BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Peranan Audit Internal Pengertian peranan menurut Soerjono Soekanto (2002:243) adalah sebagai
berikut: “Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peran.” Konsep
tentang
peran
(role)
menurut
Komarudin
(1994:768)
mengungkapkan sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5.
Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan seeorang dalam manajemen. Pola prilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status Bagian suatu fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata Fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik yang ada padanya Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa peranan merupakan suatu penilaian sejauh mana fungsi seseorang atau bagian disuatu perusahaan dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya. Audit Internal merupakan unsur penting dari struktur pengendalian internal dalam suatu organisasi karena dibuat untuk memonitor efektivitas dari aktivitas internal perusahaan atau organisasi. Menurut Tugiman (2006:11) pengertian audit internal adalah sebagai berikut:
10
11
“Internal Auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan.” Adapun pengertian Audit Internal menurut Standar Profesi Audit Internal (SPAI 2004:9) pengertian audit internal adalah sebagai berikut: “Audit Internal adalah kegiatan assurance dan konsultasi yang independen obyektif yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi.” Menurut Institute of Internal Auditor (IIA) dalam Sawyer (2009:8) mendefinisikan Audit Internal sebagai suatu fungsi pengendalian independen yang assurance dalam organisasi untuk memeriksa dan mengevaluasi aktivitas organisasi sebagai pemberi jasa kepada organisasi. Audit Internal melakukan aktivitas pemberian keyakinan serta konsultasi independen dan objektif, yang dirancang untuk menambah nilai dan memperbaiki operasi organisasi. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa audit internal adalah suatu aktivitas penilaian yang bersifat independen dan objektif sehingga dengan adanya independensi ini diharapkan auditor internal dapat memberikan laporan yang objektif kepada manajemen atas hasil temuan dan kesimpulan selama pemeriksaan. Secara garis besar tujuan dari Audit Internal adalah untuk membantu seluruh anggota organisasi agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara efektif dan efisien. Tujuan audit internal menurut Tugiman (2006:11) adalah sebagai berikut: “Tujuan pemeriksaan internal adalah membantu agar para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Untuk itu, pemeriksa internal akan melakukan analisis, penilaian, dan
12
mengajukan saran-saran. Tujuan pemeriksaan mencakup pengembangan pengawasan yang efektif dengan biaya yang wajar”.
pula
Menurut Standar Profesi Audit Internal (SPAI 2004:15) menyatakan bahwa: “Tujuan, kewenangan dan tanggungjawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam Charter Audit Internal, konsisten dengan Standar Profesi Audit Internal (SPAI) dan mendapat persetujuan dari pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi”. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan audit internal ini adalah memberikan kontribusi kepada perusahaan untuk membantu semua kegiatan anggota perusahaan agar dapat menjalankan semua tanggung jawab yang diberikan oleh perusahaan secara efektif. Audit internal membantu manajemen memberikan berbagai analisis, penilaian, rekomendasi, konseling, dan informasi yang berkaitan dengan aktivitas yang dikaji. Fungsi audit internal terbentuk karena adanya pendelegasian wewenang kepada sejumlah unit organisasi kepada sejumlah unit organisasi oleh pemimpin perusahaan. Fungsi audit internal ada berdasarkan kebijakan yang dibuat oleh manajemen atau dewan direksi. Fungsi audit internal merupakan kegiatan penilaian yang bebas yang dilakukan dengan cara memeriksa akuntansi, keuangan, dan kegiatan lainnya untuk memberikan informasi kepada manajemen dengan menyajikan analisis, penilaian, rekomendasi, dan komentar-komentar yang penting. Fungsi audit internal menurut Tugiman (2000:11) adalah sebagai berikut : “Fungsi internal auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi, untuk menguji dan
13
mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan. Tujuannya adalah membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. “ Menurut SPAI (Standar Profesional Audit Internal) yang dikeluarkan Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:21), fungsi audit internal dinyatakan sebagai berikut : “Fungsi audit internal harus membantu organisasi dalam memelihara pengendalian intern yang efektif dengan cara mengevaluasi kecukupan, efisiensi dan efektivitas pengendalian tersebut, serta mendorong peningkatan pengendalian intern secara berkesinambungan.”
Tanggung jawab audit internal adalah memberikan pelayanan kepada manajemen dalam suatu organisasi dan mempertanggungjawabkan pekerjaannya sesuai dengan kode etik yang berlaku. Tanggung jawab ini juga mencakup pengkoordinasian aktivitas-aktivitas audit internal dengan bagian-bagian lain sehingga pemeriksaan yang objektif dan tujuan organisasi dapat dipakai secara optimal. Menurut Tunggal (2007:21) tanggung jawab departemen bagian audit adalah sebagai berikut : 1.
Tanggung jawab direktur audit internal adalah menerapkan program audit interna perusahaan, direktur audit internal mengarahkan personil dan aktivitas-aktivitas departemen audit internal, juga menyiapkan rencana tahunan untuk pemeriksaan semua unit perusahaan dan menyajikan program yang telah dibuat untuk persetujuan.
2.
Tanggung jawab auditing supervisor adalah membantu direktur audit internal dalam mengembangkan program audit tahunan dan membantu dalam
14
mengkoordinasi usaha auditing dengan auditor independen agar memberikan cakupan audit yang sesuai tanpa duplikasi usaha. 3.
Tanggung jawab senior auditor adalah menerima program audit dan instruksi untuk area audit yang ditugaskan dari auditing supervisor, senior auditing memimpin staf auditor dalam pekerjaan lapangan audit.
4.
