Bab II Tinjauan Pustaka BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pelabuhan Perikanan
2.1.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikan merupakan salah satu pelabuhan yang banyak terdapat di indonesia, hampir semua wilayah perairan indonesia memiliki pelabuhan perikanan, hal ini digunakan sebagai penunjang aktivitas kegiatan perikanan. Pelabuhan perikanan adalah kawasan perpaduan antara daratan dan lautan, yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk dipergunakan sebagai pangkalan penangkapan ikan dan merupakan pintu gerbang untuk memudahkan keluar-masuknya kapal-kapal perikanan. a.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.16/Men/2006 pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintah dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan/atau bongkar-muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi.
b.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2005 Pelabuhan perikanan adalah suatu kawasan perikanan yang berfungsi sebagai tempat labuh kapal perikanan, tempat pendaratan ikan, tempat pemasaran, tempat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan,
II - 1
Bab II Tinjauan Pustaka tempat pengumpulan data tangkapan, tempat pelaksanaan penyuluhan serta
pengembangan
masyarakat
nelayan
dan
tempat
untuk
memperlancar operasional kapal perikanan. 2.1.2 Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Bambang Murdiyanto (2004), klasifikasi besar-kecil usahanya pelabuhan perikanan dibedakan menjadi tiga tipe pelabuhan, yaitu: a.
Pelabuhan Perikanan Tipe A (Pelabuhan Perikanan Samudera) Pelabuhan perikanan tipe ini adalah pelabuhan perikanan yang diperuntukkan terutama bagi kapal-kapal perikanan yang beroperasi di perairan samudera yang lazim digolongkan ke dalam armada perikanan jarak jauh sampai ke perairan ZEEI (Zona Ekonomi Ekslusif
Indonesia)
dan
perairan
internasional,
mempunyai
perlengkapan untuk menangani (handling) dan mengolah sumber daya ikan sesuai dengan kapasitasnya yaitu jumlah hasil ikan yang didaratkan. Adapun jumlah ikan yang didaratkan minimum sebanyak 200 ton/hari atau 73.000 ton/tahun baik untuk pemasaran di dalam maupun di luar negeri (ekspor). Pelabuhan perikanan tipe A ini dirancang untuk bisa menampung kapal berukuran lebih besar daripada 60 GT (Gross Tonage) sebanyak sampai dengan 100 unit kapal sekaligus. Mempunyai cadangan lahan untuk pengembangan seluas 30 Ha. b.
Pelabuhan Perikanan Tipe B (Pelabuhan Perikanan Nusantara) Pelabuhan perikanan tipe ini adalah pelabuhan perikanan yang diperuntukkan terutama bagi kapal-kapal perikanan yang beroperasi di II - 2
Bab II Tinjauan Pustaka perairan nusantara yang lazim digolongkan ke dalam armada perikanan jarak sedang ke perairan ZEEI, mempunyai perlengkapan untuk menangani dan/atau mengolah ikan sesuai dengan kapasitasnya yaitu jumlah ikan yang didaratkan. Adapun jumlah ikan yang didaratkan minimum sebanyak 50 ton/hari atau 18.250 ton/tahun untuk pemasaan di dalam negeri. Pelabuhan perikanan tipe B ini dirancang untuk bisa menampung kapal berukuran sampai dengan 60 GT (Gross Tonage) sebanyak sampai dengan 50 unit kapal sekaligus. Mempunyai cadangan lahan untuk pengembangan seluas 10 Ha. c.
Pelabuhan Perikanan Tipe C (Pelabuhan Perikanan Pantai) Pelabuhan perikanan tipe ini adalah pelabuhan perikanan yang diperuntukkan terutama bagi kapal-kapal perikanan yang beroperasi di perairan pantai, mempunyai perlengkapan untuk menangani dan/atau mengolah ikan sesuai dengan kapasitasnya yaitu minimum sebanyak 20 ton/hari atau 7.300 ton/tahun untuk pemasaran di daerah sekitarnya atau dikumpulkan dan dikirimkan ke pelabuhan perikanan yang lebih besar. Pelabuhan perikanan tipe C ini dirancang untuk bisa menampung kapal berukuran sampai dengan 15 GT (Gross Tonage) sebanyak sampai dengan 25 unit kapal sekaligus. Mempunyai cadangan lahan untuk pengembangan seluas 5 Ha.
d.
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dimaksudkan sebagai prasarana pendaratan ikan yang dapat menangani produksi ikan sampai dengan 5 ton/hari, dapat menampung kapal perikanan sampai dengan ukuran 5 II - 3
Bab II Tinjauan Pustaka GT sejumlah 15 unit sekaligus. Untuk pembangunan PPI ini diberikan lahan darat untuk pengembanganseluas 1 Ha. 2.1.3 Fungsi Pelabuhan Perikanan Fungsi dan peranan pelabuhan mengacu pada keputusan menteri dan perundang-undangan yang berlaku. Selain mengacu pada peraturan yang berlaku, fungsi dan peranan perlabuhan perikanan juga harus disesuaikan dengan potensi yang ada. Lubis (2000) mengatakan fungsi pelabuhan perikanan dapat dikelompokan berdasarkan pendekatan kepentingan sebagai berikut : a.
Fungsi maritime Tempat kontak nelayan dengan pemilik kapal
b.
