BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi Organisasi Peneiti menguraikan mengenai komunikasi organisasi yang dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu.Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarki antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan.4 Komunikasi organisasi terjadi kapanpun setidak-tidaknya satu orang yang menduduki suatu jabatan dalam suatu organisasi menafsirkan suatu pertunjukan. Karena fokus kita adalah komunikasi di antara anggota-anggota suatu organisasi, analisis komunikasi organisasi menyangkut penelaahan atas banyak transaksi yang terjadi secara simultan. Sistem tersebut menyangkut pertunjukan dan penafsiran pesan di antara lusinan atau bahkan ratusan individu pada saat yang sama yang memiliki jenis-jenis hubungan berlainan yang menghubungkan mereka. Menurut Putnam, bila organisasi dianggap sebagai suatu struktur atau wadah yang telah ada sebelumnya, maka komunikasi dapat dianggap sebagai suatu substansi nyata yang mengalir ke atas, ke bawah, dan ke samping dalam suatu wadah. Dalam pandangan itu, komunikasi berfungsi mencapai tujuan dari sistem organisasi. Menurut Farace, Monge, & Russell5, Fungsi-fungsi komunikasi lebih khusus meliputi pesan-pesan mengenai pekerjaan, pemeliharaan, motivasi, integrasi, dan inovasi. 4
R. Wayne Pace & Don F. Faules. Komunikasi Organisasi. Bandung. 2013. Hal. 31-32 Ibid. Hal. 34
5
9 http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
Kutipan diatas menejelaskan bahwa komunikasi organisasi sangat penting didalam sebuah perusahaan, karena untuk menciptakan sebuah komunikasi yang baik dalam organisasi dan membantu pencapaian sebuah tujuan organisasi. Komunikasi mendukung struktur organisasi dan adaptasinya dengan lingkungan. Bila organisasi merupakan suatu pemroses informasi besar, maka maksud proses komunikasi adalah untuk memperoleh informasi yang tepat bagi orang yang tepat pada saat yang tepat. Berdasarkan perspektif Farace, Monge, & Russell,6 komunikasi organisasi dapat dilihat sebagai proses mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan menyebarkan komunikasi yang memungkinkan organisasi berfungsi. Kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi organisasi dapat dilihat sebagai suatu proses dalam penyebaran komunikasi yang memungkinkan organisasi dalam menjalankan fungsinya. Ketika organisasi dianggap sebagai orang-orang yang berinteraksi dan memberi makna kepada interaksi tersebut, komunikasi menjadi suatu fungsi pembentuk organisasi
alih-alih sekadar fungsi
pemeliharaan organisasi.
Berdasarkan perspektif Smircich, komunikasi organisasi akan berpusat pada simbol-simbol yang memungkinkan kehidupan organisasi. Apakah kata-kata, gagasan dan konstruk yang mendorong, mengesahkan, mengkoordinasikan, dan mewujudkan aktivitas terorganisasikan dalam situasi-situasi spesifik. Maka komunikasi adalah penting bagi eksistensi organisasi dan berperan lebih banyak 6
Ibid. Hal. 34
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
dari pada sekadar melaksanakan rencana-rencana orgnisasi. Dalam beberapa rencana, komunikasi diteorisasikan untuk memberi pandangan atas perilaku organisasi yang penting (misalnya adaptasi). Bagi kaum subjektivis, komunikasi adalah perilaku yang penting. Untuk melukiskan lebih jauh, perhatikan peranan komunikasi dalam pengambilan keputusan. Kebanyakan orang akan setuju bahwa komunikasi itu penting bagi proses pengambilan keputusan. Namun, sebagian teoritis lebih jauh memandang komunikasi sebagai landasan keputusan. 7 Dalam memahami organisasi yang perlu diperhatikan adalah dua pola struktur pokok yang formal (direncanakan, dikehendaki melalui lini-lini resmi otoritas dan tanggung jawan) dan informal (suatu sistem dadakan, tidak terstruktur, dan menurut kebutuhan tertentu). Ada dua tipe hubungan manusiawi penting yang bersifat organisasional, yaitu : 1. Hubungan antara manajer dan pekerja. 2. Hubungan antara pekerja dengan pekerja lain yang di dalam organisasi. Hubungan manusiawi dalam konteks dunia kerja perlu mendapatkan fokus yang utama, sebab merujuk pada setiap perbaikan dalam prestasi kerja berbicara tentang mutu dari kehidupan kerja, bagaimana lingkungan kerja dapat memenuhi kebutuhan karyawan serta mengadopsi nilai-nilai kerja karyawan sehingga dapat membentuk suatu kesatuan yang utuh dalam mencapai tujuan bersama.