Tanggung jawab staf auditor adalah dalam melaksanakan tugas audit pada suatu lokasi audit. Auditor internal harus dapat bersikap independen dan objektif dalam
melaksanakan kegiatan pemeriksaan, oleh karena itu auditor internal harus dapat berdiri sendiri tanpa ada intervensi dari pihak mana pun serta tidak boleh memihak kepada siapa pun. Hal ini dapat tercapai apabila audit internal diberikan status dan kedudukan yang jelas. Seperti yang dikemukakan Tugiman (2006:20), sebagai berikut : “Para auditor internal dianggap mandiri apabila dapat melaksanakan pekerjaannya secara bebas dan objektif. Kemandirian para pemeriksa internal dapat memberikan penilaian yang tidak memihak dan tanpa prasangka, hal mana sangat diperlukan atau penting bagi pemeriksaan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat diperoleh melalui status organisasi dan sikap objektif pada auditor internal.” Independensi menurut Tugiman (2006:20) menyangkut 2 (dua) aspek, yaitu: 1.
Status organisasi Status organisasi unit audit internal haruslah memberikan keleluasaan untuk mengetahui atau menyelesaikan tanggung jawab pemeriksaan yang diberikan. Audit internal haruslah memperoleh dukungan dari manajemen senior dan dewan, sehingga mereka akan mendapatkan kerja sama dari pihak yang
15
diperiksa dan dapat menyelesaikan pekerjaannya secara bebas dari berbagai campur tangan pihak lain. 2.
Objektivitas Merupakan sikap mental independen yang harus dimiliki oleh auditor internal dalam melaksanakan suatu pemeriksaan. Auditor internal ini tidak boleh menempatkan penilaian yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan penilaian yang dilakukaan oleh pihak lain. Dengan kata lain penilaian tidak boleh berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan oleh pihak lain. Sikap objektif auditor internal mengharuskan pelaksanaan pemeriksaan dengan suatu cara, sehingga mereka akan yakin dengan hasil pemeriksaan yang telah dilaksanakan dan tidak akan membuat penilaian dengan kualitas yang tidak benar atau meragukan. Auditor internal tidak boleh ditempatkan dalam keadaan yang membuat mereka tidak dapat membuat penilaian yang objektif dan profesional. Standar Profesi Audit Internal (2004:8), menyatakan bahwa : “Fungsi audit internal harus ditempatkan pada posisi yang memungkinkan fungsi tersebut memenuhi tanggung jawabnya. Independensi akan meningkat jika fungsi audit internal memiliki akses komunikasi yang memadai terhadap pimpinan dan dewan pengawas organisasi.” Kemampuan profesional merupakan tanggung jawab bagian audit internal
dan auditor internal. Menurut Tugiman (2006:27) kemampuan profesional yang harus dimiliki oleh bagian audit internal adalah sebagai berikut : “Kemampuan profesional merupakan tanggung jawab bagian audit internal dan setiap auditor internal. Pimpinan audit internal dalam setiap pemeriksaan haruslah menugaskan orang-orang secara bersama atau keseluruhan memiliki pengetahuan, kemampuan, dan berbagai disiplin ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas.”
16
Menurut Tugiman (2006) cakupan kemampuan profesional,yaitu: 1.
Personalia Bagian audit internal harus memberikan jaminan atau kepastian teknis dan
latar belakang pendidikan para auditor internal telah sesuai dengan pemeriksaaan yang akan dilaksanakan. Tugiman (2006) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang harus diperhatikan bagian audit internal, yaitu: a.
Pimpinan audit internal harus menetapkan kriteria pendidikan dan pengalaman yang sesuai dalam mengisi jabatan dibagian audit internal, dengan mempertimbangkan lingkup pekerjaan dan tingkat tanggung jawabnya.
b.
Harus diperoleh kepastian yang pantas dan masuk akal tentang kualifikasi dan kemampuan setiap calon auditor.
Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam pengisian jabatan dibagian audit internal, kriteria pendidikan dan pengalaman merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan oleh pimpinan audit internal. Oleh karena itu, pimpinan audit internal harus mengetahui kemampuan dan keahlian yang dimiliki setiap calon auditor yang dipilih supaya tidak terjadi kesalahan dalam pengisian jabatan pada bagian audit internal.
2.
Pengetahuan dan Kecakapan Staf audit internal harus memiliki pengetahuan, kecakapan, dan berbagai
disiplin ilmu yang dibutuhkan dalam melaksanakan tanggung jawab pemeriksaan audit dalam organisasi perusahaan.
17
3. Pengawasan Kepala bagian audit internal bertanggung jawab melakukan pengawasan audit yang pantas. Pengawasan merupakan suatu proses yang berkelanjutan, dimulai dengan perencanaan dan diakhiri dengan kesimpulan hasil audit yang telah dilakukan. Menurut Tugiman (2006), “bagian audit internal haruslah memberikan kepastian bahwa pelaksanaan pemeriksaan internal akan diawasi sebagaimana mestinya”. Ruang lingkup audit internal mencakup pekerjaan audit apa saja yang harus dilakukan. Oleh karena itu, biasanya manajemen dan direksi memberikan pengarahan secara umum mengenai ruang lingkup pekerjaan dan kegiatan yang akan diaudit. Dalam hal ini, audit internal harus melakukan pengujian dan penilaian atas kelayakan dan aktivitas sistem pengendalian internal perusahaan disamping kualitas personil atau karyawan dalam melaksanakan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Tugiman dalam bukunya Standar Profesional Audit Internal (2003), menyatakan bahwa ruang lingkup audit internal adalah menilai keefektifan sistem pengendalian internal perusahaan. Hal ini terlihat dari kutipan berikut: “Ruang lingkup audit internal menilai keefektifan sistem pengendalian internal serta pengevaluasian terhadap kelengkapan dan keefektifan sistem pengendalian internal yang dimiliki organisasi, serta kualitas pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan.” Dari pernyataan di atas, jelas bahwa ruang lingkup audit internal adalah melakukan pengevaluasian terhadap keefektifan sistem pengendalian serta menilai pelaksanaan tanggung jawab audit yang telah diberikan. Untuk lebih jelasnya, ruang lingkup audit dapat dilihat dari hal – hal berikut ini:
18
1.