Fungsi komersial Tempat awal dijadikannya tempat distribusi, produksi perikanan melalui transaksi pelelangan ikan.
c.
Fungsi jasa Jasa pendaratan ikan, jasa kapal penangkapan ikan, jasa penanganan mutu ikan.
2.1.4 Fasilitas Pelabuhan Pelabuhan harus dapat berfungsi dengan baik yaitu dapat melindungi kapal yang berlabuh dan beraktivitas di dalam areal pelabuhan. Agar dapat memenuhi fungsinya pelabuhan perlu dilengkapi dengan berbagai fasilitas baik fasilitas pokok maupun fasilitas fungsional (Bambang Murdiyanto, 2004).
II - 4
Bab II Tinjauan Pustaka a.
Fasilitas Pokok (Basic Facilities) Fasilitas pokok terdiri dari; 1.
Fasilitas Perlindungan (Protective Facilities) Berfungsi melindungi kapal dari pengaruh buruk yang diakibatkan perubahan kondisi oceanografis (gelombang, arus, pasang, aliran pasir, erosi, luapan air di muara sungai dan sebagainya). Bentuk fasilitas perlindungan dapat berupa breakwater, groin, tembok laut, atau bangunan maritim lainnya.
2.
Fasilitas Tambat (Mooring Facilities) Fasilitas ini digunakan untuk kapal bertambat atau berlabuh dengan
tujuan
keberangkatan,
membongkar memperbaiki
muatan,
kerusakan,
mempersiapkan beristirahat,
dan
sebagainya. Macam dan nama bangunan yang termasuk fasilitas ini antara lain adalah: tempat pendaratan (landing places), dermaga (mooringquays, wharf, pier), slipway, bollard, dan sebagainya. 3.
Fasilitas Perairan (Water Side Facilities) Fasilitas Perairan adalah bagian perairan di dalam pelabuhan yang dipergunakan untuk menuver kapal dalam areal pelabuhan dengan aman dan untuk berlabuh atau tambat sementara waktu di kolam pelabuhan (anchor). Macam dan nama yang termasuk fasilitas ini antara lain adalah : alur (kanal) pelayaran, muara pelabuhan, kolam pelabuhan.
II - 5
Bab II Tinjauan Pustaka b.
Fasilitas Fungsional (Functional facilities) Fasilitas fungsional sdalah fasilitas yang meninggikan nilai guna fasilitas pokok dengan memberikan berbagai pelayanan di pelabuhan. fasilitas yang dibangun adalah untuk mendayagunakan pelayanan yang menunjang segala kegiatan kerja di areal pelabuhan sehingga mamfaat dan kegunaan pelabuhan yang optimal dapat dicapai (Bambang Murdiyanto, 2004). Adapun yang termasuk ke dalam fasilitas ini adalah :
c.
1.
Fasilitas Transportasi
2.
Fasilitas Navigasi
3.
Fasilitas Daratan
4.
Fasilitas Pemeliharaan
5.
Fasilitas Supply
6.
Fasilitas Penanganan dan Pemrosesan Ikan
7.
Fasilitas Komunikasi Perikanan
8.
Fasilitas Kesejahteraan Nelayan
9.
Fasilitas Manajemen Pelabuhan
10.
Fasilitas Kebersihan dan Sanitasi
11.
Fasilitas Penanganan Sisa Minyak
Fasilitas Penunjang Menurut Direktorat Jendral Perikanan (1994), fasilitas penunjang adalah fasilitas yang secara tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan dan atau memberikan kemudahan bagi masyarakat umum. Fasilitas penunjang terdiri dari : II - 6
Bab II Tinjauan Pustaka 1.
Fasilitas kesejahteraan nelayan terdiri dari tempat peginapan, kios bahan perbekalan dan alat perikanan, tempat ibadah, balai pertemuan nelayan.
2.
Fasilitas pengelolaan pelabuhan terdiri dari kantor, pos penjagaan, perumahan karyawan, mess operator.
3.
Fasilitas pengelolaan limbah bahan bakar dari kapal dan limbah industri.
2.2
Faktor-Faktor Perencanaan Pelabuhan Dalam perencanaan pembangunan pelabuhan perikanan ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan sehubungan dengan kondisi lapangan yang ada, antara lain: 1.
Bathimetri
2.
Topografi dan situasi
3.
Angin
4.
Pasang surut
5.
Gelombang
6.
Karakteristik kapal
7.
Jumlah produksi ikan
Faktor-faktor tersebut harus sudah diperhitungkan dengan tepat untuk menghasilkan perencanaan pelabuhan yang benar-benar baik. 2.2.1 Bathimetri Survei batimetri bertujuan untuk mengetahui variasi kedalaman dan adanya benda penghalang/rintangan pada alur pelayaran serta situasi permukaan bawah laut (sea bed) pada perairan pelabuhan yang dapat II - 7
Bab II Tinjauan Pustaka memberikan rekomendasi dan alternatif desain seperti desain dermaga, pengerukan, reklamasi, dan lain-lain sehubungan dengan kebutuhan perencanaan dan pengembangan pelabuhan 2.2.2 Topografi dan Situasi Survei topografi dilakukan untuk mendapatkan dan mengetahui bentuk situasi (tinggi rendah permukaan tanah, informasi alam, bangunan) dan kontur tanah yang direncanakan sebagai lahan fasilitas darat pelabuhan perikanan dan pengembangannya, serta bentuk tepi pantai secara detail, lengkap, dan terbaru sesuai dengan keadaan sebenarnya. 2.2.3 Angin Angin terjadi karena perbedaan tekanan udara, sehingga udara mengalir dari tempat yang bertekanan rendah. Angin sangat berpengaruh dalam perencanaan pelabuhan karena angin : 1.
