BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepemimpinan 3 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan Organisasi sangat membutuhkan peranan seorang pemimpin oleh karena pemimpin memiliki pengaruh yang sangat signifikan dalam mencapai tujuan organisasi. Oleh sebab itu, seorang pemimpin harus memiliki kompetensi atau pengetahuan (manajerial dan strategi) yang lebih, berperilaku yang baik, mampu mempengaruhi atau mengarahkan orang lain, harus mengambil keputusan, bertanggung jawab, baik dalam penyampaian ide, bijak, mengayomi, dan memberi motivasi. Mampu melakukan pendekatan personal (human relation) dengan bawahannya. Menurut Robbins (2011:410) kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk pencapaian suatu visi dan tujuan. Kepemimpinan merupakan salah satu dari tiga aktivitas dalam tindakan supervisi. Supervisi merupakan salah satu unsur pengendalian mutu. Menurut Terry (2010:153) Kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri seseorang atau pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerja secara sadar dalam hubungan tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Menurut Kast dan James (2002) dalam Nawawi (2015:155) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah bagian dari manajemen, tetapi tidak semuanya, misalnya para manjer perlu membuat rencana
10 Universitas Sumatera Utara
dan mengorganisir, tetapi yang diminta pemimpin hanyalah agar mereka mempengaruhi orang lain untuk ikut. Menurut Wexley dan Yukl (2005:68) kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk lebih berusaha mengerahkan tenaga dalam tugasnya atau merubah tingkah laku mereka. Kepemimpinan adalah proses dalam mengarahkan dan mempengaruhi para anggota dalam hal berbagai aktivitas yang harus dilakukan. Menurut Griffin (2008:121) membagi pengertian kepemimpinan menjadi dua konsep, yaitu sebagai proses dan sebagai atribut. Sebagai proses kepemimpinan difokuskan kepada apa yang dilakukan oleh para pemimpin, yaitu proses dimana para pemimpin menggunakan pengaruhnya untuk memperjelas tujuan untuk mencapai tujuan tersebut serta membantu menciptakan suatu budaya produktif dalam organisasi. Adapun dari sisi atribut, kepemimpinan adalah kumpulan karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Oleh karena itu, pemimpin dapat didefinisikan sebagai seorang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain tanpa menggunakan kekuatan sehingga orang-orang yang dipimpinnya menerima dirinya sebagai sosok yang layak memimpin mereka. (Hughes, et al., 2002:9) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi kelompok terorganisasi yang mengarah pada pencapaian tujuan-tujuan organisasi yang merupakan landasan yang tepat sebagai dasar mengukur konstruksi kepemimpinan. Kepemimpinan juga didefinisikan sebagai sekelompok proses, kepribadian, pemenuhan, perilaku tertentu, persuasi, wewenang, pencapaian tujuan, interaksi, perbedaan peran, inisiasi struktur, dan kombinasi dari dua atau lebih dari hal-hal tersebut. Dengan keadaan seperti
11 Universitas Sumatera Utara
itupemimpin organisasi harus menghadapi pergolakan besar dan lingkungan yang saling berlawanan. Kepemimpinan yang efektif tidak dapat tercapai tanpa inklusi penuh, inisiatif, dan kerja sama karyawan. Dengan kata lain, seseorang tidak bisa menjadi pemimpin yang hebat tanpa pengikut. Berdasarkan beberapa pengertian di atas tentang kepemimpinan dapat disimpulkan bahwasanya kepemimpinan adalah seni atau proses untuk memotivasi, mempengaruhi, mengkoordinasi, memberikan dorongan, perintah dan bimbingan terhadap individu atau kelompok untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dengan kemauan dan antusias tanpa adanya paksaan. 2.1.2 Aktivitas dan Peran Kepemimpinan Aktivitas pemimpin / manajer sehari-hari berkaitan erat dengan studi dan identifikasi peran mereka. Secara ringkas aktivitas-aktivitas tersebut adalah sebagai berikut: 1. Komunikasi. Aktivitas ini mencakup informasi yang berubah secara rutin dan pengolahan paper-work. Perilaku yang diobservasi mencakup menjawab pernyataan-pernyataan prosedural, menerima dan menyebarkan informasi rutin melalui telepon, mengolah surat, membaca laporan, menulis laporan, laporan keuangan dan pembukuan rutin, serta tugas umum. 2. Manajemen tradisional. Aktivitas ini mencakup informasi perencanaan, pengambilan keputusan, dan pengawasan. Perilaku yang diobservasi meliputi penetapan tujuan dan sasaran, menentukan tugas yang diperlukan untuk mencapai tujuan, penjadwalan karyawan, menetapkan tugas, memberi
12 Universitas Sumatera Utara
instruksi rutin, menentukan masalah, menangani krisis operasional harian, memutuskan apa yang harus dikerjakan, mengembangkan prosedur baru, memeriksa pekerjaan,
memonitor
data kinerja,
dan
melaksanakan
pemeliharaan preventif. 3. Manajemen sumber daya manusia. Aktivitas ini mencakup sebagian besar kategori perilaku: memotivasi/menguatkan, mendisiplin/menghukum, mengelola konflik, staffing, dan memberikan pelatihan/mengembangkan. Akan tetapi, kategori pendisiplinan/ pemberian hukuman dihilangkan karena tidak boleh diobservasi. Perilaku yang diobservasi pada aktivitas ini mencakup mengalokasikan penghargaan formal, meminta masukan, menyampaikan apresiasi, memberikan kredit sebagaimana mestinya, mendengarkan saran, memberikan umpan balik, memberikan dukungan kelompok, menyelesaikan konflik antar-anggota, naik banding ke otoritas yang lebih tinggi atau pihak ketiga untuk menyelesaikan perselisihan, mengembangkan
deskripsi
pekerjaan,
meninjau
kembali
aplikasi,
mewawancarai para pelamar kerja, menggantikan ketika diperlukan, memberikan
orientasi
kepada
karyawan,
merencanakan
pelatihan,
melakukan klarifikasi peran, melatih, menasihati, mengantar kelompok kerja melewati tugas. 4. Jaringan.