Fungsi dan Tujuan Audit Fungsi–fungsi audit internal diatur menurut kebijakan manajemen dan
direksi. Fungsi audit internal yang dijelaskan oleh Tugiman (2003) adalah: “Fungsi audit internal atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi yang dilaksanakan”. Dengan demikian, jelas bahwa audit internal sebagai suatu alat manajemen yang berfungsi untuk menilai semua aktivitas perusahaan dengan meningkatkan usaha dalam mencapai tujuan perusahaan secara efektif dan efisien. Adapun tujuan dari audit internal adalah untuk membantu semua anggtota organisasi dalam melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif dengan memberikan analisis penilaian, rekomendasi yang objektif dan komentar penting mengenai aktivitas yang diaudit. Tujuan lainnya adalah meningkatkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang wajar. 2.
Pengevaluasian terhadap Keefektifan Sistem Pengendalian Internal Penentuan sistem pengendalian harus sesuai dengan kondisi perusahaan,
karena pengendalian merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang diawali dengan perencanaan dan diakhiri dengan tugas–tugas yang akan dilaksanakan. Sehubungan dengan itu, manajemen dan pemimpin perusahaan sebaiknya mengadakan konsultasi dengan bagian audit internal untuk melakukan pengevaluasian terhadap kelengkapan dan keefektifan sistem pengendalian internal yang dibuat, sehingga dapat diketahui apakah sistem tersebut cocok atau tidak bila diterapkan di dalam perusahaan. Pengevaluasian terhadap sistem pengendalian yang terdiri dari seluruh sistem, proses, operasi maupun seluruh
19
aktivitas di dalam perusahaan adalah untuk mengetahui apakah tujuan dan sasaran telah dicapai. Sedangkan tujuan peninjauan terhadap keefektifan sistem pengendalian internal adalah memastikan apakah sistem tersebut berfungsi sebagaimana diharapkan. Sistem pengendalian yang efektif dapat dipandang sebagai suatu sistem sosial (social system) yang mempunyai makna khusus dalam organisasi perusahaan. Sistem pengendalian menurut The Commitee of Sponsoring Organization (COSO) yang dikutip oleh Tunggal dalam bukunya COSO Based Auditing (2000) adalah: “Sistem Pengendalian Internal adalah sebagai suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personil lain, yang didesain untuk memberikan keyakinan tentang pencapaian efektifitas, efisiensi operasi, kendala pelaporan keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.” Dari kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem pengendalian internal dibuat untuk memberikan keyakinan terhadap proses kinerja organisasi. Namun demikian, dengan sistem pengendalian internal yang ada diarahkan untuk melindungi harta, menjamin ketelitian, dan dipercayainya data akuntansi, serta menjamin ditaatinya kebijakan perusahaan sehingga kegiatan atau operasi perusahaan dapat berjalan efektif dan efisien.
3.
Tanggung Jawab Audit Audit internal bertanggung jawab untuk menentukan apakah sistem –
sistem yang telah dibuat efektif dan apakah objek yang diaudit benar – benar menaatinya. Hartadi (2000) menyatakan bahwa:
20
“Siapapun yang diberi tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan suatu tugas harus siap untuk menunjukan seberapa baik atau buruknya ia telah melaksanakan tugas tersebut”. Dari pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa audit internal harus benar – benar melaksanakan tanggung jawab audit yang telah diberikan. Apabila audit internal melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, maka hasil audit akan menjadi berkualitas dan relevan dengan objek yang diaudit. Pihak yang menjalankan audit adalah auditor internal. Menurut Tunggal (2000), tanggung jawab departemen audit adalah: “Tanggung jawab auditor internal adalah menerapkan program audit internal, mengarahkan personel, dan aktivitas – aktivitas departemen audit internal juga menyiapkan rencana tahunan untuk pemeriksaan semua unit perusahaan dan menyajikan program yang telah dibuat untuk persetujuan.” Oleh karena itu, audit yang dilakukan sebaiknya tidak hanya dibatasi pada persoalan akuntansi dan keuangan saja tetapi mencakup semua lini operasi di dalam perusahaan. Dalam hal ini, audit internal yang handal akan mampu mereview pengendalian manajemen yang ada pada setiap aktivitas perusahaan. Pelaksanaan audit menurut Konsersium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:16), dalam melaksanakan audit, auditor internal harus mengidentifikasi informasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mendokumentasikan informasi yang memadai untuk mencapai tujuan penugasan. Menurut Tugiman (2006:53), tahapan-tahapan dalam pelaksanaan kegiatan audit internal adalah sebagai berikut: 1. Tahap perencanaan audit. 2. Tahap pengujian dan pengevaluasian informasi.
21
3. Tahap penyampaian hasil audit. 4. Tahap tindak lanjut (follow up) hasil audit. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perencanaan audit yang akan dilakukan harus mendapatkan persetujuan dari pengawas. Apabila rencana audit sudah disetujui, maka auditor internal melakukan pengujian dan pengevaluasian informasi. Informasi yang diperoleh dalam melakukan audit tersebut harus dilaporkan kepada manajemen untuk ditindaklanjuti. Berikut penjelasan dari tahapan-tahapan pelaksanaan kegiatan audit, sebagai berikut: 1. Perencanaan Audit Tahap perencanaan audit merupakan langkah yang paling awal dalam pelaksanaan kegiatan audit intenal, perencanaan dibuat bertujuan untuk menentukan objek yang akan diaudit atau prioritas audit, arah dan pendekatan audit, perencanaan alokasi sumber daya dan waktu, dan merencanakan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan proses audit. Menurut Tugiman (2006:53), audit internal haruslah merencanakan setiap pemeriksaan. Perencanaan haruslah didokumentasikan dan harus meliputi: a. Penetapan tujuan audit dan lingkup pekerjaan. b. Peroleh informasi dasar (background information) tentang kegiatankegiatan yang akan diperiksa. c. Penentuan berbagai tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan audit. d. Pemberitahuan kepada para pihak yang dipandang perlu. e. Melaksanakan survey untuk mengenali kegiatan yang diperlukan, risikorisiko dan pengawasan-pengawasan.
