BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Penerjemahan 1. Definisi Penerjemahan Newmark (1988: 5) mendefinisikan penerjemahan sebagai “rendering the meaning of a textinto another language in the way that the author intended the text.”Common sensesekilas membuat kita berpikir bahwa penerjemahan merupakan proses yang sederhana: bahwa seseorang yang dapat mengatakan sesuatu dengan baik dalam suatu bahasa pasti dapat mengungkapkannya dengan baik pula dalam bahasa lain. Di sisi lain, penerjemahan dapat dilihat sebagai sesuatu yang rumitdan dibuatbuat. Ini dikarenakan dengan menggunakan bahasa lain, penerjemah berusaha menjadi orang lain.Maka, dalam berbagai tipe teks, sesuatu yang harus diperhatikan adalah memindahkan sebanyak mungkin BSu (bahasa sumber) ke BSa (bahasa sasaran). Serupa dengan pengertian tersebut, Catford (1978: 20) berpendapat bahwa penerjemahan adalah “the replacement of textual material in one language (SL) by equivalent textual material in another language (TL).”Dalam kondisi yang normal, tidak semua teks BSu dapat diterjemahkan atau diganti oleh tekstual material yang sama di BSa. Terlebih lagi pada satu atau lebih banyak kasus, tidak ada pengganti BSu sama sekali: hanya ada perpindahan pesan sederhana dari makna BSu ke dalam teks BSa.Kedua pengertian ini menganjurkan penerjemah agar mempertahankan
11
12
sebanyak mungkin elemen teks sumber pada teks sasaran, meskipun terkadang perbedaan BSu dan BSa menimbulkan masalah yang tidak mudah diatasi dalam penerjemahan. Nida dan Taber (1982: 12) menyatakan bahwa penerjemahan berarti “reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the sourcelanguage message, first in terms of meaning and secondly in terms of style.”Penerjemahan pesannya.Dalam
harus
memiliki
memproduksi
ulang
tujuan pesan,
utama
memproduksi
penerjemah
harus
ulang
melakukan
penyesuaian yang baik terhadap aspek gramatikal dan leksikalnya.Perlu diingat bahwa terjemahan yang baik tidak akanterdengar atau terlihat seperti sebuah terjemahan.Prioritas dalam penerjemahan terdapat dalam pesan teksnya.Meskipun begitu, style juga tidak kalah penting.Dalam penelitian ini, piranti appraisal seharusnya diterjemahkan tidak hanya dari penilaian intinya saja. Terjemahannya juga
harus
menempati
sub-kategori,
tingkat,
dan
memiliki
makna
monoglossic/heteroglossic yang sama seperti teks sumber.
2. Teknik Penerjemahan Menurut Molina dan Albir (2002), teknik penerjemahan merupakan salah satu prosedur untuk menganalisis dan mengklasifikasikan kesepadanan terjemahan.Teknik penerjemahan dapat diterapkan pada satuan lingual kata, frasa, maupun klausa.Lebih jauh lagi, teknik penerjemahan memiliki lima karakteristik dasar: [1]
Berdampak terhadap hasil terjemahan
13
[2]
Diklasifikasikan dengan perbandingan dengan teks aslinya
[3]
Berdampak pada unit mikro teks
[4]
Bersifat diskursif dan kontekstual
[5]
Bersifat fungsional Kemudian, Molina dan Albir juga mengajukan 18 jenis teknik penerjemahan
yang akan dibahas secara rinci sebagai berikut: [1]
Adaptasi (Adaptation): Mengganti elemen budaya dalam teks sumber dengan elemen budaya BSa. Sebagai contoh,
BSu: cricket (Bahasa Inggris) BSa: kasti (Bahasa Indonesia)
[2]
Amplifikasi (Amplification): Menyampaikan detil-detil yang tidak terdapat pada teks sumber. Detil ini dapat berupa informasi atau parafrase yang bersifat eksplisit. Vinay dan Darbelnet menyebut teknik ini eksplisitasi (explicitation).
Delisle
menyebutnya
penambahan
(addition).
Margot
menyebutnya parafrase yang absah dan tidak absah (legitimateand illegitimate paraphrase).Kemudian, Newmark menyebutnya parafrase yang eksplisit (explicative paraphrase). Penggunaan catatan kaki (footnote) merupakan salah satu jenis teknik amplifikasi. Teknik ini berseberangan dengan teknik reduksi. Sebagai contoh,
BSu: Ramadan (Bahasa Arab) BSa: Ramadan, the Muslim month of fasting (bahasa Inggris)
14
[3]
Peminjaman (Borrowing): Mengambil kata atau ekspresi langsung dari bahasa lain. Ada dua jenis teknik peminjaman, yaitu peminjaman murni (pure borrowing) tanpa perubahan apapun; dan peminjaman dengan penyesuaian (naturalized borrowing)untuk mengikuti kaidah ejaan di BSa. Peminjaman murni sama seperti apa yang disebut Vinay dan Darbelnet sebaga peminjaman (borrowing); sedangkan peminjaman dengan penyesuaian berhubungan dengan apa yang disebut Newmark sebagai teknik naturalisasi (naturalization technique). Sebagai contoh,
BSu: HIV/AIDS (Bahasa Inggris) BSa: HIV/AIDS (Bahasa Indonesia, pure borrowing) BSu: telephone (Bahasa Inggris) BSu: telepon (Bahasa Indonesia, naturalized borrowing)
[4]
Calque: Terjemahan literal terhadap istilah atau frasa asing, dapat bersifat leksikal atau struktural. Teknik ini disebut Vinay dan Darbelnet sebagai penerimaan (acceptation). Sebagai contoh,
BSu: International Day of the Girl (Bahasa Inggris) BSa: Hari Anak Perempuan Sedunia (Bahasa Indonesia)
[5]
Kompensasi (Compensation): Menyampaikan elemen informasi atau efek stilistika dari teks sumber ke dalam suatu bentuk BSa yang memiliki konsep yang berkorespondensi dengan teks sumber. Teknik ini berhubungan dengan konsepsi (conception) yang disebutkan Vinay dan Darbelnet.
15
Sebagai contoh, BSu: Don’t try to teach your Grandma to suck eggs. BSa: Jangan diajar orang tuamakan dadih. [6]
Deskripsi (Description): Mengganti sebuah istilah atau ekspresi dalam teks sumber dengan deskripsi atau/dengan fungsi istilah tersebut dalam teks sasaran. Sebagai contoh, BSu: panettone (Bahasa Italia) BSa: traditional Italian cake eaten on New Year’s Eve. (Bahasa Inggris)
[7]
Discursive Creation: Membuat kesepadanan sementara yang tidak terduga atau keluar konteks. Teknik ini banyak dijumpai dalam penerjemahan judul. Sebagai contoh,
BSu: Rumble Fish (Bahasa Inggris) BSa: La ley de la calle (Bahasa Spanyol)
[8]
Padanan Lazim (Established Equivalent): Menggunakan istilah atau ekspresi yang dikenal (dalam kamus atau penggunaan bahasa sehari-hari) sebagai padanan dalam BSa. Teknik ini berhubungan dengan penerjemahan kesepadanan dan literal (equivalence and literal translation) yang diajukan Vinay dan Darbelnet. Sebagai contoh,
BSu: Your Highness (Bahasa Inggris) BSa: Yang Mulia (Bahasa Indonesia)
[9]
Generalisasi (Generalization): Menggunakan istilah yang lebih umum atau netral dalam bahasa sasaran. Teknik ini berhubungan dengan penerimaan
16
(acceptation) yang diajukan Vinay dan Darbelnet. Teknik generalisasi berseberangan dengan teknik partikularisasi (particularization). Sebagai contoh,
BSu: villa (Bahasa Inggris) BSa: rumah (Bahasa Indonesia)
[10] Amplifikasi Linguistik (Linguistic Amplification): Menambahkan elemen linguistik, sering digunakan dalam penerjemahan lisan konsekutif dan sulih suara. Teknik ini berseberangan dengan teknik kompresi linguistik. Sebagai contoh,
BSu: will you?(Bahasa Inggris) BSa: apakah kamu bersedia melakukannya? (Bahasa Indonesia)
[11] Kompresi Linguistik (Linguistic Compression): Mensintesis elemen-elemen linguistik dalam teks sasaran. Teknik ini sering digunakan dalam penerjemahan lisan simultan dan sub-titling. Teknik ini berseberangan dengan teknik amplifikasi linguistik (linguistic amplification). Sebagai contoh,
BSu: what you’re supposed to be doing (Bahasa Inggris) BSa: tugas kalian (Bahasa Indonesia)
[12] Penerjemahan Literal (Literal Translation): Menerjemahkan suatu kata atau ekspresi dengan kata per kata. Teknik ini berhubungan dengan konsep kesepadanan formal (formal equivalent) yang diajukan Nida, dan sama dengan penerjemahan literal (literal translation) yang diajukan Vinay dan Darbelnet.
17
Sebagai contoh,
BSu: Ministry of Education (Bahasa Inggris) BSa: Departemen Pendidikan Bahasa Indonesia)
[13] Modulasi (Modulation): Mengubah sudut pandang, fokus atau kategori kognitif pada teks sumber; dapat bersifat leksikal atau struktural. Teknik ini berhubungan dengan konsep penerimaan (acceptation) oleh Vinay dan Darbelnet. Sebagai contoh,
BSu: The disease affected some citizens in India. (Bahasa Inggris) BSa: Penyakit tersebut diderita oleh sejumlah warga India. (BahasaIndonesia)
[14] Partikularisasi (Particularization): Menggunakan istilah yang lebih spesifik atau konkret. Teknik ini berhubungan dengan konsep penerimaan (acceptation) oleh Vinay dan Darbelnet. Partikularisasi berseberangan dengan generalisasi. Sebagai contoh,
BSu: I hope the prince is happy.(Bahasa Inggris) BSa: Kuharap Pangeran Abdullah bahagia. (Bahasa Indonesia)
[15] Reduksi (Reduction): Mengurangi unsur-unsur informasi tertentu dari teks sumber. Teknik ini mencakup konsep pengimplisitan (implicitation) dari Vinay dan Darbelnet, juga konsep reduksi (concision) dari Delisle, dan penghilangan (omission)dari Vázquez Ayora. Reduksi berseberangan dengan teknik amplifikasi.
