BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Lembaga Keuangan Mikro 2.1.1.1 Pengertian Lembaga Keuangan Mikro Menurut Bank Indonesia (2006), lembaga keuangan mikro (LKM) dalam pengertian yang umum dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok: (1) LKM berbentuk bank, yaitu BPR dan Unit Mikro dari Bank Umum; (2) LKM berbentuk koperasi, yaitu KSP, USP, KJKS, UJKS; serta (3) LKM Bukan Bank Bukan Koperasi (LKM B3K) seperti BKD dan LPKD yang tidak memenuhi syarat dalam UU Perbankan, Baitul Maal wat Tamwil (BMT), dan Koperasi Kredit yang tidak memiliki izin pendirian koperasi, dan sebagainya. LKM B3K selanjutnya dikenal sebagai LKM Informal. Asian Development Bank (ADB) mendefinisikan lembaga keuangan mikro sebagai lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan (deposit), kredit atau pembiayaan (loan/financing), pembayaran berbagai transaksi jasa (payment services) serta money transfer yang ditujukan bagi masyarakat miskin atau pengusaha kecil. Dengan demikian LKM memiliki fungsi sebagai lembaga jasa keuangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah serta usaha mikro (Wijaya, 2007:32). Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro mendefinisikan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan
Universitas Sumatera Utara
usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan. Menurut Peraturan Otoritas jasa keuangan Nomor /POJK.05/2014 Tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Mikro bahwa Lembaga Keuangan Mikro yang selanjutnya disingkat LKM adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan. Lembaga keuangan dalam sistem perbankan adalah lembaga keuangan yang menurut Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 1, “adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak.” Sedangkan lembaga keuangan bukan bank adalah lembaga keuangan selain bank yang dalam kegiatannya tidak diperkenankan menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan, yang meliputi perusahaan asuransi, dana pensiun, pasar modal, leasing, modal ventura, pegadaian, serta perusahaan pembiayaan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Mandala Manurung dan Prathama Rahardja (2004:124) menyatakan bahwa “LKM adalah lembaga keuangan yang memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat berpenghasilan rendah dan miskin serta para pengusaha kecil.” Sementara itu menurut ahli lain, “LKM didefinisikan sebagai penyedia jasa keuangan bagi pengusaha kecil dan mikro serta berfungsi sebagai alat pembangunan bagi masyarakat perdesaan” (Soetanto Hadinoto, 2005:72). Menurut Direktorat Pembiayaan (Deptan), (2004) dalam Ashari (2006:148) bahwa “LKM dikembangkan berdasarkan semangat untuk membantu dan memfasilitasi masyarakat miskin baik untuk kegiatan konsumtif maupun produktif keluarga miskin tersebut.” Keuangan mikro, termasuk lembaganya, adalah sebuah konsep yang berangkat
dari
pengalaman
riil
masyarakat
miskin
dalam
memenuhi
kebutuhannya. Oleh karena itu, lembaga keuangan mikro memiliki karakteristik khusus yang sesuai dengan segmen sasarannya, yaitu: 1) Terdiri dari berbagai bentuk pelayanan keuangan, terutama simpan dan pinjam, 2) Diarahkan untuk melayani masyarakat berpenghasilan rendah, dan 3) Menggunakan sistem serta prosedur yang sederhana (Ginanjar, 2003, Hal.26). Sedangkan pengertian umum LKM adalah lembaga keuangan penyedia jasa keuangan mikro (Salam, 2008:9). Walaupun terdapat banyak definisi LKM, terdapat tiga elemen penting dari berbagai definisi tersebut, yaitu: 1. Menyediakan beragam jenis pelayanan keuangan. Keuangan mikro dalam pengalaman masyarakat tradisional Indonesia seperti
lumbung
desa,
lumbung
pitih
nagari
dan
sebagainya
Universitas Sumatera Utara
menyediakan pelayanan keuangan
yang
beragam seperti tabungan,
pinjaman, pembayaran, deposito maupun asuransi. 2. Melayani rakyat miskin. Keuangan mikro hidup dan berkembang pada awalnya memang untuk melayani rakyat yang terpinggirkan oleh sistem keuangan formal yang ada sehingga memiliki karakteristik konstituen yang khas. 3. Menggunakan prosedur dan mekanisme yang kontekstual dan fleksibel. Hal ini merupakan konsekuensi dari kelompok masyarakat yang dilayani, sehingga
prosedur
