II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Metode Problem Solving
Metode problem solving adalah sistem pembelajaran yang menuntut siswa belajar untuk memecahkan masalah baik secara individu maupun kelompok. Oleh karena itu dalam pembelajaran, siswa harus aktif agar dapat memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Pemecahan masalah atau problem solving adalah suatu langkah pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara siswa mencari kebenaran pengetahuan dan informasi tentang konsep, hukum, prinsip, kaidah, dan sejenisnya, mengadakan percobaan, bertanya secara tepat serta mencari jawaban masalah berdasarkan pemahaman konsep, prinsip dan kaidah yang telah dipelajari.
Djamarah dan Zain (2002:103) mengemukakan salah satu metode mengajar adalah metode problem solving. Metode problem solving atau sering disebut metode pemecahan masalah bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berfikir, sebab dalam metode problem solving harus mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: a. Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya. b. Mencari data atau keterangan yang digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya, berdiskusi, dan lain-lain. c. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dengan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua di atas
8
d. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan metode-metode lainnya seperti demonstrasi, tugas diskusi, dan lain-lain. e. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.
Pendapat di atas mengungkapkan bahwa pembelajaran dengan metode problem solving harus mengikuti langkah-langkah dari menentukan masalah apa yang ingin dipecahkan hingga pada tahap mencari kesimpulan agar siswa mampu memecahkan masalah. Dengan memecahkan masalah berarti siswa memperoleh sesuatu yang baru, yaitu pelajaran baru yang dihasilkan dari pemikiran siswa saat memecahkan masalah berdasarkan aturan-aturan yang pernah dipelajarinya. Nasution (1992 : 139) menyatakan, : “memecahkan masalah memerlukan pemikiran dengan menggunakan dan menghubungkan berbagai aturan-aturan yang telah kita kenal menurut kombinasi yang berlainan. Dalam memecahkan masalah sering harus dilalui berbagai langkah seperti mengenal setiap unsur dalam masalah itu, mencari aturan-aturan yang berkenaan dengan masalah itu dan dalam segala langkah perlu ia berpikir”.
Menurut Nasution (1992:170) mempelajari aturan perlu terutama untuk memecahkan masalah. Pemecahan masalah merupakan perluasan yang wajar dari belajar aturan. Dalam pemecahan masalah prosesnya terletak dalam diri siswa. Variabel dari luar hanya berupa instruksi verbal yang membantu atau membimbing siswa untuk memecahkan masalah itu. Memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses dimana siswa menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu yang digunakan untuk memecahkan masalah yang baru. Namun memecahkan masalah tidak sekedar menerapkan aturan-aturan yang diketahui, akan tetapi juga menghasilkan pelajaran baru.
9
Metode problem solving ini lebih baik dibandingkan dengan metode lain, seperti metode diskusi dan kerja kelompok, sebagaimana yang dikemukakakn oleh Djsastra (1985:26) yaitu : “Dalam praktek mengajar di kelas metode problem solving ini sebaiknya dipergunakan bersama-sama dengan metode diskusi dan metode proyek, tetapi yang jelas metode problem solving ini akan lebih produktif (lebih stabil) bila disatukan dengan metode diskusi”. Kelebihan dan kekurangan metode problem solving menurut Djamarah dan Zain (2002:104) adalah sebagai berikut. 1. Kelebihan metode problem solving a. metode ini dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan. b. Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil. c. Metode ini merangsang pengembangan kemampuan berfikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya, siswa banyak melakukan mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahannya. 2. Kekurangan metode problem solving a. menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berfikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan kemampuan dan keterampilan guru b. proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ini sering memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil waktu pelajaran lain
10
c. mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berfikir memecahkan permasalah sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.
B. Berfikir Kritis
Salah satu kecakapan hidup yang perlu dikembangkan melalui proses pendidikan adalah ketrampilan berpikir. Kemampuan seseorang untuk dapat berhasil dalam kehidupannya antara lain ditentukan oleh keterampilan berpikirnya, terutama dalam upaya memecahkan masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya. Mengajarkan keterampilan berpikir dan memadukannya dengan materi pembelajaran dapat membantu para siswa untuk menjadi pemikir yang kritis dan kreatif secara efektif. Menurut Ennis (1996:54): Critical thinking is reasonable, reflective thinking that is focused on deciding what to believe or do.
Menurut Halpen (dalam Achmad, 2007) berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran sehingga merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat keputusan.