Mengendalikan kapal pada gerbang
2.
Memberikan gaya horizontal pada kapal dan bangunan pelabuhan
3.
Mengakibatkan terjadinya gelombang laut menimbulkan gaya yang bekerja pada pembangunan pelabuhan
4.
Mempengaruhi kecepatan arus, dimana kecepatan arus dapat menimbulkan sedimentasi
2.2.4 Pasang Surut Pasang surut terjadi karena adanya gaya tarik benda-benda langit yaitu matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi. Tinggi pasang surut adalah amplitudo total dari variasi muka air tertinggi (puncak air pasang)
II - 8
Bab II Tinjauan Pustaka dan muka air terendah. Secara garis besar variasi elevasi muka air didefinisikan sebagai berikut: 1)
HWL (High Water Level), yaitu muka air tertinggi yang dicapai pada saat air pasang dalam satu siklus pasang surut.
2)
MWL (Mean Water Level), yaitu muka air rerata antara muka air tinggi rerata dan muka air rendah rerata.
3)
LWL (Low Water Level), yaitu kedudukan air terendah yang dicapai pada saat air surut dalam satu siklus pasang surut.
Permukaan air laut yang sudah berubah berpengaruh terhadap perencanaan kedalaman alur pelabuhan dan elevasi dasar pelabuhan. Kedalaman kolam pelabuhan diperhitungkan terhadap keadaan surut rendah (LWL), draf kapal serta kelonggaran bawah. Elevasi lantai dermaga memperhitungkan terhadap keadaaan pasang yang tinggi (HWL), disamping faktor-faktor yang lain seperti kenaikan air (wave setup). 2.2.5 Gelombang Gelombang dapat terjadi karena angin, pasang surut, gangguan buatan seperti gerakan kapal dan gempa bumi. Dalam perencanaan pelabuhan, gelombang yang digunakan adalah gelombang yang terjadi karena angin dan pasang surut. Pengaruh gelombang terhadap perencanaan pelabuhan antara lain : 1.
Besar kecilnya gelombang sangat menentukan dimensi dan kedalaman bangunan pemecah gelombang
2.
Gelombang menimbulkan gaya tambahan yang harus diterima oleh kapal dan bangunan dermaga. II - 9
Bab II Tinjauan Pustaka Besaran dari gelombang laut tergantung dari beberapa faktor, yaitu : a.
Kecepatan rerata angina di permukaan air.
b.
Arah angin.
c.
Panjang daerah pembangkitan gelombang dimana angin mempunyai kecepatan dan arah konstan.
d.
Lama hembus angin pada fetch. Pada perencanaan pelabuhan perikanan diusahakan tinggi gelombang serendah mungkin, dengan pembuatan pemecah gelombang maka akan terjadi defraksi (pembelokan arah dan perubahan karakteristik) gelombang.
2.2.6 Karakteristik Kapal Selain data kapal perlu diketahui juga sifat dan fungsi kapal untuk mengetahui ukuran-ukuran teknis pelabuhan. Satuan kapal diukur dalam GT (Gross Tonage) yaitu jumlah isi dari ruang kapal secara keseluruhan.. Dari ukuran tersebut dapat ditentukan dimensi kapal. 2.2.7 Jumlah Produksi Ikan Hasil Tangkapan Data jumlah ikan pada tahun-tahun sebelumnya diperlukan untuk memperhitungkan prediksi jumlah ikan pada tahun yang direncanakan, sehingga dapat diperkirakan jumlah kapal yang bersandar pada dermaga setiap harinya dan untuk menghitung luas lantai bangunan tempat pelelangan ikan (TPI) yang dibutuhkan untuk menampung produksi ikan yang ada. Perkiraan jumlah kapal yang bersandar pada dermaga ini digunakan untuk menentukan panjang dermaga yang harus disediakan, sehingga dapat melayani kebutuhan aktifitas kapal-kapal yang bersandar. II - 10
Bab II Tinjauan Pustaka 2.3
Dermaga
2.3.1 Definisi Dermaga Dermaga merupakan bagian dari pelabuhan yang digunakan untuk merapat dan menambatkan kapal yang melakukan bongkar muat barang dan menaik-turunkan penumpang. dimensi dermaga didasarkan pada jenis dan ukuran kapal yang merapat dan bertambat pada dermaga tersebut. Dermaga merupakan merupakan tempat yang digunakan kapal untuk merambat dan membongkar muat barang. Sama halnya dengan dermaga dipelabuhan yang lainnya, dermaga di pelabuhan perikanan memiliki fungsi sebagai
tempat
untuk
kapal
membongkar
muat
ikan
hasil
tangkapan(unloading), memuat atau mengisi pembekalan (loading servis), dan berlabuh (berthing). Dasar-dasar pertimbangan dalam perencanaan dermaga: 1.
Panjang dan lebar dermaga sesuai dengan kapasitas atau jumlah kapal yang akan berlabuh.
