23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.
Pasar Modal
1.1. Pengertian Pasar Modal Pasar modal merupakan lembaga perantara (intermediaries) yang berperan penting
dalam
menunjang
perekonomian
karena
pasar
modal
dapat
menghubungkan pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang kelebihan dana. Pasar modal dapat diartikan sebagai tempat untuk memperjualbelikan sekuritas yang memiliki umur lebih dari satu tahun. Tempat terjadinya transaksi jual beli sekuritas disebut bursa efek. Situmorang (2008:3) menyatakan bahwa secara teoritis pasar modal didefenisikan sebagai perdagangan instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang, baik dalam bentuk modal sendiri (stocks) maupun hutang (bonds), baik yang diterbitkan oleh pemerintah maupun oleh perusahaan swasta.
1.2. Instrumen Pasar Modal Objek yang menjadi instrumen dalam kegiatan jual beli di pasar modal adalah berupa surat-surat berharga yang disebut efek. Menurut Tandelilin (2001:39), jenis sekuritas yang diperdagangkan di bursa efek adalah: a. b. c. d. e. f.
Saham biasa Saham preferen Obligasi Obligasi konversi Right issue Waran
24
g. Reksadana. Saham merupakan surat bukti bahwa kepemilikan atas aset-aset perusahaan yang menerbitkan saham. Saham adalah tanda penyertaan modal pada suatu perusahaan perseroan terbatas dengan manfaat yang dapat diperoleh berupa: a.
Dividen, yaitu bagian dari keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemilik saham
b.
Capital gain, adalah keuntungan yang diperoleh dari selisih jual dengan harga belinya
c.
Manfaat
non
finansial antara
lain berupa
konsekuensi atas
kepemilikan saham berupa kekuasaan, kebanggaan, dan khususnya hak suara dalam menentukan jalannya perusahaan
2.
Earning Per Share (EPS)
2.1. Pengertian dan Kegunaan Earning Per Share (EPS) EPS merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar keuntungan (return) yang diperoleh investor atau pemegang saham per lembar saham (Darmaji, 2001:139). Menurut Simamora (2000:530), EPS adalah laba bersih per Lembar saham biasa yang beredar selama periode tertentu. Sedangkan menurut Fabozzi (1999:359) EPS merupakan alat analisis yang menggunakan konsep laba konvensional. EPS adalah salah satu dari dua alat analisis yang sering digunakan mengevaluasi saham biasa disamping PER dalam lingkaran keuangan. Berdasarkan pendapat diatas, pengertian EPS yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ratio yang menunjukkan seberapa besar keuntungan yang diperoleh investor atau pemegang saham per lembar saham yang beredar selama suatu periode.
25
Variabel EPS merupakan proksi bagi laba per saham perusahaan yang diharapkan dapat memberikan gambaran bagi investor mengenai bagian keuntungan yang dapat diperoleh dalam suatu periode tertentu dengan memiliki suatu saham. Seorang investor membeli dan mempertahankan saham suatu perusahaan dengan harapan akan memperoleh deviden atau capital gain. Laba biasanya menjadi dasar penentuan pembayaran deviden dan kenaikan nilai saham di masa mendatang (Prastowo, 2002:93). Oleh karena itu, para pemegang saham biasanya tertarik dengan angka EPS yang dilaporkan perusahaan. EPS atau laba per lembar saham adalah tingkat keuntungan bersih untuk tiap lembar sahamnya yang mampu diraih perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Laba per lembar saham diperoleh dari laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa dibagi dengan rata-rata saham biasa yang beredar. EPS merupakan hasil atau pendapatan yang akan diterima oleh pemegang saham untuk setiap lembar saham yang dimilikinya atas keikutsertaannya dalam perusahaan. Laba per lembar saham biasanya merupakan indikator laba yang diperhatikan oleh para investor yang umumnya terhadap korelasi yang kuat antara pertumbuhan laba dan pertumbuhan harga saham. Jumlah pendapatan yang tersedia bagi pemegang saham adalah pendapatan bersih setelah dikurangi pajak pendapatan. Pendapatan bersih ini setelah dikurangi dengan deviden dan hak-hak lainnya untuk pemegang saham biasa. Dengan cara membagi jumlah pendapatan yang tersedia untuk pemegang saham biasa dengan jumlah lembar saham biasa yang beredar maka akan diketahui jumlah lembar pendapatan untuk setiap lembar saham tersebut,
26
Husnan (2001:317) mengatakan bahwa jika kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba meningkat, maka harga saham akan meningkat. Dengan meningkatnya harga saham perusahaan, maka return saham yang akan diperoleh investor juga akan semakin tinggi. Jika nilai EPS naik maka harga saham mengalami kenaikan, return sahamnya juga mengalami kenaikan. Pendapatan per saham (Earning per share/EPS) perusahaan biasanya menjadi perhatian pemegang saham pada umumnya atau calon pemegang saham dan manajemen. EPS menunjukkan jumlah uang yang dihasilkan (return) dari setiap lembar saham. Semakin besar nilai EPS, semakin besar keuntungan/return yang diterima pemegang saham (Alwi, 2003:77). Jadi jika saham yang beredar dari saham prioritas dan saham biasa maka langkah pertama adalah menentukan pendapatan yang menjadi hak pemegang saham prioritas dan hak tersebut dikurangkan pada laba bersih yang diperoleh baru kemudian dapat dihitung laba per lembar saham.
