BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Nyeri 2.1.1 Definisi Nyeri Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan sebagai akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial, yang menyakitkan tubuh serta diungkapkan oleh individu yang mengalaminya. Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan – bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk, 2009). Definisi keperawatan menyatakan bahwa nyeri adalah sesuatu yang menyakitkan tubuh yang diungkapkan secara subjektif oleh individu yang mengalaminya . Nyeri dianggap nyata meskipun tidak ada penyebab fisik atau sumber yang dapat diidentiftkasi. Meskipun beberapa sensasi nyeri dihubungkan dengan status mental atau status psikologis, pasien secara nyata merasakan sensasi nyeri dalam banyak hal dan tidak hanya membayangkannya saja. Kebanyakan sensasi nyeri adalah akibat dari stimulasi fisik dan mental atau stimuli emosional. (Potter & Perry, 2005). Berdasarkan definisi- definisi di atas dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah suatu pengalaman sensori yang tidak menyenangkan dan menyakitkan bagi
8
9
tubuh sebagai respon karena adanya kerusakan atau trauma jaringan maupun gejolak psikologis yang diungkapkan secara subjektif oleh individu yang mengalaminya. 2.1.2 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Nyeri Reaksi fisik seseorang terhadap nyeri meliputi perubahan neurologis yang spesifik dan sering dapat diperkirakan. Reaksi pasien terhadap nyeri dibentuk oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi mencakup umur, sosial budaya, status emosional, pengalaman nyeri masa lalu, sumber nyeri dan dasar pengetahuan pasien.Kemampuan untuk mentoleransi nyeri dapat rnenurun dengan pengulangan episode nyeri, kelemahan, marah, cemas dan gangguan tidur. Toleransi nyeri dapat ditingkatkan dengan obat-obatan, alkohol, hipnotis, kehangatan, distraksi dan praktek spiritual (Le Mone & Burke,2008). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi reaksi nyeri tersebut antara lain: a. Pengalaman Nyeri Masa Lalu Semakin sering individu mengalami nyeri , makin takut pula individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan oleh nyeri tersebut. Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri; akibatnya, ia ingin nyerinya segera reda dan sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah. Individu dengan pengalaman nyeri berulang dapat
10
mengetahui ketakutan peningkatan nyeri dan pengobatannva tidak adekuat (Potter & Perry, 2005). b. Kecemasan Ditinjau dari aspek fisiologis, kecemasan yang berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Secara klinik, kecemasan pasien menyebabkan menurunnya kadar serotonin. Serotonin merupakan neurotransmitter yang memiliki andil dalam memodulasi nyeri pada susunan saraf pusat. Hal inilah yang mengakibatkan peningkatan sensasi nyeri (Le Mone & Burke, 2008). c. Umur Umumnya para lansia menganggap nyeri sebagai komponen alamiah dari proses penuaan dan dapat diabaikan atau tidak ditangani oleh petugas kesehatan. Di lain pihak, normalnya kondisi nycri hebat pada dewasa muda dapat dirasakan sebagai keluhan ringan pada dewasa tua. Orang dewasa tua mengalami perubahan neurofisiologi dan mungkin mengalami penurunan persepsi sensori stimulus serta peningkatan ambang nyeri. Selain itu, proses penyakit kronis yang lebih umum terjadi pada dewasa tua seperti penyakit gangguan, kardiovaskuler atau diabetes mellitus dapat mengganggu transmisi impuls saraf normal (Le Mone & Burke, 2008). Cara lansia bereaksi terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara bereaksi orang yang lebih muda. Karena individu lansia mempunyai
11