dan
mekanisme
yang
dikembangkan
untuk
keuangan mikro akan selalu kontekstual dan fleksibel. 2.1.1.2 Fungsi Lembaga Keuangan Mikro LKM mempunyai fungsi sebagai motor penggerak untuk menumbuhkan potensi masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan, artinya BKM/LKM harus membangun modal sosial. LKM berfungsi memberikan dukungan modal bagi pengusaha UKM terutama bagi masyarakat desa untuk meningkatkan usahanya. Mengingat masyarakat desa tidak mempunyai dana dari lembaga-lembaga keuangan besar seperti bank dan perusahaan leasing, maka LKM merupakan satu pilihan yang lebih baik dibanding mencari dana dari lembaga keuangan informal, yaitu rentenir dan ijon, yang mengenakan beban bunga yang sangat tinggi. LKM berfungsi sebagai lembaga keuangan yang dapat mengatasi ketidakmampuan mereka mengakses lembaga keuangan lain (perbankan) misalnya koperasi. Lembaga keuangan seperti Koperasi Simpan Pinjam (KSP)/Usaha Simpan Pinjam (USP) akan memudahkan kebutuhan pembiayaan
Universitas Sumatera Utara
usaha mereka. Selain itu, dalam wadah koperasi (KSP atau USP), para pengusaha mikro/kecil itu dapat saling menukar informasi dan pengalaman serta membangun sinergi. Jadi, peran LKM yang didukung dengan kemudahan akses, prosedur, dan kedekatan terhadap masyarakat akan membantu keberdayaan kelompok miskin terutama untuk meningkatkan produktivitasnya melalui usaha kecil yang mereka jalankan agar tidak terus menerus bergantung pada kemampuan orang lain atau dirinya sendiri yang amat terbatas serta dapat meningkatkan taraf hidupnya. 2.1.1.3 Bentuk-Bentuk Lembaga Keuangan Mikro LKM di Indonesia sangat beraneka ragam dan umumnya beroperasi di perdesaan. Menurut Wijono (2005) seperti yang dikutip oleh Ashari (2006:148) membagi LKM menjadi tiga bentuk, yaitu: 1. Lembaga formal seperti bank desa dan koperasi, 2. Lembaga semi formal misalnya organisasi nonpemerintah, dan 3. Sumber-sumber informal, misalnya pelepas uang. Sedangkan menurut Usman, Suharyo, Sulaksono, Mawardi, Toyamah, dan Akhmadi (2004) sebagaimana dikutip oleh Ashari (2006:148) membagi LKM di Indonesia menjadi 4 golongan besar, yaitu: 1. LKM formal, baik bank maupun nonbank; 2. LKM non formal, baik berbadan hukum ataupun tidak; 3. LKM yang dibentuk melalui program pemerintah; 4. LKM informal seperti rentenir ataupun arisan.
Universitas Sumatera Utara
Sementara itu, Soetanto Hadinoto (2005:71), mengemukakan bahwa: Secara umum, LKM di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu bersifat formal dan informal. LKM formal terdiri dari bank dan nonbank. LKM formal bank di antaranya Badan Kredit Desa (BKD), Bank Perkreditan Rakyat (BPR), BNI, Mandiri Unit Mikro, Danamon Simpan Pinjam (DSP), dan BRI Unit. Sementara LKM formal nonbank mencakup Lembaga Dana dan Kredit Perdesaan (LDKP), koperasi (Koperasi Simpan Pinjam/KSP dan Koperasi Unit Desa/KUD), dan pegadaian. Adapun LKM informal terdiri dari berbagai kelompok dan Lembaga Swadaya Masyarakat (KSM dan LSM), Baitul Mal Wat Tamwil (BMT), Lembaga Ekonomi Produktif Masyarakat Mandiri (LEPM), Unit Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UEDSP) serta berbagai bentuk kelompok lainnya. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, disimpulkan bahwa bentuk LKM dibedakan menjadi dua,
yaitu formal dan informal. Perbedaan
mendasar kedua LKM tersebut karena LKM formal memiliki badan hukum, sementara LKM informal berasal dari pribadi atau kelompok yang tidak berbadan
hukum. LKM formal terdiri dari bank yaitu BPR dan bank-bank
konvesional yang khusus menangani kredit usaha seperti Mandiri Unit Mikro, Danamon Simpan Pinjam, BRI unit, dan lain-lain, serta bukan bank seperti koperasi. Sedangkan LKM informal di antaranya adalah LSM, rentenir, dan arisan. 2.1.1.4 Hambatan Lembaga Keuangan Mikro Menurut Soetanto Hadinoto (2005:80) permasalahan LKM dibedakan menjadi internal dan eksternal. Dia menyatakan “yang bersifat internal meliputi keterbatasan sumber daya manusia, manajemen yang belum efektif sehingga kurang efisien, serta keterbatasan modal. Sementara faktor yang bersifat eksternal meliputi kemampuan monitoring yang belum efektif, pengalaman yang lemah, serta infrastruktur yang kurang mendukung.”