18
Sebagai contoh, BSu: Of course, surely, that’s obvious. Why bother to ask? (BahasaInggris) BSa: Tentu saja. Mengapa bertanya lagi? (Bahasa Indonesia) [16] Substitusi (Substitution): Mengubah elemen linguistik ke dalam bentuk paralinguistik (intonasi, gestur) atau sebaliknya. Teknik ini sering dipakai dalam penerjemahan lisan. Sebagai contoh,
BSu: Gestur mengangguk (Indonesia) BSa: Kata “greeting” (Bahasa Inggris)
[17] Transposisi (Transposition): Mengubah sebuah kategori gramatikal, memecah atau menggabungkan klausa, dan merubah posisi suatu unsur kognitif. Sebagai contoh,
BSu: Are you sure that’s wise? (Bahasa Inggris) BSa: Anda yakin? Bijaksanakah itu? (Bahasa Indonesia)
[18] Variasi (Variation): Mengubah elemen linguistik atau paralinguistik (seperti intonasi dan gestur) yang mempengaruhi aspek-aspek variasi linguistik: pengubahan nada secara tekstual, gaya, dialek sosial, dialek geografis, dan lain-lain. Sebagai contoh,
Memperkenalkan atau mengubah indikator dialek untuk karakter yang berbeda ketika menerjemahkan untuk pertunjukkan teater; atau, mengubah nada secara tekstual
ketika
menerjemahkan
novel
untuk
menyesuaikan dengan target pembaca yang masih anak-anak.
19
3. Penilaian Kualitas Terjemahan Penilaian kualitas terjemahan merupakan prosedur untuk menilai baiktidaknya sebuah terjemahan. Salah satu indikator terjemahan yang berkualitas adalah aspek keakuratan yang tinggi. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa penerjemahan merupakan proses produksi ulang pesanteks sumber ke dalam “closest natural equivalence” pada bahasa sasaran (Nida & Taber, 1982: 12). Melalui pengertian ini, keakuratan merujuk pada kesepadanan pesan antara teks sumber dan teks sasaran, baik maknanya maupun gaya bahasanya. Di samping itu, Nida dan Taber (1982: 200) mengkoinkan istilah padanan formal dan padanan dinamis pada penilaian kualitas terjemahan.Padanan formal mengacu pada tingkat keakuratan berdasarkan struktur formal teks yang meliputi struktur gramatikal dan leksis di dalam BSu.Kemudian, padanan dinamis mengacu pada terjemahan yang memindahkan pesan sasaran sedemikian rupa sehingga dapat diterima oleh pembaca sasaran dengan pemahaman yang sama dengan pembaca yang memahami BSu. Nababan, Nuraeni, dan Sumardiono (2012) mengemukakan instrumen penilaian kualitas terjemahanyang meliputi aspek keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan. Penilaian ini menggunakan skor atau skala 1 sampai dengan 3. Semakin berkualitas suatu terjemahan, semakin tinggiskor yang diberikan. Kriteria yang digunakan akan dijelaskan sebagai berikut:
20
Tabel 2.1. Instrumen Penilai Keakuratan Terjemahan Kategori Skor Parameter Kualitatif Terjemahan Akurat 3 Makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau teks bahasa sumber dialihkan secara akurat ke dalam bahasa sasaran; sama sekali tidak terjadi distorsi makna Kurang 2 Sebagian besar makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, Akurat kalimat atau teks bahasa sumber sudah dialihkan secara akurat ke dalam bahasa sasaran. Namun, masih terdapat distorsi makna atau terjemahan makna ganda (taksa) atau ada makna yang dihilangkan, yang mengganggu keutuhan pesan. Tidak Akurat 1 Makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau teks bahasa sumber dialihkan secara tidak akurat ke dalam bahasa sasaran atau dihilangkan (deleted). Tingkat keakuratan ditentukan dengan skala 1 sampai 3. Skala 1 menunjukkan bahwa terjemahan tidak akurat; skala 2 kurang akurat; dan skala 3 akurat. Indikator penilaian dicantumkan pada kolom parameter kualitatif. Tabel 2.2.Instrumen Penilai Tingkat Keberterimaan Terjemahan Kategori Skor Parameter Kualitatif Terjemahan Berterima 3 Terjemahan terasa alamiah; istilah teknis yang digunakan lazim digunakan dan akrab bagi pembaca; frasa, klausa dan kalimat yang digunakan sudah sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia Kurang 2 Pada umumnya terjemahan sudah terasa alamiah; namun ada Berterima sedikit masalah pada penggunaan istilah teknis atau terjadi sedikit kesalahan gramatikal. Tidak 1 Terjemahan tidak alamiah atau terasa seperti karya Berterima terjemahan; istilah teknis yang digunakan tidak lazim digunakan dan tidak akrab bagi pembaca; frasa, klausa dan kalimat yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia
21
Tingkat keberterimaanditentukan dengan skala 1 sampai 3. Skala 1 menunjukkan bahwa terjemahan tidak berterima; skala 2 kurang berterima; dan skala 3 berterima. Indikator penilaian dicantumkan pada kolom parameter kualitatif. Tabel 2.3. Instrumen Penilai Tingkat Keterbacaan Terjemahan Kategori Skor Parameter Kualitatif Terjemahan Tingkat 3 Kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau teks terjemahan Keterbacaan dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca. Tinggi Tingkat 2 Pada umumnya terjemahan dapat dipahami oleh pembaca; Keterbacaan namun ada bagian tertentu yang harus dibaca lebih dari satu Sedang kali untuk memahami terjemahan. Tingkat 1 Terjemahan sulit dipahami oleh pembaca Keterbacaan Rendah Tingkat keterbacaan
ditentukan dengan skala 1 sampai 3. Skala 1
menunjukkan bahwa tingkat keterbacaan terjemahan rendah; skala 2 sedang; dan skala 3 tinggi. Indikator penilaian dicantumkan pada kolom parameter kualitatif. Namun, penelitian ini hanya menggunakan dua variabel penilaian kualitas terjemahan, yaitu keakuratan dan keberterimaan. Hal ini dikarenakan data yang digunakan berupa kata, frasa, atau klausa sehingga penilaian terhadap keterbacaan tidak dirasa perlu. Nababan, Nuraeni, dan Sumardiono (2012: 50)mengungkapkan bahwa untuk menjaga validitas dan reliabilitas hasil penilaian, penilai kualitas terjemahan sebaiknya berjumlah ganjil dan minimal sebanyak tiga orang. Untuk tingkat keakuratan, persyaratan yang harus dipenuhi yaitu: (1) Penerjemah profesional dan berpengalaman di bidang penerjemahan teks-teks ilmiah dari bahasa Inggris ke dalam
22
bahasa Indonesia; (2) Memiliki kompetensi penerjemahan yang baik, yang terdiri atas kompetensi kebahasaan, kompetensi wacana, kompetensi budaya, kompetensi bidang ilmu, kompetensi strategik dan kompetensi transfer; dan (3) Memiliki pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural atau operatif yang baik. Kemudian untuk tingkat keberterimaan, persyaratan yang harus dipenuhi yaitu: (1) Menguasai penggunaan tatabahasa baku bahasa Indonesia; (2) Menguasai bidang ilmu dari teks terjemahan; dan (3) Akrab dengan istilah teknis dalam bidang teks terjemahan yang dinilai.
B. Kerangka Teori Appraisal Teori appraisal dikembangkan melalui Linguistik Sistemik Fungsional (Halliday, 1985, 1994; Martin & Rose, 2003; Martin & White, 2005; White, 1998).Di dalam tiga metafungsi LSF, appraisal termasuk ke dalam metafungsi interpersonal pada unit semantik wacana (Martin, 1992, 2000).Teori appraisal berfokus kepada bahasa evaluasi dan sikap penutur dalam teks.Selain itu, White (2002: 1) menyebutkan bahwa appraisal juga berhubungan dengan fungsi sosial dari pirantipirantinya. Piranti appraisal tidak hanya digunakan untuk mengungkapkan perasaan penutur dan mengambil sikap, namun juga untuk berinteraksi dengan audiens lain yang berasosiasi dengan konteks komunikatif yang sedang berlangsung. Interaksi yang dikonstruksikan oleh penutur di dalam teks terkadang bersifatimplied dan jarang terobservasi oleh pembaca.
23
Kerangka teori appraisal dibagi ke dalam tiga subsistem, yaitu Attitude, Graduation, dan Engagement(Martin & Rose, 2003; Martin & White, 2005; White, 1998).Attitude berhubungan dengan pengungkapan perasaan (Affect), penilaian terhadap
karakter
manusia
(Judgement),
dan
penilaian
terhadap
sesuatu
(Appreciation)secara implisit maupun eksplisit.Dalam Graduation, tingkat evaluasi tersebut dapat dibuat lebih atau kurang intens. Dengan kata lain, penilaian tersebut dapat diperkuat atau diperlemah (more or less amplified). Kemudian, penilaian tersebut dapat berasal dari penulis itu sendiri atau dapat diatributkan kepada sumber lain.Sourcing dan posisi yang diambil penutur/penulis ketika menghadapi teks dan audiensnya, disebut Engagement.