Aktivitas
ini
mencakup
bersosialisasi/berpolitik
dan
berinteraksi dengan pihak luar. Perilaku yang diobservasi berasosiasi dengan aktivitas ini, termasuk perbincangan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan; selentingan; mengeluh; mengomel, dan menghina orang lain;
13 Universitas Sumatera Utara
menghadapi para pelanggan, pemasok, dan penjual keliling; menghadiri rapat-rapat luar; dan melakukan/ menghadiri event-event masyarakat. Peran kepemimpinan sangat menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Mintzberg dalam Luthans (2010:688) mengemukakan tiga jenis peran manajerial. Peran interpersonal muncul secara langsung dari otoritas resmi dan mengacu kepada hubungan antara manajer dengan yang lainnya. Berdasarkan posisi formal, manajer memiliki peran pemimpin bayangan sebagai simbol organisasi. Sebagian besar waktu dipakai sebagai pemimpin bayangan dalam tugas-tugas seremonial seperti menyambut tur kelas pelajar atau mengajak pelanggan penting untuk makan siang. Peran interpersonal yang kedua secara khusus disebut peran pemimpin. Dalam peran ini manajer menggunakan pengaruhnya untuk memotivasi dan mendorong bawahan untuk
mencapai
tujuan-tujuan
organisasional.
Pada
jenis
ketiga
peran
interpersonal, manajer menjalankan peran kepenghubungan. Peran ini mengakui bahwa manajer sering menghabiskan lebih banyak waktu untuk berinteraksi dengan orang lain di luar unit mereka daripada bekerja dengan para pemimpin dan bawahan sendiri. Selain peran-peran interpersonal terdapat peran manajerial memiliki peran informasional penting. Sebagai monitor, manajer secara terus-menerus mengamati lingkungan dan menyelidiki bawahan, bos, dan kontak luar sebagai informasi. Sebagai diseminator, manajer mendistribusikan informasi untuk mencocokkannya dengan orang-orang dalam. Sebagai pembicara, manajer memberikan informasi kepada pihak luar.
14 Universitas Sumatera Utara
Dalam peran pengambilan keputusan, manajer bertindak berdasarkan infromasi. Dalam peran kewirausahaan, manajer memulai pengembangan proyek dan menempatkan sumber yang diperlukan. Sebagai pengendali gangguan, pada sisi yang lain, daripada proaktif seperti pengusaha, manajer reaktif terhadap permasalahan dan memaksa situasi. Sebagai alokator sumber daya, manajer memutuskan siapa mendapatkan apa di departemennya. Sebagai negosiator, manajer menghabiskan waktu pada semua tingkat negosiasi memberi dan menerima dengan bawahan, bos, dan pihak luar. Untuk lebih jelas peran manajerial dari Mintzberg dapat dilihat di Gambar 2.1.
OTORITAS DAN STATUS FORMAL
PERAN INTERPERSONAL Figur Pemimpin Hubungan
PERAN INFORMASIONAL Monitor Diseminator Pembicara
PERAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN Pengusaha Pengendali gangguan Alokator sumber daya Negosiator
Gambar 2.1 Peran Manajerial Dari Mintzberg
15 Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Tipe-Tipe Kepemimpinan Dalam setiap realitasnya bahwa pemimpin dalam melaksanakan proses kepemimpinannya terjadi adanya suatu perbedaan antara pemimpin yang satu dengan yang lainnya. Sebagaimana menurut Terry (2010:132) mengemukakan bahwasanya
tipe-tipe
kepemimpinan
terbagi
menjadi
6
bagian,
yaitu:
1. Tipe kepemimpinan pribadi (personal leadership). Dalam sistem kepemimpinan ini, segala sesuatu tindakan dilakukan dengan mengadakan kontak pribadi. Petunjuk itu dlakukan secara lisan atau langsung dilakukan secara pribadi oleh pemimpin yang bersangkutan. 2. Tipe kepemimpinan non pribadi (non personal leadership). Segala sesuatu kebijaksanaan yang dilaksanakan melalui bawahan-bawahan atau media non pribadi baik rencana atau perintah juga pengawasan. 3. Tipe kepemimpinan otoriter (authoritorian leadrship). Pemimpin otoriter biasanya bekerja keras, sungguh-sungguh, teliti dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan-peraturan yang berlaku secara ketat dan instruksinya harus ditaati. 4. Tipe kepemimpinan demokratis (democratis leadership). Pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan bersamasama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang terlaksananya tujuan bersama agar setiap anggota turut bertanggung jawab, maka setiap anggota ikut serta dalam setiap kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan, dan penilaian. Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang berharga dalam usaha pencapaian tujuan.