Universitas Sumatera Utara
Ashari (2006:154) juga menyatakan “perkembangan
LKM
masih
dihadapkan pada berbagai kendala baik yang bersifat internal maupun eksternal.” Berikut ini penjelasan dari kendala internal maupun eksternal LKM adalah sebagai berikut: 1) Permasalahan internal. Permasalahan internal yang dihadapi LKM adalah aspek operasional yang menyangkut kemampuan LKM dalam menghimpun dana. Sebagian besar LKM masih terbatas kemampuannya karena masih tergantung kepada jumlah anggota/nasabah serta besaran modal sendiri. Kemampuan SDM LKM dalam mengelola usaha sebagian besar juga masih terbatas, sehingga dalam jangka panjang akan mempengaruhi perkembangan LKM, bahkan bisa menjadi faktor penghambat yang cukup serius. 2) Permasalahan eksternal. Permasalahan eksternal yang dihadapi LKM adalah aspek kelembagaan. Aspek ini mengakibatkan bentuk LKM yang beraneka ragam. BRI Udes dan BPR adalah bentuk LKM yang secara kelembagaan lebih jelas karena mengacu pada ketentuan perbankan dengan pembinaan dari Bank Indonesia. LKM jenis ini lebih terarah dan terjamin kepercayaannya karena bagian dari kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan berhak mendapatkan fasilitas dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sementara itu, pada LKM yang berbentuk koperasi simpan pinjam atau unit simpan pinjam, segala ketentuan operasional dan arah pengembangannya mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian KUMK. Bahkan untuk
Universitas Sumatera Utara
LKM lain seperti BKD, LDKP, Credit Union, maupun lembaga non pemerintah lainnya, tidak jelas kelembagaannya dan pembinanya. Padahal, jika dilihat dari fungsi LKM sebenarnya tidak berbeda dengan lembaga formal yaitu sebagai lembaga intermediasi keuangan. Kondisi kelembagaan yang beragam dan tidak jelas tersebut, akan dapat mempersulit pengembangan LKM di masa mendatang. Pendapat yang telah dikemukakan oleh Soetanto Hadinoto dan Ashari tersebut memiliki persamaan yang mendasar mengenai permasalahan LKM yaitu faktor modal yang terbatas dan SDM yang rendah dalam manajemen sebagai masalah internal serta faktor kelembagaan atau infrastruktur yang belum mendukung sebagai masalah eksternal. Dari jumlah UKM sebesar 42 jutaan, ternyata yang menikmati akses permodalan dari lembaga keuangan, baik perbankan maupun LKM hanya 22,14% (Wijono, 2005: Ashari, 2006:154). Berdasarkan pendapat tersebut, artinya lebih dari 75% UKM masih mengandalkan sumber pembiayaan dari modal sendiri sehingga usaha yang dijalankan bisa berada dalam tingkat under capacity. Permasalahan-permasalahan tersebut mengakibatkan aktivitas pembiayaan yang dilakukan oleh LKM terhadap UKM belum berjalan secara optimal. Kondisi inilah yang mengakibatkan pelayanan LKM terhadap usaha mikro masih belum mampu menjangkau secara luas terutama di wilayah perdesaan, padahal pengembangan LKM secara luas akan sangat penting peranannya dalam membantu investasi bagi usaha mikro dan kecil.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Pembangunan Ekonomi 2.1.2.1 Pengertian Pembangunan Ekonomi Menurut Adam Smith pembangunan ekonomi merupakan proses perpaduan antara pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi (Suryana, 2000:55). Pembangunan sebagai suatu proses multidimensional yang menyangkut perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, kelembagaan nasional
maupun
percepatan
pertumbuhan
ekonomi,
pengurangan
ketidakmerataan dan penghapusan dari kemiskinan mutlak. Pembangunan ekonomi menurut Irawan (2002: 5) adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil perkapita. Meier (dalam Adisasmita, 2005: 205) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai proses kenaikan pendapatan riil perkapita dalam suatu jangka waktu yang panjang. Pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu perubahan yang terjadi secara terus-menerus melalui serangkaian kombinasi proses demi mencapai sesuatu yang lebih baik yaitu adanya peningkatan pendapatan perkapita yang terus menerus berlangsung dalam jangka panjang. Menurut Schumpeter (dalam Suryana, 2000:5), pembangunan ekonomi bukan merupakan proses yang harmonis atau gradual, tetapi merupakan perubahan yang spontan dan tidak terputus-putus. Pembangunan ekonomi
Universitas Sumatera Utara