2.
Lebar
dermaga
dipilih
sedemikian
rupa
sehingga
paling
menguntungkan terhadap fasilitas darat yang tersedia di TPI dan gundang dengan masih tetap mempertimbangkan kedalaman air. 2.3.2 Tipe Dermaga Dermaga dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu tipe wharf atau quai dan jetty atau pier. a.
Wharf atau Quai Wharf atau Quai adalah dermaga yang dibuat sejajar pantai dan dapat dibuat berimpit dengan garis pantai atau agak menjorok ke laut. Wharf II - 11
Bab II Tinjauan Pustaka dibangun apabila garis kedalaman laut hampir merata dan sejajar dengan garis pantai. b.
Jetty atau Pier Jetty atau Pier adalah dermaga yang dibuat dengan membentuk sudut terhadap garis pantai.Pada jenis ini, kedua sisi bisa digunakan untuk bertambat kapal.terdapat dua bentuk dermaga jenis jetty atau pier, yaitu bentuk L dan T. Tugas akhir ini perencanaan pembangunan dermaga pelabuhan perikanan di tumumpa adalah tipe jetty atau pier dengan pertimbangan sebagai berikut: 1.
Panjang dan lebar dermaga sesuai dengan kapasitas kapal yang berlabu
2.
Lebar
dermaga
dipilih
sedemikian
rupa
hingga
paling
menguntungkan terhadap fasilitas darat yang tersedia seperti kantor, gudang, dengan masih mempertimbangkan kedalaman air.
II - 12
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.1 Konstruksi Tipe dermaga Jetty
2.3.3 Panjang Dermaga Persamaan yang digunakan untuk menentukan panjang dermaga disesuaikan dengan fungsi pelabuhannya, dalam hal ini pelabuhan ikan sehingga digunakan rumus pendekatan panjang dermaga sebagai berikut :
π³π
= (π³π + π)
π΅. π. π π
Sumber (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Kepelabuhanan Perikanan)
II - 13
Bab II Tinjauan Pustaka dimana : Ld
= Panjang dermaga (m)
Lk
= Panjang kapal (m)
s
= Jarak antar kapal (m)
N
= Jumlah fishing trip/tahun
h
= Lama kapal di dermaga (jam)
n
= Jumlah kapal
d
= Lama fishing trip/tahun (hari)
2.3.4 Lebar Dermaga Lebar dermaga yang disediakan untuk bongkar muat ikan disesuaikan dengan kebutuhan ruang yang tergantung pada aktifitas bongkar muat dan persiapan kapal berlayar. 2.3.5 Kolam Putar Turning Basin atau kolam putar diperlukan agar kapal dapat mudah berbalik arah. Luas area untuk perputaran kapal sangat dipengaruhi oleh ukuran kapal, sistem operasi dan jenis kapal. Radius kolam putar berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
tentang
Kepelabuhanan Perikanan menetapkan rumus sebagai berikut: π· = 1,5 β 2,0 πΏππ΄ dimana: D
=
LOA =
Diameter kolam putar (m) Panjang kapal (m)
II - 14
Bab II Tinjauan Pustaka 2.3.6 Area Tambatan/Sandaran Kapal Kebutuhan luas area tambat yang diperlukan berdasarkan Peraturan Mentri Kelautan dan Perikanan tentang Kepelabuhanan Perikanan menetapkan rumus sebagai berikut: π΄
= 1,8 πΏ π₯ 1,5 πΏ
dimana: A
=
Luas area tambat (m2)
L
=
Panjang kapal (m)
2.3.7 Luas Kolam Perencanaan kolam harus menunjang kemudahan pergerakan manuver kapal dan dapat menampung kegiatan yang dilakukan oleh kapal mulai dari kedatangan sampai keberangkatan. Formula perhitungan kebutuhan luas kolam pelabuhan adalah sebagai berikut: π΄ = π΄π + 2π΄π + π΄π
dimana : A
=
Luas Kolam Pelabuhan (m2)
Ap
=
Luas Area Putar (m2)
Ak
=
Luas Total Kapal yang berlabuh setiap hari (m2)
Al
=
Luas area yang diperlukan untuk lalu lintas (m2) (umumnya diambil = Ak)
II - 15
Bab II Tinjauan Pustaka 2.3.8 Kedalaman Kolam Persamaan yang digunakan untuk mendapatkan kedalaman alur ideal yaitu:
π» =π+πΊ+π
+π+π+πΎ (Bambang Triatmodjo,1996,hal 112) dimana : H = Kedalaman alur pelayaran (meter) d = Draft kapal (meter) G = Gerak vertikal kapal karena gelombang R = Ruang kebebasan bersih. P = Ketelitian pengukuran S = Pengendapan sedimen antara dua pengerukan K = Toleransi pengerukan 2.3.9 Lebar Alur Pelayaran Pada perhitungan berdasarkan
Peraturan
penyelenggaraan
lebar alur pelayaran Menteri
pelabuhan
Kelautan
perikanan
dan dapat
Pelabuhan Perikanan Perikanan
tentang
dilakukan
dengan
rnenggunakan rumus: ο·
Untuk alur pelayaran satu kapal (1,0-2,0)B + (1,6-2,0)B + (1,0-2,0)B
ο·
Untuk alur pelayaran dua kapal (1,0-2,0)B + (1,6-2,0)B + B + (1,6-2,0)B + (1,0-2,0)B
dimana : B
=
Lebar karakteristik kapal (m)
W
=
Lebar Alur (m)
II - 16
Bab II Tinjauan Pustaka 2.3.10 Beban rencana a)
Beban horizontal Beban horizontal yang diaplikasikan dalam perencanaan struktur terdiri dari gaya gempa, gaya sandar kapal (berthing) dan gaya tarik bollard (mooring). A.