7
Ibid. Hal. 34
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
Tidak dapat dipungkiri adanya suatu interaksi kebutuhan dalam suatu perusahaan antara kebutuhan perusahaan itu sendiri dengan kebutuhan karyawannya. Setiap karyawan memiliki kebutuhan pribadi yang secara tidak langsung masuk dalam kehidupan kerjanya. Hal tersebut sangat mempengaruhi motivasi karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya, dari sinilah dapat dipahami perilaku-perilaku manusia dalam suatu organisasi. Menurut Hawkins,8 bahwa kekuatan besar mampu berperan penting dalam pengambilan keputusan dan kesuksesan menjalankan usaha dengan menekankan kedekatan personal dan pemahaman karakter budaya secara individu. Kutipan diatas menjelaskan bahwa dalam mengambil sebuah keputusan dalam menjalankan sebuah usaha harus memiliki kekuatan yang sangat besar dengan cara melakukan pendekatan personal, mengetahui karakter-karakter karyawan yang berbeda-beda, kemudian membentuk satu kesatuan dan memunculkan sebuah kekuatan yang akan menimbulkan sebuah kesuksesan dalam menjalankan usaha. Kebutuhan individu akan prestasi merupakan salah satu faktor dominan dalam dunia kerja dimana individu dapat merasakan bahwa apa yang dikerjakannya dihargai dan memberikan suatu masukan yang berarti bagi perusahaan dan hal ini bergantung kepada sejauh mana motivasinya untuk meraih kesuksesan, kemungkinan mendapatkan kesuksesan, serta penghargaan yang diberikan oleh perusahaan.
8
Edy Sutrisno. Budaya Organisasi. Kencana. Jakarta. 2010. Hal. 49-51
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa kebutuhan-kebutuhan individu inilah yang menjadi faktor pendorong individu dalam bekerja atau perilaku organisasi. Melalui pemahaman di atas akan kebutuhan-kebutuhan manusiawi dapat diciptakan suatu iklim dalam dunia kerja yang mampu memotivasi individu untuk terus berkarya secara optimal. Di samping kebutuhan-kebutuhan tersebut, individu juga memiliki harapan terhadap apa yang telah atau pun akan dikerjakan. Keadaan tersebut juga perlu mendapatkan perhatian yang serius dimana individu secara psikologis merasakan kepuasan dalam melakukan pekerjaan jika harapannya sesuai dengan apa yang diterima setelah menyelesaikan suatu pekerjaan, dimana hal ini berpengaruh dengan kinerja individu untuk dapat melakukan pekerjaan lainnya. 2.2 Budaya Organisasi Menurut Kilmann, 9 Budaya organisasi dapat didefinisikan sebagai perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan (beliefs), asumsiasumsi (assumptions), atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah organisasinya. Budaya organisasi juga disebut budaya perusahaan, yaitu seperangkat nilai-nilai atau norma-norma yang telah relatif lama berlakunya, dianut bersama oleh para anggota organisasi (karyawan) sebagai norma perilaku dalam menyelesaikan masalah-masalah organisasi (perusahaan). Dalam budaya organisasi terjadi sosialisasi nilai-nilai dan menginternalisasi dalam diri para anggota, menjiwai orang per orang di dalam organisasi. Dengan demikian, maka budaya organisasi merupakan jiwa organisasi dan jiwa para anggota organisasi. Definisi budaya organisasi menurut kilmann yang peneliti kutip menjelaskan tentang budaya organisasi memiliki satu kekuatan sosial yang tidak tampak, yang dapat menggerakan orang-orang dalam suatu organisasi untuk melakukan aktivitas kerja. Secara tidak sadar tiap-tiap orang di dalam suatu 9
Ibid. Hal. 2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
organisasi mempelajari budaya yang berlaku di dalam organisasinya. Apalagi bila ia sebagai orang baru supaya dapat diterima oleh lingkungan tempat kerja, ia berusaha mempelajari apa yang dilarang dan apa yang diwajibkan, apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang benar dan apa yang salah dan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan di dalam organisasi tempat kerja itu. Jadi budaya organisasi mensosialisasikan dan menginternalisasikan pada para anggota organisasi. Greeberg dan Baron
10
berpendapat bahwa budaya organisasi dapat
didefinisikan sebagai : Kerangka kerja Kognitif yang terdiri dari sikap, norma-norma perilaku yang berbeda dan bagaimana harapan bersama dengan anggota organisasi. Dalam kutipan diatas menjelaskan bahwa budaya organisasi merupakan satu kekuatan sosial yang tidak tampak, yang dapat menggerakan orang-orang dalam suatu organisasi untuk melakukan aktivitas kerja. Secara tidak sadar tiaptiap orang didalam suatu organisasi mempelajari budaya yang berlaku di dalam organisasinya. Apalgi bila ia sebagai orang baru supaya dapat diterima oleh lingkungan tempat kerja, ia berusaha mempelajari apa yang dilarang dan apa yang diwajibkan, apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang benar dan apa yang salah, apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan di dalam
10
Jurnal Proquest. Tomislav Bunjevac. Assessment Of The Organizational Culture Of Companies By Bussiness-School Students in Croatia. Hal. 408. Diakses oleh peneliti pada Rabu, 15-06-2016, Pukul 08.08.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
organisasi
tersebut.