disebabkan oleh perubahan terutama dalam lapangan industri dan perdagangan. Pembangunan ekonomi berkaitan dengan pendapatan perkapita dan pendapatan nasional. Pendapatan perkapita yaitu pendapatan rata-rata penduduk suatu daerah sedangkan pendapatan nasional merupakan nilai produksi barang-barang dan jasajasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam masa satu tahun. Pertambahan pendapatan nasional dan pendapatan perkapita dari masa ke masa dapat digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi dan juga perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Dalam pengertian pembangunan ekonomi yang dijadikan pedoman adalah sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Sementara itu pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan idiologis yang diperlukannya. Definisi ini mempunyai 3 (tiga) komponen: pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat.
Universitas Sumatera Utara
Dengan bahasa lain, Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output dalam jangka panjang. Pengertian tersebut mencakup tiga aspek, yaitu proses, output perkapita, dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses, bukan gambaran ekonomi atau hasil pada saat itu. Pertumbuhan ekonomi juga berkaitan dengan kenaikan ”output perkapita”. Kemudian aspek yang ketiga adalah pertumbuhan ekonomi dalam perspektif jangka panjang, yaitu apabila selama jangka waktu yang cukup panjang tersebut output perkapita menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Pembangunan ekonomi perdesaan adalah suatu proses kerja antara pemerintah daerah dengan masyarakatnya dalam mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara Pemerintah Daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 2008:108). Adisasmita (2005:68) menjelaskan bahwa pembangunan ekonomi wilayah (regional) merupakan fungsi dari potensi sumber daya alam, tenaga kerja dan sumber daya manusia, investasi modal, sarana dan prasarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, situasi ekonomi, dan perdagangan
antar
wilayah,
kemampuan
pendanaan
dan
pembiayaan
pembangunan daerah, kewirausahaan, kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas. Menurut pemikiran ekonomi klasik, bahwa pembangunan ekonomi di daerah yang kaya sumber daya alam akan lebih maju dan masyarakatnya lebih
Universitas Sumatera Utara
makmur dibandingkan di daerah yang miskin sumber daya alam. Hingga tingkat tertentu, anggapan ini masih bisa dibenarkan, dalam artian sumber daya alam harus dilihat sebagai modal awal untuk pembangunan yang selanjutnya harus terus dikembangkan. Untuk itu diperlukan faktor-faktor lain, di antaranya yang sangat penting adalah teknologi dan sumber daya manusia. 2.1.2.2 Indikator Pembangunan Ekonomi 2.1.2.2.1 Pendapatan Perkapita Tujuan akhir pembangunan dan kebijakan yang ingin dicapai oleh suatu Negara atau daerah adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat. Secara sederhana kebijakan tersebut bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, dalam istilah ilmu ekonomi disebut sebagai pendapatan nasional atau daerah. Kesejateraan masyarakat dapat pula diukur dengan cara membagi pendapatan nasional dengan jumlah penduduk yang ada. Hasil bagi ini disebut sebagai pendapatan perkapita atau pendapatan tiap orang. Semakin tinggi pendapatan perkapita suatu Negara tertentu semakin tiggi pula kesejahteraan masyarakatnya dan sebaliknya (Amra Ausri, 2007: 41). Sadono Sukirno (2004:28) mengatakan bahwa pendapatan nasional adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan sesuatu Negara dalam suatu tahun tertentu. pendapatan nasional pada harga berlaku adalah pendapatan Negara yang dihitung menurut harga-harga pada tahun yang produksi nasionalnya dihitung. Sedangkan pendapatan perkapita adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu Negara pada suatu periode tertentu, yang biasanya satu tahun. Pendapatan
Universitas Sumatera Utara