Beban Gempa Bangunan dermaga termasuk dalam bangunan katagori khusus, maka besaran koefisien gempa harus dikalikan 2 dari koefisien gempa dasar. Arah kerja gempa harus diperkirakan pada segala arah. Sebagai akibat gaya gempa yang tiba-tiba, dalam perhitungan
dapat
digunakan
kenaikan
tegangan
pada
konstruksi-konstruksi kayu, beton dan baja sebesar Β± 1,5 dari tegangan-tegangan yang diizinkan bagi tegangan-tegangan tarik, tekan dan geser, sedangkan daya dukung tanah digunakan pada kenaikan antara 30% - 50% tergantung dari jenis/klasifikasi tanah (Krambata, 2002). Besaran gaya gempa dihitung sebagai berikut : F
=
k.W
=
( kj . L . B ) W
=
f . ko . L . B
dimana : F
=
Gaya gempa
W =
Beban vertikal dengan beban muatan hidup penuh
k
Koefisien gempa
=
II - 17
Bab II Tinjauan Pustaka kj =
Koefisien
gempa
berdasarkan
tingkat
yang
bersangkutan F
=
Koefisien berdasarkan tingkat penggunaan bangunan (untuk pelabuhan f = 2)
ko =
Koefisien gempa dasar
L
Faktor lanju gempa (Indonesia dibagi menjadi 3 daerah
=
lajur gempa, masing-masing L1 = 1,00 ; L2 = 0,50 ; L3 = 0,25) B
=
Faktor tanah
yang mendukung bangunan
besar
koefisien gempa dasar ditentukan berdasarkan tinggirandahnya bangunan. a)
H β€ 10 m
Gambar 2.2 Beban Gempa pada Bangunan β€ 10 m
b)
10 M β€ H β€ 40 M
Gambar 2.3 Beban Gempa pada Bangunan < 40 m
II - 18
Bab II Tinjauan Pustaka Besar koefisien faktor tanah sebagai berikut : Tabel 2.1 Koefisien Faktor Tanah Konstruksi Jenis Tanah
Beton Kayu
Baja
Tembok Bertulang
Keras
0,6
0,6
0,8
1,0
Sedang
0,8
0,8
0,9
1,0
Lunak
1,0
1,0
1,0
1,0
Dalam hal ini, penentuan gaya gempa juga dipengaruhi oleh letak wilayah rencana terhadap area gempa yang digambarkan pada gambar dibawah ini :
II - 19
Bab II Tinjauan Pustaka
(sumber : SNI 03 1726 2003) Gambar 2.4 Penyebaran Wilayah Gempa II - 20
Bab II Tinjauan Pustaka Dari pemetaan daerah penyebaran wilayah gempa di atas, terlihat bahwa Lokasi DED DermagaPerikanan Tumumpa berada dalam zona gempa 2. B.
Gaya Sandar Gaya benturan kapal (berthing) adalah gaya yang timbul pada saat kapal akan merapat pada dermaga, yang disebabkan kapal masih mempunyai kecepatan, sehingga terjadi benturan antara kapal dengan dermaga, dalam perencanaannya, benturan maksimum akan terjadi apabila kapal bermuatan penuh menghantam dermaga pada sudut 10Λ terhadap sisi depan dermaga, gaya benturan diterima dermaga dan energi benturan diserap oleh fender pada dermaga. Kecepatan kapal saat merapat di dermaga sangat bervariasi, ini tergantung pada bobot kapal dan kondisi dari perairan tersebut. Tabel 2.2. Kecepatan merapat kapal pada dermaga (Triatmodjo, 2003) Kecepatan Merapat Ukuran Kapal (DWT) Pelabuhan (m/s)
Laut Terbuka (m/s)
sampai 500
0,25
0,30
500 - 10.000
0,15
0,20
10.000 - 30.000
0,15
0,15
di atas 30.000
0,12
0,15
Sumber: (Perencanaan Pelabuhan, Bambang Triatmodjo)
II - 21
Bab II Tinjauan Pustaka Gaya benturan horizontal yang dihasilkan kapal dengan dermaga dapat dihitung berdasarkan energi benturan. Sehingga besarnya energi benturan dapat diketahui dari persamaan berikut ini. π. π 2 πΆπ πΆπ πΆπ πΆπ πΈ= 2π dimana: E
=
energi benturan (ton meter)
V
=
kecepatan kapal pada saat membentur dermaga (m/s)
W
=
berat kapal displacement tonnage (DT) (ton)
g
=
percepatan gravitasi (m/s2)
Cm =
koefisien massa
Ce
=
koefisien eksentrisitas
Cs
=
koefisien kekerasan (softness) merupakan koefisien yang mempengaruhi energi bentur yang diserap oleh lambung kapal (diambil sebesar 1)
Cc
=
koefisien konfigurasi penambat merupakan koefisien yang diambil dari efek massa air yang terperangkap antara lambung kapal dan sisi dermaga (diambil sebesar 1untuk jenis struktur dermaga dengan pondasi tiang).