metabolisme yang lebih lambat dan rasio lemak tubuh terhadap massa otot lebih besar dibanding individu berusia lebih muda, oleh karenanya analgesik dosis kecil mungkin cukup untuk menghilangkan nyeri pada lansia. Persepsi nyeri pada lansia mungkin berkurang sebagai akibat dari perubahan patologis berkaitan dengan beberapa penyakitnya (misalnya diabetes), akan tetapi pada individu lansia yang sehat persepsi nyeri mungkin tidak berubah (Le Mone & Burke, 2008). Diperkirakan lebih dari 85% dewasa tua mempunyai sedikitnya satu masalah kesehatan kronis yang dapat menyebabkan nyeri. Lansia cenderung mengabaikan lama sebelum melaporkannya atau mencari perawatan kesehatan karena sebagian dari mereka menganggap nyeri menjadi bagian dari penuaan normal. Sebagian lansia lainnya tidak mencari perawatan kesehatan karena mereka takut nyeri tersebut menandakan penyakit yang serius. Penilaian tentang nyeri dan ketepatan pengobatan harus didasarkan pada laporan nyeri pasien dan pereda ketimbang didasarkan pada usia (Potter & Perry, 2005). d. Jenis Kelamin Karakteristik jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat keterpaparan dan tingkat kerentanan memegang peranan tersendiri. Berbagai penyakit tertentu ternyata erat hubungannya dengan jenis kelatnin, dengan berbagai sifat tertentu. Penyakit yang hanya dijumpai pada jenis kelamin tertentu, terutama yang berhubungan erat dengan alat reproduksi
12
atau yang secara genetik berperan dalam perbedaan jenis kelamin (Le Mone & Burke , 2008). Di beberapa kebudayaan menyebutkan bahwa anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan seorang anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama. Toleransi nyeri dipengaruhi oleh faktorfaktor biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap individu tanpa memperhatikan jenis kelamin. Meskipun penelitian tidak menemukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam mengekspresikan nyerinya, pengobatan ditemukan lebih sedikit pada perempuan. Perempuan lebih suka mengkomunikasikan rasa sakitnya, sedangkan laki-laki menerima analgesik opioid lebih sering sebagai pengobatan untuk nyeri (Potter & Perry, 2005). e. Sosial Budaya Mengenali nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki seseorang dan memahami mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya dapat membantu untuk menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan pada harapan dan nilai budaya seseorang. Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam rnengkaji nyeri dan reaksi perilaku terhadap nyeri juga efektif dalarn menghilangkan nyeri pasien (Potter & Perry, 2005). f. Nilai Agama
13
Pada beberapa agama, individu menganggap nyeri dan penderitaan sebagai cara untuk membersihkan dosa. Pemahaman ini membantu individu menghadapi nyeri dan menjadikan sebagai sumber kekuatan. Pasien dengan kepercayaan ini mungkin menolak analgetik dan metode penyembuhan lainnya; karena akan mengurangi persembahan mereka (Potter & Perry, 2005). g. Lingkungan dan Dukungan Orang Terdekat Lingkungan dan kehadiran dukungan keluarga juga dapat mempengaruhi nyeri seseorang. Pada beberapa pasien yang mengalami nyeri seringkali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, perlindungan. Walaupun nyeri tetap terasa, tetapi kehadiran orang yang dicintainya akan dapat meminimalkan rasa kecemasan dan ketakutan. Apabila keluarga atau teman tidak ada seringkali membuat nyeri pasien tersebut semakin tertekan. Pada anak-anak yang mengalami nyeri kehadiran orang tua sangat penting (Potter & Perry, 2005). 2.1.3 Klasifikasi Nyeri Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua yaitu nyeri akut dan nyeri kronis. Klasifikasi ini berdasarkan pada waktu atau durasi terjadinya nyeri. a. Nyeri akut Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam kurun waktu yang singkat, biasanya kurang dari 6 bulan. Nyeri akut yang tidak diatasi secara
14
adekuat mempunyai efek yang membahayakan di luar ketidaknyamanan yang disebabkannya karena dapat mempengaruhi sistem pulmonary, kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin, dan imonulogik (Potter & Perry, 2005).
b. Nyeri kronik Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung selama lebih dari 6 bulan. Nyeri kronik berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan, karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Jadi nyeri ini biasanya dikaitkan dengan kerusakan jaringan (Guyton & Hall, 2008). Nyeri kronik mengakibatkan supresi pada fungsi sistem imun yang dapat meningkatkan pertumbuhan tumor, depresi, dan ketidakmampuan. Berdasarkan sumbernya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri nosiseptif dan neuropatik (Potter & Perry, 2005).
a. Nyeri nosiseptif Nosiseptif berasal dari kata “noxsious/harmful nature” dan dalam hal ini ujung saraf nosiseptif, menerima informasi tentang stimulus yang mampu merusak jaringan. Nyeri nosiseptif berdifat tajam, dan berdenyut (Potter & Perry, 2005).