16 Universitas Sumatera Utara
5. Tipe kepemimpinan paternalistik. Kepemimpinan ini didirikan oleh suatu pengaruh yang bersifat kebapakan dalam hubungan pemimpin dan kelompok. Tujuannya adalah untuk melindungi dan untuk memberikan arah seperti halnya seorang bapak kepada anaknya. 6. Tipe kepemimpinan menurut bakat (indogenious leadership). Biasanya timbul dari kelompok orang-orang yang informal dimana mungkin mereka berlatih dengan adanya sistem kompetisi, sehingga bisa menimbulkan daya saing dari kelompok yang bersangkutan dan biasanya akan muncul pemimpin yang mempunyai kelemahan diantara yang ada dalam kelompok tersebut. 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepemimpinan Pendapat Bass (1998) dalam Mutamimah (2001:3) menjelaskan bahwa seorang pemimpin dapat mentransformasikan bawahannya melalui empat komponen yang terdiri dari: 1. Charismatic Leadership (Kharismatik /pengaruh terhadap individu), Pemimpin
tersebut
mempunyai
power
dan
pengaruh.
karyawan
dibangkitkan, sehingga mempunyai tingkat kepercayaan dan keyakinan. Pemimpin membangkitkan dan menyenangkan karyawannya dengan meyakinkan bahwa mereka mampu menyelesaikan sesuatu yang lebih besar dengan usaha ekstra. 2. Inspirational Motivation (Motivasi inspiratif), Pemimpin selalu memotivasi dan merangsang bawahannya dengan menyiapkan pekerjaan yang berarti dan menantang, antusiasme dan optimisme ditunjukan. Pemimpin selalu
17 Universitas Sumatera Utara
mengkomunikasikan visi, misi dan harapan-harapan dengan tujuan agar bawahan mempunyai komitmen yang tinggi untuk mencapai tujuan. 3. Intellectual
Stimulation
(Stimulasi
intelektual),
Pemimpin
selalu
menstimulasi bawahannya secara intelektual, sehingga mereka menjadi inovatif dan kreatif dalam menyelesaikan masalah dengan cara-cara yang baru. Selain itu, pemimpin mengajarkan dengan melihat kesulitan sebagai masalah yang harus diselesaikan dan memberikan penyelesaian masalah secara rasional. 4. Individualized
Consideration
(Konsiderasi
individual),
Pemimpin
memberikan perhatian kepada karyawan secara individual, seperti : kebutuhan karyawan untuk berprestasi, memberikan gaji, memberi nasehat kepada karyawan sehingga karyawan dapat tumbuh dan berkembang. 2.1.5 Teori-Teori Kepemimpinan 1. Teori kontingensi kepemimpinan. Berkaitan hanya pada pemimpin itu sendiri terbukti gagal menjadi teori kepemimpinan yang menyeluruh. Perhatian pun berubah tidak hanya pada kelompok yang dipimpin dan pada hubungan pertukaran, tetapi juga pada aspek kepemimpinan situasional. Banyak variabel situasional diidentifikasi, tetapi tidak ada teori menyeluruh yang menjadikannya suatu kesatuan, sehingga Fiedler dalam Luthans (2010:275) menjabarkan teori kepemimpinan efektif yang berbasis situasi dan kontingensi. Situasi yang menguntungkan dideskripsikan oleh Fiedler dalam Luthans (2010:275) sebagai tiga dimensi empiris: hubungan pemimpin anggota; tingkat struktur tugas; dan kekuasaan posisi pemimpin.
18 Universitas Sumatera Utara
Situasi akan memberi dukungan pada pemimpin jika ketiga dimensi ini tinggi, dengan kata lain, jika pemimpinnya secara umum diterima dan dihormati pengikutnya (dimensi pertama), jika tugas sangat terstruktur dan semuanya dapat terjelaskan dengan gamblang (dimensi kedua), dan jika otoritas dan wewenang secara formal dihubungkan dengan posisi pemimpin (dimensi ketiga), situasinya akan menyenangkan. Jika yang terjadi adalah sebaliknya (ketiga dimensi dalam keadaan rendah), situasi akan sangat tidak menyenangkan bagi pemimpin. 2. Teori kepemimpinan path-goal. Perkembangan teori dengan pendekatan kontingensi lain yang sudah dikenal adalah teori path-goal yang berasal dari harapan kerangka kerja teori motivasi. Pada intinya, teori path-goal menjelaskan dampak perilaku pemimpin pada motivasi bawahan, kepuasan, dan kinerjanya. Menggabungkan empat tipe atau gaya kepemimpinan yang utama, yaitu: kepemimpinan direktif; kepemimpinan supotif; kepemimpinan partisipatif; dan kepemimpinan berorientasi kepada prestasi. 3. Teori kepemimpinan karismatik. Kepemimpinan karismatik adalah warisan dari konsepsi kepemimpinan lama seperti mereka yang dengan kekuatan kemampuan personalnya, mampu memiliki efek yang luar biasa terhadap pengikutnya. Oleh karena pengaruh yang dimiliki pemimpin karismatik terhadap pengikutnya, teori memprediksi bahwa pemimpin karismatik menghasilkan kinerja pengikut melebihi yang diharapkan, seperti komitmen yang kuat kepada pemimpin dan misinya.