C.
Beban Arus Beban arus adalah beban yang diakibatkan oleh tekanan arus pada struktur tiang dermaga, besar gaya yang disebabkan oleh perilaku arus dihitung melalui persamaan (OCDI). 1 πΉπ· = πΆπ·πΎ0 π΄ππ 2 2 II - 22
Bab II Tinjauan Pustaka dimana : FD
=
gaya drag akibat arus (kN)
A
=
luas penampang yang kena arus ((kedalaman rencana + HWS)*diameter tiang ) (m2)
Vc
=
kecepatan arus ( m/s2)
Ξ³o
=
massa jenis air laut (=1,025 t/m3)
CD
=
koefisien Drag
Nilai koefisien drag diambil berdasarkan bentuk dari struktur tiang yang digunakan, nilai CD ditentukan berdasarkan Tabel 1.6., pada perencanaan Pelabuhan Perikanan Pantai Tumumpa nilai CD diambil = 1,0. Tabel 2.3. Koefisien drag Shape Circular cylinder (rough surface)
Projected area
Drag coefficient
D.β
1,0 (β > D)
B. β
2,0 (β > B)
D
Rectangular prism B
π
D
Circular disc
Sphere
4
D
π 4
D2
1,2
D2
0,5 ~ 0,2
D
D2
Cube
D
1,3 ~ 1,6
D
II - 23
Bab II Tinjauan Pustaka D.
Beban Gelombang Perhitungan beban/gaya gelombang pada tiang vertikal direncanakan pada kondisi gelombang tidak pecah (nonbreaking waves). Perhitungan beban gelombang menggunakan Teori Airy (Perencanaan Pelabuhan, Bambang Triatmodjo). Total gaya horizontal yang terjadi pada struktur tiang akibat beban gelombang adalah : ο·
Energi Total Gelombang:
ο·
Tenaga Gelombang:
dimana: Et
=
energi total gelombang (kN)
Ξ³o
=
massa jenis air laut (kg/m3)
g
=
percepatan grafitasi (m/s2)
Hg
=
tinggi gelombang (m)
L
=
panjang gelombang (m)
P
=
tenaga gelombang (ton)
T
=
periode gelombang, interval waktu yang diperlukan oleh partikel airuntuk kembali pada kedudukan yang sama dengan kedudukan sebelumnya. (sekon) II - 24
Bab II Tinjauan Pustaka
b)
D
=
diameter tiang pancang (m)
k
=
angka gelombang 2Ο/L
d
=
jarak antara muka air rerata dan dasar laut (m)
Beban vertikal Beban Vertikal yang bekerja pada struktur dermaga meliputi beban sendiri konstruksi (Beban mati), dan beban hidup yang berasal dari kendaraan ataupun beban vertikal yang lainya. Beban yang di input pada analisis struktur adalah beban terbesar yang bekerja pada struktur Dermaga tersebut, dalam hal ini adalah beban kendaraan yang paling besar.
Gambar 2.5. Pembebanan kendaraan
2.3.11 Konstruksi Dermaga Konstruksi dermaga yang direncanakan pada Perencanaan Pelabuhan Perikanan tumumpa ini menggunakan konstruksi beton bertulang. II - 25
Bab II Tinjauan Pustaka Perhitungan konstruksi dermaga meliputi perhitungan lantai dermaga dan perhitungan balok, yaitu balok tepi , balok memanjang dan balok melintang. Pembebanan yang terjadi pada plat lantai dan balok dermaga meliputi beban mati (death load) yang berupa beban sendiri, beban air hujan dan beban hidup (life load) yang berupa beban orang, beban gerobak, beban keranjang. Perencanaan beban tersebut berdasarkan peraturan pembebanan yang berlaku dan peraturan perencanaan beton bertulang menggunakan SNI2002. 2.3.12 Pondasi dermaga Fondasi tiang dikenal sebagai fondasi dalam (deep foundation), tempat dukungan tanah berada jauh di dalam tanah. Pada bangunan pelabuhan kedalaman ini bertambah, berhubungan dengan adanya kedalaman air yang diperlukan guna memungkinkan kapal dapat bertambat, jenis-jenis tiang pancang yang digunakan umumnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Tabel 2.4. Klasifikasi Tiang Fondasi (sumber : Kramadibrata, 2002)
No.
Jenis Tiang
Panjang Maksimum (m)
Beban Maksimum yang dapat dipikul (ton)
1.
Kayu
16
30
2.
Beton Cor (Cast In Situ)
18
60
3.
Pipa Baja (Tanpa Diisi Beton)
25
50
4.
Tiang Beton Pracetak
25
80
5.
Pipa Baja Diisi Beton
30
80
6.
Bajah H
30
100
7.