1. Attitude Affect adalah carakita menyatakan perasaan positif dan negatif: Apakah kita merasa senang atau sedih, percaya diri atau cemas, tertarik atau bosan terhadap sesuatu. Judgement berhubungan dengan sikap kita terhadap perilaku tertentu yang kita kagumi, kritik, puji, atau kutuk.Kemudian, Appreciation berhubungan dengan evaluasi fenomena berdasarkan penilaian terhadap fenomena tersebut di dalam suatu konteks. Judgement dan Appreciation dapat dilihat sebagai perasaan yang ditentukan oleh konteks institusi.Hal ini dikarenakan sikap tersebut berhubungan dengan ‘common sense’ dan ‘uncommon sense’ di dalam masyarakat yang menganut nilainilai yang sama. Dalam pengertian ini, Judgement menempatkan evaluasi terhadap
24
bagaimana kita harus berperilaku; sebagian dari ketentuan tersebut diformalkan oleh peraturan dan normanegara dan sosial. Di sisi lain, Appreciation menempatkan evaluasi melalui proposisi apakah suatu benda berharga atau tidak; sebagian dari evaluasi ini juga diformalkan oleh sistem award (harga, skor, hibah, hadiah, dll). a. Affect Attitude, termasuk di dalamnya Affect, dikembangkan di dalam sistem semantic wacana, jadi realisasinya dapat beragam di dalam struktur gramatika.Affect sebagai quality misalnya “a sad captain” (epitet); “the captain was sad” (atribut); ataupun “the captain left sadly” (sirkumstans). Affect sebagai proses misalnya “his departure upset him” (proses mental); dan “the captain wept” (proses behavioral). Affect sebagai comment misalnya “sadly, he had to go” (modal adjunct). Berdasarkan Affect, partisipan yang secara sadar mengalami perasaan tertentu disebut Emoter. Kemudian, fenomena yang memicu timbulnya perasaan tersebut di sebut Trigger.Perasaan direalisasikan melalui manifestasi paralinguistik atau ekstralinguistik. Secara gramatika, perbedaannya terletak pada proses behavioral dengan mental atau relasional. Dengan proses mental, Emoter dan Trigger merupakan partisipan (Senser dan Phenomenon). Karena itu, perasaan dinyatakan secara implied di dalam proses. Dengan proses relasional, Emoter dan perasaannya merupakan partisipan. Hal ini mendorong Trigger dalam posisi sirkumstansial bersifat opsional (she’s happy with him/about that).
25
Tabel 2.4. Irrealis affect DIS/INCLINATION fear
desire
Surge (of behaviour) tremble shudder cower suggest request demand
Disposition wary fearful terrorized miss long for yearn for (Martin & White, 2005)
Irrealis Affect cenderung menyamarkan apa yang menjadi pemicu suatu perasaan. Kategori ini terbagi menjadi perasaan takut (Fear) dan keinginan (Desire).Surge mengacu kepada sikap yang ditunjukkan ketika suatu perasaan terjadi.Kemudian, disposition mengacu kepada sifat yang timbul ketika perasaan terjadi.Contoh leksis yang merealisasikan makna Irrealis Affect dapatdilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.5.Affect -- un/happiness UN/HAPPINESS Surge (of behaviour) unhappiness misery whimper [mood: ‘in me’ cry desire wail antipathy rubbish [directed feeling: ‘at you’] abuse revile happiness cheer chuckle laugh rejoice affection shake hands hug embrace
Disposition down [low] sad [median] miserable [high] dislike hate abhor cheerful buoyant jubilant be fond of love adore
26
(Martin & White, 2005)
Kategori un/happiness meliputi emosi yang berhubungan dengan ‘urusan hati.’Emosi ini terdiri dari kesedihan (sadness), kebencian (hate), kebahagiaan (happiness), dan cinta (love).Kesedihan direalisasikan dengan sub-kategori Misery dan merujuk kepada perasaan yang ada di dalam hati sendiri. Kebencian direpresentasikan oleh sub-kategori Antipathy yang perasaannya ditujukan kepada orang lain. Rasa bahagia berkorelasi dengan Cheer; dan cinta dengan Affection. Perasaan-perasaan ini dapat muncul dalam bentuk suka atau tidak suka dengan Trigger-nya. Tabel 2.6.Affect -- in/security DIS/SATISFACTION Surge (of behaviour) insecurity disquiet restless twitching shaking surprise start cry out faint security confidence declare assert proclaim trust delegate commit entrust
Disposition uneasy anxious freaked out startled jolted staggered together confident assured comfortable with confident in/about trusting (Martin & White, 2005)
27
Variabel
In/security
mencakup
emosi
mengenai
masalah
ekososial:
kecemasan, kekhawatiran, kepercayaan diri dan kepercayaan. Perasaan damai maupun kecemasan tersebut bersinggungan dengan lingkungan, termasuk orangorang yang hidup di dalamnya.Sub-kategori Disquiet mengacu kepada sikap atau sifat yang ditunjukkan ketika ada perasaan gelisah.Sub-kategori Surprise merupakan sikap atau sifat karena perasaan terkejut.Sikap dan sifat pada Confidence ditunjukkan ketika kita yakin terhadap sesuatu.Kemudian, Trust mengacu kepada sikap dan sifat yang muncul ketika ada kepercayaan. Dis/satisfaction
mengacu
pada
perasaan
mengenai
pencapaian
dan
kekecewaan akan kegiatan yang kita laksanakan. Emosi pada kategori ini bersifat sensitif terhadap keaktifan peran kita di dalam suatu kegiatan: sebagai partisipan dan penonton. Kita dapat merasa marah sebagai partisipan yang kecewa, namun kesal sebagai penonton (displeasure). Kita dapat merasa puas dengan pencapaian kita senTabel 2.7.Affect -- dis/satisfaction DIS/SATISFACTION Surge (of behaviour) dissatisfaction ennui fidget yawn tune out displeasure caution scold castigate satisfaction interest attentive busy industrious pleasure pat on the back compliment
Disposition flat stale jaded cross, bored with angry, sick of furious, fed up with involved absorbed engrossed satisfied, impressed pleased, charmed
28
reward
chuffed, thrilled (Martin & White, 2005)
diri, namun kagum dengan pencapaian orang lain (pleasure). Hubungan ini berlaku juga pada Ennui (perasaan bosan/tidak tertarik) dan Interest (ketertarikan). Contoh-contoh leksis pada empat sub-kategori yang telah disebutkan bukan berarti telah mewakili keseluruhan makna pada setiap sub-kategori. Leksis-leksis tersebut hanya ditujukan untuk memberi intisari dari jajaran makna subsistem Affect. Tabel 2.8.Affect -- kinds of unhappiness Affect Positive dis/inclination miss, long for, yearn for un/happiness cheerful, buoyant
jubilant; like
in/security
dis/satisfaction
together, confident, assured; comfortable, confident, trusting involved, absorbed, engrossed; satisfied, pleased, chuffed/ impressed, charmed,
Negative wary, fearful, terrorised sad, melancholy, despondent; cut-up, heartbroken… broken-hearted, heavyhearted, sick at heart; sorrowful … griefstricken, woebegone … dejected …; dejected, joyless, dreary, cheerless, unhappy, sad; gloomy, despondent, … downcast, low, down, down in the mouth, depressed; weepy, wet-eyed, tearful, in tears uneasy, anxious, freaked out; startled, surprised, astonished flat, stale, jaded; cross, angry, furious; bored with, sick of, fed up with
29
thrilled (Martin & White, 2005) Pada Tabel 2.8., elaborasi leksikal yang mengandung makna positif dan negatif dijabarkan. Perlu diingat bahwa makna positif dan negatif yang ada bergantung pada penggunaan bahasa dalam konteks. Makna atitudinal sebuah leksis dapat bervariasi menurut konteksnya. a. Judgement Judgement berhubungan dengan sikap atau penilaian terhadap manusia dan perilakunya. Secara umum, judgement dibedakan ke dalam perilaku yang memiliki Tabel 2.9.Judgement -- social esteem SOCIAL ESTEEM Positive [admire] lucky, fortunate, charmed; normality ‘how special?’ normal, natural, familiar; cool, stable, predictable; in, fashionable, avant garde; celebrated, unsung … powerful, vigorous, robust; capacity ‘how capable?’ sound, healthy, fit;adult, mature, experienced; witty, humorous, droll; insightful, clever, gifted; sensible, expert, shrewd; literate, educated, learned; competent, accomplished; successful, productive … plucky, brave, heroic; tenacity ‘how dependable?’ cautious, wary, patient; careful, thorough, meticulous tireless, persevering, resolute; reliable, dependable; faithful, loyal, constant …;
Negative [criticise] unlucky, hapless, star-crossed; odd, peculiar, eccentric; erratic, unpredictable; dated, daggy, retrograde; obscure, also-ran … mild, weak, whimpy; unsound, sick, crippled; immature, childish, helpless; dull, dreary, grave; slow, stupid, thick; flaky, neurotic, insane; illiterate, uneducated, ignorant; incompetent; unaccomplished; unsuccessful, unproductive … timid, cowardly, gutless …; rash, impatient, impetuous …; hasty, capricious, reckless …; weak, distracted, despondent …; unreliable, undependable …; unfaithful, disloyal, inconstant …; stubborn, obstinate, wilful
30
flexible, adaptable, accommodating …
… (Martin & White, 2005)
konsekuensi ‘pengakuan sosial’ (social esteem) dan ‘sangsi sosial’ (social sanction).Jika memiliki terlalu banyak pengakuan sosial yang negatif, mungkin seseorang harus mengunjungi psikolog. Jika memiliki terlalu banyak sangsi sosial yang negatif, mungkin seseorang harus berurusan dengan pengacara. Judgement yang berhubungan dengan social sanction terbagi menjadi ‘veracity’ atau sejujur apa seseorang dan ‘propriety’ atau seberadab apa seseorang itu. Social sanction diatur oleh sesuatu yang tertulis, seperti maklumat, dekrit, peraturan, undang-undang, dan hukum. Aturan ini menentukan cara kita harus bersikap, dengan penalti dan hukuman terhadap mereka yang tidak mematuhi aturan tersebut. Nilainilai bersama pada area ini mendukung kewajiban kita sebagai warga negara dan ketaatan dalam beragama. Tabel 2.10.Judgement -- social sanction SOCIAL Positive [praise] SANCTION‘mortal’ veracity [truth] truthful, honest, credible …; ‘how honest?’ frank, candid, direct …; discrete, tactful … propriety [ethics] ‘how far beyond reproach?’
good, moral, ethical …; law abiding, fair, just …; sensitive, kind, caring …; unassuming, modest, humble …; polite, respectful, reverent …; altruistic, generous, charitable …
Negative [condemn] dishonest, deceitful, lying …; deceptive, manipulative, devious …; blunt, blabbermouth … bad, immoral, evil …; corrupt, unfair, unjust …; insensitive, mean, cruel …; vain, snobby, arrogant …; rude, discourteous, irreverent …; selfish, greedy, avaricious … (Martin & White, 2005)
31
Seperti halnya Affect, elaborasi leksikal Judgement juga memiliki evaluasi positif dan negatif; watak yang kita kagumi dan juga yang kita kritik.Kemudian, sifat positif dan negatif ini juga ditentukan oleh penggunaan bahasa dalam konteks.