22
f. Penulisan program audit. g. Menentukan bagaimana, kapan dan kepada siapa hasil-hasil audit akan disampaikan. h. Memperoleh persetujuan bagi rencana kerja audit.
2. Pengujian dan Pengevaluasian Informasi Pada tahap ini audit intern haruslah mengumpulkan, menganalisa, menginterprestasi dan membuktikan kebenaran informasi untuk mendukung hasil audit. Menurut Tugiman (2006:59), proses pengujian dan pengevaluasian informasi adalah sebagai berikut: a. Dikumpulkannya
berbagai
informasi
tentang
seluruh
hal
yang
berhubungan dengan tujuan-tujuan pemeriksaan dan lingkup kerja. b. Informasi haruslah mencukupi, kompeten, relevan dan berguna untuk membuat suatu dasar yang logis bagi temuan audit dan rekomendasirekomendasi. c. Adanya prosedur-prosedur audit, termasuk teknik-teknik pengujian. d. Dilakukan pengawasan terhadap proses pengumpulan, penganalisaan, penafsiran dan pembuktian kebenaran informasi. e. Dibuat kertas kerja pemeriksaan. 3. Penyampaian Hasil Pemeriksaan Laporan audit internal ditujukan untuk kepentingan manajemen yang dirancang untuk memperkuat pengendalian audit internal, untuk menentukan ditaati tidaknya kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh manajemen.
23
Audit internal harus melaporkan kepada manajemen apabila terdapat penyelewengan atau penyimpangan yang terjadi di dalam suatu fungsi perusahaan dan memberikan saran atau rekomendasi untuk perbaikannya. Menurut Tugiman (2006:68) audit internal harus melaporkan hasil audit yang dilaksanakannya, yaitu: a. Laporan tertulis yang ditandatanngani oleh ketua audit internal. b. Pemeriksa internal harus terlebih dahulu mendiskusikan kesimpulan dan rekomendasi. c. Suatu laporan haruslah objektif, jelas, singkat, terstruktur dan tepat waktu. d. Laporan haruslah mengemukakan tentang maksud, lingkup dan hasil dari pelaksanaan pemeriksaan. e. Laporan mencantumkan berbagai rekomendasi. f. Pandangan dari pihak yang diperiksa tentang berbagai kesimpulan atau rekomendasi dapat pula dicantumkan dalam laporan pemeriksaan. g. Pimpinan audit internal me-review dan menyetujui laporan audit.
4. Tindak Lanjut (Follow Up) Hasil Pemeriksaan Proses yang menjadi elemen paling penting dalam pelaksanaan pemeriksaan adalah tindak lanjut temuan pemeriksaan. Tugiman (2006) menyebutkan, “tindak lanjut (follow up) oleh audit internal diartikan sebagai suatu proses untuk menentukan kecukupan, keefektifan, dan ketepatan waktu dari berbagai tindakan yang dilakukan oleh manajemen terhadap berbagai temuan pemeriksaan yang dilaporkan”.
24
Dari pernyataan tersebut, seorang auditor internal harus terus-menerus meninjau atau melakukan tindak lanjut (follow up) untuk memastikan bahwa terhadap temuan-temuan pemeriksaan yang dilaporkan telah dilakukan tindakan yang tepat. Dalam hal ini manajemen yang bertanggung jawab untuk menentukan tindakan yang perlu untuk dilakukan sebagai tanggapan terhadap temuan-temuan audit yang dilaporkan. Hal ini bertujuab agar temuan audit dapat diselesaikan dan ditanggulangi secara tepat waktu serta tidak terulang dimasa yang akan datang. Dalam menentukan tindak lanjut, menurut Tugiman (2006), ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan, antara lain: a. Pentingkah temuan yang dilaporkan. b. Tingkat usaha dan biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki kondisi yang dilaporkan. c. Resiko yang mungkin terjadi bila tindakan korektif yang dilakukan gagal. d. Tingkat kesulitan dari pelaksanaan tindakan korektif. e. Jangka waktu yang dibutuhkan. Tugiman (2006) mengemukakan teknik-teknik yang dapat digunakan dalam penyelesaian tindak lanjut sebagai berikut: a. Pengiriman laporan tentang temuan pemeriksaan kepada tingkatan manajemen yang tepat, yang bertanggungjawab untuk melakukan tindakan-tindakan korektif.
25
b. Menerima dan mengevaluasi tanggapan dari manajemen terhadap temuan pemeriksaan selama pelaksanaan dilakukan atau dalam jangka waktu yang wajar setelah laporan hasil pemeriksaan diterbitkan. c. Menerima laporan perkembangan perbaikan dari manajemen secara periodik, untuk mengevaluasi status usaha manajemen untuk memperbaiki kondisi yang sebelumnya dilaporkan. d. Menerima dan mengevaluasi laporan dari berbagai organisasi yang lain yang ditugaskan dan bertanggung jawab mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan proses tindak lanjut. e. Melaporkan kepada manajemen atau dewan tentang status dari tanggapan terhadap berbagai temuan pemeriksaan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa audit internal adalah suatu aktivitas penilaian yang bersifat independen dan objektif sehingga dengan adanya independensi ini diharapkan auditor internal dapat memberikan laporan yang objektif kepada manajemen atas hasil temuan dan kesimpulan selama pemeriksaan, dengan karakteristik: 1. Independensi Audit Internal Independensi mengangkut dua aspek, yaitu: a. Status Organisasi b. Objektifitas
2. Kemampuan Profesional a. Personalia
26
b. Pengetahuan dan Kecakapan c. Pengawasan 3. Ruang Lingkup Audit a. Fungsi dan tujuan audit b. Pengevaluasian terhadap keefektifan sistem pengendalian internal c. Tanggung jawab audit 4. Pelaksanaan Kegiatan Audit a. Perencanaan audit b. Pengujian dan pengevaluasian informasi c. Penyampaian hasil d. Tindak lanjut hasil audit
2.2 Fraud Di dalam Standar Audit ASA 240 yang dikutip oleh Coram (2008 :545), mendefinisikan fraud adalah : “An intentional act by one or more individuals among management, those charged with governance, employees, or third parties, involving the use of deception to obtain an unjust or illegal advantage.” (suatu tindakan yang sengaja dilakukan oleh satu atau lebih individu dalam suatu manajemen yang terdiri atas pihak pemerintahan, karyawan, dan pihak ketiga, yang melakukan tindak penipuan untuk mendapatan keuntungan secara ilegal).