Jadi
budaya
organisasi
mensosialisasikan
dan
menginternalisasikan pada para anggota organisasi. Denison
11
memberikan kerangka umum hubungan antara budaya
organisasi, kebijakan organisasi dan efektivitas : Atribut keberhasilan organisasi untuk beberapa kombinasi dari nilai-nilai dan keyakinan, kebijakan, praktek dan hubungan antara keduanya. Lebih khusus, kerangka umum tentang efektifitas organisasi menunjukan bahwa efektivitas adalah fungsi dari : 1. Nilai-nilai kepercayaan yang dianut oleh anggota organisasi. 2. Kebijakan dan praktek yang digunakan oleh suatu organisasi. 3. Menerjemahkan nilai-nilai inti dan keyakinan dalam kebijakan dan praktek secara konsisten. 4. Interelasi dari nilai-nilai inti dan keyakinan, kebijakan organisasi, praktek dan lingkungan bisnis organisasi. Dalam kutipan diatas menjelaskan bahwa dapat juga dilihat dari fungsi efektivitas dalam organisasi tersebut yang salah satunya sebagai kunci dari keberhasilan dari suatu organisasi. 2.2.1 Fungsi Budaya Organisasi Menurut Robbins,12 budaya organisasi mempunyai beberapa fungsi : 1. Budaya mempunyai suatu peran pembeda. Hal itu berarti bahwa budaya kerja menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan yang lain. 2. Budaya organisasi membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. 3. Budaya organisasi mempermudah timbul pertumbuhan komitmen pada suatu yang lebih luas dari pada kepentingan diri individual. 4. Budaya organisasi itu meningkatkan kemantapan sistem sosial.
11
Jurnal Proquest. Leisen, Birgit;Lilly, Bryan;Winsor, Robert D. The Effects of Organizational Culture and Market Orientation on The Effectiveness of Strategic Marketing Aliancess. Hal. 203. Diakses oleh peneliti pada Rabu, 15-06-2016, pukul 08.29. 12 Ibid. Hal. 10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
Dalam menganalisa peneliti menggunakan teori robbins yang menjelaskan fungsi-fungsi dari budaya organisasi. Sebelum membentuk sebuah budaya dalam perusahaan, ada baiknya mengetahui fungsi dari budaya organisasi. Fungsi budaya organisasi yang dijelaskan oleh robbins bahwa adanya budaya organisasi didalam perusahaan adalah salah satu cara dalam membentuk identitas dan dari identitas tersebut akan membuat suatu perbedaan dari perusahaan lainnya. Tidak hanya itu bahkan budaya organisasi membuat timbulnya komitmen-komitmen dalam perusahaan tersebut. Menurut Robins, budaya organisasi merupakan sistem nilai bersama dalam suatu organisasi yang menentukan tingkatan bagaimana para karyawan melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Budaya organisasi juga didefinisikan sebagai suatu nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan, sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilainilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak dan bertingkah laku.13 Dalam fungsi budaya organisasi ini dijelaskan bahwa seluruh sumber daya manusia yang ada di organisasi harus dapat memahami dengan benar mengenai budaya organisasi yang ada. Pemahaman ini sangat berkaitan dengan setiap gerak langkah dari kegiatan yang dilakukan, baik perencanaan yang bersifat strategis dan taktikal, maupun kegiatan dari faktor perencanaan dimana setiap kegiatan tersebut harus berdasarkan pada budaya organisasi.