perkapita bisa juga diartikan sebagai jumlah dai nilai barang dan jasa rata-rata yang tersedia bagi penduduk suatu Negara pada suatu periode tertentu. pendapatan perkapita diperoleh dari pendapatan nasional pada tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk suatu Negara pada tahun tersebut (Sadono Sukirno, 2004: 423). Pendapatan nasional riil atau menurut harga tetap adalah pendapatan nasional yang dihitung pada harga-harga di sesuatu tahun tertentu yang berbeda dengan tahun dimana produksi nasionalnya dihitung. Pendapatan nasional potensial adalah pendapatan nasional yang diciptakan apabila perekonomian mencapai tingkat kesempatan kerja penuh. Manakala pendapatan nasional sebenarnya adalah nilai produk nasional yang sebenarnya diwujudkan oleh kegiatan ekonomi pada suatu tahun tertentu. Produk nasional atau pendapata nasional adalah istilah yang menerangkan tentang nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan sesuatu Negara dalam suatu tahun tertentu. dalam konsep yang lebih spesifik pengertian produk nasional atau pendapatan nasional dibedakan kepada dua pengertian: Produk Nasional Bruto (PNB) dan Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Nasional Bruto (PNB) diwujudkan oleh faktor-faktor produksi milik warga Negara sesuatu Negara dinamakan Produk Nasional Bruto, sedangkan Produk Domestik Bruto adalah produk nasional yang diwujudkan oleh faktor-faktor produksi di dalam negeri (milik warga Negara dan orang asing). Purbayu dan Hamdani (2007: 68) menyatakan bahwa ukuran kesejahteraan penduduk suatu Negara biasanya juga didasarkan atas besarnya jumlah pendapatan perkapita. Pendapatan perkapita merupakan bentuk rata-rata yang
Universitas Sumatera Utara
diperoleh dari pembagian jumlah produk nasional bruto oleh jumlah keseluruhan penduduk. Semakin besar nilai pendapatan perkapita, diasumsikan bahwa anggota masyarakat suatu Negara semakin sejahtera dan pembangunan ekonomi dinilai semakin berhasil. Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu Negara atau daerah. Pendapatan perkapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu Negara dengan jumlah penduduk Negara tersebut, pendapatan perkapita sering digunakan sebagai tolak ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah Negara, semakin besar pendapatan perkapitanya semakin makmur Negara tersebut (Wikipedia). Sadono Sukirno (2004: 242) menyatakan bahwa salah satu komponen dari pendapatan nasional yang selalu dilakukan perhitungannya adalah pendapatan perkapita yaitu pendapatan rata-rata penduduk suatu Negara pada suatu masa tertentu.nilainya diperoleh dengan membagi nilai Produk Domestik Bruto dan Produk Nasional Bruto suatu tahun-tahun tertentu dengan jumlah penduduk pada tahun tersebut. Dengan demikian pendapatan perkapita dapat dihitung dengan menggunakan salah satu rumus sebagai berikut:
PDB Perkapita =
PDB Jumlah Penduduk
PNB Perkapita =
PNB Jumlah Penduduk
2.1.2.2.2 Tingkat Kemiskinan
Universitas Sumatera Utara
Kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Prastyo (2010) menyatakan bahwa kemiskinan adalah suatu intergrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak. Berdasarkan Perpres Nomor 7 Tahun 2005 tentang RPJMN, kemiskinan terjadi ketika seseorang atau sekelompok orang, baik laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Menurut Ridlo (2001) definisi ini beranjak dari pendekatan berbasis hak yang mengakui bahwa masyarakat miskin mempunyai hak-hak dasar yang sama dengan anggota masyarakat lainnya. Ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuatan sosial yang meliputi: aset, sumber-sumber keuangan, organisasi dan jaringan sosial, pengetahuan dan informasi untuk memperoleh pekerjaan menjadikan seseorang menjadi miskin. Menurut Effendi (1995) kemiskinan dapat ditinjau dari tinjauan ekonomi, sosial dan politik. Secara ekonomi kemiskinan adalah kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan. Secara sosial kemiskinan diartikan kekurangan jaringan sosial dan struktur untuk mendapatkan kesempatan-kesempatan meningkatkan produktivitas. Sedangkan secara politik kemiskinan diartikan kekurangan akses terhadap kekuasaan.