19 Universitas Sumatera Utara
2.2 Komitmen Organisasi 2.2.1Pengertian Komitmen Organisasi Menurut Meyer dan Allen (1991) dalam Sopiah (2008:157) merumuskan suatu definisi mengenai komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya, dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam berorganisasi. Komitmen organisasi adalah identifikasi dan ikatan seseorang pada sebuah organisasi (Moorhead dan Griffin, 2013:73). Konsep lain komitmen organisasi adalah perasaan keterkaitan atau keterikatan psikologis dan fisik pegawai terhadap organisasi tempatnya bekerja atau organisasi di mana dirinya menjadi anggotanya (Wirawan, 2013:713). Menurut Kreitner dan Kinicki (2014:165) komitmen organisasi adalah tingkatan di mana seseorang mengenal perusahaan dan tujuan-tujuannya. Komitmen organisasi merupakan sikap kerja yang penting karena orang-orang yang memiliki komitmen diharapkan menunjukkan kesediaan untuk bekerja lebih keras demi mencapai tujuan organisasi dan memiliki hasrat yang lebih besar untuk tetap bekerja di suatu perusahaan (Kreitner dan Kinicki, 2014:165). Seseorang yang sangat berkomitmen mungkin akan melihat dirinya sebagai anggota sejati dari sebuah perusahaan, merujuk pada organisasi dalam hal pribadi, mengabaikan sumber ketidakpuasan kecil, dan melihat dirinya tetap sebagai anggota organisasi. Sebaliknya, seseorang yang kurang berkomitmen lebih berkemungkinan melihat dirinya sendiri sebagai orang luar, mengekspresikan lebih banyak ketidakpuasan mengenai banyak hal, dan tidak melihat dirinya sebagai anggota jangka panjang dari organisasi (Moorhead dan Griffin, 2013:73). 20 Universitas Sumatera Utara
Organisasi dapat melakukan beberapa hal definitif untuk meningkatkan komitmen, tetapi tersedia beberapa panduan spesifik. Untuk satu hal, jika organisasi
memperlakukan
karyawannya
dengan
adil
dan
memberikan
penghargaan yang masuk akal serta keamanan kerja, karyawannya lebih berkemungkinan untuk merasa puas dan melakukan berbagai hal juga dapat meningkatkan sikap-sikap ini (Moordhead dan Griffin, 2013;73). Keterkaitan psikologis artinya pegawai merasa senang dan bangga bekerja untuk menjadi anggota organisasi. Keterkaitan atau keterikatan tersebut mempunyai
tiga
bentuk
norma,
nilai-nilai
dan
peraturan
organisasi,
mengidentifikasi dirinya dengan organisasi dan internalisasi norma, nilai-nilai dan peraturan organisasi. Para anggota organisasi yang mempunyai komitmen akan mematuhi peraturan, kode etik dan standar kerja organisasi. Mereka akan mengidentifikasi dirinya dengan organisasi, dan menyatakan dengan sadar bahwa mereka merupakan bagian dari organisasi internalisasi artinya mempelajari, memahami dan menyerap norma dan nilai-nilai organisasi ke dalam diri sebagai norma dan nilai-nilai mereka (Wirawan, 2013:713). Para anggota organisasi yang mempunyai komitmen terhadap organisasinya juga harus mempunyai keterkaitan secara fisik terhadap organisasinya. Mereka akan berbeda di tempat kerja pada setiap jam kerja dan ketika dibutuhkan oleh organisasi. Mereka akan melaksanakan tugasnya sesuai dengan uraian tugas, standar kerja dan target kerja yang ditetapkan oleh organisasi. Mereka akan memakai pakaian dinas, drees code dan lambang-lambang organisasi (Wirawan, 2013:713). Komitmen organisasi dapat dipergunakan untuk memprediksi
21 Universitas Sumatera Utara
variabel-variabel yang berhubungan dengan organisasi, seperti turn over (pindah kerja), perilaku kewargaan organisasi, kepuasan kerja dan kinerja (Wirawan, 2013:714). 2.2.2 Komponen Komitmen Organisasi Meyer et al (1991) dalam Spector (2000:104) mengemukakan bahwa ada tiga komponen komitmen organisasi, yaitu: 1. Komitmen Afektif (Affective commitment), yaitu keterikatan emosional, identifikasi dan keterlibatan dalam suatu organisasi. Dalam hal ini individu menetap dalam suatu organisasi karena keinginannya sendiri. 2. Komitmen Kontinuan (Continuance commitment), yaitu komitmen individu yang didasarkan pada pertimbangan tentang apa yang harus dikorbankan bila akan meninggalkan organisasi. Dalam hal ini individu memutuskan menetap pada suatu organisasi karena menganggapnya sebagai suatu pemenuhan kebutuhan. 3. Komitmen Normatif (Normatif commitment), yaitu keyakinan individu tentang tanggung jawab terhadap organisasi. Individu tetap tinggal pada suatu organisasi karena merasa wajib untuk loyal pada organisasi tersebut. 2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi David (2004) dalam Minner (2007:93) mengemukakan empat faktor yang memengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu: 1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kepribadian, dan lain-lain.
22 Universitas Sumatera Utara
2.
Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan, dan lain-lain.
3. Karakteristik struktur, misalnya besar/kecilnya organisasi, bentuk organisasi seperti sentralisasi atau desentralisasi, kehadiran serikat pekerja dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan. 4. Pengalaman kerja, pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki tingkat komitmen yang berlainan. 2.2.4 Proses Terjadinya Komitmen Organisasi Dessler (2010:285) mengemukakan sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk membangun komitmen karyawan pada organisasi, yaitu: 1. Make it charismatic: Jadikan visi dan misi organisasi sebagai sesuatu yang karismatik, sesuatu yang dijadikan pijakan, dasar bagi setiap karyawan dalam berperilaku, bersikap dan bertindak. 2. Build the tradition: Segala sesuatu yang baik di organisasi jadikanlah sebagai suatu tradisi yang secara terus-menerus dipelihara, dijaga oleh generasi berikutnya. 3. Have comprehensive grievance procedures: Bila ada keluhan atau komplain dari pihak luar ataupun dari internal organisasi maka organisasi harus memiliki prosedur untuk mengatasi keluhan tersebut secara menyeluruh.