11
Harjasujana (dalam Achmad, 2007) mengidentifikaasi lima perilaku yang sistematis dalam berpikir kritis. Perilaku tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: a. keterampilan menganalisis Keterampilan menganalisis merupakan suatu keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep global dengan cara menguraikan atau merinci globalitas tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan terperinci. Pertanyaan analisis, menghendaki agar siswa mengindentifikasi langkah-langkah logis yang digunakan dalam proses berpikir hingga sampai pada sudut kesimpulan. b. keterampilan mensintesis Keterampilan mensintesis adalah keterampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru. Pertanyaan sintesis menuntut siswa untuk menyatupadukan semua informasi yang diperoleh dari materi yang dipelajarinya. Pertanyaan sintesis ini memberi kesempatan untuk berpikir bebas terkontrol. c. keterampilan mengenal dan memecahkan masalah Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian baru. Keterampilan ini menuntut siswa untuk memahami konsep materi dengan kritis sehinga setelah kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokoknya, sehingga mampu mempola sebuah konsep. Tujuan keterampilan ini bertujuan agar siswa mampu memahami dan
12
menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan atau ruang lingkup baru. d. keterampilan menyimpulkan Keterampilan menyimpulkan ialah kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang dimilikinya, dapat beranjak mencapai pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang baru yang lain. Keterampilan ini menuntut siswa untuk mampu menguraikan dan memahami berbagai aspek secara bertahap agar sampai kepada suatu formula baru yaitu sebuah kesimpulan. Proses pemikiran manusia itu sendiri, dapat menempuh dua cara, yaitu: deduksi dan induksi. Jadi, kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir yang memberdayakan pengetahuannya sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau pengetahuan yang baru. e. keterampilan mengevaluasi atau menilai Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai menghendaki siswa agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu.
Penemuan indikator keterampilan berpikir kritis dapat diungkapkan melalui aspek-aspek perilaku yang diungkapkan dalam definisi berpikir kritis. Indikator keterampilan berpikir kritis dibagi menjadi 5 kelompok yaitu: (1) memberikan penjelasan sederhana, (2) membangun keterampilan dasar, (3) membuat inferensi, (4) membuat penjelasan lebih lanjut, dan (5) mengatur strategi dan taktik. Berdasarkan definisi tersebut, maka kemampuan berpikir kritis menurut Ennis (1996) terdiri atas duabelas komponen yaitu: (1) merumuskan masalah, (2) menganalisis argumen, (3) menanyakan dan menjawab pertanyaan, (4) menilai
13
kredibilitas sumber informasi, (5) melakukan observasi dan menilai laporan hasil observasi, (6) membuat deduksi dan menilai deduksi, (7) membuat induksi dan menilai induksi, (8) mengevaluasi, (9) mendefinisikan dan menilai definisi, (10) mengidentifikasi asumsi, (11) memutuskan dan melaksanakan, (12) berinteraksi dengan orang lain.
C. Penguasaan Konsep
Menurut Sofyani (2008) penguasaan konsep dapat diperoleh melalui pembelajaran melalui penggunaan media pembelajaran yang sesuai. Karakteristik media sangat berpengaruh terhadap hasil yang akan dicapai pada akhir pembelajaran. Konsep merupakan salah satu pengetahuan awal yang harus dimiliki siswa karena konsep merupakan dasar dalam merumuskan prinsip-prinsip. Penguasaan konsep yang baik akan membantu pemakaian konsep-konsep yang lebih kompleks. Penguasaan konsep merupakan dasar dari penguasaan prinsip-prinsip teori, artinya untuk dapat menguasai prinsip dan teori harus dikuasai terlebih dahulu konsep-konsep yang menyusun prinsip dan teori yang bersangkutan. Untuk mengetahui sejauh mana penguasaan konsep dan keberhasilan siswa, maka diperlukan tes formatif.
Menurut Bukhori (dalam Arikunto, 1993) Tes ialah suatu percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu pada seorang murid atau kelompok murid.
Penguasaan konsep juga merupakan suatu upaya ke arah pemahaman siswa untuk memahami hal-hal lain di luar pengetahuan sebelumnya. Jadi, siswa di tuntut untuk menguasai materi-materi pelajaran selanjutnya.
14
Menurut Dahar (dalam Yulfiza, 2007 ) konsep adalah suatu abstraksi yang memiliki suatu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, hubungan-hubungan yang mempuyai atribut yang sama.