Gambar 2.1. Modality and types of judgement (mengikuti Iedema et al. 1994 dalam Martin &White 2005)
Suatu leksis dapat bersifat positif di dalam suatu konteks, dan bersifat negatif dalam kontes
lain.Parameter
pengelompokkan
Judgement
merefleksikan
perbedaan
gramatika di dalam sistem modalisasi (Halliday, 1994).Pada Gambar 2.1., Martin dan White (2005) menggolongkan sistem modalitas yang telah disebutkan Iedema et al. (1994) berdasarkan kerangka teori Judgement.Gambar 2.1.menunjukkan bahwa sistem appraisal dapat dihubungkan dengan realisasi gramatikal seperti modalitas. Normality berhubungan dengan usuality; Capacity dengan ability; Tenacity dengan inclination; Veracity dengan probability; and Propriety dengan obligation.
32
b. Appreciation Appreciation digunakan untuk mengevaluasi things atau fenomena semiotik dan natural.Secara umum, kategori Appreciationyang pertama yaitu ‘Reaction’atau reaksi atas suatu benda/fenomena (apakah menarik perhatian kita; apakah membuat kita senang?).Kategori yang kedua yaitu ‘Composition’ yang mencakup keseimTabel 2.11.Types of Appreciation Positive Reaction: arresting, captivating, impact ‘did it engaging …; fascinating, grab me?’ exiting, moving …; lively, dramatic, intense …; remarkable, notable, sensational … Reaction: okay, fine, good … quality‘did I like lovely, beautiful, splendid …; it?’ appealing, enchanting, welcome … Composition: balanced, harmonious, unified, balance ‘did it symmetrical, proportioned …; hang together?’ consistent, considered, logical …; shapely, curvaceous, willowly … Composition: simple, pure, elegant …; Complexity lucid, clear, precise …; ‘was it hard to intricate, rich, detailed, precise follow?’ … Valuation penetrating, profound, deep ‘was it …; innovative, original, worthwhile?’ creative …; timely, long awaited, landmark …; inimitable, exceptional, unique …; authentic, real, genuine …; valuable, priceless, worthwhile …; appropriate, helpful, effective …
Negative dull, boring, tedious …; dry, ascetic, uninviting …; flat, predictable, monotonous …; unremarkable, pedestrian … bad, yuk, nasty …; plain, ugly, grotesque …; repulsive, revolting, offputting … unbalanced, discordant, irregular, uneven, flawed …; contradictory, disorganised …; shapeless, amorphous, distorted … ornate, extravagant, byzantine …; arcane, unclear, wolly …; plain, monolithic, simplistic … shallow, reductive, insignificant …; derivative, conventional, prosaic …; dated, overdue, untimely …; dime-a-dozen, everyday, common; fake, bogus, glitzy; worthless, shoddy, pricey …; ineffective, useless, write-off … (Martin & White, 2005)
33
bangandan kompleksitas benda/fenomena tersebut. Yang terakhir yaitu ‘Value’ yang membahas keinovatifan, keaslian, dan aktualitas suatu benda/fenomena (lihat Tabel 2.11.). Attitude
yang
tertulis
(inscribed)
atau
yang
ditimbulkan
(invoke)
memperbolehkan kita untuk menginterpretasikan Attitude tersebut ke dalam lebih dari satu kategori.Sebagai contoh, ketika seorang atlet dievaluasisecara eksplisit, maka Appreciation dapat muncul dari prestasi atau pencapaiannya.Serupa dengan hal ini, ketika sebuah aktivitas diapresiasi secara eksplisit sebagai benda, maka Judgement dapat timbul terhadap seseorang yang melakukan aktivitas tersebut. Skema strategi untuk menentukan inscribed dan invoked attitudes dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Strategies for inscribing and invoking attitude (dari Martin & White, 2005) Analis dapat membaca secara top-down dari ‘inscribe’ sampai ‘afford’ bergantung pada kebebasannya dalam menyelaraskan nilai-nilai yang dinaturalisasi di dalam teks. Dalam istilah tradisional, kosakata non-inti yang digabungkan dengan
34
sikap dapat menambah tingkat Attitude daripada menyatakan Attitude itu saja.Maka, kosakata tersebut berada di antara affordingan Attitude (menghasilkan Attitude) dan provoking Attitude (menimbulkan Attitude). Contoh lebih lanjut mengenai inscribed dan invokedAttitude dapat dilihat pada tabel 2.13. berikut. Tabel 2.12.Interactions between attitudinal invocation and attitudinal inscription Inscribed judgement & invoked Inscribed appreciation & invoked appreciation judgement he proved a fascinating player it was fascinating innings (impact) he proved a splendid player it was a splendid innings (quality) he proved a balanced player it was a balanced innings (balance) he proved an economical player it was an economical innings (complexity) he proved an invaluable player it was an invaluable innings (valuation) he played average (normality) it was an average innings he played strongly (capacity) it was a strong innings he played bravely (tenacity) it was a brave innings he played honestly (veracity) it was a brave innings he played responsibly (propriety) it was a responsible innings (Martin & White, 2005) Dalam contoh-contoh di atas, karakter atlet dievaluasi melalui perannya. “He proved a fascinating player” merupakaninscribed Attitude yang berupa Judgement. Evaluasi tersebut kemudian menimbulkan penilaian terhadap performa atlet tersebut di dalam suatu babak.Maka, invoked-nya berupa Appreciation yaitu “it was fascinating innings.” Sebaliknya, inscribed appreciationdenganmengevaluasi suatu benda juga dapat menimbulkan invoked Judgement yang mengevaluasi partisipannya.
35
2.
Engagement Sourcing dan posisi yang diambil penutur/penulis ketika menghadapi teks dan
audiensnya,
disebut
Engagement.Subsistem
Engagementmencakup
gagasan
dialogism dan heteroglossia yang disampaikan oleh Bahktin (1981) dan Voloshinov (1995) (dalam Martin & White, 2005: 92): bahwa setiap tuturan, baik lisan maupun tertulis, bersifat dialogis, yaitu selalu dipengaruhi dan mengacu kepada wacana yang terdahulu. Perspektif dialogis dipengaruhi oleh penutur lain yang sebelumnya telah mengambil sikap terhadap isu yang sedang dibicarakan. Sikap tersebut dapat membentuk komunitas sosial yang memiliki kepercayaan dan nilai-nilai bersama. Yang menjadi fokus Engagement adalah bagaimana penutur mengakui dan berinteraksi dengan ‘voices’ yang telah ada, sekaligus mengantisipasi respon audiens yang dituju.Di samping itu, Engagement juga mencakup monoglossia, yaitu tuturan tanpa lokusi intersubyektif. Kerangka Engagement ditujukan kepada makna dalam konteks dan efek retoris daripada bentuk gramatikal. Analisis Engagement difokuskan pada perannya dalam proses pembentukan makna yang digunakan penutur untuk menegosiasikan hubungan keberpihakan/ketidakberpihakan dengan posisi yang dirujuk teks dan juga komunitas sosial yang memiliki sikap dan kepercayaan bersama terhadap posisi tersebut. Dengan keberpihakan/ketidakberpihakan, penutur mengajak sumber lain untuk mengabsahkan dan membagi perasaan dan penilaian yang mereka ungkapkan. Pengungkapan sikap tersebut secara dialogis bertujuan agar audiens berpihak kepada suatu komunitas dengan kepercayaan dan nilai-nilai bersama.