13
Ibid. Hal. 24-25
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
2.2.2 Karakteristik Budaya Organisasi Menurut Stepen P. Robbins, 14 menyatakan ada 10 karakteristik yang apabila dicampur dan dicocokan, akan menjadi budaya organisasi. 10 karakteristik budaya organisasi tersebut sebagai berikut; 1. Inisiatif Individual yang dimaksud inisiatif individual adalah tingkat tanggung jawab, kebebasan atau independensi yang dipunyai setiap individu dalam mengemukakan pendapat. Inisiatif individu tersebut perlu di hargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang menyangkut ide untuk mengembangkan organisasi atau perusahaan. 2. Toleransi terhadap Tindakan Beresiko Dalam budaya organisasi perlu ditekankan, sejauh mana para pegawai dianjurkan untuk dapat bertindak agresif, inovatif dan mengambil risiko. Suatu budaya organisasi dikatakan baik, apabila dapat memberikan toleransi kepada anggota atau para pegawai untuk dapat bertindak agresif dan inovatif untuk memajukan organisasi/perusahaan serta berani mengambil risiki terhadap apa yang dilakukannya. 3. Pengarahan Pengarahan dimaksudkan sejauhmana suatu organisasi/ perusahaan dapat menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang di inginkan. Sasaran dan harapan tersebut jelas tercantum dalam visi, misi dan tujuan organisasi.kondisi ini dapat berpengaruh terhadap kinerja organisasi atau perusahaan. 4. Integrasi Integrasi dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi atau perusahaan dapat mendorong unit-unit organisasi untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi. Kekompakan unit-unit organisasi dalam bekerja dapat mendorong kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dihasilkan. 5. Dukungan Manajemen Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manager dapat memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap bawahan. Perhatian manajemen terhadap bawahan (karyawan) sangat membantu kelancaran kinerja suatu organisasi. 6. Kontrol Alat control yang dapat dipakai adalah peraturan atau norma-norma yang berlaku dalam suatu organisasi atau perusahaan. untuk itu diperlukan sejumlah aturan dan tenaga pengawas (atasan langsung) yang dapat digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawai atau karyawan dalam suatu organisasi. 14
Moh. Pabundu Tika. Budaya organisasi dan peningkatan kinerja perusahaan. Jakarta. 2006. Hal. 10-12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
7. Identitas Identitas dimaksudkan sejauh mana para anggota atau karyawan suatu organisasi atau perusahaan dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai satu kesatuan dalam perusahaan dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian professional tertentu. Identitas diri sebagai satu kesatuan dalam perusahaan sangat membantu manajemen dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi atau perusahaan. 8. Sistem Imbalan Sistem imbalan dimaksudkan sejauh mana alokasi imbalan ( seperti kenaikan gaji, promosi, dan sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan sebaliknya didasarkan atas senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya. Sistem imbalan yang didasarkan atas prestasi kerja pegawai dapat mendorong pegawai atau karyawan suatu organisasi atau perusahaan untuk bertindak dan berperilaku inovatif dan mencari prestasi kerja yang maksimal sesuai kemampuan dan keahlian yang dimilikinya. Sebaliknya, sistem imbalan yang didasarkan senioritas dan pilih kasih, akan berakibat tenaga kerja yang punya kemampuan dan keahlian dapat berlaku pasif dan frustrasi. Kondisi semacam ini dapat berakibat kinerja organisasi atau perusahan menjadi terhambat. 9. Toleransi terhadap Konflik Sejauh mana para pegawai atau karyawan didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka. Perbedaan pendaapat merupakan fenomena yang sering terjadi dalam organisasi atau perusahaan. namun, perbedaan pendapat atau kritik yang terjadi dapat dijadikan sebagai media untuk melakukan perbaikan atau perubahan strategi untuk mencapai tujuan suatu organisasi atau perusahaan. 