Setiap konsep tidak berdiri sendiri melainkan berhubungan satu sama lain, oleh karena itu siswa dituntut tidak hanya menghafal konsep saja, tetapi hendaknya memperhatikan hubungan antara satu konsep dengan konsep yang lainnya. Piaget dalam (Dimyati dan Madjiono, 2002) menyatakan bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang.
Posner (dalam Suparno, 1997) menyatakan bahwa dalam proses belajar terdapat dua tahap perubahan konsep yaitu tahap asimilasi dan akomodasi. Pada tahap asimilasi, siswa menggunakan konsep-konsep yang telah mereka miliki untuk berhadapan dengan fenomena yang baru. Pada tahap akomodasi, siswa mengubah konsepnya yang tidak cocok lagi dengan fenomena baru yang mereka hadapi.
Guru sebagai pengajar harus memiliki kemampuan untuk menciptakan kondisi yang kondusif agara siswa dapat menemukan dan memahami konsep yang diajarkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Toulmin (dalam Suparno, 1997) yang menyatakan bahwa bagian terpenting dari pemahaman siswa adalah perkembangan konsep secara evolutif. Dengan terciptanya kondisi yang kondusif, siswa dapat menguasai konsep yang disampaikan guru. Penguasaan konsep adalah kemampuan siswa menguasai materi pelajaran yang diberikan.
Untuk mengetahui sejauh mana penguasaan konsep dan keberhasilan siswa terhadap materi yang diajarkan diperlukan tes hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk tes ulangan. Tes ulangan dapat di dipandang sebagai tes diagnotik pada akhir pelajaran. Tes ini diberikan pada setiap akhir siklus dengan manfaat untuk
15
mengetahui siswa apakah sudah menguasai konsep pada suatu siklus secara menyeluruh.
D. LKS (Lembar Kerja Siswa)
LKS merupakan alat bantu untuk menyampaikan pesan kepada siswa yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Secara umum LKS merupakan perangkat pembelajaran sebagai pelengkap atau sarana pendukung pelaksanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Lembar kerja siswa berupa lembaran kertas yang berupa informasi maupun soal-soal (pertanyaan-pertanyaan) yang harus dijawab oleh siswa. Dengan dipergunakannya LKS dalam proses pembelajaran akan memudahkan guru untuk menyampaikan materi pelajaran dan mengefektifkan waktu, serta akan menimbulkan interaksi antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran. Menurut Sriyono (1992 : 11): Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah salah satu bentuk program yang berlandaskan atas tugas yang harus diselesaikan dan berfungsi sebagai alat untuk mengalihkan pengetahuan dan keterampilan sehingga mampu mempercepat tumbuhnya minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Dahar R.W (dalam Septiekosari, 2009) mengungkapkan bahwa “Lembar Kerja Siswa” (LKS) adalah lembar kerja yang berisikan informasi dan interaksi dari guru kepada siswa agar dapat mengerjakan sendiri suatu aktifitas belajar, melalui praktek atau penerapan hasil-hasil belajar untuk mencapai tujuan Intruksional” (perintah).
Dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah merupakan salah satu media pembelajaran yakni media cetak dengan tujuan mengaktifkan siswa, memungkinkan siswa dapat belajar sendiri menurut kemampuan dan minatnya merangsang kegiatan belajar dan juga merupakan variasi pengajaran agar siswa tidak menjadi bosan.
16
Menurut Suyitno (dalam Anonim, 2007) tujuan penggunaan LKS dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut. 1. Memberi pengetahuan, sikap dan keterampilan yang perlu dimiliki oleh siswa. 2. Memeriksa tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah disajikan. 3. Mengembangkan dan menerapkan materi pelajaran yang sulit disampaikan secara lisan.
Manfaat yang diperoleh dengan penggunaan LKS dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut: 1. Mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran. 2. Membantu siswa dalam mengembangkan konsep. 3. Melatih siswa dalam menemukan dan mengembangkan keterampilan proses. 4.
Sebagai pedoman guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran.
5. Membantu siswa memperoleh catatan tentang materi yang dipelajari melalui kegiatan belajar. Membantu peserta didik untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis.
Pada proses belajar mengajar, LKS digunakan sebagai sarana pembelajaran untuk menuntun siswa dalam menemukan konsep dari suatu materi pokok atau submateri pokok mata pelajaran kimia yang sedang disajikan. Melalui LKS siswa harus mengemukakan pendapat dan mampu mengambil kesimpulan. Dalam hal ini LKS merupakan salah satu media pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam belajar.