36
Gambar 2.3.The engagement system (dalam Martin & White, 2005) Engagement juga difokuskan kepada fakta bahwa penutur, sebagai contoh, ragu bahwa pembaca sasaran memiliki sudut pandang yang sama dengan mereka. Selain itu, kerangka Engagement juga digunakan penutur untuk mengantisipasi bahwa proposisi mereka mungkin belum diterima oleh audiens, dan bahwa keberpihakan audiens mungkin perlu ‘dimenangkan’ dari sudut pandang yang lain. Dalam konteks dialogis, solidaritas mengacu bukan kepada tingkat kesamaan ideasional dan atitudinal. Solidaritas berarti mengakui pendapat lain dalam wacana
37
dan mengantisipasi perbedaan pendapat yang akan timbul. Maka, solidaritas dapat diartikan sebagai toleransi terhadap sudut pandang alternatif. Dalam subsistem Engagement yang ditunjukkan Gambar 2.3., penutur dapat menggunakan Ekspansi Dialogis (Dialogic Expansion) dengan tujuan memberi ruang kepada audiens untuk mempertanyakan atau monolak tuturan tersebut.Di sisi lain, penempatan sikap dengan menggunakan kategori Engagement yang lain, yaitu Kontraksi Dialogis (Dialogic Contraction), mengurangi ruang dialogis lawan bicara atau audiens untuk mengajukan alternatif pada interaksi yang mengikutinya. Di bawah Kontraksi Dialogis, terdapat dua sub-kategori, yaitu Disclaim dan Proclaim.Disclaim digunakan ketika penutur menempatkan tuturannya dalam dalam posisi kontras terhadap suatu gagasan untuk menolak atau menentang gagasan tersebut. Proclaim digunakan untuk menampilkan tuturan sebagai proposisi yang valid (kuat, sah, dapat diterima, beralasan, disepakati secara umum, dapat dipercaya, dan lain-lain). Penutur yang menggunakan Kontraksi Dialogis memposisikan dirinya dengan ruling out gagasan alternatif lain. Di bawah Ekspansi Dialogis, terdapat sub-kategori Entertain dan Attribute. Dengan
mendasarkan
proposisi
sebagai
subjektifitas
individual,
Entertain
menampilkan gagasan penutur sebagai salah satu dari sejumlah ‘voices.’Dengan menggunakan Entertain, tuturan menempati sebagian kecil dari ruang yang berisi gagasan-gagasan lain, karena itu memunculkan gagasan alternatif. Kemudian, Attribute digunakan ketika penutur mengatributkan kesubyektifan suara proposisinya pada sumber lain.
38
3.
Graduation Salah satu faktor yang menentukan makna atitudinal adalah gradability-
nya.Graduation adalah piranti untuk menilai tinggi rendahnya nilai positif dan negatif pada Affect, Judgement dan Appreciation.Serupa dengan Engagement, Graduations juga berperan sebagai strategi yang digunakan penutur untuk memposisikan dirinya lebih atau kurang berpihak terhadap posisi yang telah diajukan penutur-penutur sebelumnya.Kerangka Graduation membantu menempatkan penutur di dalam komunitas sosial yang telah memiliki kepercayaan dan nilai-nilai bersama.Contoh tingkatan makna attitudinal ditunjukkan dalam Tabel 2.14. Tabel 2.13.The gradability of attitudinal meanings (examples) low degree judgement
affect
competent player reasonably good player contentedly
good player quite good player very good player happily
joyously
brilliant player extremely good player ecstatically
slightly upset
somewhat upset
very upset
extremely upset
somewhat untidy
very untidy
a bit untidy appreciation
high degree
attractive
completely untidy
beautiful
exquisite
(Martin & White, 2005) Dalam Tabel 2.14., tingkat graduationnya semakin ke kiri semakin melemah; dan semakin ke kanan semakin menguat.Perbedaan ini disebabkan oleh metafora leksikal dan kosakata non-inti yang melengkapi pengatributan Attitude terhadap perasaan
(Affect),
benda/fenomena
eveluasi
karakter
(Appreciation).Kedua
manusia hal
(Judgement),
tersebut
dapat
atau
digunakan
evaluasi untuk
39
membandingkan tingkat piranti appraisal pada Attitude maupun Engagement.Contoh tingkat piranti Engagement dapat dilihat pada Tabel 2.15. Leksis suspect lebih lemah dibanding believe; dan believe lebih lemah daripada am convinced. Leksis-leksis tersebut akan membantu menggolongkan tingkatan piranti Appraisal yang dipakai di dalam teks. Secara khusus, Graduation juga dapat dijadikan salah satu indikator terjemahan teks yang berkualitas; yakni terjemahan yang mempertahankan tingkat grading sama seperti dalam teks sumber. Tabel 2.14.The gradability of engagement values (examples) lower
entertain
I suspect she betrayed us
I believe she betrayed us
possibly she betrayed us
probably she betrayed us
she just possibly betrayed us
she possibly betrayed us
higher I am convinced she betrayed us definitely she betrayed us she very possibly betrayed us
attribute
She suggested that I had cheated
She stated that I had cheated
She insisted that I had cheated
pronounce
I’d say he’s the man for the job
I contend he’s the man for the job
I insist that he’s the man for the job
concur
admittedly he’s technically proficient (but he doesn’t play with feeling)
certainly he’s technically proficient (but…)
disclaim
I didn’t hurt him
I never hurt him
(Martin & White, 2005) Ada dua kutub skala Graduation, yaitu penilaian menurut intensitas atau jumlah (Force), dan penilaian menurut prototipikalitas dan ketepatan yang membatasi setiap kategori (Focus).Focus biasanya digunakan pada realitas linguistik yang secara
40
eksperiensial tidak scalable. Kerangka sistem Graduation diperlihatkan dalam Gambar 2.4.
Gambar 2.4.System network for graduation force and focus (dalam Martin & White, 2005) Graduation menurut prototipikalitas beroperasi sebagai fenomena.Fenomena ini dievaluasi dengan menggunakan skala menurut derajat kecocokan fenomena
41
tersebut dengan kategori semantik yang dirujuk.Skala berupa lokusi seperti true, real, genuine (contoh dalam Gambar 2.4.).Istilah Focus digunakan untuk jenis grading seperti ini.Focus dapat diperhalus (e.g. an apology of sorts) dan diperkuat (e.g. a true father). Kemudian, Force meliputi penilaian menggunakan derajat intensitas dan jumlah.
Penilaian
dengan
derajat
intensitas
dapat
direalisasikan
dengan
sirkumstanskualitas (e.g. slightly foolish, extremely foolish; it stopped somewhat abruptly, it stopped very abruptly), proses (e.g. Thisslightly hindered us; This greatly hindered us), atau modalitas verbal seperti kemungkinan, kebiasaan, kecenderungan, dan keharusan(e.g. it’s just possible that, it’s very possible that).
C. Solidaritas dan Keberpihakan Solidaritas adalah kesamaan kepentingan, tujuan, standar, atau simpati dari sebuah kelompok yang menciptakan atau diciptakan berdasarkan kesamaan-kesamaan tertentu. Kemudian, keberpihakan merujuk pada penempatan kelompok-kelompok tertentu (dalam hal ini partisipan teks) dalam hubungannya dengan satu sama lain (Merriam-Webster Dictionary). Dalam realisasinya, ekspresi solidaritas dan keberpihakan dapat mengandung evaluasi-evaluasi penutur. Martin dan White (2005: 95) menekankan bahwa istilah solidaritas bukan hanya merupakan persetujuan ideasional atau atitudinal. Penutur/penulis selalu dapat menjaga solidaritas dengan pihak yang tidak mereka setujui. Hal tersebut dilakukan dengan mengindikasikan bahwa penutur/penulis mengakui perbedaan pendapat
42
tersebut sebagai valid; dan telah siap untuk menghadapi pihak-pihak tersebut. Maka, solidaritas merujuk pada toleransi akan pandangan alternatif, yang kemudian menyebabkan perbedaan sudut pandang dapat dilihat natural. Martin dan White juga menyatakan bahwa keberpihakan pada piranti appraisal merujuk pada persetujuan mengenai penilaian atitudinal dan kepercayaan atau asumsi mengenai “nature of the world,” sejarahnya, dan bagaimana dunia seharusnya berlangsung. Ketika penutur/penulis mengungkapkan posisi atitudinalnya mereka tidak hanya mengekspresikan yang ada di dalam benaknya. Penutur/penulis sekaligus mengundang partisipan teks untuk mendukung dan berbagi perasaan, rasa atau penilaian normatif yang mereka ungkapkan. Maka, pengungkapan sikap tersebut secara dialogis ditujukan untuk memihak audiens teks yang diantisipasi ke dalam sebuah masyarakat dengan nilai-nilai dan kepercayaan bersama. Kemudian, negosiasi keberpihakan/ ketidakberpihakan menyangkut hubungan yang dibangun oleh teks antara penutur/penulis dan audiens yang diantisipasi penutur. Keberpihakan juga merujuk pada cara piranti appraisal menempatkan audiens di dalam teks dengan memposisikan penutur, sebagai contoh, menganggap bahwa audiens teks telah memiliki pandangan tertentu yang sama dengan penutur; mengantisipasi bahwa proposisi tertentu akan bermasalah (atau tidak bermasalah) bagi audiens teks; atau berasumsi bahwa audiens mungkin harus dimenangkan keberpihakannya mengenai pandangan tertentu.Ekspresi solidaritas di dalam penelitian ini merujuk terhadap tuturan yang mengandung sikap dan juga pemosisian partisipan teks dan berhubungan dengan kesamaan sudut pandang antara partisipan
43
teks; sedangkan ekspresi keberpihakan berhubungan dengan negosiasi penutur dalam memihak pihak tertentu, sekaligus mengakui dan menghadapi pihak lain yang memiliki sudut pandang berbeda.
D. Eksekusi Chan dan Sukumaran Andrew Chan dan Myuran Sukumaran merupakan dua warga negara Australia yang terlibat kasus penyelundupan obat terlarang. Mereka merekrut tujuh lainnya untuk menyelundupkan heroin dari Bali ke Australia pada 2005. Aksi kelompok ini berhasil digagalkan oleh polisi di Bali setelah mendapatkan tip-off dari Polisi Federal Australia (AFP). Empat dari kesembilan tersangka ditangkap di Bandara Ngurah Rai pada 17 April 2005 ketika akan menaiki pesawat menuju Australia. Keempatnya kedapatan mengikat heroin dengan total berat 8.2 kg ke tubuh mereka. Chan ditangkap di pesawat yang terpisah namun tidak kedapatan membawa heroin. Empat orang lain, termasuk Sukumaran, ditangkap di sebuah hotel di Kuta karena membawa 350 gram heroin dan dugaan keterkaitan dalam operasi penyelundupan tersebut. Kelompok ini kemudian disebut sebagai Bali Nine oleh media massa. Persidangan Sukumaran dilakukan pada tanggal 11 Oktober 2005, sedangkanpersidangan Chan pada 13 Oktober 2005. Pada 14 Februari, Chan dan Sukumaran dinyatakan bersalah dengan ancaman hukuman mati. Keduanya dianggap telah menyediakan uang, tiket pesawat, dan kamar hotel kepada kelompok penyelundup tersebut. Pada 6 September 2006, pengadilan negeri Bali menolak permohonan banding Chan dan Sukumaran, keduanya tetap terancam hukuman mati.