10. Pola Komunikasi Sejauh mana komunikasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal. Terkadang hierarki kewenanga dapat menghambat terjadinya pola komunikasi antara atasan dan bawahan atau antar karyawan itu sendiri. Kutipan diatas menjelaskan bahwa karakteristik yang dijelaskan diatas jika sudah di tanamkan dalam keseharian anggota-anggota dalam organisasi maka akan terbentuknya sebuah budaya organisasi dalam perusahaan tersebut. 2.2.3 Manfaat Budaya Organisasi Menurut Susanto,15 mengemukakan bahwa budaya suatu perusahaan dapat dimanfaatkan sebagai andalan daya saing suatu perusahaan dalam menghadapi perubahan dan tantangan. Budaya organisasi juga dapat dijadikan sebagai rantai pengikat untuk menyamakan persepsi atau arah pandang anggota organisasi
15
Op.cit. Hal. 27-28
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
terhadap suatu permasalahan sehingga akan menjadi satu kekuatan untuk mencapai suatu tujauan. Beberapa manfaat budaya organisasi dikemukakan oleh Robins, sebagai berikut : 1. Membatasi peran yang membedakan antara organisasi yang satu dengan organisasi yang lain. Setiap organisasi mempunyai peran yang berbeda sehingga perlu memiliki akar budaya yang kuat dalam sistem dan kegiatan yang ada dalam organisasi. 2. Menimbulkan rasa memiliki identitas bagi para anggota organisasi. Dengan budaya organisasi yang kuat, anggota organisasi akan merasa memiliki identitas yang merupakan ciri khas organisasi. 3. Mementingkan tujuan bersama dari pada mengutamakan kepentingan individu. 4. Menjaga stabilitas organisasi. Kesatuan komponen-komponen organisasi yang direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama akan membuat kondisi organisasi relatif stabil. Keempat fungsi tersebut menunjukan bahwa budaya organisasi dapat membentuk perilaku dan tindakan karyawan dalam menjalankan aktivitasnya didalam organisasi, sehingga nilai-nilai yang ada dalam budaya organisasi perlu ditanamkan sejak dini pada setiap individu organisasi. Menurut Gibson, 16 budaya organisasi dapat mempengaruhi cara orang bertingkah laku, cara menggambarkan pekerjaannya, cara bekerja dengan koleganya, dan cara memandang masa depannya dengan wawasan yang luas yang ditentukan oleh norma, nilai, dan kepercayaannya. Berbagai penelitian mengenai perilaku organisasi menunjukan bahwa peran budaya organisasi mendukung efektivitas organisasi dan respon individu. Pada kutipan diatas menjelaskan bahwa kecocokan anggota organisasi dengan budaya yang berlaku dapat meningkatkan produktivitas, kepuasan dalam bekerja, performance, komitmen organisasi dan keinginan untuk tetap tinggal diperusahaan.
16
Op.cit. Hal. 28
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
Menurut O’Reilly, Chatman, & Caldwell, 17 menunjukkan bahwa kecocokan individu dengan budaya organisasi dapat memprediksi meningkatkan kinerja, kepuasan dan perputaran tenaga kerja antar berbagai macam jabatan. Kutipan di atas menjelaskan bahwa dengan adanya kecocokan budaya organisasi pada anggota akan meningkatkan sebuah kinerja dan kepuasan pada anggota dalam organisasi tersebut. Dengan adanya sebuah kecocokan dalam budaya yang ada di dalam perusahaan tersebut maka kemungkinan timbulnya loyalitas terhadap perusahaan. 2.2.4 Tipe Budaya Organisasi Robert Kreitner dan Angelo Kinicki, 18 mengemukakan adanya tiga tipe umum budaya organisasi, yaitu Constructive, Pasive-defensive, dan Aggressivedefensive, dan setiap tipe terkait dengan serangkaian keyakinan normatif yang berbeda. Keyakinan normatif merupakan pemikiran dan keyakinan individu tentang bagaimana anggota kelompok tertentu atau organisasi diharapkan mendekati pekerjaannya dan berinteraksi dengan orang lain. 1. Constructive culture adalah budaya dimana pekerja didorong untuk berinteraksi dengan orang lain dan bekerja pada tugas dan proyek dengan cara yang akan membantu mereka dalam memuaskan kebutuhannya untuk tumbuh dan berkembang. Tipe budaya ini mendukung keyakinan normatif terkait dengan prestasi, aktualisasi diri, dorongan kemanusiaan, dan afiliasi. 