b. Nyeri neuropatik
15
Nyeri neuropatik mengarah pada disfungsi di luar sel saraf. Nyeri neuropatik terasa seperti terbakar kesemutan dan hipersensitif terhadap sentuhan atau dingin. Nyeri spesifik terdiri atas beberapa macam, antara lain nyeri somatik, nyeri yang umumnya bersumber dari kulit dan jaringan di bawah kulit (superficial) pada otot dan tulang. Macam lainnya adalah nyeri menjalar (referred pain) yaitu nyeri yang dirasakan di bagian tubuh yang jauh letaknya dari jaringan yang menyebabkan rasa nyeri, biasanya dari cidera organ visceral. Sedangkan nyeri visceral adalah nyeri yang berasal dari bermacam-macam organ viscera dalam abdomen dan dada (Guyton & Hall, 2008). 2.1.4 Fisiologi Nyeri Saat terjadinya stimulus yang menimbulkan kerusakan jaringan hingga pengalaman emosional dan psikologis yang menyebabkan nyeri, terdapat rangkaian peristiwa elektrik dan kimiawi yang kompleks, yaitu transduksi, transrmisi, modulasi dan persepsi. Transduksi adalah proses dimana stimulus noksius diubah menjadi aktivitas elektrik pada ujung saraf sensorik (reseptor) terkait. Proses berikutnya, yaitu transmisi, dalam proses ini terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer yang meneruskan impuls ke medulla spinalis, kemudian jaringan saraf yang meneruskan impuls yang menuju ke atas (ascendens), dari medulla spinalis ke batang otak dan thalamus. Yang terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan cortex. Proses ketiga adalah modulasi yaitu aktivitas saraf
16
yang bertujuan mengontrol transmisi nyeri. Suatu senyawa tertentu telah diternukan di sistem saraf pusat yang secara selektif menghambat transmisi nyeri di medulla spinalis. Senyawa ini diaktifkan jika terjadi relaksasi atau obat analgetika seperti morfin (Dewanto, 2003). Proses terakhir adalah persepsi, proses impuls nyeri yang ditransmisikan hingga menimbulkan perasaan subyektif dari nyeri sama sekali belum jelas. Bahkan struktur otak yang menimbulkan persepsi tersebut juga tidak jelas. Sangat disayangkan karena nyeri secara mendasar merupakan pengalaman subyektif yang dialami seseorang sehingga sangat sulit untuk memahaminya (Dewanto, 2003). Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf-saraf perifer. Zat kimia (substansi P, bradikinin, prostaglandin) dilepaskan, kemudian menstimulasi saraf perifer, membantu mengantarkan pesan nyeri dari daerah yang terluka ke otak. Sinyal nyeri dari daerah yang terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia di sepanjang nervus ke bagian dorsal spinal cord (daerah pada spinal yang menerima sinyal dari seluruh tubuh). Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus, pusat sensoris di otak di mana sensasi seperti panas, dingin, nyeri, dan sentuhan pertama kali dipersepsikan. Pesan lalu dihantarkan ke cortex, di mana intensitas dan lokasi nyeri dipersepsikan. Penyembuhan nyeri dimulai sebagai tanda dari otak kemudian turun ke spinal cord. Di bagian dorsal, zat kimia seperti endorphin dilepaskan untuk mcngurangi nyeri di dacrah yang terluka (Potter & Perry, 2005).
17
Di dalam spinal cord, ada gerbang yang dapat terbuka atau tertutup. Saat gerbang terbuka, impuls nyeri lewat dan dikirim ke otak. Gerbang juga bisa ditutup. Stimulasi saraf sensoris dengan cara menggaruk atau mengelus secara lembut di dekat daerah nyeri dapat menutup gerbang sehingga rnencegah transmisi impuls nyeri. Impuls dari pusat juga dapat menutup gerbang, misalnya motivasi dari individu yang bersemangat ingin sembuh dapat mengurangi dampak atau beratnya nyeri yang dirasakan (Potter & Perry, 2005). Kozier, dkk. (2009) mengatakan bahwa nyeri akan menyebabkan respon tubuh meliputi aspek pisiologis dan psikologis, merangsang respon otonom (simpatis dan parasimpatis respon simpatis akibat nyeri seperti peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, peningkatan pernapasan, meningkatkan tegangan otot, dilatasi pupil, wajah pucat, diaphoresis, sedangkan respon parasimpatis seperti nyeri dalam, berat , berakibat tekanan darah turun nadi turun, mual dan muntah, kelemahan, kelelahan, dan pucat . Pada kasus
nyeri yang parah dan serangan yang mendadak
merupakan ancaman yang mempengaruhi manusia sebagai sistem terbuka untuk beradaptasi dari stressor yang mengancam dan menganggap keseimbangan. Hipotalamus merespon terhadap stimulus nyeri dari reseptor perifer atau korteks cerebral melalui sistem hipotalamus pituitary dan adrenal dengan mekanisme medula adrenal hipofise untuk menekan fungsi
18
yang tidak penting bagi kehidupan sehingga menyebabkan hilangnya situasi menegangkan
dan
mekanisme
kortek
adrenal
hopfise
untuk
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan menyediakan energi kondisi emergency untuk mempercepat penyembuhan. Apabila mekanisme ini tidak berhasil mengatasi stressor (nyeri) dapat menimbulkan respon stress seperti turunnya sistem imun pada peradangan dan menghambat penyembuhan dan kalau makin parah dapat terjadi syok ataupun perilaku yang meladaptif (Potter & Perry, 2005) 2.1.5 Pengukuran Intensitas Nyeri Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri
dengan
pendekatan
objektif
yang
paling
mungkin
adalah
menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007). Menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah sebagai berikut :
19
a) Skala intensitas nyeri
b) Skala identitas nyeri numerik
c) Skala analog visual
d) Skala nyeri menurut bourbanis
Keterangan : 0 :Tidak nyeri 1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik dan memiliki gejala yang tidak dapat terdeteksi.