17
E. Koloid
1. Pengertian koloid Berdasarkan komposisi penyusunnya, zat dapat dikelompokkan menjadi zat murni (unsur dan senyawa) dan campuran. Campuran dapat dikelompokkan berdasarkan fase yang terbentuk menjadi campuran homogen (larutan) dan campuran heterogen. Sistem koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak antara larutan dan suspensi. Sistem koloid ini mempunyai sifat-sifat khas yang berbeda dari sifat larutan ataupun koloid. Keadaan koloid bukan ciri dari zat tertentu karena semua zat, baik padat, cair maupun gas, dapat dibuat dalam keadaan koloid. Perbandingan sifat antara larutan, koloid, dan suspensi dapat disimpulkan dalam tabel 2.1 berikut ini : Tabel 1. Perbandingan sifat larutan , koloid, dan suspensi Larutan Contoh : larutan gula dalam air 1) Homogen, tidak dapat dibedakan walaupun menggunakan mikroskop ultra 2) Ukuran partikel kurang dari 1 nm (109m). 3) Satu fase 4) Stabil 5) Tidak dapat disaring
Koloid Contoh : campuran susu dengan air 1) Secara mikroskopis bersifat homogen tetapi heterogen jika diamati dengan mikroskop ultra 2) Ukuran partikel 1-100 nm 3) Dua fase 4) Pada umumnya stabil 5) Tidak dapat disaring kecuali dengan penyaring ultra
Suspensi Contoh : campuran tepung terigu dengan air 1) Heterogen
2) Ukuran partikel lebih besar dari 100 nm 3) Dua fase 4) Tidak stabil 5) Dapat disaring
2. Jenis-jenis koloid Dalam larutan sejati kita sudah mengenal komponen-komponen di dalamnya. Fase zat terlarut di dalam larutan disebut zat terlarut (solute) dan fase zat yang melarutkan disebut pelarut (solvent). Akan tetapi, pada sistem koloid, fase zat
18
terlarut disebut fase terdispersi dan fase zat pelarut disebut medium pendispersi. Penggolongan suatu sistem koloid didasarkan pada jenis fase terdispersi dan fase pendispersinya. Berdasarkan penggolongan tersebut terdapat 8 jenis koloid yang tercantum pada Tabel 2.2. Tabel 2. Jenis-jenis koloid No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Fase Terdispersi Padat Padat Padat Cair Cair Cair Gas Gas
Fase Pendispersi Gas Cair Padat Gas Cair Padat Cair Padat
Nama Koloid Aerosol Sol cair Sol padat Aerosol Emulsi Emulsi padat Buih Buih padat
Contoh Asap (smoke), debu di udara Tinta, cat, sol belerang Intan hitam, perunggu Kabut, awan Susu, santan, minyak ikan Keju, mentega, jelly Buih sabun, krim kocok Karet busa, batu apung
3. Sifat-sifat koloid a. efek Tyndall Susunan partikel dalam koloid menyebabkan berkas sinar akan dihamburkan oleh partikel-partikel koloid. Jika berkas sinar tersebut dilewatkan melalui larutan, seluruh berkas sinar tidak tertahan. Jika berkas sinar dilewatkan melalui suspensi, partikel-partikel akan menahan berkas sinar-sinar tersebut. Gejala penghamburan sinar oleh partikel koloid disebut efek Tyndall. Istilah tersebut merupakan penghargaan kepada John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris yang berhasil menemukan fenomena tersebut. Efek Tyndall dapat digunakan untuk membedakan antara larutan, koloid, dan suspensi. Dalam kehidupan sehari-hari, peristiwa efek Tyndall antara lain sorot lampu mobil pada malam yang berkabut, sorot lampu proyektor dalam gedung bioskop yang
19
berasap/berdebu, dan berkas sinar melalui celah daun pohon-pohon pada pagi hari yang berkabut. b. gerak Brown Jika diamati dengan mikroskop ultra, di mana arah cahaya tegak lurus dengan sumbu mikroskop, akan terlihat partikel koloid senantiasa bergerak terus-menerus dengan gerak patah-patah (zig-zag). Gerak zig-zag partikel koloid ini disebut gerak Brown, sesuai dengan nama penemunya seorang ahli biologi Robert Brown berkebangsaan Inggris. Gerak Brown merupakan salah satu faktor yang menstabilkan koloid. c. adsorpsi Sifat lain yang dimiliki partikel koloid adalah adsorpsi, yaitu penyerapan partikel oleh permukaan zat. Hal itu dapat terjadi karena permukaan koloid mempunyai luas permukaan yang besar. Sifat adsorpsi partikelpartikel koloid tersebut dapat dimanfaatkan antara lain : pemutihan gula pasir, pewarnaan tekstil, dan penjernihan air. d. dialisis Pada pembuatan suatu koloid, sering kali terdapat ion-ion yang dapat mengganggu kestabilan koloid tersebut. Ion-ion pengganggu ini dapat dihilangkan dengan suatu proses yang disebut dialisis. Dalam proses ini, sistem koloid dimasukkan ke dalam suatu kantong koloid, lalu kantong koloid itu dimasukkan dalam bejana yang berisi air mengalir. Kantong koloid terbuat dari selaput membransemipermeabel, yaitu selaput yang dapat melewatkan partikel-partikel kecil, seperti ion-ion atau molekul sederhana, tetapi menahan koloid. Dengan demikian, ion-ion keluar dari kantong dan hanyut bersama air.