2. Passive-defensive culture mempunyai karakteristik menolak keyakinan bahwa pekerja harus berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang tidak menantang keamanan kerja mereka sendiri. Budaya ini memperkuat keyakinan normative dikaitkan dengan penilaian, kebiasaan, ketergantungan dan penghindaran. 3. Aggressive-defensive culture mendorong pekerja mendekati tugas dengan cara memaksa dengan maksud melindungi status dan keamanan kerja mereka. Tipe budaya ini lebih mempunyai karakteristik keyakinan normative mencerminkan oposisi, kekuatan, kompetitif dan perfeksionis. 17 18
Op.cit. Hal. 28 Wibowo. Budaya Organisasi. Jakarta. 2013. Hal. 30-31
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
Peneliti mengutip tipe budaya organisasi sebagai bahan analisis dalam penelitian. Perusahaan yang peneliti teliti menggunakan tipe budaya organisasi yang seperti apa. 2.2.5 Jenis-jenis Budaya Organisasi Dalam menganalisis peneliti mengutip jenis-jenis budaya organisasi yang dapat ditentukan berdasarkan proses informasi. Menurut Robert E. Quinn dan Michael R. McGrath, 19 membagi budaya organisasi berdasarkan proses informasi sebagai berikut: a. Budaya Rasional Dalam budaya ini, proses informasi individual (klarifikasi sasaran pertimbangan logika, perangkat pengarahan) diasumsikan sebagai sarana bagi tujuan kinerja yang ditunjukkan (efisiensi, produktivitas dan keuntungan). b. Budaya ideologis Dalam budaya ini, pemrosesan informasi intuitif (dari pengetahuan yang dalam, pendapat dan inovasi) diasumsikan sebagai sarana bagi tujuan revitalisasi (dukungan dari luar, perolehan sumber daya dan pertumbuhan). c. Budaya consensus Dalam budaya ini, pemrosesan informasi kolektif (diskusi, partisipasi dan konsensus) diasumsikan untuk menjadi sarana bagi tujuan kohesi (iklim, moral dan kerja sama kelompok). d. Budaya hierarkis Dalam budaya hierarkis, pemrosesan informasi formal (dokumentasi, komputasi dan evaluasi) diasumsikan sebagai sarana bagi tujuan kesinambungan (stabilitas, control dan koordinasi). Peneliti mengutip jenis-jenis budaya organisasi menurut Robert E. Quinn dan Michael R. McGrath sebagai bahan penelitian didalam perusahaan tersebut menggunakan salah satu jenis budaya organisasi yang telah dijelaskan di atas.
19
Op.cit. Hal. 7-8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
2.2.6 Elemen Budaya Organisasi Elemen-elemen budaya organisasi menunjukan tingkatan dari unsur-unsur budaya dimana fenomena budaya bisa diamati. Meskipun ada kesamaan pandangan dari para ahli bahwa budaya organisasi terdiri dari elemen yang bisa diamati secara kasat mata da nada yang tidak kelihatan.20 2.2.6.1 Elemen Budaya Organisasi Menurut Schein Elemen budaya organisasi dapat dibagi menjadi elemen yang terlihat dan elemen yang tidak terlihat. Schein, menggambarkan elemen-elemen budaya yang saling berkaitan antara elemen yang terlihat dan tidak terlihat. Elemen budaya yang paling dalam dan terihat adalah asumsi-asumsi dasar atau basic assumptions. Keberadaan elemen ini, seperti dilukiskan dengan garis vertical kea rah atas akan mempengaruhi nilai-nilai organisasi. Nilai-nilai organisasi selanjutnya akan mempengaruhi artefak dan kreasi manusia dalam lingkungan organisasi. Panah dari atas yang turun ke bawah menunjukan bahwa artefak dan kreasi manusia juga mempengaruhi
nilai-nilai
organisasi
yang
secara
tidak
mempengaruhi asumsi-asumsi dasar.21
20
Anik Herminingsih. Budaya Organisasi. Yogyakarta. 2014. Hal. 4 Ibid. Hal. 10
21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
langsung
akan
23
Artefak Dalam bentuk cerita-cerita, mitos, humor, ritual, upacara-upacara , pahlawan dan simbol-simbol.
Kasat mata, tetapi seringkali orang luar tidak memahami arti sesungguhnya
Kepercayaan, nilai-nilai dan sikap
Asumsi-asumsi dasar (basic assumptions) Merupakan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan, realitas, manusia, alam, aktivitas manusia dan hubungan antar manusia.
