifikasi spesies jamurnya dan pada pemeriksaan mikroskopis juga bisa didapatkan hasil negatif palsu, dan kultur jamur harus dilakukan jika dicurigai adanya infeksi dermatofita secara klinis.2 Bahan untuk pemeriksaan dari kulit diambil dari kerokan kulit dengan menggunakan ujung pisau yang tumpul. Sedangkan bahan untuk pemeriksaan dari kuku diambil dari potongan kuku yang distrofik dan dipotong sedalam-dalamnya sehingga mengenai seluruh tebal kuku, dan bahan di bawah kuku diambil juga. Kemudian ditetesi larutan KOH 10%-20%. Sesudah dipanaskan dengan api bunsen, kemudian dilihat dibawah mikroskop.2,10 Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa (sebagai dua garis sejajar), bersepta dan bercabang; juga spora yang berderet.1 Pemeriksaan dengan kultur diperlukan untuk menyokong pemeriksaan mikroskopis langsung dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap paling baik saat ini adalah medium agar dekstrosa Sabouraud. Pada agar Sabouraud dapat ditambahkan antibiotik (kloramfenikol) saja atau ditambah pula klorheksimid. Kedua zat tersebut diperlukan untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan.1,2,8
12 Universitas Sumatera Utara
Diagnosis Diagnosis dermatofitosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, didukung dengan pemeriksaan laboratorium penunjang, yaitu pemeriksaan mikroskopis kerokan kulit dengan menggunakan larutan KOH 10-20% dan kultur untuk menentukan spesies jamur penyebab.1,2,9 2.2.2 Non Dermatofitosis 1. Kandidiasis Kandidiasis (atau kandidosis) mengacu pada berbagai kelompok infeksi yang disebabkan oleh Candida albicans atau anggota lain dari genus Candida. Organisme ini biasanya menginfeksi kulit, kuku, membran mukosa, dan saluran pencernaan, dan juga dapat menyebabkan penyakit sistemik.11 Sedangkan kandidiasis kutis adalah epidermomikosis yang terbatas pada kulit dan biasanya disertai peradangan. Kandidiasis kutis merupakan penyakit yang relatif sering dijumpai pada penderita dengan faktor predisposisi.1 Etiologi Genus Candida adalah kelompok heterogen yang terdiri dari kira-kira 200 spesies yeast.11 Candida albicans merupakan penyebab tersering kandidiasis kutis. Berdasarkan urutan kemampuan patogenesitasnya, spesies Candida yang penting adalah
C.albicans,
C.stellatoidea,
C.tropicalis,
C.parapsilosis,
C.kefyr,
C.guilliermondii, C.krusei. Dengan mempergunakan teknik deteksi DNA dapat ditentukan adanya perbedaan diantara spesies Candida ini.1 Candida albicans merupakan jamur dimorfik yang dapat berkembang di dalam beberapa bentuk morfologi yang berbeda yaitu yeast (blastospora), hifa dan pseudohifa, tergantung pada keadaan lingkungannya.1
13 Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor predisposisi terhadap infeksi Candida adalah11: 1. Faktor mekanik seperti trauma, kelembaban dan atau maserasi, pemakaian pakaian tertutup dan obesitas. 2. Faktor nutrisi seperti avitaminosis, defisiensi zat besi dan malnutrisi. 3. Perubahan fisiologis seperti usia tua dan kehamilan. 4. Penyakit sistemik seperti Diabetes Mellitus, hipotiroid dan lain-lain. 5. Defisiensi imun, mengkonsumsi obat-obatan seperti glukokortikoid, agenagen imunosupresif, kontrasepsi oral dan lain-lain. Patogenesis1 Jamur kandida merupakan organism komensal yang bersifat saprofit, sehingga terjadi penyakit tergantung pada interaksi antara patogenesitas jamur penyebab (kemampuan jamur tersebut untuk menyebabkan penyakit) dengan mekanisme pertahanan tubuh. Karena itu kandidiasis ini termasuk penyakit oportunistik yang dimungkinkan oleh menurunnya daya tahan tubuh. Berbagai faktor predisposisi memungkinkan terjadinya kolonisasi dan infeksi dari jamur kandida ini. Kandida menginfeksi stratum korneum dalam bentuk pseudohifa dan kemudian mengadakan penetrasi ke dalam tepat di bawah lapisan granular. Pseudohifa ini mengadakan invasi ke korneosit dan akan terjadi aktivasi dari komplemen yang akan menyebabkan terbentuknya vesikel dan pustul. Gambaran klinis1 Berdasarkan lokasi daerah yang terkena kandidiasis kutis dibagi atas: 1. Kandidiasis Intertriginosa (lokalisata)
14 Universitas Sumatera Utara
Kandidiasis intertriginosa adalah kandidiasis yang mengenai daerah lipatan kulit seperti ketiak, bagian bawah payudara, lipat paha, lipat bokong, sela jari tangan dan sela jari kaki, sekitar pusat dan lipatan leher. Lesi kulit khas berupa bercak kemerahan berbatas tegas, bersisik erosive sehingga lesi tampak membasah. Lesi tersebut dikelilingi oleh lesi satelit yang terdiri atas vesikel dan pustule miliar. Jika lesi satelit pecah, akan meninggalkan daerah yang erosif dan selanjutnya dapat berkembang menyerupai lesi primer. 2. Kandidiasis Generalisata Pada kandidiasis generalisata lesi kulit tersebar generalisata berupa vesikel atau pustule milier. Lesi terdapat pada kulit glabrosa dan sering disertai glossitis dan stomatitis. 3. Paronikia dan onikomikosis Paronikia adalah suatu reaksi peradangan yang mengenai lipatan kuku dan jaringan sekitar kuku. Lesi khas berupa kemerahan di bagian tepi kuku dan pangkal kuku dan terdapat sedikit pembengkakan kadangkadang disertai pus. Onikomikosis adalah infeksi jamur pada kuku baik yang disebabkan oleh dermatofita maupun nondermatofita. Onikomikosis yang disebabkan kandida secara klinis terdapat dalam 3 bentuk, yaitu: a. Bentuk paronikia Pada permulaan terjadi trauma fisik atau kimia pada kuku sehingga kutikula terpisah dari lempeng kuku. Hal ini akan memudahkan masuknya infeksi jamur. Kemudian kulit sekitar kuku bagian