27
Menurut Black Law definisi fraud adalah : 1.
A knowing misrepresentation of the truth or concealment of a material fact to induce another to act to his her or detriment; is usual a tort, but in some cases (esp. when the conduct is willful) it my be a crime, (Kesengajaan atas salah pernyataan terhadap suatu kebenaran atau keadaan yang disembunyikan dari sebuah fakta material yang dapat mempengaruhi orang lain untuk melakukan perbuatan atau tindakan yang merugikannya, biasanya merupakan kesalahan umum dalam beberapa kasus (khusunya dilakukan secara sengaja) memungkinkan merupakan suatu kejahatan).
2.
A miserpresentation made recklessly without belief in its truth to induce another person to act, (Penyajian yang salah/keliru (salah pernyataan) yang secara ceroboh/tanpa perhitungan dan tanpa dapat dipercaya kebenarannya berakibat dapat mempengaruhi atau menyebabkan orang lain bertindak atau berbuat).
3.
A tort arising from knowing misrepresentation, concealment of material fact, or reckless misrepresentation made to induce another to act to his or her detriment. (Suatu kerugian yang timbul sebagai akibat diketahui keterangan atau penyajian yang salah (salah pernyataan), penyembunyian fakta material, atau penyajian yang ceroboh/tanpa perhitungan yang mempengaruhi
orang
lain
untuk
berbuat
atau
bertindak
yang
merugikannya). Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa fraud merupakan kecurangan yang dibuat untuk mendapatkan fraud pribadi atau untuk merugikan orang lain. Dalam hukum pidana, fraud adalah kejahatan atau pelanggaran yang dengan sengaja menipu orang lain dengan maksud untuk merugikan mereka, biasanya untuk memiliki sesuatu ataupun keuntungan dengan cara curang. Fraud dapat melalui pemalsuan terhadap barang atau benda.
28
Menurut SAS 99 (AU316) yang dikutip oleh Arens (2008) terdapat tiga faktor seseorang melakukan fraud yang dikenal sebagai fraud triangel : 1. Pressure (tekanan) Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya, tekanan ekonomi merupakan salah satu faktor yang mendorong seseoramg berani melakukan tindakan fraud. Faktor ini berasal dari individu si pelaku dimana dia merasa bahwa tekanan kehidupan yang begitu berat memaksa si pelaku melakukan kecurangan untuk keuntungan pribadinya, biasanya dilakukan karena jaminan kesejahteraan yang ditawarkan perusahaan atau organisasi tempat dia bekerja kurang atau pola hidup yang serba mewah si pelaku merasa terus – menerus kekurangan. Namun, tekanan (pressure) juga dapat berasal dari lingkungan tempatnya bekerja, seperti: a. Lingkungan kerja yang tidak menyenangkan, misalnya perlakuan terhadap pegawai yang tidak wajar. b. Sistem pengukuran kinerja dan penghargaan yang tidak wajar sehingga `karyawan merasa tidak diperlakukan secara adil. c. Tidak adanya bantuan konsulyasi pegawai. d. Adanya proses penerimaan pegawai yang tidak fair. 2. Opportunity (kesempatan) Merupakan faktor yang sepenuhnya berasal dari luar individu, yakni berasal dari organisasi sebagai korban perbuatan fraud. Kesempatan melakukan fraud selalu ada pada setiap kedudukan. Dengan kedudukan yang dimilki, si pelaku merasa memiliki kesempatan untuk mengambil keuntungan.
29
Ditambah lagi dengan sistem pengendalian dari organisasi yang kurang memadai. 3. Reazionalization (rasionalisasi) Si pelaku merasa memiliki alasan yang kuat yang menjadi dasar untuk membenarkan apa yang dia lakukan. Serta mempengaruhi pihak lain untuk menyetujui apa yang dia lakukan.Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengurangi resiko tersebut adalah : a. Penyaringan
tenaga
kerja
semaksimal
mungkin
demi
mencegah
diterimanya pegawai yang tidak bermoral baik. b. Visi dan misi organisasi ditetapkan secara jelas agar dapat dicapai dengan melibatkan seluruh elemen organisasi. c. Aturan yang jelas mengenai perilaku para pegawai yang disesuaikan dengan lingkungan dan budaya organisasi. d. Gaya manajemen dan sistem pengendalian yang maksimal sehingga dapat memberikan contoh bagi para pegawai bagaimana bekerja sesuai dengan visi dan misi perusahaan.
Dalam artikel yang berjudul Komputer vs Fraud Audit oleh Wahyuni disebutkan bahwa klasifikasi terjadinya fraud tergantung pada kreativitas pelaku fraud. Jenis fraud menurut Black yang dikutip Wahyuni (2000) adalah sebagai berikut : 1.
Kecurangan manajemen(Management Fraud) Manajemen mungkin akan terlibat dengan setiap macam fraud.
Management fraud adalah suatu tindakan sengaja membuat laporan keuangan
30
dengan memasukkan jumlah angka yang palsu atau mengubah catatan akuntansi yang merupakan sumber penyajian laporan keuangan. Misalnya manipulasi, mengubah catatan akuntansi atau dokumen pendukung yang merupakan sumber penyajian laporan keuangan. Albrecht dalam bukunya Fraud Examination (2003) menyatakan bahwa: “In its mpst common from, management fraud involves top management’s deceptive manipulation of financial statements”. Dari pernyataan tersebut, jelas bahwa management fraud yang biasa dilakukan adalah manipulasi laporan kecurangan. 2.