Level budaya yang paling dalam
Gambar 2.1 Elemen-elemen dan Interaksi Antar Elemen Budaya Organisasi 2.2.7 Level Budaya Organisasi Peneliti menjelaskan level budaya organisasi menurut Schein 22 yang dikutip dalam bukunya Moh.Pabundu Tika, yang membagi level budaya organisasi menjadi 3 bagian sebagai berikut: 1. Artefak Artefak yang mencakup semua fenomena yang bisa dilihat, didengar, dan dirasakan. Pada level artefak dan kreasi, kontruksinya dilakukan secara lingkungan fisik dan sosial. Pada level ini orang dapat melihat ruang fisik, produk teknologi kelompok, bahan tertulis dan tidak tertulis, produksi seni dan perilaku nyata organisasi. Dalam hal ini termasuk gaya berpakaian, penampilan emosional, mitos dan sejarah organisasi, nilai-nilai yang muncul dalam komunikasi seperti ritual, seremonial, dan sebagainya. 2. Nilai-nilai Nilai-nilai adalah solusi yang mucul dari seorang pemimpin dalam organisasi dengan maksud memecahkan masalah-masalah rutin dalam organisasi tersebut. Jika suatu kelompok ingin menciptakan atau dihadapkan dengan tugas-tugas organisasi, masalah-masalah atau isu-isu 22
Loc.cit. Hal. 22-23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
penting organisasi, maka solusi yang pertama muncul, datangnya dari individu-individu yang berpengaruh dalam kelompok tersebut. Mereka dapat menginterpretasikan, mengasumsikan, dan memberikan penilaian terhadap persoalan tersebut dan akan memberikan solusi baik menyangkut pengetahuan, sikap maupun tindakan yang harus dijalankan. Nilai-nilai dapat mencerminkan falsafah dan misi organisasi, tujuan, standar, dan larangan-larangan. 3. Asumsi Dasar Asumsi dasar ini yang merupakan bagian budaya organisasi yang paling utama. Asumsi dasar menjadi jaminan (taken for granted) bahwa seseorang menemukan fariasi kecil dalam unit budaya. Dalam asumsi dasar terdapat petunjuk-petunjuk yang harus dipatuhi anggota organisasi menyangkut perilaku nyata, termasuk menjelaskan kepada anggota kelompok bagaimana merasakan, memikirkan segala sesuatu. Dalam hal ini yang termasuk asumsi dasar adalah hubungan dengan lingkungan, hakikat mengenai kenyataan, waktu dan ruang, hakikat mengenai sifat manusia, hakikat aktifitas manusi, dan hakikat hubungan manusia. Peneliti menguraikan level budaya organisasi ini karena dari penjelasan diatas bahwa kenampakan kehidupan kelompok menhasilkan artefak dan menciptakan masalah klasifikasi. Solusi dapat berjalan secara berkesinambungan dan menjadi bagian budaya organisasi. Yang dimaksud dengan asumsi dasar ini untuk dapat menyelesaikan masalah secara berkesinambungan dan dapat di komunikasikan secara terus-menerus sehingga merupakan nilai yang dapat diandalkan. 2.2.6 Media Pewarisan Budaya Organisasi Pewarisan (learning) diartikan sebagai proses pembelajaran untuk melestarikan budaya organisasi dari pemimpin/pendiri organisasi atau anggota kelompok kepada anggota-anggota baru dengan maksud agar budaya organisasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
dapat dipakai sebagai pedoman berperilaku oleh seluruh anggota kelompok dalam organisasi.23 Menurut Stepen. P. Robbins, 24 ada beberapa media yang dapat digunakan dalam proses pembentukan dan pewarisan budaya organisasi, yaitu cerita, ritual, simbol dan material. 1. Cerita Cerita merupakan suatu narasi peristiwa pimpinan organisasi, pendiri organisasi, keputusan-keputusan penting yang memberi dampak terhadap jalannya organisasi di masa yang akan dating dan mengenai manajemen puncak saat ini. Cerita semacam ini mengaitkan keadaan sekarang dengan masa lampau dan memberi penjelasan serta keabsahan bagi tindakantindakan yang dilaksanakan. 2. Ritual Ritual merupakan kegiatan periodic yang mengungkapkan dan memperkuat nilai-nilai utama organisasi itu, tujuan apakah yang paling penting, orang-orang manakah yang penting dan mana yang dapat dikorbankan. Ritual selain digunakan sebagai suatu teknik formalisasi, juga merupakan alat untuk meneruskan budaya organisasi. Aktivitas seperti seremonial pengakuan dan pemberian penghargaan, pesta kecil pada hari tertentu serta piknik atau rekereasi tahunan perusahaan adalah ritual yang mengungkapkan dan memperkuat inti budaya organisasi tersebut. 