23 Universitas Sumatera Utara
4. Provide extensive two-way communications: Jalinlah komunikasi dua arah di organisasi tanpa memandang rendah bawahan. 5. Create a sense of community: Jadikan semua unsur dalam organisasi sebagai suatu community di mana di dalamnya ada nilai-nilai kebersamaan, rasa memiliki, kerja sama, berbagi, dan lain-lain. 6. Build value-based homogeneity: Membangun nilai-nilai yang didasarkan adanya kesamaan. Setiap anggota organisasi memiliki kesempatan yang sama, misalnya untuk promosi maka dasar yang digunakan untuk promosi adalah kemampuan, keterampilan, minat, motivasi, kinerja, tanpa ada diskriminasi. 7. Share and share alike: Sebaiknya organisasi membuat kebijakan di mana antara karyawan level bawah sampai yang paling atas tidak terlalu berbeda atau mencolok dalam kompensasi yang diterima, gaya hidup, penampilan fisik, dan lain-lain. 8. Emphasize barnraising, cross-utilization, and teamwork: Organisasi sebagai suatu community harus bekerja sama, saling berbagi, saling memberi manfaat dan memberikan kesempatan yang sama pada anggota organisasi. Misalnya perlu adanya rotasi sehingga orang yang bekerja di “tempat basah” perlu juga ditempatkan di “tempat yang kering”. Semua anggota organisasi merupakan suatu tim kerja. Semuanya harus memberikan kontribusi yang maksimal demi keberhasilan organisasi tersebut.
24 Universitas Sumatera Utara
9. Get together: Adakan acara-acara yang melibatkan semua anggota organisasi sehingga kebersamaan bisa terjalin. Misalnya, sekali-kali produksi dihentikan dan semua karyawan terlibat dalam event rekreasi bersama keluarga, pertandingan olah raga, seni, dan lain-lain. 10. Support employee development: Hasil studi menunjukkan bahwa karyawan akan lebih memiliki komitmen terhadap organisasi bila organisasi memperhatikan perkembangan karir karyawan dalam jangka panjang. 11. Commit to actualizing: Setiap karyawan diberi kesempatan yang sama untuk mengaktualisasikan diri secara maksimal di organisasi sesuai dengan kapasitas masing-masing. 12. Provide first-year job challenge: Karyawan masuk ke organisasi dengan membawa mimpi, harapannya dan kebutuhannya. Berikan bantuan yang kongkret bagi karyawan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya dan mewujudkan impiannya. Jika pada tahap-tahap awal karyawan memiliki persepsi yang positif terhadap organisasi maka karyawan akan cenderung memiliki kinerja yang tinggi pada tahap-tahap berikutnya. 13. Enrich and empower: Ciptakan kondisi agar karyawan bekerja tidak secara monoton karena rutinitas akan menimbulkan perasaan bosan bagi karyawan. Hal ini tidak baik karena akan menurunkan kinerja karyawan. Misalnya dengan rotasi kerja, memberikan tantangan dengan memberikan tugas, kewajiban dan otoritas tambahan, dan lain-lain.
25 Universitas Sumatera Utara
14. Promote from within: Bila ada lowongan jabatan, sebaiknya kesempatan pertama diberikan kepada pihak internal perusahaan sebelum merekrut karyawan dari luar perusahaan. 15. Provide development activities: Bila organisasi membuat kebijakan untuk merekrut karyawan dari dalam sebagai prioritas maka dengan sendirinya hal itu akan memotivasi karyawan untuk terus tumbuh dan berkembang personalnya juga jabatannya. 16. The question of employee security: Bila karyawan merasa aman, baik psikis, maka komitmen akan muncul dengan sendirinya. Misalnya, karyawan
merasa
aman
karena
perusahaan
membuat
kebijakan
memberikan kesempatan karyawan bekerja selama usia produktif. Dia akan merasa aman dan tidak takut akan ada pemutusan hubungan kerja. Dia merasa aman karena keselamatan kerja diperhatikan perusahaan. 17. Commit to people-first values: Membangun komitmen karyawan pada organisasi merupakan proses yang panjang dan tidak bisa dibentuk secara instan. Oleh karena itu perusahaan harus benar-benar memberikan perlakuan yang benar pada masa awal karyawan memasuki organisasi. Dengan demikian karyawan akan mempunyai persepsi yang positif terhadap organisasi. 18. Put it in writing: Data-data tentang kebijakan, visi, misi, semboyan, filosofi, strategi, dan lain-lain. Organisasi sebaiknya dibuat dalam bentuk tulisan, bukan sekedar bahasa lisan.
26 Universitas Sumatera Utara
19. Hire “Right-Kind” managers: Bila pimpinan ingin menanamkan nilainilai, kebiasaan-kebiasaan, aturan-aturan, disiplin, dan lain-lain. Sebaiknya pimpinan sendiri memberikan teladan dalam bentuk sikap dan perilaku sehari-hari. 20. Walk the talk: Tindakan jauh lebih efektif dari sekedar kata-kata. Bila pimpinan ingin karyawannya berbuat sesuatu maka sebaiknya pimpinan tersebut mulai berbuat sesuatu, tidak sekedar kata-kata atau berbicara. 2.2.5 Bentuk Komitmen Organisasional Kanter (1986) dalam Sopiah (2008:97) mengemukakan adanya tiga bentuk komitmen organisasional, yaitu: 1. komitmen berkesinambungan (continuance commitment), yaitu komitmen yang berhubungan dengan dedikasi anggota dalam melangsungkan kehidupan organisasi dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestsi pada organisasi. 2. Komitmen terpadu (cohesion commitment), yaitu komitmen anggota terhadap organisasi sebagai akibat adanya hubungan sosial dengan anggota lain di dalam organisasi. Ini terjadi karena karyawan percaya bahwa normanorma yang dianut organisasi merupakan norma-norma yang bermanfaat. 3. Komitmen terkontrol (control commitment), yaitu komitmen anggota pada norma organisasi yang memberikan perilaku ke arah yang diinginkannya. Norma-norma yang dimiliki organisasi sesuai dan mampu memberikan sumbangan terhadap perilaku yang diinginkannya.