44
Menanggapi ini, Perdana Menteri Australia John Howard, mendiskusikan kasus Bali Nine dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam suatu pertemuan. Andrew Chan kemudian mengajukan grasi kepada Presiden SBY pada 13 Mei 2012 agar eksekusi matinya dibatalkan, supaya ia bisa terus hidup dan memperbaiki diri. Pada 9 Juli 2012, Sukumaran juga mengajukan permohonan grasi. Eksekusi mati keduanya kemudian ditangguhkan hingga satu tahun oleh Kejaksaan Agungpada akhir 2012. Akhirnya, Presiden Joko Widodo menyatakan pada 11 Desember 2014 bahwa tidak ada ampun bagi kejahatan narkoba (Tribun Internasional, 2015). Sementara itu, intensi Polisi Federal Australia yang menyerahkan nasib Bali Nine ke tangan pemerintah Indonesia juga dipertanyakan oleh publik. Pendapat tersebut dilayangkan oleh Bob Myers yang mengaku telah memberi informasi kepada polisi Australia mengenai operasi penyelundupan narkoba oleh Chan dan Sukumaran. Menurut yang dilansir media Australia, News.com.au, Myers menghubungi polisi Australia setelah diberitahu oleh teman baiknya yang juga ayah dari Scott Rush, salah satu terpidana Bali Nine. Myers berharap polisi Australia dapat menangkap para penyelundup sebelum mereka bertolak ke Indonesia. Namun, polisi Australia malah memberikan informasi tersebut kepada polisi Indonesia sehingga para penyelundup diproses dengan hukum Indonesia yang menerapkan hukuman mati (Jemadu untuk Suara.com, 2015). Eksekusi dua warga negara Australia ini berpotensi mengganggu hubungan antara kedua negara sampai tahap tertentu, menambah panjangnya daftar konflik antara kedua negara. Sebelum melangsungkan konferensi pers, Abbott pada 18
45
Februari 2015 sempat menyatakan kepada media bahwa Indonesia tidak boleh melupakan bantuan yang pernah dikocorkan Australia ketika tsunami menyerang Aceh pada 2004. Abbott menambahkan agar Indonesia bisa “reciprocate” dengan menyelamatkan nyawa Chan dan Sukumaran (Hurst untukThe Guardian, 2015). Pernyataan ini ditanggapi oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Arrmanatha Nasir, yang mengatakan bahwa, “I hope this does not reflect, the statementmade, the true colours of Australians.” Pernyataan Abbott juga memicu reaksi negatif di berbagai daerah di Indonesia, terutama Aceh.Netizen melakukan kampanye di sosial media dengan menggunakan tagar #KoinUntukAustralia dan aksi pengumpulan koin untuk membalas bantuan uang yang disebut Abbott. Pasca eksekusi Chan dan Sukumaran, Abbott menarik Duta Besar Australia di Indonesia sebagai bentuk protes (Armandhanu untuk CNN Indonesia, 2015). Aksi ini mengikuti suspensi kontak menteri yang telah dilakukan. Publik Australia juga melampiaskan protesnya dengan menyuarakan pemboikotan terhadap Bali dengan tagar #BoycottBali di media sosial Twitter (Sari untuk CNN Indonesia, 2015). Kedutaan Besar Republik Indonesia di Canberra konstan didatangi sejumlah orang yang membawa spanduk protes terhadap Presiden Joko Widodo. Ketegangan yang muncul karena eksekusi Chan dan Sukumaran, dan juga kemarahan publik Australia terhadap pemerintah Indonesia tidak dipungkiri berpotensi menyebabkan perselisihan politik. Hal ini juga diperingatkan oleh Abbott pada 18 Februari bahwa akan ada konsekuensi jika eksekusi tersebut terjadi. Hal ini diawali dengan penarikan Duta Besar Australia di Indonesia untuk mendiskusikan
46
hubungan kedua negara. “… Canberra will also ensure that it offers Jakarta no special favors in the immediate future” (Lee untukCNN, 2015).Pernyataan tersebut dibuktikan dengan penarikan 40% dana bantuan dari Australia untuk Indonesia. Namun, hal ini hanya ditanggapi enteng oleh Presiden Joko Widodo: “Ya hak pemerintah Australia lah, mau dipotong, mau dihilangkan.Haknya di sana. Masa kamu mau nangis-nangis” (Detik News, 2015). Dispute yang mengancam hubungan diplomasi antara kedua negara diperkirakan akan berlangsung lama, namun bukan berarti merusak. Australia dan Indonesia memiliki sejumlah kerjasama yang sedang berlangsung pada masalahmasalah penting, seperti pemberantasan terorisme, pencucian uang, dan perdagangan obat-obatan terlarang. Lee dalam komentari untuk CNN (2015) menyebutkan bahwa kedua negara akan tetap bekerjasama di balik layar pada level operasional. Australia juga tetap membutuhkan kerjasama yang sedang berlangsung dalam memerangi kapal-kapal ilegal yang berlayar di perairan Australia, dan tidak ingin merusak apa yang telah dicapai. Karena alasan-alasan ini, perselisihan antara kedua akan tertahan dan berangsur-angsur hubungan akan dijalin kembali dan diperbaiki. Australia sudah sejak lama dilihat sebagai negara yang tidak disukai oleh negarawan Indonesia. Kondisi ini merupakan hasil dari sejarah panjang hubungan bilateral kedua negara yang bermasalah. Dari dalam Australia, eksekusi Chan dan Sukumaran menunjukkan perbedaan antara Australia dan Indonesia. Sebagian besar warga Australia juga menganggap Indonesia negara yang tidak bisa dipercaya (Kingsbury, 2015). Pernyataan Abbott mengenai bantuan tsunami dan permohonan
47
agar pemerintah Indonesia dapat reciprocate dengan membebaskan kedua narapidana dari eksekusi mati mengundang kritik dari publik Indonesia, dari dalam negerinya sendiri, dan dari pengamat internasional. Seperti yang dikutip Frank Chung dan AAP (2015) dalam artikel berita News.com.au, mantan pemimpin Australian Greens, Christine Milne, mengutuk terjadinya eksekusi. Namun, ia tidak setuju terhadap penarikan bantuan luar negeri dan mengingatkan bahwa dana tersebut dikeluarkan untuk tujuan membantu sesama manusia. Sebagian besar komentari-komentari dibawah artikel berita menentang ucapan Abbott mengenai dana bantuan tsunami dan gagasan pemotongan bantuan finansial untuk Indonesia. Komentar-komentar tersebut datang dari pembaca internasional maupun dari Australia sendiri. Mereka mengatakan bahwa kedaulatan Indonesia tidak seharusnya dicampuri dengan urusan politik Australia. Mereka juga mengungkapkan bahwa dana bantuan seharusnya tidak digunakan sebagai bribe untuk membebaskan Chan dan Sukumaran dari hukuman mati. Perselisihan akibat eksekusi ini lebih kompleks daripada masalah diplomasi. Hal ini juga menyangkut politik.Pemerintahan Tony Abbott tidak mendapat dukungan yang baik berdasarkan polling.Pada tahun 2015 kemarin, motion for a spill untuk menurunkan Abbott dilaksanakan hingga dua kali: bulan Februari dan September. Setelah menang pada bulan Februari, Abbott berpidato untuk meminta dukungan. Di dalam pidato tersebut, ia juga menyebutkan dana 2014 di dalam negeri yang sedikit akan ditindaklanjuti dengan pemotongan tarif pajak untuk usaha kecil,
48
sehingga meningkatkan kesejahteraan warga
(Griffiths & Glenday, 2015;
Massola&Kenny, 2015). Kingsburry (2015) menyebutkan bahwa respon Australia terhadap eksekusi setidaknya dilakukan untuk mengakui sentimen publik Australia, yang mengutuk eksekusi. Pemerintahan Abbott yang sedang terombang-ambing mungkin merasa bahwa tidak ada pilihan lain selain menarik hati rakyat. Ini dilakukan dengan harapan rakyat melihat bahwa pemerintah melakukan sesuatu untuk melindungi kedua warga negaranya yang terjerat eksekusi, meskipun pemerintah tahu usaha tersebut kemungkinan besar akan gagal. Pemotongan dana bantuan untuk Indonesia juga mungkin merupakan usaha pemerintah Australia untuk menyelesaikan dana 2014 yang kurang, mengingat pemotongan juga dilakukan terhadap dana untuk negaranegara Afrika dan lainnya. Penarikan Duta Besar Australia tidak terduga bagi Australia, namun konsisten dengan apa yang dilakukan negara lain yang warganya terjerat hukuman mati di Indonesia karena narkoba (ibid, 2015). Efek penarikan Paul Grigson tidak dibesarbesarkan oleh pemerintah Indonesia, dan diperkirakan akan kembali dalam waktu dekat oleh Jusuf Kalla (Conifer, 2015). Jusuf Kalla menyampaikan bahwa narkoba membunuh 50000 orang di Indonesia setiap tahun. Beliau juga menyampaikan rehabilitasi akan diterapkan pada pengonsumi narkoba; namun untuk pemasok narkoba, penalti yang sangat tinggi hingga hukuman mati akan diterapkan. Hal tersebut telah menjadi hukum Indonesia. Masalah ekonomi dan hubungan kenegaraan
49
memang penting; namun penerapan hukum dan pemberantasan narkoba adalah hal yang paling penting (ibid, 2015). Meski demikian, hubungan diplomasi kedua negara tidak akan putus karena pentingnya Indonesia untuk Australia terutama dalam bidang perdagangan dan defence training. Intensi Polisi Federal Australia (AFP) yang memberikan informasi mengenai Bali Nine kepada kepolisian Indonesia, mengetahui bahwa Indonesia menerapkan hubungan mati untuk kejahatan narkoba, juga dianggap merupakan unsur kesengajaan. AFP dinilai sengaja menjual kelompok ini untuk mendapatkan kerja sama di bidang antiterorisme dengan polisi Indonesia (Jemadu, 2015). Pada hari ini, hubungan kedua negara sudah kembali seperti sediakala. Duta Besar Australia untuk Indonesia, Paul Grigson, kembali bertugas ke Jakarta pada 10 Juni 2015. Ini terjadi setelah lima minggu ia ditarik oleh Tony Abbott, yang sekarang telah digeser dari jabatannya sebagai Perdana Menteri oleh Malcolm Turnbull pada leadership spill September 2015.