2.2. Rumus Earning Per Share Laba Per lembar saham dapat dirumuskan:
EPS =
laba bersih jumlah saham beredar
EPS yang besar menunjukkan kemampuan perusahaan yang lebih besar dalam menghasilkan keuntungan bersih dari setiap lembar saham. Peningkatan EPS menandakan bahwa perusahaan berhasil meningkatkan kemakmuran para investor dan dari hal tersebut akan mendorong investor untuk menambah jumlah modal yang ditanamkan pada perusahaan. Dan itu akan mengakibatkan kenaikan laba yang pada akhirnya ada kecenderungan kenaikan harga saham, begitu juga sebaliknya.
27
3.
Return on Equity (ROE) Riyanto (1995:37) menyatakan bahwa: “Rasio rentabilitas modal sendiri atau
return on equity (ROE) merupakan perbandingan antara jumlah laba yang tersedia bagi pemilik modal di satu pihak dengan modal sendiri di pihak lain“. Kemudian Gitosudarmo (2001:231) mengatakan bahwa”return on equity (ROE) atau rentabilitas modal sendiri merupakan kemampuan dari modal sendiri untuk menghasilkan laba”. Rentabilitas ini dapat juga dikatakan sebagai kemampuan untuk menghasilkan laba bagi suatu perusahaan dengan modal sendirinya. Syamsuddin (1992:64) menyebutkan bahwa: “return on equity merupakan suatu pengukuran dari penghasilan yang tersedia bagi para pemilik perusahaan (baik pemilik saham biasa maupun pemilik saham preferen) atas modal yang mereka investasikan dalam perusahaan”. Sementara Kartadinata (1993:68) menyatakan bahwa: “return on equity merupakan rasio laba bersih terhadap net worth untuk mengukur tingkat keuntungan yang diperoleh para investor atas penanaman modal yang dilakukan dalam perusahaan”. Secara umum rentabilitas modal sendiri menurut Gitosudarmo (2002:233) dapat dianalisis dengan menggunakan formula sebagai berikut:
ROE = 4.
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ Modal Sendiri
Return on Asset (ROA) Djahidin (1992:116) menyatakan bahwa: “return on assets (ROA) adalah
membandingkan antara keuntungan yang diperoleh dari operasi perusahaan (net operating income) dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan dalam operasi
untuk
memperoleh
keuntungan
tersebut”.
Hasibuan
(2002:100)
menyimpulkan bahwa: “ return on assets (ROA) adalah perbandingan (rasio) laba
28
sebelum pajak (earning before tax/EBT) selama 12 bulan terakhir terhadap ratarata volume usaha dalam periode yang sama”. Husnan dan Pudjiastuti (2004:72) menyebutkan bahwa: “return on assets (ROA) adalah rasio untuk mengukur kemampuan aktiva perusahaan memperoleh laba
dari
operasi
perusahaan”.