27 Universitas Sumatera Utara
2.3 Kinerja 2.3.1 Pengertian Kinerja Kinerja organisasi dewasa ini telah menjadi sorotan publik, hal ini karena telah timbulnya iklim demokratisasi dan keterbukaan. Di samping itu, selama ini pengukuran keberhasilan maupun kegagalan dari suatu organisasi dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sulit dilakukan secara objektif. Kesulitan ini karena belum pernah disusun sistem pengukuran kinerja yang dapat menginformasikan tingkat suatu keberhasilan suatu organisasi. Secara konseptual kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua segi, yaitu kinerja pegawai adalah hasil kerja perseorangan dalam organisasi. Menurut Griffin (2008:103) kinerja adalah suatu hasil yang dicapai oleh pekerja dalam pekerjaannya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan. Sedangkan kinerja organisasi adalah prioritas hasil kerja yang telah dicapai oleh suatu organisasi. Kinerja pegawai dan kinerja organisasi mempunyai keterkaitan erat. Tercapainya tujuan organisasi yang digunakan atau dijalankan oleh pegawai yang berperan aktif sebagai pelaku dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Menurut Mathis dan Jackson (2009:65) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan pegawai. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tempatnya bekerja. Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam
28 Universitas Sumatera Utara
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2011:47). Menurut Hasibuan (2008:56) mengemukakan kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Sedangkan Rivai (2012:14) mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Kinerja karyawan merupakan hal penting dalam meningkatkan produktivitas karyawan. Dalam meningkatkan kinerja karyawan perusahaan harus dapat mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah pelatihan dan motivasi terhadap karyawan. Bagaimana memecahkan masalah terkait dengan peningkatan kinerja karyawan ada beberapa kemungkinan yang dapat dilakukan oleh perusahaan antara lain melalui pemberian motivasi dan pelatihan kerja (Raymond, et al., 2010:183). Menurut pendekatan perilaku dalam manajemen, kinerja adalah hasil kerja baik secara kuantitas atau kualitas sesuatu yang dihasilkan atau jasa yang diberikan oleh seseorang yang melakukan pekerjaan (Luthans, 2010:165) Suatu penelitian telah memperlihatkan bahwa suatu lingkungan kerja yang menyenangkan sangat penting untuk mendorong tingkat kinerja karyawan yang paling produktif. Dalam interaksi sehari-hari, antara atasan dan bawahan berbagai
29 Universitas Sumatera Utara
asumsi dan harapan lain muncul. Ketika atasan dan bawahan membentuk serangkaian asumsi dan harapan mereka sendiri yang sering agak berbeda, perbedaan-perbedaan ini yang akhirnya berpengaruh pada tingkat kinerja. Kinerja adalah hasil seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama (Rivai dan Basri, 2005:86). 2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Ada banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi maju tidaknya suatu perusahaan terutama sekali pada kinerja pegawai. Dibawah ini akan dipaparkan beberapa defenisi dan pendapat mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai. Adapun defenisi dan pendapat tentang faktor kinerja yaitu: Menurut Robbins (2011:121) kinerja merupakan pengukuran terhadap hasil kerja yang diharapkan berupa sesuatu yang optimal. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah sebagai berikut: a. Iklim organisasi Iklim kerja dalam suatu organisasi sangatlah penting bagi pimpinan untuk memahami kondisi organisasi, karena ia harus menyalurkan bawahan sehingga mereka dapat mencapai tujuan pribadi dan tujuan organisasi. Dengan adanya iklim kerja yang kondusif, maka hal itu akan mempengaruhi kinerja karyawan.
30 Universitas Sumatera Utara
b. Kepemimpinan Peranan pemimpin harus mampu dan dapat memainkan peranannya dalam suatu organisasi, pemimpin harus mampu menggali potensipotensi yang ada pada dirinya dan memanfaatkannya di dalam unit organisasi. c. Kualitas Pekerjaan Pekerjaan yang dilakukan dengan kualitas yang tinggi dapat memuaskan yang bersangkutan dan perusahaan. Penyelesaian tugas yang terandalkan, tolok ukur minimal kualitas kinerja pastilah dicapai. d. Kemampuan Kerja Kemampuan untuk mengatur pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya termasuk membuat jadwal kerja, umumnya mempengaruhi kinerja seorang karyawan. e. Inisiatif Inisiatif merupakan faktor dalam usaha untuk meningkatkan kinerja karyawan. Untuk memiliki inisiatif dibutuhkan pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki para karyawan dalam usaha untuk meningkatkan hasil yang dicapainya. f. Motivasi Motivasi itu merupakan subyek yang penting bagi pimpinan, karena menurut definisi pimpinan harus bekerja dengan melalui orang lain. Pimpinan perlu memahami orang-orang berperilaku tertentu agar dapat
31 Universitas Sumatera Utara
mempengaruhinya untuk bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan. g. Daya tahan/ kehandalan Apakah
karyawan
mampu
membuat
perencanaan
dan
jadwal
pekerjaannya, sebab akan mempengaruhi ketepatan waktu hasil pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seorang karyawan. h. Kuantitas Pekerjaan Pekerjaan yang dilakukan karyawan harus memiliki kuantitas kerja tinggi dapat memuaskan yang bersangkutan dan perusahaan. Dengan memiliki kuantitas kerja sesuai dengan yang ditargetkan, maka hal itu akan dapat mengevaluasi kinerja karyawan dalam usaha meningkatkan prestasi kerjanya. i. Dalam memperhatikan peranan manusia dalam organisasi, agar dapat mencapai tujuan yang ditentukan diperlukan adanya kedisiplinan yang tinggi sehingga dapat mencapai suatu hasil kerja yang optimal atau mencapai hasil yang diinginkan bersama. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja seperti yang dikemukakan oleh Quest (1995) dalam Soekijan (2009:67) menjelaskan bahwa secara umum komitmen kuat terhadap organisasi terbukti meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi absensi dan meningkatkan kinerja karyawan. Adapun upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja karyawan melalui komitmen pada pekerjaan yaitu salah satunya dengan mempertahankan karyawan yang berpotensi di setiap bagian dan jabatan, selain adanya komitmen organisasi yang tinggi,