E. Konvensi Teks Konvensi di dalam masyarakat dipraktikkan, dipertahankan dan diproduksi ulang secara terus-menerus. Di dalam suatu teks, konvensi dapat diidentifikasi melalui leksikogrammatika, semantik wacana, ideologi, dan struktur retoris. Sifatsifat konvensional ini kemudian dikonstruksikan dalam bentuk teks yang memiliki generic structure.Struktur yang dibentuk oleh konvensi dan yang telah dipraktikkan secara berulang membentuk genre dan memiliki standar, fungsi, dan tujuan tertentu.
50
Dalam buku “Analysing Genre: Language Use in Professional Settings,” Bhatia (1993: 13) menjelaskan bahwa genre adalah sebuah aktifitas komunikatif yang dapat dikenali. Aktifitas tersebut juga dapat dicirikan dari tujuan-tujuan komunikatifnya.Tujuan komunikatif ini dikenali dan dimengerti secara mutual oleh anggota masyarakat profesional atau akademis yang secara reguler berhadapan dengan tujuan itu.Genre dapat menggambarkan batas kontribusi seorang penulis di dalam teks mengenai intensi penulisan, pemosisian, dan nilai formal dan fungsional. Meskipun seorang penulis bebas menggunakan gagasannya di dalam teks, namun hal tersebut harus disesuakan dengan standar proses penulisan genre tertentu. Sejalan dengan Bhatia, Eggins (1994: 9) berpendapat bahwa konsep genre digunakan untuk mendeskripsikan pengaruh konteks budaya terhadap bahasa. Pengaruh tersebut dapat diketahui dengan melihat struktur skema yang terdapat di dalam teks sebagai tahapan dan langkah-langkah yang merealisasikan tujuan teks tersebut. Martin (1985) dalam Eggins (1994: 59) menyatakan bahwa struktur skema tersebut mewakili kontribusi positif yang dibuat genre dalam teks: “a way of getting from A to B in the way a given culture accomplishes whatever the genre in question is functioning to do in that culture.” Genre merupakan proses sosial yang memiliki tujuan sosial tertentu, yang dapat diketahui melalui urutan aktifitas sosialnya yang bertahap. Genre terdapat di dalam konteks kultural yang mengandung nilai-nilai/norma-norma budaya yang dimiliki suatu masyarakat (Martin & Rose, 2003: 7-8; Santosa, 2003: 23).Lebih jauh, Gerot dan Wignell (1994) menggolongkan struktur generik teks yang eksposisi yang
51
dibuat kedalam Tabel 2.16. (dalam Ertyas, 2011: 40). Di dalam penelitian ini, teks yang digunakan bergenre analytical exposition dan hortatory exposition. Tabel 2.15.Text Genre - Exposition (Analytical and Hortatory) GENRE
Exposition (Analytical)
Exposition (Hortatory)
SOCIAL FUNCTION To persuade the reader or listener that something is the case
To persuade the reader or listener that something should or should not be the case
GENERIC STRUCTURE Thesis Position: Introduces topic and indicates writer’s position Preview: Outlines the main arguments to be presented Arguments Point: restates main arguments outlined in Preview Elaboration: develops and supports each Point/argument Reiteration: restates writer’s position Thesis: announcement of issue concern Arguments: reasons for concern, leading to recommendation Recommendation: statement of what ought or ought not to happen
SIGNIFICANT LEXICOGRAMMATICAL FEATURES Focus on generic human and non-human participants Use of simple present tense Use of Relational Processes Use of internal conjunction to state argument Reasoning through causal conjunction or nominalization
Focus on generic human and non-human participants, exept for speaker or writer reffering to self Use of: Mental Processes: to state what writer thinks or feels about issue, e.g. realize, feel, appreciate Material Processes: to state what happens, e.g., is polluting, drive, travel, spend, should be treated Relational Processes: to state what is or should be, e.g., doesn’t seem to have been, is Use of simple present tense
52
Karena itu, penjelasan akan dibatasi pada kedua genre tersebut.Kedua genre tergolong ke dalam kategori teks persuasif yang berfungsi untuk mempengaruhi pembaca atau pendengar.Analytical exposition bertujuan untuk meyakinkan audiens bahwa sesuatu terjadi.Struktur generik genre ini terbagi menjadi thesis, arguments, dan reiteration.Analytical exposition dapat diidentifikasi dengan fokusnya pada partisipan yang berbentuk manusia dan non-manusia. Selain itu, genre ini juga ditandai dengan penggunaan simple present tense, proses relasional, konjungsi internal (termasuk konjungsi sebab-akibat), dan nominalisasi. Kemudian, hortatory exposition berfungsi untuk meyakinkan audiens bahwa sesuatu harus terjadi atau tidak boleh terjadi.Struktur generiknya terbagi menjadi thesis, arguments, dan recommendation.Genre ini dapat diidentifikasi melalui fokusnya terhadap partisipan manusia dan non-manusia, juga rujukan kepada penutur atau penulis sendiri. Di samping itu, genre ini ditandai dengan penggunaan simple present tense,proses mental, proses material, dan relasional.
F. Penelitian Terkait Penelitian mengenai kerangka teori appraisaldipelopori oleh Peter White dalam ‘Telling Media Tales: The news story as rhethoric’ (1998) yang mendapat sambutan baik dari para linguis.Dalam disertasinya, White meringkas dan memetakan hasil penelitian terdahulu. Kemudian, White menganalisis kenetralan wartawan dalam penulisan berita di sejumlah surat kabar harian di Australia.Penelitiannya membahas
53
pemosisian pembaca oleh wartawan.Penelitian White kemudian dilanjutkan dan diselami lagi oleh Martin (2000), Coffin (2000), Körner (2001), Martin dan Rose (2003), Martin dan White (2005), dan White dan Sano (2006). Penelitian-penelitian ini kemudianmemperkenalkan teori appraisal sebagai bahasa evaluasi.Bahasa evaluasi ini digunakan untuk menganalisis hubungan antara pembicara, pendengar, dengan wacana yang melatarbelakangi proses diskursif yang sedang berlangsung. Munday (2012) dalam “Evaluation in Translation: Critical Points of Translator Decision-making”menghubungkan bahasa evaluasi dan perannya untuk penerjemah dalam membuat keputusan. Evaluasi yang dimaksud mengacu pada pengaruh sudut pandang subyektif penerjemah terhadap aspek linguistik dalam teks terjemahan.Semakin berkembang, penerjemahan dan interpretingdapat berfungsi sebagai penyaring pandangan personal dan politik yang bertolak belakang dengan budaya sasaran.Pandangan-pandangan tersebut diproses dan terkadang dirubah secara subyektif oleh penerjemah. Munday menempatkan fokusnya kepada penerjemahan sebagai proses, bukan sebagai produk.Dalam proses penerjemahan, penerjemah memiliki kecenderungan untuk menyisipkan penilaian atau evaluasinya sebagai upaya menyaring pandangan yang bertolak belakang tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk menghasilkan efek yang diinginkan pada pembaca sasaran. Melengkapi hal ini, Hendrastuti (2013) menyebutkan tiga jenis penerjemahan sikap berdasarkan tingkat mediasi dan intervensi penerjemah terjadap terjemahan: mediasi, interferensi, dan distorsi. Mediasi merupakan pengalihan sikap secara akurat ke dalam teks sasaran.Interferensi merupakan penyimpangan yang terjadi dalam
54
penerjemahan ideologi apabila ada gangguan atau campur tangan ideologi penerjemah. Penyebab lain terjadinya interfensi adalah kompetensi bilingual penerjemah yang kurang mumpuni sehingga terjadi penyimpangan-penyimpangan kebahasaan dalam menerjemahkan teks. Kemudian, distorsi adalah hadirnya ideologi penerjemah dalam teks sasaran yang bertentangan atau menyimpang dari ideologi dalam teks sumber.Hal ini cenderung terjadi ketika penerjemah dihadapkan dengan teks-teks yang mengandung ideologi, nilai-nilai, atau paham tertentu.Hendrastuti juga menghubungkan tiga jenis penerjemahan tersebut dengan terjemahan sistem appraisal: Akurat jika menggunakan mediasi; kurang akurat jika menggunakan interferensi; dan tidak akurat jika menggunakan distorsi. Berhubungan dengan bahasa evaluasi dan terjemahan, artikel jurnal oleh Qian Hong (2012) bertujuan untuk menginvestigasi cara penutur memposisikan dirinya dalam konteks intersubyektif dengan penutur lain.Artikel ini juga menempatkan fokusnya pada pemosisian penutur terhadap targetaudiens teks dan terjemahan teks tersebut.Teks sumber dan terjemahan dikumpulkan tanpa mengomentari aspek kualitas
terjemahannya.Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
teks
sumber