Tiang Beton Pipa Pratekan
40
120 II - 26
Bab II Tinjauan Pustaka 2.3.13 Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang Perhitungan Daya Dukung Tanah untuk hasil soil test SPT dipergunakan perumusan dari Metode Luciano Decort 1982 (Daya Dukung Pondasi Dalam, Herman Wahyudi: hal 15) π1 = ππ + ππ dimana : π1 =
daya dukung tiang maksimum
ππ =
resistance ultimate di ujung tiang
ππ =
resistance ultimate akibat lekatan lateral
πππ =
π1 ππΉ
ππ = ππ . π΄π = (ππ πΎ). π΄π ππ = ππ . π΄π = (
ππ + 1 ) . π΄π 3
dimana : K
=
koefisien karakteristik tanah
12 t/m2
=
117.7 kPa (untuk lempung)
20 t/m2
=
196 kPa
(lanau berlempung)
25 t/m2
=
245 kPa
(lanau berpasir)
40 t/m2
=
392 kPa
(pasir)
Np
=
Rata-rata SPT disekitar 4D diatas hingga 4D dibawah dasar pondasi
qp
=
tegangan diujung tiang (t/m2)
D
=
diameter tiang, diameter dalam (Dd), cm II - 27
Bab II Tinjauan Pustaka Ap =
luas penampang di ujung tiang = ΒΌ Ο D2 (cm2)
L
panjang tiang yang tertanam/masuk ke tanah (m)
=
As =
keliling tiang x panjang tiang yang tertanam = Ο.D.L (cm)
Ns =
N rata-rata sepanjang tiang yang terbenam dengan batasan 3 β€Nβ€50
qs
=
SF =
tegangan lekatan lateral (t/m2) angka keamanan
2.3.14 Daya Dukung Tiang Tarik Daya dukung tiang tarik adalah kajian mengenai daya dukung terhadap pondasi tiang akibat gaya tarik ke atas, diharapkan pada saat terjadinya gaya tarik keatas yang disebabkan oleh gaya guling maupun gaya dorongan akibat benturan gelombang pada permukaan lantai bawah dermaga, struktur pondasi tiang masih dapat dan diharapkan mampu untuk menahan gaya tersebut. Daya dukung tiang akibat tarik dapat dihitung dengan persamaan berikut: ππ‘ = ππ + π dimana : ππ‘ = Daya dukung tarik πππ’π‘π (kN) ππ = Daya dukung tarik akibat gesekan/lekatan tiang (kN) π = Berat efektif struktur yang ditopang oleh tiang (kN)
Untuk menentukan daya dukung tarik ijin, safet factor yang direkomendasikan adalah 2-3.
II - 28
Bab II Tinjauan Pustaka ππ =
ππ‘ ππΈ
dimana : ππ = kapasitas tarik ijin 2.3.15 Daya Dukung Lateral Tiang Pancang Analisis gaya pada tiang yang tejadi akibat beban lateral merupakan permasalahan yang kompleks karena melibatkan interaksi antara elemen bangunan dengan elemen tanah di bawahnya dimana tiang akan mengalami deformasi baik bersifat elastis maupun plastis. Perhitungan daya dukung lateral pada pondasi tiang pancang didasarkan pada kriteria daya dukung izin yang didapat melalui daya dukung batas dengan memperhatikan mekanisme keruntuhan pondasi tiang. Mekanisme keruntuhan pada tiang diklasifikasikan berdasarkan kekakuannya sebagai berikut : Mekanisme keruntuhan rotasi pada short pile, Mekanisme keruntuhan translasi pada short pile, dan Mekanisme keruntuhan fraktur pada long pile . Selain faktor kekakuan tiang, dalam analisis daya dukung lateral pada tiang juga diperhatikan jenis ikatan pada kepala tiang. Jenis ikatan pada kepala tiang dibedakan menjadi dua yaitu ujung bebas dan ujung jepit.
II - 29
Bab II Tinjauan Pustaka Ujung bebas
H
H
e
e
zr
zr Titik jepit
Ujung jepit
Titik jepit
Gambar 2.6. Ilustrasi ikatan pada tiang Perencanaan fondasi pada struktur dermaga perikanan ini menggunakan siste ikatan tiang dengan kondisi ujung terjepit. Asumsi tahanan momen pada kepala tiang paling sedikit sama dengan momen maksimum yang dapat ditahan tiang itu sendiri (My). Momen tahanan tiang dapat dihitung dengan persamaan :
ππ¦ =
1 Ξ³ . d . πΏ3 . πΎπ β π»π’ . πΏ 2
dimana: Ξ³
= berat volume tanah (kN/m3)
d
= diameter tiang (cm)
L
= panjang tiang yang tertanam (m)
Kp = koefisien tanah pasif Hu = beban lateral ujung ultimate tiang (kN)
II - 30
Bab II Tinjauan Pustaka 2.3.16 Beban Lateral Untuk Tiang Tunggal Perhitungan beban lateral untuk tiang tunggal (H), dipergunakan untuk mencari defleksi pada tiang. Untuk menghitung beban lateral (Hu) dapat dicari dengan rumus Brooms:
Gambar 2.7. Beban Lateral pada Tiang Tunggal
π
= 3π΅πΎπΏπΎπ
πΏ = 1,5 π΅πΎπΏ2 πΎπ 2
β π» = 0 β π»π’ β π
+ π = 0 π»π’ = π
β π
β π (π΄) = 0 π
.