20
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik. Memiliki karateristik adanya peningkatan frekuensi pernafasan , tekanan darah, kekuatan otot, dan dilatasi pupil. 7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi. Memiliki karateristik muka klien pucat, kekakuan otot, kelelahan dan keletihan 10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul. Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan. Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diurut dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien
21
untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala ini paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (Potter & Perry, 2005). Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter, 2005). Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan
dan
tidak
mengkomsumsi
banyak
waktu
saat
klien
melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskriptif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi
22
perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter, 2005). 2.2 Low Back Pain 2.2.1 Definisi Low Back Pain Low Back Pain adalah rasa nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah . Nyeri ini dapat bersifat lokal atau radikuler maupun keduanya serta terasa diantara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daearah lumbal. Nyeri ini kerap kali disertai dengan penjalaran hingga ke arah tungkai dan kaki . Nyeri ini bisa akut, subakut dan kronis berdasarkan durasi timbulnya keluhan (Meliala L, 2005). Sumber lain mengatakan , Low back pain adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah kosta (tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor) yakni daerah L1 – L5 dan S1-S5 .Nyeri juga bisa menjalar ke daerah lain seperti punggung bagian atas dan pangkal paha (Rakel, 2002). Anatomi tulang belakang perlu diketahui untuk menentukan elemen apa yang terganggu pada timbulnya keluhan nyeri punggung bawah. Punggung tersusun oleh columna vertebralis atau tulang belakang yang terdiri dari 7 vertebra servikal, 12 vertebra torakalis, 5 vertebra lumbalis, 5 vertebra sakralis, serta 4 ruas vertebra koksigis. Setiap tulang tersebut mempunyai suatu lubang yang agak bulat yang apabila tersusun membentuk
23
suatu saluran yang mengelilingi saraf spinalis. Saraf spinalis menurun dari tapak otak dan mengekstensi sehingga sedikit di bawah tulang – tulang interkostal. Nervus – nervus kecil masuk dan keluar dari saraf spinalis ruang – ruang di antar vertebra. Ruangan di antara vertebra
melalui
dilindungi oleh tulang rawan yang bulat dan lembut yang disebut cakram intervertebral ( intervertebral disk ) yang meningkatkan fleksibilitas pada punggung
bawah dan berfungsi sebagai peredam tekanan sepanjang
kolumna spinalis untuk melindungi tulang – tulang vertebra semasa pergerakan tubuh. Jaringan ligament dan tendon memegang tulang – tulang vertebra di tempatnya dan melekatkan otot – otot pada columna spinalis . Punggung bawah mempunyai fungsi yang penting pada tubuh manusia seperti memberi sokongan pada struktur tubuh , pergerakan dan proteksi pada jaringan- jaringan tubuh. Oleh karena itu, apabila terdapat kelainan pada struktur – struktur yang berperan menahan berat tubuh dapat terdeteksi semasa berdiri tegak maupun saat melakukan gerakan. Selain itu, punggung bawah atau lumbosakral berperan untuk melindungi jaringan lunak saraf pusat yang melayani hantaran impuls saraf untuk bagian lumbal, ekstrimitas bawah, serta organ – organ daerah pelvis dan abdomen. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa low back pain adalah sensasi nyeri yang dirasakan individu di area lumbosakral yakni
24