32 Universitas Sumatera Utara
karyawan akan melibatkan diri untuk menyelesaikan semua tugas dan tanggung jawab sempurna. Membangun komitmen organisasi menjadi lebih bermanfaat, karena dapat menjadikan perusahaan sebagai tempat yang menyenangkan untuk bekerja. 2.3.3 Pengukuran Kinerja Bernandian dan Russet, (2006:23) mengajukan enam kriteria penting yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja : 1. Quality, merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan
yang
diharapkan. 2. Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah, jumlah unit, jumlah siklus kegiatan yang diselesaikan. 3. Time liness, adalah tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki, dengan memperhatikan koordinasi out put lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan lain. 4. Cost effectiveness, adalah tingkat sejauh mana penggunaan daya organisasi (manusia, keuangan, teknologi, material dimaksimalkan) untuk mencapai hasil tertinggi, atau pengurangan kerugian dan setiap inti penggunaan sumber daya. 5. Need for supervision, merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat
melaksanakan
suatu
fungsi
pekerjaan
tanpa
memerlukan
pengawasan seseorang supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan.
33 Universitas Sumatera Utara
6. Interpersonal Impact, merupakan tingkat sejauh mana karyawan memelihara harga diri, nama baik dan kerja sama diantara rekan kerja dan bawahan. 2.3.4 Tujuan Dan Manfaat Penilaian Kinerja Tujuan dari penilaian kinerja karyawan adalah untuk mengetahui prestasi kerja karyawan di waktu yang lalu dan sebagai prediksi prestasi kerja di waktu yang akan datang. Penilaian dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana efektivitas perusahaan dalam mengangkat, menempatkan, dan memotivasi karyawan sesuai dengan visi, misi, values dan strategi organisasi. Manfaat yang dapat diraih dari penilaian kinerja, seperti: perbaikan kinerja perusahaan;
penyesuaian
kompensasi;
keputusan
penempatan;
kebutuhan
pelatihan, perencanaan dan pengembangan karir; tantangan-tantangan eksternal; umpan balik pada sumber daya manusia. 2.4 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No
1
Nama Peneliti dan Tahun Penelitian Khaerul Amri (2015)
Judul
Variabel Penelitian
Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi, Disiplin Kerja dan Pelatihan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan BMT BINA IHSANUL FIKRI YOGYAKARTA
Kepemimpinan (X1) Motivasi (X2) Disiplin Kerja (X3) Pelatihan Kerja (X4) Kinerja Karyawan (Y)
Metode Penelitian
Analisis Regresi Linear Berganda
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan hasil uji F menunjukkan model berpengaruh positif signifikan, yaitu kinerja karyawan dipengaruhi secara bersama-sama oleh kepemimpinan, motivasi kerja, disiplin kerja, dan pelatihan kerja. Dan hasil uji parsial, variabel independen yang terdiri
34 Universitas Sumatera Utara
2
Maria Magdalena Minarsih (2015)
Analisis Pengaruh Kepemimpinan Transformasional, Moral dan Komitmen Organisasi Terhadap Organizational Citizenship Behavior Dalam Meningkatkan Kinerja Guru Sekolah Dasar Swasta Di Kecamatan Pedurung Kota Semarang
Kepemimpinan Transformasional (X1) Moral (X2) Komitmen Organisasi (X3) Organizational Citizenship Behavior (Y) Kinerja Guru (Z)
Structural Equation Modeling
3
Noor Ubaidillah Agus Prayitno (2015)
Pengaruh Kepemimpinan, lingkungan kerja, komitmen organisasi dan kompensasi terhadap kinerja karyawan (Studi pada karyawan koperasi simpan pinjam (KSP) Utama Karya Cabang Semarang
Kepemimpinan (X1) Lingkungan Kerja (X2) Komitmen Organisasi (X3) Kompensasi (X4) Kinerja Karyawan (Y)
Analisis Regresi Linear Berganda
dari kepemimpinan, motivasi kerja, disiplin kerja, dan pelatihan kerja. Hanya pelatihan kerja yang berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan. Kepemimpinan Transformasional Positif Signifikan Terhadap Organizational Citizenship Behavior. Moral berpengaruh positif signifikan terhadap organizational citizenship behavior. Komitmen organisasi berpengaruh positif signifikan terhadap anizational citizenship behavior. Kepemimpinan positif signifikan terhadap kinerja guru. Moral tidak terbukti berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja guru. Komitmen berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja guru. Organizational citizenship behavior berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja guru Kepemimpinan terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Lingkungan kerja terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.komitmen organisasi terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Kompensasi terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
35 Universitas Sumatera Utara
4
Titik Purnamasri (2015)
Pengaruh Kepemimpinan, Kedisiplinan, dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan BPU Rosalia Indah Karanganyar
Kepemimpinan (X1) Kedisiplinan (X2) Komitmen Organisasi (X3) Kinerja (Y)
Analisis Regresi Linear Berganda
Berpengaruh positif signifikan kepemimpimpinan, kedisiplinan, komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan
5
Dewi Urip Wahyuni, Budiman Christiana nta, Anis Eliyana (2014)
Influence of Organizational Commitment, Transactional Leadership, and Servant Leadership To The Work Motivation, Work Satisfaction and Work Performance Of Teachers At Private Senior High Schools In Surabaya