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan Nugroho dan Dahuri (2004) menyatakan bahwa dari aspek ekonomi, kemiskinan merupakan kesenjangan antara lemahnya daya pembelian (positif) dan keinginan untuk memenuhi kebutuhan dasar (normatif). Dari aspek sosial, kemiskinan mengindikasikan potensi perkembangan masyarakat yang rendah. Sedangkan dari aspek politik, kemiskinan berhubungan dengan rendahnya kemandirian masyarakat. Kemiskinan didefinisikan sebagai standar hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Secara ekonomis, kemiskinan juga dapat diartikan sebagai kekurangan sumberdaya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejehtaraan sekelompok orang. Kemiskinan memberi gambaran situasi serba kekurangan seperti terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pengetahuan dan keterampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi orang miskin dan terbatasnya kesempatan berperan serta dalam pembangunan. Suharto (2005) memaknai kemiskinan sebagai konsep dan fenomena yang multidimensional. Dengan menyampaikan beberapa ciri kemiskinan : 1) mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dasar; 2) ketiadaan akses terhadap kebutuhan dasar lainnya; 3) ketiadaan jaminan masa depan; 4) kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individu dan masal; 5) rendahnya kualitas SDM dan keterbatasan sumber daya alam; 6) ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat; 7) ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian
Universitas Sumatera Utara
yang berkesinambungan; 8) ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik atau mental; 9) ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial. Dari beberapa definisi di atas inti permasalahan kemiskinan adalah ukuran standar minimum kebutuhan dasar. Menentukan ukuran standar minimum tersebut tergantung dari pendekatan mana yang digunakan. Secara umum pendekatan yang dapat digunakan dibagi menjadi dua, yaitu pendekatan obyektif dan pendekatan subyektif (Rejekiningsih, 2011). Dalam pendekatan obyektif, standar minimum kebutuhan dasar ditentukan berdasarkan studi lapangan yang dilakukan oleh pihak lain, baik itu para ahli, lembaga sosial maupun lembaga pemerintah. Sedangkan untuk pendekatan subyektif, ukuran standar minimum kebutuhan dasar diukur dari pendapat orang miskin itu sendiri, hal ini terjadi ketika orang miskin tersebut membandingkan diri dengan orang yang memiliki tingkat kesejahteraan lebih tinggi di lingkungan sekitarnya. World Bank mengukur kemiskinan berdasarkan pendapatan minimum. Menurut World Bank, kemiskinan ekstrim adalah hidup dengan pendapatan dibawah USD $1 perkapita perhari dalam dollar PPP (purchasing power parity) dan untuk kemiskinan menengah pendapatan dibawah $2 perkapita perhari dalam dollar PPP (purchasing power parity) (Kuncoro, 2010). Kondisi perekonomian masing-masing negara berbeda, oleh karena itu standar minimum yang digunakan oleh masing-masing negara tidak mengikuti standard minimum yang digunakan oleh World Bank dan masing-masing negara menentukan garis kemiskinan nasionalnya sendiri dimana kriteria yang digunakan disesuaikan dengan kondisi perekonomian negaranya.
Universitas Sumatera Utara
Badan Pusat Statistik (2015) menentukan ukuran kemiskinan berdasarkan besarnya pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan pokok atau kebutuhan minimum, baik makanan maupun bukan makanan perkapita per bulan. Standar kemiskinan atau disebut garis kemiskinan diukur dari tingkat konsumsi perkapita dalam standar tertentu. Nilai garis kemiskinan yang digunakan sebagai standar untuk menentukan kemiskinan mengacu pada kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan yang jumlahnya disetarakan dengan 2.100 kilokalori perkapita perhari yang diwakili oleh 52 jenis komoditi. Kebutuhan minimum bukan makanan, yaitu berupa: sandang, papan atau perumahan, pendidikan dan kesehatan yang diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan. Menurut BPS, penduduk dengan pengeluaran lebih rendah dari garis kemiskinan dimasukkan dalam kategori miskin. Menurut Sajogyo (2006), untuk mengkategorikan penduduk miskin, tidak cukup hanya menggunakan satu garis kemiskinan saja. Tiga garis yang harus digunakan adalah: melarat (destitute), miskin sekali (very poor) dan miskin (poor). Di desa pada tingkat 180 Kg dikategorikan melarat, 240 Kg dikategorikan miskin sekali dan 320 Kg setara beras per orang per tahun dikategorikan miskin. 2.1.2.2.3 Tingkat Pengangguran Definisi pengangguran dalam arti luas adalah penduduk yang tidak berkerja tetapi sedang mencari perkerjaan atau sedang mempersiapkan suatu usaha baru atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima bekerja tetapi mulai bekerja.