3. Simbol Material Simbol material dapat berupa desain serta pemanfaatan fisik ruangan dan gedung, perabot kantor, kebiasaan eksekutif, cara berpakaian dan sebagainya. Simbol ini mengungkapkan kepada para pegawai siapa atau orang mana saja yang penting, tingkat derajat kesamaan yang diinginkan oleh manajemen puncak dan perilaku tertentu sesuai seperti pengambilan resiko, konservatif, otoriter, partisipatif individualistis, sosial dan sebagainya. 4. Bahasa Banyak organisasi dan unit dalam organisasi menggunakan bahasa sebagai suatu cara untuk mengidentifikasi anggota suatu budaya atau anak budaya. Dengan mempelajari bahasa ini, anggota membuktikan penerimaan mereka akan budaya itu dan dengan berbuat seperti itu, mereka membantu melestarikannya. Banyak organisasi mengembangkan istilah-istilah unik 23
Moh. Pabundu Tika. Budaya organisasi dan peningkatan kinerja perusahaan. Jakarta. 2006. Hal. 54 24 Ibid. Hal. 61-62
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
untuk menggambarkan perlengkapan, kantor, orang-orang penting, pemasok, pelanggan atau produk yang berkaitan dengan bisnisnya. Pegawai baru sering kali dibanjiri dengan akronim serta jargon yang setelah 6 bulan bekerja menjadi bagian dari bahasa mereka. Akan tetapi, setelah mereka berasimilasi, istilah-istilah tersebut bertindak sebagai denominator umum yang menggabungkan para anggota dari sebuah budaya atau subbudaya tertentu. Peneliti mengutip media pewarisan budaya dalam menganalisis budaya organisasi, karena terkadang ada sebuah perusahaan yang menggunakan cerita, ritual, simbol, dan bahasa sebagai proses pembentukan budaya organisasi. 2.2.5 Unsur Pembentukan Budaya Organisasi Peneliti menjelaskan unsur pembentuk budaya organisasi menurut Deal & Kennedy,25 yaitu: 1. Lingkungan usaha; lingkungan dimana perusahaan itu beroperasi akan menentukan apa yang harus dikerjakan oleh perusahaan tersebut untuk mencapai keberhasilan. 2. Nilai-nilai (values); merupakan konsep dasar dan keyakinan dari suatu organisasi. 3. Panutan/keteladanan; orang-orang yang menjadi panutan atau teladan karyawan lainnya karena keberhasilannya. 4. Upacara-upacara (rites dan ritual); acara-acara ritual yang diselenggarakan oleh perusahaan dalam rangka memberikan penghargaan pada karyawannya. 5. Network; jaringan komunikasi informal di dalam perusahaan yang dapat menjadi sarana penyebaran nilai-nilai dari budaya perusahaan. Peneliti menguraikan unsur pembentukan budaya organisasi karena dalam sebuah organisasi tidaklah muncul begitu saja, melainkan harus melihat unsurunsur seperti unsur yang telah dijelaskan oleh Deal & Kennedy.
25
Asri Laksmi Riani. Budaya Organisasi. Yogyakarta. 2011. Hal. 11-12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
2.2.6 Dimensi Budaya Organisasi Peneliti mengutip dimensi-dimensi budaya organisasi menurut Robbins,26 ada tujuh karakteristik primer yang secara bersama-sama menangkap hakikat budaya organisasi, yaitu: 1. Inovasi dan pengambilan risiko, sejauh mana para karyawan di dorong untuk inovatif dan berani mengambil risiko. 2. Perhatiakan ke hal yang rinci, sejauh mana para karyawan diharapkan mau memperlihatkan kecermatan, analisis dan perhatian kepada rincian. 3. Orientasi hasil, sejauh mana manajemen fokus pada hasil, bukan pada teknik dan proses yang digunakan untuk mendapatkan hasil tersebut. 4. Orientasi orang, sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil pada orang-orang didalam organisasi tersebut. 5. Orientasi tim, sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan dalam timtim kerja bukan hanya individu-individu. 6. Keagresifan, sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif. 7. Kemantapan, sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo sebagai lawan dari pertumbuhan atau inovasi. Dalam kutipan diatas peneliti mengutip dimensi budaya organisasi karena dengan memahami budaya organisasi melalui budaya organisasi, dapat dikatakan bahwa budaya organisasi dapat diperbandingkan meski kedua organisasi tersebut tidak bisa dikelompokan ke dalam satu industry yang sama.
26
Khomsahrial Romli. Komunikasi Organisasi Lengkap Edisi Revisi. Jakarta. Hal. 196
http://digilib.mercubuana.ac.id/