Struktural Equation Modeling
6
Sarah Juliana (2014)
Pengaruh Motivasi, Kompensasi, Kepemimpinan dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Sumut Cabang Kota Tebing Tinggi
Organizational Commitment (X1) Transactional Leadership (X2) Servant Leadership (X3) Work Motivation (Y1) Work Satisfaction (Y2) Work Performance Motivasi (X1) Kompensasi (X2) Kepemimpinan (X3) Komitmen Organisasi (X4) Kinerja (Y)
7
H. M. Thamrin (2012)
The Influnce of Tranformational Leadership and Organizational Commitment on Job Satisfaction and Employee Performance
Transformational Leadership (X1) Organizational Commitment (X2) Job Satisfaction (Y1) Employee Performance (Y2)
Structural Equation Modeling
Komitmen organisasi, kepemimpinan transformasional, kepemimpinan pelayan berpengaruh terhadap ketiga output variabel terikat. Output dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan Secara simultan motivasi, kompensasi, kepemimpinan, dan komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Secara parsial kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan, kompensasi dan komitmen organisasi berpengaruh positif dan tidak signifikan, sedangkan variabel motivasi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kinerja. Kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi. Kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Komitmen
Analisis Regresi Linear Berganda
36 Universitas Sumatera Utara
8
Marbawi Adamy (2011)
Pengaruh Kompensasi, Kepemimpinan dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Manajerial Pada SKPD Kota Lhokseumawe
Kompensasi (X1) Kepemimpinan (X2) Komitmen Organisasi (X3) Kinerja (Y
Analisis Regresi Linear Berganda
9
Vero Afief Saputra (2011)
Kepemimpinan (X1) Komitmen (X2) Motivasi (X3) Kinerja Karyawan (Y)
Analisis Regresi Linear Berganda
10
Sulton (2010)
Pengaruh Kepemimpinan, Komitmen Dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan Bagian Penyadapan Perkebunan Nusantara IX (Persero) Balong Beji Kalitelo Kabupaten Jepara Pengaruh Kepemimpinan, Kepuasan kerja, dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Auditor Pada Kantor Akuntan Publik Di DKI Jakarta
Kepemimpinan (X1) Kepuasan Kerja (X2) Motivasi Kerja (X3) Kinerja Auditor (Y
Analisis Regresi Linear Berganda
organisasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Kepuasan kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja Dengan menggunakan uji simultan kompensasi, dan kepemimpinan komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Dengan uji parsial kompensasi, kepemimpinan dan komitmen organisasi berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja manajerial Kepemimpinan, Komitmen dan Motivasi berpengaruh positif terhadap Kinerja Karyawan
Kepemimpinan, Kepuasan Kerja dan Motivasi Kerja Berpengaruh Positif Terhadap Kinerja Auditor
2.5 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. 2.5.1 Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Menurut Wexley dan Yukl (2005:68) kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk lebih berusaha mengerahkan tenaga dalam
37 Universitas Sumatera Utara
tugasnya atau merubah tingkah laku mereka. Menurut Robbins (2011:410) kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk pencapaian suatu visi dan tujuan. Kepemimpinan merupakan salah satu dari tiga aktivitas dalam tindakan supervisi. Supervisi merupakan salah satu unsur pengendalian mutu. Miftah Thoha (2010:9) kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Menurut Turney dalam Martinis Yamin (2010:74) mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu group proses yang dilakukan oleh seseorang dalam mengelola dan menginspirasikan sejumlah pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi melalui aplikasi teknik-teknik manajemen. Menurut Griffin (2008:103) kinerja adalah suatu hasil yang dicapai oleh pekerja dalam pekerjaannya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan. Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2011:47). Dengan demikian, kinerja yang dihasilkan oleh karyawan yang dipimpin dengan kepemimpinan yang baik tentunya akan menyebabkan kinerja yang tinggi karena mereka sangat mengetahui dan memahami bidang pekerjaan mereka masing-masing. 2.5.2 Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Komitmen organisasi merupakan sikap kerja yang penting karena orangorang yang memiliki komitmen diharapkan menunjukkan kesediaan untuk bekerja
38 Universitas Sumatera Utara
lebih keras demi mencapai tujuan organisasi dan memiliki hasrat yang lebih besar untuk tetap bekerja di suatu perusahaan (Kreitner dan Kinicki, 2014:165). Menurut Meyer dan Allen (1991) dalam Sopiah (2008:157) merumuskan suatu definisi mengenai komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya, dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam berorganisasi. Seseorang yang sangat berkomitmen mungkin akan melihat dirinya sebagai anggota sejati dari sebuah perusahaan, merujuk pada organisasi dalam hal pribadi, mengabaikan sumber ketidakpuasan kecil, dan melihat dirinya tetap sebagai anggota organisasi. Hal ini akan mendukung tercapainya tujuan perusahaan dan karyawan.
Kepemimpinan Kinerja jb Komitmen Organisasi
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
39 Universitas Sumatera Utara
2.6 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pernyataan ( Sugiyono 2009:96 ). H1 : Kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Karyawan pada Yayasan Perguruan Bina Santri Medan.
H2 : Komitmen Organisasi berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Karyawan pada Yayasan Perguruan Bina Santri Medan.
H3 : Kepemimpinan dan Komitmen Organisasi secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap Kinerja Karyawan pada Yayasan Perguruan Bina Santri Medan.
40 Universitas Sumatera Utara