Universitas Sumatera Utara
Pengangguran adalah masalah makroekonomi yang mempengaruhi manusia secara langsung dan merupakan yang paling berat. Kebanyakan orang kehilangaan pekerjaan berarti penurunan standar kehidupan dan rekanan psikologis. Jadi tidaklah mengejutkan jika pengangguran menjadi topik yang sering dibicarakan dalam perdebatan politik dan para politis sering mengklaim bahwa kebijakan yang mereka tawarkan akan membantu menciptakan lapangan kerja (Mankiw, 2006). Pengangguran (unemployment) merupakan kenyataan yang dihadapi tidak saja oleh negara-negara sedang berkembang (developing countries), akan tetapi juga negara-negara yang sudah maju (developed countries). Secara umum, pengangguran didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam kategori angkatan kerja (labor force) tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif sedang mencari pekerjaan (Nanga, 2001). Seseorang yang tidak bekerja tetapi secara aktif mencari pekerjaan tidak dapat digolongkan sebagai penganggur. Selain itu pengangguran diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan belum dapat memperolehnya (Sukirno, 2000). Untuk mengetahui besar kecilnya tingkat pengangguran dapat diamati melalui dua pendekatan antara lain sebagai berikut: a. Pendekatan Angkatan Kerja (Labor force apprpach) Besar kecilnya tingkat pengangguran dihitung berdasarkan presentase dari perbandingan jumlah antara orang yang menganggur dan jumlah angkatan kerja.
Universitas Sumatera Utara
b. Pendekatan pemanfaatan tenaga kerja (Labor utilization approach) Untuk menentukan besar kecilnya tingkat pengangguran yang didasarkan pada pendekatan pemanfaatan tenaga kerja antara lain: 1) Bekerja penuh (employed) yaitu orang-orang yang bekerja penuh atau jam kerjanya mencapai 35 jam per minggu. 2) Setengah menganggur (underemployed) yaitu mereka yang bekerja, tetapi belum dimanfaatkan secara penuh, artinya jam kerja mereka dalam seminggu kurang dari 35 jam (Murni, 2006). 2.2 Kerangka Konseptual Agenda pembangunan Indonesia saat ini difokuskan pada pengentasan kemiskinan, pengurangan kesenjangan dan peningkatan kesempatan kerja. Memang menjadi hal yang sangat sulit, karena berkaca pada krisis global yang sedang dialami oleh dunia. Maka pemerintah menggenjot kembali vitalitas pertanian dan perdesaan yang sempat ditinggal pada masa lepas landas menuju industri.
Revitalisasi
pertanian
dan
perdesaan
ini
diwujudkan
dengan
merevitalisasi juga kelembagaan ekonomi di tingkat lokal. Kegiatan perekonomian di perdesaan masih didominasi oleh usaha-usaha skala mikro dan kecil dengan pelaku utama para petani, buruh tani, pedagang sarana produksi dan hasil pertanian, pengolah hasil pertanian, serta industri rumah tangga. Namun demikian, para pelaku usaha ini pada umumnya masih dihadapkan pada permasalahan klasik yaitu terbatasnya ketersediaan modal. Maka peranan LKM sangat diperlukan dalam menumbuhkembangkan UKM dan memenuhi kebutuhan dasarnya.
Universitas Sumatera Utara
Lembaga Keuangan Mikro mempunyai potensi dalam membangun perekonomian perdesaan, sebagaimana digambarkan dalam bagan berikut:
Potensi Lembaga Keuangan Mikro Potensi Lembaga
Potensi Lembaga
Keuangan Mikro
Keuangan Mikro Potensi Lembaga Keuangan Mikro
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Potensi Lembaga Keuangan dalam Pembangunan Perekonomian Perdesaan
2.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan perumusan masalah didapatkan hipotesis penelitian sebagai berikut: H1
: LKM berpengaruh terhadap pendapatan perkapita masyarakat di Kecamatan Kualuh Hulu.
H2
: LKM berpengaruh tehadap terhadap tingkat pengangguran masyarakat di Kecamatan Kualuh Hulu.
H3
: LKM berpengaruh terhadap terhadap tingkat kemiskinan masyarakat di Kecamatan Kualuh Hulu.
Universitas Sumatera Utara