arixsthecoolest.blogspot.com menyatakan
Selanjutnya bahwa
return
Sartono
dalam
on asset adalah
perbandingan antara laba bersih dengan total aktiva yang tertanam dalam perusahaan. Return on asset digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba. Laba bersih yang digunakan disini adalah laba bersih setelah bunga dan pajak. Semakin besar return on asset suatu bank maka semakin besar tingkat keuntungan bank dan semakin baik pula posisi bank dari segi penggunaan asset. Return on asset adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan. Sawir (2003:19) dan Munawir (1995:86) menyebutkan bahwa: “return on assets dapat dianalisis dengan menggunakan rasio pengukuran return on assets sebagai berikut”: Selanjutnya Sartono (1997:131) menyatakan Rasio return on assets ini dipakai untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Rasio ini juga menunjukkan kemampuan perusahaan melahirkan laba yang akan menutupi biaya-biaya tetap atau biaya operasi lainnya. bahwa: “return on assets dapat diformulasikan sebagai berikut: ROA =
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ Total Aktiva
29
5.
Debt to Equity Ratio (DER) Debt to Equity Ratio (DER) termasuk bagian dari rasio Laverage. Rasio ini
mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjangnya. Rasio laverage dapat dihitung berdasarkan informasi dari neraca, yaitu dari pos-pos aktiva dan pos-pos hutang. Menurut Slamet (2003:35) DER adalah perbandingan antara total utang dengan total modal. DER digunakan untuk mengukur tingkat penggunaan hutang terhadap total shareholder’s equity yang dimiliki perusahaan (Ang, 1997). Rasio ini juga menunjukkan pentingnya dana dari sumber modal pinjaman (relative importance of borrowed fund) dan tingkat keamanan yang dimilki kreditor. Semakin kecil rasio ini berarti semakin kecil jumlah pinjaman yang digunakan untuk membiayai aktiva perusahaan (Slamet, 2003:35). DER dapat dirumuskan sebagai berikut:
DER = 6.
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑏𝑡 Total Equity
Earning Growth Pertumbuhan laba merupakan kenaikan laba atau penurunan laba per
tahun. Indikator perubahan laba yang digunakan dalam penelitian ini adalah laba sebelum pajak, tidak termasuk item extra ordinary dan discontinued operation. Penggunaan laba sebelum pajak sebagai indikator perubahan laba dimaksudkan untuk menghindari pengaruh penggunaan tarif pajak yang berbeda antar periode yang dianalisis. Alasan mengeluarkan item extra ordinary dan discontinued operation dari laba sebelum pajak adalah untuk menghilangkan elemen yang mungkin meningkatkan perubahan laba yang mungkin tidak akan timbul dalam
30
periode yang lainnya. Rumus untuk mengetahui perubahan laba yang terjadi pada perusahaan adalah seperti di bawah ini. ∆Yn = Dimana :
7.
Yn−Y(n−1) Y(n−1)
x 100 %
Yn
=
Laba periode sekarang,
Y(n-1)
=
Laba Periode Sebelumnya.
Price to Book Value (PBV) Price to Book Ratio (PBV) merupakan bagian dari rasio pasar yang mengukur
harga pasar relatif terhadap nilai buku. PBV adalah rasio yang membandingkan antara nilai saham menurut pasar dengan harga saham berdasar harga buku (book value). PBV digunakan untuk melihat berapa besar tingkat undervalued maupun overvalued harga saham yang dihitung berdasarkan nilai buku setelah dibandingkan dengan harga pasar (Slamet, 2003:41). Rasio ini menunjukkan seberapa jauh perusahaan mampu menciptakan nilai perusahaan relatif terhadap jumlah modal yang diinvestasikan. PBV dapat dirumuskan sebagai berikut:
PBV =
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 Harga Buku
( Jakarta Stock Exchange Value Line, 2004)
8.
Tinjauan Penelitian Terdahulu Rincian mengenai penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
price book value dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
31
Table 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Tito Perdana Putra, Mulyo Haryanto, M Chabachib dan Irine Rini Demi Pangestuti (2006)
Syarifah (2007)
Wardjono (2010)
Judul Penelitian Pengaruh Kinerja keuangan dan Beta Saham Terhadap Price to Book Value (Studi Pada Perusahaan Real Estate dan Property Yang Listed di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 20042006)
Variabel Variabel independen: ROA, DER, EPS, Beta Saham, DPR Variabel dependen: Price to Book Value (PBV)
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Price to Book Value Ratio (PBV) pada Perusahaan Terbuka di Bursa Efek Jakarta (Periode tahun 20032005)
Variabel Independen: ROE, DPR, EAT Variabel dependen: PBV
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Price to Book Value dan implikasinya pada return saham (studi kasus pada perusahaan
Variabel Independen: ROE, Growth, DPR, degree of financial leverage.