menggunakan Ekspansi Dialogis yang jauh lebih banyak daripada teks terjemahannya. Hal ini mungkin dipicu oleh dua alasan yang berhubungan dengan penerjemah: (1) Penerjemah mungkin menghilangkanlokusi tersebut tanpa sengaja; (2) penerjemah dengan sengaja mereduksi lokusi (e.g. “I think,” “I believe”) untuk mengurangi redundansi atau inefisiensi terjemahan.Kemudian konvensi linguistik yang berbeda mungkin menyebabkan perbedaan antara teks sumber dan terjemahan dalam hal
55
pemosisian penutur. Yang terakhir, tujuan penerjemahan yang berada dalam wacana media mungkin juga mempengaruhipenghilangan sejumlah lokusi yang berhubungan dengan pemosisian penutur. Kemudian, Sutrisno (2013) menggunakan kerangka teori appraisal untuk menganalisis ungkapan-ungkapan sikap tokoh utama dalam novel Agatha Christie yang berjudul “The Body in the Library.”Terjemahan ungkapan-ungkapan tersebut juga
kemudian
dinilai
kualitasnya
pada
aspek
keakuratan
dan
keberterimaan.Penelitian ini menemukan bahwa teknik yang secara dominan digunakan untuk menerjemahkan ungkapan yang mengandung Attitude adalah teknik Penerjemahan Harfiah dan Transposisi. Delapan puluh tujuh dari 168 data menggunakan teknik Penerjemahan Harfiah, dan sebagian besar tergolong akurat. Kemudian, 153 dari 168 data dikategorikan sebagai terjemahan berterima. Serupa dengan penelitian Sutrisno, penelitian tesis oleh Umam (2014) menggunakan pendekatan teori appraisal untuk menganalisis kualitas terjemahan subtitle film Avatar. Penelitian ini menemukan bahwa teknik penerjemahan tertentu berpengaruh positif terhadap kualitas terjemahan. Teknik-teknik tersebut
di
antaranya adalah teknik Penerjemahan Literal, Amplifikasi, Pemadanan Lazim, Adaptasi, Kalke, dan Peminjaman Murni. Sementara itu, teknik penerjemahan yang mempunyai dampak negatif terhadap kualitas terjemahan adalah teknik Reduksi dan Modulasi. Pergeseran piranti appraisal yang terjadi pada 34 dari total 140 data tidak banyak berpengaruh terhadap kualitas terjemahan secara keseluruhan. Peneliti
56
menyimpulkan bahwa terjemahan subtitle film Avatar yang mengandung piranti appraisal memiliki kualitas baik dari aspek keakuratan dan keberterimaan. MátyásBánhegyi pada tahun 2012 mempublikasikan sebuah artikel yang membahas tentang bias politik pada penerjemahan wacana media. Penelitiannya berfokus mengenai manipulasi politis pada teks terjemahan yang dapat diidentifikasi secara linguistik. Hasilnya, Translation-centered Political Mass Communication Analytical Model (TPMC) dikembangkan berdasarkan realitas (yang subyektif dan constructed) dan bias (bias politik personal dan bias struktural). Model TPMC dibuat untuk menginterpretasi temuan sebuah model yang telah dibuat sebelumnya, bernama Translation-centered Discourse-Society Interface Model (TDSI). Temuan model TDSI berdasarkan komponen Aksi dan Ideologi dijabarkan dengan komponen bias model TPMC. Sementara itu, temuan berdasarkan konteks dan kekuasaan dijelaskan dengan komponen Realitas milik model TPMC. Meskipun tidak menggunakan piranti appraisal, penelitian ini termasuk terkait karena membahas terjemahan yang aspek linguistiknya dapat menjelaskan apa yang terjadi dibalik wacana yang disusun berdasarkan relaitas yang subyektif. Penelitian lain yang menggunakan kerangka teori appraisal yaitu tesis Suherman (2008) dari Universitas Diponegoro. Suherman membandingkan sistem appraisal yang dipakai Harian Suara Merdeka dan Harian Meteor pada berita kriminal dalam hal pemosisian pembaca. Perbedaan kedua harian terletak pada permasalahan: (1) Suara Merdeka menampilkan berita argumentatif dengan menitikberatkan pada siapa, melakukan apa, dan di mana, sedangkan Meteor menampilkan kronologi
57
peristiwa; (2)Suara Merdeka hanya menyampaikan fakta obyektif tanpa bumbu wartawan. Di sisi lain, harian Meteor terlihat subyektif dan berisi informasi tambahan serta interpretasi wartawan terhadap suata peristiwa kriminal. Peneliti menyimpulkan bahwa pembaca harus mencermati wacana berita secara kritis sebab berita yang sama dapat dilaporkan dengan cara berbeda. Perbedaan ini bergantung pada ideologi yang dianut media massa tertentu. Hidayani (2006) menggunakan kerangka teori appraisal untuk menganalisis dialog dalam drama Oscar Wilde: “The Importance of Being Earnest.”Tujuan tesis ini yaitu mengidentifikasi hubungan ideologi antar karakter dalam drama menggunakan Attitude, Graduation dan Engagement.Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter dalam drama lebih banyak mengevaluasi benda daripada mengevaluasi karakter manusia.Dari dialog karakter-karakternya, Oscar Wilde mencoba untuk menyelami adat masyarakat Victorian pada masa itu. Implikasi penelitian ini yaitu manfaatnya terhadap
pengajaran,
yaitu
untuk
memperkaya
kosakata
yang
bersifat
evaluatif.Serupa, Cominos (2011) menggunakan penelitian untuk menambah kontribusi terhadap pengajaran.Cominos meneliti posisi dialogis yang diadaptasi oleh mahasiswa S1 dalam membuat tulisan yang merealisasikan suatu genre makro.Hasil menunjukkan bahwa mahasiswa menggunakan rangkaian formulasi Kontraksi Dialogis dan Ekspansi Dialogis. Frekuensi muncul dan distribusi formulasi-formulasi tersebut disesuaikan dengan jenis teks atau genrenya. Penelitian yang lain, Ertyas (2011), menganalisis sistem appraisal dalam artikel gosip yang ditulis oleh Perez Hilton di perezhilton.com. Hasil penelitian
58
menunjukkan bahwa ketiga subsistemAttitude digunakan dalam teks, namunyang paling banyak digunakan adalah Judgement.Kemudian, piranti appraisalmuncul dalam satuan kata, kelompok nomina, dan klausa. Sebagian besar direalisasikan dalam bentuk kelompok epitet, attitudinal lexis dan klausa yang menggunakan proses mental. Engagement yang digunakan paling banyak adalah monogloss.Untuk Graduation, kategori yang paling banyak digunakan ada Force: up-scaled.Genre teks merupakan eksposisi analitikal yang ditulis secara subyektif sesuai dengan keinginan penulis.Ideologi yang ditampilkan menunjukkan gaya penulisan Hilton terhadap selebriti tertentu yang ia sukai dan tidak sukai. Kemudian, penelitian Ata Muftihah (2011) berfokus pada dua teks yang membahas tentang pelarangan infotainment di Indonesia.Kedua teks diambil dari website The Jakarta Post.Penelitian difokuskan pada tipe dan bentuk Attitude di alam teks; menjelaskan pengaruh Attitude terhadap keseluruhan teks; dan alasan piranti tersebut digunakan di dalam teks.Hasil menunjukkan bahwa penggunaan Attitude di dalam teks mempengaruhi prosodi atau subyektifitas penulis.Penulis dari kedua teks menggunakan memasukkan kata-kata mereka sendiri dalam menggabungkan opiniopini dalam teks.Ideologi dapat diketahui setelah genre dari kedua teks teridentifikasi.Teks pertama menggunakan eksposisi hortatori dan memperlihatkan ideologi antagonis kiri.Teks kedua menggunakan eksposisi
analitikal dan
memperlihatkan ideologi protagonis kanan. Seperti halnya penelitian Muftihah, Prasetyo (2011) menggunakan wacana media yang dianalisis dengan teori appraisal.Teks merupakan kolom editorial dan
59
opini yang diambil dari website The Jakarta Globe dan The Jakarta Post.Eksposisi hortatori digunakan untuk teks editorial The Jakarta Globe; eksposisi analitikal digunakan pada teks editorial The Jakarta Post; sedangkan genre diskusi digunakan dalam teks opini kedua portal berita.The Jakarta Globe dan The Jakarta Post cenderung menggunakan evaluasi negatif dalam teks editorialnya.Kedua media ingin menunjukkan posisi yang berkontradiksi dengan aksi kekerasan terhadap Ahmadiyah. Di sisi lain, teks opini ditulis oleh individu sehingga latar belakang penulis dapat mempengaruhi ideologi teks. Dalam teks opini, kedua penulis cenderung memberikan evaluasi positif terhadap isu Ahmadiyah. Penelitian lain menggunakan subsistem Attitudetanpa Graduation dan Engagement(Dhiah, 2011; Pusparini, 2014; Sono, 2006; Umam; 2014). Penelitian Dhiah menempatkan fokusnya pada Attitude yang digunakan Barack Obama dalam pidatonya di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan Attitude yang positif terhadap Indonesia dan juga sebagian kecil kritik akan fenomena yang tidak stabil di Indonesia.Pusparini (2014)menganalisis Attitude pada kolom opini dari portal berita The Jakarta Post. Hasil penelitian menampilkan persamaan prosodi dari keempat teks, yaitu kesubyektifan penulis yang cenderung tinggi. Hal ini disebabkan penggunaan banyak Attitude dan penajaman Graduation yang tinggi.Yang terakhir, penelitian Sono menganalisis sudut Attitudedan feeling pada cerita pendek “A Start in Life” karya Ruth Suckow.