Kecurangan karyawan (Employee Fraud) Empolyee Fraud yang paling umum adalah pemalsuan daftar gaji (flase
payroll), penjual palsu (flase vendor) dan transfer cek palsu. Dalam hal ini, pemalsuan daftar gaji dilakukan dengan menciptakan karyawan palsu dan kemudian menggunakan gaji karyawan palsu tersebut. Pemalsuan penjualan dilakukan dengan membentuk penjual palsu, faktur palsu yang digunakan untuk menerima pembayaran. Sedangkan cek palsu melibatkan pemindahan dana dari bank yang satu ke bank yang lain dan mecatat secara tidak benar ke dalam transfer tersebut. Sehubungan dengan employee fraud, Alison dalam artikelnya Fraud Auditing (2004) menyatakan bahwa: “Penggelapan aktiva pada umumnya dilakukan oleh karyawan yang menghadapi masalah keuangan dan dilakukan karena melihat adanya peluang kelemahan pada pengendalian internal perusahaan serta pembenaran terhadap tindakan tersebut”.
31
Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa fraud yang dilakukan oleh karyawan perusahaan adalah melakukan kesalahan dengan sengaja, yaitu penyalahgunaan aktiva disebabkan karena adanya kesempatan dan lemahnya pengendalian internal pada perusahaan. Arens (2008) mengklasifikasikan fraud ke dalam dua kelompok utama, yaitu: 1. Fraudulent Financial Reporting (kecurangan laporan keuangan) Penyajian laporan keuangan yang tidak sesuai dengan semestinya baik disengaja (intentional) maupun tidak sengaja (unintentional). Biasanya terjadi ketika seorang individu ingin mengambil keuntungan dari kejadian tersebut. 2. Missappropriation of Assets (penyalahgunaan aset) Penipuan yang melibatkan pencurian aktiva suatu entitas untuk mengambil keuntungan di dalamnya. Kecurangan laporan keuangan (fraudulent financial reporting) menurut Tunggal (2009) dapat menyangkut tindakan: 1.
Manipulasi, pemalsuan atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan.
2.
Representasi yang salah dalam atau penghilang dari laporan keuangan, peristiwa, atau informasi signifikan.
3.
Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapan. Penyalahgunaan aset (missappropriation of assets) menurut Tunggal
(2009) mencakup penggelapan atau pencurian aset entitas dimana penggelapan
32
tersebut dapat menyebabkan laporan keuangan tidak disajikan sesuai prinsipprinsip akuntansi yang berlaku secara umum. Selain itu, menurut Simanjuntak (2007) fraud dapat dilakukan dilihat dari beberapa sisi, yakni: 1. Berdasarkan pencatatan. Kecurangan berupa pencurian aset dapat dikelompokan ke dalam tiga kategori: a. Pencurian aset yang tampak secara terbuka pada buku, seperti duplikasi pembayaran yang tercantum pada catatan akuntansi (fraud open on – the books, lebih mudah ditemukan). b. Pencurian aset yang tampak pada buku, namun tersembunyi diantara catatan akuntansi yang valid, seperti: kickback (fraud hidden on the – books). c. Pencurian aset yang tidak tampak pada buku, dan tidak akan dapat dideteksi melalui pengujian transaksi akuntansi “yang dibukukan’, seperti: pencurian uang pembayaran piutang dagang yang telah dihapusbukukan (fraud off-the books, paling sulit untuk ditemukan).
2. Berdasarkan frekuensi Pengklasifikasian fraud dapat dilakukan berdasarkan frekuensi terjadinya: a. Tidak berulang (non-repeating fraud). Dalam fraud yang tidak berulang, tindakan fraud (walaupun terjadi beberapa kali) pada dasarnya bersifat tunggal. Dalam arti, hal ini terjadi disebabkan oleh adanya pelaku setiap
33
saat (misal: pembayaran cek mingguan karyawan memerlukan kartu kerja mingguan untuk melakukan pembayaran cek yang tidak benar). b. Berulang (repeating fraud). Dalam fraud berulang, tindakan yang menyimpang terjadi beberapa kali dan hanya diinisiasi/diawali sekali saja. Selanjutnya fraud terjadi terus-menerus sampai dihentikan. Misalnya, cek pembayaran gaji bulanan yang dihasilkan secara otomatis tanpa harus melakukan penginputan setiap saat. Penerbitan cek terus berlangsung sampai deiberikan perintah untuk mengentikannya. 3. Berdasarkan konspirasi Fraud dapat diklasifikasikan sebagai terjadi konspirasi atau kolusi, tidak terdapat konspirasi, dan terdapat konspirasi parsial. Pada umunya fraud terjadi karena adanya konspirasi, baik bona fide maupun pseudo. Dalam bona fide conspiracy, semua pihak sadar akan adanya fraud, sedangkan dalam psudeo conspiracy, ada pihak – pihak yang tidak mengetahui terjadinya fraud. 4. Berdasarkan keunikan Fraud berdasarkan keunikannya dapat dikelompokan sebagai berikut: a. Kecurangan khusus (specialized fraud), yang terjadi secara unik pada orang yang bekerja pada operasi bisnis tertentu. Contoh: 1) Pengambilan aset yang disimpan deposan pada lembaga – lembaga keuangan, seperti bank, dana pensiun, reksa dana (disebut juga custodial fraud). 2) Klaim asuransi yang tidak benar.
34
b. Kecurangan umum (garden varieties of fraud) yang semua orang mungkin hadapi dalam operasi bisnis secara umum. Misal: kickback, penetapan harga yang tidak benar, pesanan pembelian/kontrak yang lebih tinggi dari kebutuhan yang sebenarnya, pembuatan kontrak ulang atas pekerjaan yang telah selesai, pembayaran ganda, dan pengiriman barang yang tidak benar.