15 Universitas Sumatera Utara
proksimal atau lateral akan menjadi edema dan eritema. Apabila daerah tersebut ditekan akan keluar cairan serosa yang banyak mengandung jamur. Lebih lanjut kuku akan rusak sehingga terlihat perubahan warna kuku menjadi kuning kecoklatan, kuku sedikit cembung, bergaris-garis, permukaannya kasar dan pudar. b. Bentuk onikolisis Lesi pertama kali timbul pada alur kuku bagian distal, selanjutnya terbentuk subungual hiperkeratotik sehingga lempeng kuku terpisah dari dasar kuku (onikolisis). c. Bentuk onikia Kelainan ini bisa terjadi sekunder dari bentuk paronikia atau bentuk onikolisis. Kelainan kuku disini berupa penebalan kuku dan perubahan warna kuku menjadi kecoklatan, tidak terjadi destruksi kuku. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan mikroskopis langsung dari spesimen dan isolasi yeast dalam kultur diperlukan untuk mendiagnosis infeksi. Pada infeksi kandidiasis superfisial, diagnosis dapat dibuat dengan pemeriksaan kerokan kulit dan mendapatkan ciri khas nya yaitu hifa atau pseudohifa. 11,12 Candida albicans dapat tumbuh pada media
agar
Sabouraud
dengan
penambahan
antibiotik
dan
biasanya
direkomendasikan untuk pemeriksaan kultur dan didapatkan pertumbuhan koloni yang berwarna keputihan dalam waktu 2 sampai 5 hari.11
16 Universitas Sumatera Utara
Diagnosis Kandidiasis kutis didiagnosis dengan adanya gambaran lesi kulit yang khas dan adanya lesi satelit vesikopustul. Diagnosis klinis harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan KOH dan kultur.11 Diagnosis Banding1 Berbagai penyakit kulit dapat menyerupai kandidiasis kutis sehingga harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding yaitu: -
Kandidiasis kutis lokalisata,
dengan eritrasma,
dermatofitosis,
dermatitis seboroik, psoriasis inversus dan sifilis stadium II. -
Kandidiasis kuku dengan tinea unguium, psoriasis kuku dan liken planus kuku.
2. Pitiriasis versikolor Pitiriasis versikolor adalah infeksi yang kronik, ringan, biasanya asimtomatik pada stratum korneum, yang disebabkan oleh jamur dimorfik Malassezia furfur atau Pityrosporum orbiculare/ P.ovale yang merupakan flora normal pada kulit. Sinonim dari pitiriasis versikolor adalah tinea versikolor, kromofitosis, dermatomikosis furfurasea, liver spots, tinea flava dan panu.1 Epidemiologi Pitiriasis versikolor dapat mengenai semua ras, menyerang hampir semua umur, terutama pada umur-umur remaja dan dewasa muda dan tidak ada perbedaan insiden antara pria dan wanita. Penyakit ini dapat tersebar luas di seluruh dunia terutama di daerah beriklim tropis. Pada daerah beriklim tropis termasuk Indonesia, penyakit ini sangat sering dijumpai. Penyakit ini banyak
17 Universitas Sumatera Utara
ditemukan pada daerah yang social ekonominya rendah dan ada hubungannya dengan hygiene perorangan yang buruk.1 Etiologi dan Patogenesis Pada kulit terdapat flora normal yang berhubungan dengan timbulnya pitiriasis versikolor yaitu Pityrosporum orbiculare yang berbentuk bulat atau Pityrosporum ovale yang berbentuk oval. Keduanya merupakan organism yang sama, dapat berubah sesuai dengan lingkungannya, misalnya suhu, media dan kelembaban.1 Faktor predisposisi menjadi patogen dapat berupa predisposisi endogen dan eksogen. Predisposisi endogen dapat disebabkan karena defisiensi imun sedangkan predisposisi eksogen disebabkan karena faktor suhu, kelembaban udara, dan keringat.1,11 Pada penyakit ini terjadi hipopigmentasi yang disebabkan oleh adanya asam azalea yang dihasilkan oleh Pityrosporum dari asam lemak dalam sebum, yang akan menghambat enzim tirosinase dan juga akan merusak struktur dari melanosit.1 Gambaran klinis Kelainan kulit pada pitiriasis versikolor sangat superfisial dan ditemukan terutama di badan. Lesi kulit berupa bercak kuning atau coklat pada orang berkulit terang dan berupa bercak putih (makula hipopigmentasi) pada orang berkulit gelap. Diatas lesi terdapat sisik-sisik halus.1
18 Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit dapat dilihat hifa pendek dan spora-spora bulat yang dapat berkelompok. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood, dapat dilihat fluoresensi lesi kulit berwarna kuning keemasan.1,11 Diagnosis Diagnosis
ditegakkan
berdasarkan
gambaran
klinis,
pemeriksaan
mikroskopis langsung dan pemeriksaan fluoresensi lesi kulit dengan lampu Wood.1,11 Diagnosis Banding Sebagai diagnosis banding dari pitiriasis versikolor adalah dermatitis seboroik, eritrasma, pitiriasis alba, morbus Hansen dan vitiligo.1
19 Universitas Sumatera Utara