1 πΏ = π»π’ (π + πΏ) 3
π
πΏ = π»π’ (π + πΏ) 3 π»π’ =
π
πΏ 3 (π + πΏ) II - 31
Bab II Tinjauan Pustaka π
βπ =
π
πΏ π
βπ=π
β 3 (π + πΏ) 3 (π + πΏ)
π
πΏ
π»π’ = 3 (π+πΏ) = π»π’ =
1,5 π΅ πΎ πΏ2 πΎπ πΏ 3 (π+πΏ)
0,5 π΅ πΎ πΏ2 πΎπ πΏ 3 (π + πΏ)
ππ =
2π» πΏ2 πβ
Gambar 2.8. Defleksi Tiang Pancang dimana : Y
=
defleksi tiang yang terjadi akibat beban horizontal
H
=
beban horizontal yang terjadi
L
=
Zf =
Ξ·h =
jarak antara dasar tiang sampai permukaan tanah
Coefisien modulus tanah = 350 kN/m3 = 35 t/m3 (untuk tanah lempung lunak Ξ·h = 350 s/d 700 kN/m3)
2.3.17 Perhitungan Analisis Efisiensi Tiang Perhitungan analisis efisiensi tiang :
dimana : m = jumlah baris n = jumlah tiang dalam satu baris II - 32
Bab II Tinjauan Pustaka ΞΈ = arc tan (d/s) d = diameter tiang s = jarak antar tiang (as ke as) Dengan memperhitungkan efisiensi, maka daya dukung tiang pancang tunggal menjadi: Q = Eff x Q tiang a.
Perhitungan Tekanan Pada Kelompok Tiang (gaya vertikal) π πππππ =
ππ£ ππ¦ π₯ ππππ₯ ππ₯ π₯ ππππ₯ Β± Β± 2 π ππ¦ π₯ β(π₯ ) ππ₯ π₯ β(π¦ 2 )
dimana : π
= Banyaknya tiang pancang
ππππ₯
= Jarak terjauh ditinjau dari sumbu x
ππππ₯
= Jarak terjauh ditinjau dari sumbu y
β(π₯ 2 ) = Jumlah kuadrat absis tiang pancang β(π¦ 2 ) = Jumlah kuadrat ordinat tiang pancang ππ₯
= Jumlah tiang pancang tiap baris pada arah x
ππ¦
= Jumlah tiang pancang tiap baris pada arah y
2.3.18 Penulangan Tiang Pancang Untuk perhitungan penulangan tiang pancang, diambil pada kondisi momen-momen yang terjadi yaitu momen akibat pengangkatan satu titik dan pengangkatan dua titik serta akibat beban di atasnya.
2.3.19 Fender Fender dibangun untuk meredam benturan kapal dengan dermaga sehingga kerusakan kapal maupun dermaga dapat dihindarkan. Fender ini
II - 33
Bab II Tinjauan Pustaka berfungsi untuk menyerap setengah gaya yang dihasilkan akibat benturan kapal (0,5 E) dan sisanya ditahan oleh konstruksi dermaga. Besarnya energi yang terjadi akibat benturan dapat dipakai rumus sebagai berikut : π. π 2 πΆπ πΆπ πΆπ πΆπ πΈ= 2π dimana : E
= Energi kinetik yang timbul akibat benturan kapal (ton meter)
W = Berat kapal (ton/m/detikΒ²) V
= Kecepatan kapal saat merapat (meter/detik)
g
= Gaya grafitasi bumi Cm = Koefisien Massa
Cs = Koefisien Kekerasan (diambil 1) Cc = Koefisien Bentuk dari tambatan (diambil 1) Ce = Koefisien Eksentrisitas Khusus untuk kecepatan kapal dapat ditentukan pada tabel di bawah ini : Tabel 2.5. Kecepatan Merapat Kapal pada Dermaga Ukuran Kapal (DWT)
Kecepatan Merapat (m/det) Pelabuhan
Laut Terbuka
Sampai 500
0,25
0,30
500-10.000
0,15
0,20
10.000-30.000
0,15
0,15
Lebih dari 30.000 Sumber : (Pelabuhan, 1996)
0,12
0,15
II - 34
Bab II Tinjauan Pustaka Koefisien massa tergantung dari gerakan air di sekelilng kapal yang dihitung dengan persamaan : πΆπ = 1 +
ππ₯π 2πΆπ. π΅
dimana : d
= Draft kapal (m)
Cb = Koefisien blok kapal B
= Lebar kapal (m)
Sedangkan Cb didapat dari persamaan sebagai berikut : πΆπ =
π πΏππ . π΅. π. πΎ0
dimana : L pp = Panjang garis air πΎ0
= Berat jenis air = 1,025 Kg/mΒ²
Sedangkan koefisien eksentrisitas adalah perbandingan antara energi sisa dengan energi kapal yang merapat dan dihitung dengan rumus sebagai berikut : πΆπ =
1 1 + (π / π)2
dimana : l
= jarak sepanjang permukaan air dermaga dari pusat berat kapal sampai titik sandar kapal = ΒΌ Loa
Loa = Panjang kapal yang ditambat r
= jari-jari putaran di sekeliling pusat gerak kapal pada permukaan air, untuk nilai r didapat dari grafik nilai r.
II - 35
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.9. Grafik Nilai r
2.3.20 Bolder (Penambat Kapal) Fungsi bolder atau penambat kapal adalah untuk menambatkan kapal agar tidak mengalami pergerakan yang dapat mengganggu baik pada aktifitas bongkar maupun lalu lintas kapal yang lainnya.
II - 36