Standar audit pada dasarnya mampu mengetahui adanya kesalahan yang disengaja atau tidak disengaja. Menurut Tunggal dalam Pemeriksaan Kecurangan (1992) bahwa syarat penemuan fraud terdiri dari: 1. Penemuan Fraud Audit internal diharapkan dapat menemukan fraud yang terjadi di dalam perusahaan, sehingga segala aktivitas yang bertentangan dengan prosedur atau kebijakan perusahaan dapat dicegah dan diatasi. Sehubungan dengan itu, temuan – temuan hasil audit harus didasarkan pada: a. Kriteria: yaitu berbagai standar, ukuran atau harapan dalam melakukan evaluasi. b. Kondisi: yaitu berbagai bukti nyata yang ditemukan oleh audit internal. c. Sebab: yaitu alasan yang dikemukakan atas terjadinya perbedaan antara kondisi yang diharapkan dan kondisi sesungguhnya. d. Akibat: yaitu beragai resiko atau kerugian yang dihadapi oleh organisasi dari pihak yang diaudit atau unit organisasi lain karena terdapatnya kondisi yang tidak sesuai dengan kriteria (dampak dari perbedaan).
35
e. Dalam laporan tentang berbagai temuan, dapat pula dicantumkan berbagai rekomendasi, hasil yang telah dicapai oleh pihak yang diaudit, dan informasi lain bersifat membantu yang tidak dicantumkan di tempat lain.
2.
Bukti yang Cukup dan Kompeten Bukti yang cukup merupakan bukti yang faktual dan meyakinkan,
sehingga orang yang diberi bukti akan mempunyai kesimpulan yang sama dengan auditor. Sedangkan bukti yang kompeten adalah bukti yang dapat dipercaya dan cara terbaik untuk memperolehnya adalah dengan mempergunakan teknik audit yang tepat. Ruang lingkup fraud auditing merupakan pembatasan-pembatasan tertentu dalam melakukan audit. Menurut Tunggal (2009) ruang lingkup fraud auditing meliputi: 1.
Tingkat Materialitas Suatu fraud tetap diangap material secara kualitatif dan tidak menjadi
masalah terhadap beberapa jumlah uang yang tersangkut. Maksud dari definisi ini adalah: a.
Fraud, menurut sifatnya dapat berkembang apabila tidak dicegah
b.
Eksistensi fraud sendiri menunjukan adanya suatu kelemahan dalam pengendalian.
c.
Fraud secara tidak langsung menyatakan masalah integritas mempunyai konsekuensi yang jauh dari jangkauan. Misalnya, manajemen melakukan pembayaran yang ilegal, perusahaan dan eksekutif yang terlibat akan menghadapi konsekuensi hukum dan sangat merugikan publisitas perusahaan.
36
Materialitas dalam Standar Akuntansi Keuangan (2004) No. 1 tentang Penyajian Laporan Keuangan paragraf 30 berbunyi: “Informasi dipandang material kalau kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang diambil atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada besarnya pos atau kesalahan yang dinilai sesuai dengan situasi khusus dari kelalaian dalam mencantumkan (ommision) atau kesalahan dalam mencatat (misstatement). Karenanya materialitas lebih merupakan suatu ambang batas atau titik pemisah dari pada suatu karakteristik kualitatif pokok yang harus dimiliki agar informasi dipandang berguna.”
Oleh karena itu, tingkat materialitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertimbangan audit internal dalam menentukan jumlah bukti yang cukup. Informasi yang diperoleh dipandang material apabila kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang diambil atas dasar laporan keuangan. 2.
Biaya Manajemen harus menganalisis keadaan biaya secara keseluruhan atau
manfaat dari perluasan audit dan tindakan – tindakan yang diambil untuk mencegah fraud pada masa yang akan datang. Pada dasarnya untuk menguji setiap transaksi dibutuhkan biaya yang sanagt tinggi. Hal ini dikemukakan Arens, Elder, and Beasley (2006) adalah sebagai berikut: “Because fraud is difficult to detect due to colusion and false documentation, a focus on fraud prevention and deterrence is often more effective and less costly”. (fraud sulit dideteksi karena colusion dan
37
dokumentasi palsu, fokus pada fraud penipuan dan pencegahan sering lebih efektif dan lebih murah). Dengan demikian jelas, bahwa untuk menemukan dan mengungkapkan fraud diperlukan biaya yang sangat tinggi walaupun hasilnya tidak maksimal. Misalnya, jika terjadi fraud yang melibatkan persekongkolan beberapa karyawan yang menyangkut pemalsuan dokumen, penipuan semacam itu cenderung tidak terungkap dalam audit yang normal. 3.
Informasi yang Sensitif Perusahaan yang mengetahui ruang lingkup fraud, segera membuat
kebijakan untuk menghalangi dan mendeteksi aktivitas fraud. Sifat sensitif dari aktivitas fraud atau dicurigai adanya aktivitas demikian membutuhkan suatu petunjuk formal dalam pelaporan dan praktek penyelidikannya. 4.
Pengembangan Integritas Auditor internal sering diminta untuk melakukan program peningkatan
integritas, dimana prioritas manajemen ditinjau bersama seluruh karyawan. Sehubungan dengan itu, Tugiman (1999) dalam makalah Auditor Internal dalam Mengendus Berbagai Ketidakberesan dalam Perusahaan menyatakan bahwa: “Hal yang berjalan seiring dengan pengungkapan fraud adalah peningkatan integritas dalam organisasi.” Dari pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa dengan dengan peningkatan integritas dalam organisasi, fraud dengan mudah dapat diungkapkan karena adanya kejujuran dan sikap yang tegas dari karyawan.
38
Selain itu, keinginan untuk menghindari perbedaan pendapat, keinginan untuk menghindari pengambilan alih manajemen, adalah topik yang mungkin perlu ditekankan pada program peningkatan integritas. Pendekatan audit dilakukan agar audit internal dengan mudah melakukan evaluasi atau penilaian terhadap informasi yang diperoleh. Menurut Tunggal (2009) pendekatan audit terdiri dari: 1.