Hasil Pengujian secara parsial menunjukkan bahwa EPS dan DER berpengaruh signifikan, tetapi ROA, Beta Saham, dan DPR tidak berpengaruh signifikan terhadap PBV. ROA, DER, EPS, Beta Saham, dan DPR secara simultan berpengaruh signifikan terhadap PBV. Secara parsial hanya ROE dan DPR yang berpengaruh signifikan terhadap PBV. Pengujian secara simultan menunjukkan bahwa ketiga variabel independen (ROE, DPR, EAT) berpengaruh signifikan terhadap PBV. Hanya ROE dan Growth yang berpengaruh signifikan terhadap PBV, sedangkan DPR
32
manufaktur yang terdaftar di BEI)
Variabel dependen: PBV
dan degree of financial leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap PBV. PBV berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham.
Sumber: data diolah oleh penulis, 2012
9.
Kerangka Konseptual dan Hipotesis
9.1. Kerangka Konseptual Suatu kerangka konseptual akan menghubungkan secara teoritis antar variabel penelitian yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Berdasarkan tinjauan teoritis dan penelitian terdahulu yang telah dikemukakan sebelumnya, maka peneliti membuat kerangka konseptual sebagai berikut: Earning per Share (X1) Return on Equity (X2) Return on Assets (X3)
Price Book Value (Y)
Debt to Equity Ratio (X4) Earning Growth (X5)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
33
Price to Book Value Ratio merupakan alternatif untuk menilai saham bagi perusahaan yang secara konsisten memberikan dividen kepada para pemegang saham. Besarnya dividen yang diberikan perusahaan di masa yang akan datang sangat tergantung pada prospek pertumbuhan perusahaan. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan perusahaan maka semkin besar semakin besar jumlah dividen yang diberikan perusahaan di masa yang akan datang. Tingkat pertumbuhan perusahaan dapat dilihat dari kinerja keuangan perusahaan tersebut dalam menghasilkan laba. Informasi EPS perusahaan menunjukkan besarnya laba bersih yang siap dibagikan untuk semua pemegang saham perusahaan. Semakin besar EPS menunjukkan kinerja perusahaan yang baik dan memberikan return yang besar kepada para pemegang saham dan investor. Investor akan cenderung menanamkan modalnya pada perusahaan yang memiliki nilai EPS yang besar. Hal ini akan mempengaruhi harga saham perusahaan tersebut, yakni meningkatnya harga saham. Peningkatan harga saham akan berdampak pada PBV perusahaan yang juga akan meningkat. ROE merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba diukur dari modal sendiri. Semakin besar ROE menunjukkan semakin besar juga laba yang mampu dihasilkan oleh perusahaan. Laba positif akan meningkatkan jumlah dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham di masa yang akan datang. Hal ini akan berdampak pada peningkatan PBV perusahaan.
ROA menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan memanfaatkan total aset yang dimiliki perusahaan. Dengan laba yang tinggi maka tingkat kepercayaan investor akan meningkat, hal tersebut berdampak pada PBV yang meningkat.
34
DER menunjukkan tingkat hutang perusahaan. Perusahaan dengan hutang yang besar mempunyai biaya hutang yang besar pula. Hal tersebut menjadi beban bagi perusahaan yang dapat menurunkan tingkat kepercayaan investor, sehingga PBV akan menurun. Earning Growth (pertumbuhan laba) merupakan kenaikan laba atau penurunan laba per tahun. Perusahaan yang mampu menghasilkan laba yang besar akan meningkatkan kepercayaan investor sehingga menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Kenaikan laba akan berdampak positif bagi nilai PBV, sebaliknya penurunan laba akan berdampak pada penurunan nilai PBV suatu perusahaan.
9.2. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian (Sugiyono, 2007:51). Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah dikemukan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah earning per share (EPS), return on equity (ROE), return on assets (ROA), debt to equity ratio (DER), dan earning growth berpengaruh terhadap price book value (PBV) baik secara parsial maupun simultan.