20
e. koagulasi Koagulasi adalah proses penggumapalan dan pengendapan partikelpartikel koloid. Koloid distabilkan oleh muatannya. Apabila muatan koloid dilucuti maka kestabilan akan berkurang dan akan menyebabkan koagulasi atau penggumpalan. Koagulasi koloid disebabkan oleh penambahan elektrolit. Ion yang bermuatan lebih besar lebih efektif dalam menggumpalkan koloid. f. elektroforesis Elektroforesis adalah pergerakan partikel-partikel koloid dalam medan listrik. Alat yang digunakan untuk mengetahui muatan listrik adalah sel elektroforesis. Pada saat kedua elektroda dimasukkan ke dalam sistem koloid, partikel yang bermuatan negatif akan menuju elektroda positif (anoda) dan partikel koloid yang bermuatan positif akan menuju elektroda negatif (katoda). g. koloid lofob dan liofil Koloid yang medium pendispersinya cair dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu koloid liofil dan koloid liofob. Koloid liofil adalah koloid yang medium pendispersinya suka kepada zat terdispersi sehingga memiliki gaya tarik menarik yang kuat. Koloid liofob adalah koloid yang medium pendispersinya tidak suka kepada zat terdispersi.
4. Penggunaan sistem koloid a. bidang industri Pengetahuan tentang koloid diperlukan dalam industri cat, keramik, kertas, film foto, lem, tinta, dan semen. Umumnya, produk industri untuk
21
kebutuhan manusia dibuat dalam bentuk koloid. Hal ini karena koloid mempunyai bentuk yang umumnya stabil. b. kosmetik Bahan-bahan kosmetik umumnya dibuat dalam wujud koloid. Hal ini disebabkan karena koloid mudah dibersihkan dan tidak merusak kulit dan rambut. Macam-macam jenis kosmetik adalah sebagai berikut: (1) bahan kosmetik berbentuk aeroseol, misalnya parfum, deodorant spray, dan penghilang bau mulut. (2) Bahan kosmetik berbentuk sol, misalnya krim pembersih muka dan kulit, cairan masker, dan cat kuku. (3) Bahan kosmetik berbentuk gel, misalnya deodorant stick dan minyak rambut. (4) Bahan kosmetik berbentuk sol padat, misalnya pemerah bibir, pensil alis, dan maskara. c. makanan Makanan umumnya dibuat dalam bentuk koloid, sepersi aerosol padat (tahu dan tempe), sol padat (sosis dan bumbu masak), dan emulsi (susu kental manis). Makanan yang dibuat koloid menjadi lebih menarik, beraroma, dan memiliki cita rasa dan lezat.
5. Pembuatan koloid a. cara kondensasi Pada cara ini, partikel-partikel halus di dalam larutan sejati diubah menjadi partikel yang lebih besar, yaitu partikel koloid. Dengan kata lain, cara kondensasi berarti mengubah larutan sejati menjadi koloid. Cara ini
22
merupakan cara kimia, seperti reaksi redoks, reaksi hidrolisis, dekomposisi rangkap, dan penggantian pelarut. b. cara dispersi Cara dispersi berarti partikel kasar dihaluskan menjadi partikel koloid. Dengan kata lain, cara dispersi adalah penghalusan partikel kasar (suspensi) menjadi partikel halus (koloid). Cara ini merupakan cara fisika, seperti cara mekanik, cara peptidasi, cara busur Bredig, dan cara ultrasonik.