Analisis Ancaman Dalam pendekatan fraud auditing. Analisis ancaman seperti analisis
pengungkapan fraud harus dilakukan. Analisis ancaman dapat membantu mengarahkan rencana audit, misalnya melakukan pengawasan pada aktivitas untuk mengetahui kemungkinan terjadinya fraud. Masih dalam makalah yang sama, Tugiman (1999) menyatakan bahwa: “Dalam analisis ancaman, penjualan dan evaluasi kendali adalah cara utama mengevaluasi kemungkinan terjadinya ketidakberesan”. Dari pernyataan di atas, jelas bahwa analisis ancaman merupakan cara yang paling tepat digunakan untuk mengevaluasi terjadinya ketidakberesan atau fraud di dalam perusahaan. 2.
Survei Pendahuluan Tahap pokok dari survei ini adalah melakukan analisis ancaman (threat analysis). Hal ini dilakukan sehubungan dengan penilaian sebagai dasar untuk memformulasikan program audit. Tentunya akan sangat membantu jika masalah yang timbul selama fase ini dapat dikenali. Menurut Ratliff (1996) manfaat dilakukannya survei pendahuluan adalah:
39
“Preliminary survey give auditors the opportunity to get some initial on site information which can be extremely valuable in becoming familiar with current operations of the auditee and the controls to be audited”. Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dengan melakukan survei pendahuluan, auditor akan memperoleh informasi mengenai latar belakang perusahaan atau kegiatan lainnya yang berkaitan dengan kegiatan audit. 3.
Audit Program Audit internal harus menyusun dan mendokumentasikan program kerja
dalam rangka mencapai sasaran penugasan. Tugiman (2003) menyatakan bahwa program audit harus: a.
Membuktikan prosedur audit dalam pengumpulan, analisis, penafsiran, dan penyimpangan informasi yang diperoleh selama audit.
b.
Menetapkan tujuan audit.
c.
Menyatakan lingkup dan pengujian yang diperlukan untuk mencapai tujuan audit.
d.
Mengidentifikasi aspek–aspek teknis, risiko, proses, dan transaksi yang akan diteliti.
e.
Menetapkan sifat dan luas pengujian yang diperlukan.
f.
Merupakan persiapan bagi awal pelaksanaan pekerjaan audit dan perubahan, bila dipandang perul selama pelaksanaan audit. Dengan demikian, jelas bahwa program kerja harus menetapkan prosedur
untuk mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mendokumentasikan informasi selama penugasan. Program kerja ini harus memperoleh persetujuan
40
sebelum dilaksanakan. Perubahan atau penyesuaian atas program kerja juga harus mendapat persetujuan. 4.
Pemilihan Tim Auditor Tim audit harus mengumpulkan informasi mengenai catatan – catatan
yang tidak lengkap, ketidakcukupan bukti – bukti, kesalahan penyajian, atau mengubah bukti secara sengaja dalam melaksanakan fraud audit. Dalam hal ini tenaga ahli diperlukan untuk melakukan proses audit yang lebih rumit. Untuk memperoleh informasi khususnya yang berhubungan dengan fraud, tim auditor akan melakukan wawancara dengan banyak karyawan termasuk mereka yang dicurigai. Sehubungan dengan itu, anggota (fraud auditor) tim audit harus memiliki keterampilan, pengetahuan dan pengalaman yang luas dalam mewawancarai untuk mendokumentasikan hasil diskusi. Pertimbangan dalam penugasan staf adalah bahwa fraud auditing tidak dapat diperkirakan sebelumnya, karena mereka ditemukan dan dibutuhkan tindak lanjut secepatnya. Pertimbangan juga perlu diberikan kepada orang lain yang sering menjadi bagian dari tim fraud auditing yaitu staf dari bagian atau divisi akuntansi perusahaan, pengacara, dan staf legal perusahaan. Dalam keseluruhan kasus yang terjadi, tim audit harus berusaha sekuat tenaga untuk mencapai tujuan, menghindari penuduhan, pengecekan ulang kesaksian dan bertindak secara profesional setiap waktu. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fraud adalah suatu tindakan yang sengaja dilakukan oleh satu atau lebih individu dalam suatu
41
manajemen yang terdiri atas pihak pemerintahan, karyawan, dan pihak ketiga, yang melakukan tindak penipuan untuk mendapatan keuntungan secara ilegal, dengan karakteristik: a. Strandar Pemeriksaan dalam Fraud Auditing 1. Penemuan fraud. 2. Bukti yang cukup dan kompeten. b. Ruang Lingkup Fraud Auditing 1. Tingkat materialitas. 2. Biaya. 3. Informasi yang sensitif. 4. Pengembangan integritas. c. Pendekatan Audit 1. Analisis ancaman. 2. Survei pendahuluan 3. Audit program 4. Pemilihan tim auditor.
2.3
Kerangka Pemikiran
2.3.1 Peranan Audit Internal dalam Upaya Pencegahan Fraud Menurut Amrizal (2004), jika struktur audit internal sudah di tempatkan dan berjalan dengan baik, peluang adanya fraud yang tak terdeteksi akan banyak berkurang. Pemeriksaan kecurangan harus mengenal dan memahami dengan baik setiap elemen dalam struktur audit internal agar dapat melakukan evaluasi dan mencari kelemahannya.
42
Ayusoraya (2010), keahlian seorang auditor internal dalam pengungkapan terjadinya fraud, harus memiliki kemampuan mirip dengan yang dimiliki seorang penyidik kriminal dan keberadaan keduanya adalah untuk mencari kebenaran melalui
pengungkapan
bukti
pendukung
perbutan
fraud
nya.
Dalam
pengungkapan fraud seorng auditor internal harus mempunyai rasa ingin tahu dan suka akan tantangan pada hal-hal yang muncul secara tidak lazim. Dengan kata lain jika ingin tahu pada hal-hal yang bertentangan dengan logika atau apa yang diharapkan secara wajar. Berdasarkan uraian diatas maka kerangka pemikiran penelitian ini digambarkan sebagai berikut: X Audit Internal
Y Fraud
Tugiman (2006:11)
Coram (2008:545)
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
2.4
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka peneliti mengajukan hipotesis
sebagai berikut: “Audit internal berperan dalam upaya pencegahan fraud”.