L1-S5 dan dapat menjalar ke arah ekstremitas bawah sebagai akibat dari adanya stimulasi saraf pada daerah lumbosakral tersebut. 2.2.3 Etiologi Low Back Pain Kebanyakan low back pain disebabkan oleh salah satu dari berbagai masalah muskuloskeletal (misal regangan lumbosakral akut, ketidakstabilan ligamen lumbosakral dan kelemahan otot, spondiloarthrosis, stenosis tulang belakang, masalah diskus intervertebralis, ketidaksamaan panjang tungkai). Penyebab lainnya meliputi obesitas, gangguan ginjal, masalah pelvis, tumor retroperitoneal, aneurisma abdominal dan masalah psikosomatik. Kebanyakan low back pain akibat gangguan muskuloskeletal akan diperberat oleh aktifitas, sedangkan nyeri akibat keadaan lainnya biasanya tidak dipengaruhi oleh aktifitas (Potter & Perry, 2005). Faktor
–
faktor
lain
seperti
obesitas,
stress,
depresi
,
ketergantungan alkohol dan obat analgetik, kelainan sistem vaskuler dan psikogenik, dan beban kerja yang berat juga menjadi pemicu timbulnya keluhan low back pain ini . Menurut Mutargh (2003), low back pain dapat timbul akibat adanya peregangan atau laserasi pada ligament (sprain) atau peregangan yang berlebihan dari otot atau sendi (strain) atau postur yang tidak tepat. Low back pain berat biasanya disebabkan karena adanya cedera pada sendi tulang punggung , termasuk permukaan sendi dan disk yang mengakibatkan nyeri pada jaringan atau serabut saraf yang ada di dekatnya. Keadaan ini biasa terjadi ketika membungkuk, khususnya ketika
25
mengangkat sesuatu yang berat. Penyebab nyeri punggung bawah selain spasme otot adalah deformitas, hernia Nucleus Pulposus, Osteoartrhitis, proses metastase, fraktur tulang punggung, hingga kelainan bawaan seperti lordosis maupun skoliosis. 2.2.3 Klasifikasi Low Back Pain Low Back Pain disebabkan oleh berbagai kelainan atau perubahan patologik yang mengenai berbagai macam organ atau jaringan tubuh. Oleh karena itu beberapa ahli membuat klasifikasi yang berbeda atas dasar kelainannya atau jaringan yang mengalami kelainan tersebut . Menurut Harsono (2009), Klasifikasi low back pain adalah sebagai berikut : a. Nyeri Punggung Bawah Viserogenik Keluhan low back pain yang disebabkan adanya proses patologik di ginjal atau viscera di daerah pelvis. Sifat nyeri jenis ini tidak dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakukan oleh penderita serta tidak akan berkurang meski penderita melakukan istirahat atau bed rest. Penderita low back pain jenis ini mengalami nyeri hebat akan selalu mengeliat dalam upaya untuk meredakan perasaan nyerinya. Adanya ulserasi atau tumor di dinding ventrikulus dan duodenum akan menimbulkan induksi nyeri di daerah epigastrum. Nyeri tadi biasanya terasa di garis tengah setinggi lumbal pertama dan dapat naik sampai torakal ke – 6.
26
b. Nyeri Punggung Bawah Vascular Aneurisma atau penyakit vascular perifer dapat menimbulkan nyeri punggung atau menyerupai iskialgia. Aneurisma abdominal dapat menimbulkan nyeri punggung bawah
di bagian dalam dan tidak ada
hubungannya dengan aktivitas tubuh. c. Nyeri Punggung Bawah Neurogenik Keadaaan patologik pada saraf dapat menyebabkan low back pain , yaitu : 1) Neurogenik Neoplasma interkanalis spinal sering ditemukan ialah neurioma, hemangloma, ependioma, dan meningioma. Nyeri yang diakibatkan neoplasma ini sering sulit dibedakan dengan nyeri akibat HNP. Pada umumnya gejala pertama adalah rasa nyeri baru kemudian timbul gejala neulogik yaitu gangguan motorik , sensibilitas dan vegetative. Rasa nyeri sering timbul waktu sedang tertidur sehingga membangunkan penderita. Rasa nyeri berkurang dengan berjalan. 2) Araknoiditis Pada araknoiditis terjadi perlengketan – perlengketan. Nyeri timbul bila terjadi penjepitan terhadap radiks oleh perlengketan tersbut. 1)
Stenosis Kanalis Spinalis Menyempitnya kanalis spinalis disebabkan oleh karena proses
degenerasi diskus intervertebralis dan biasanya disertai oleh ligamentum.
27
Gejala klinik yang timbul adalah adanya rasa kesemutan dan pada saat penderita istirahat rasa nyerinya masih tetap ada. d. Nyeri Punggung Bawah Spondilogenik Nyeri punggung bawah spondilogenik adalah keluhan low back pain yang disebabkan oleh berbagai proses patologik di kolumna vertebralis yang terdiri dari unsur tulang (osteogenik), diskus intervertebralis (diskogenik) dan miofasial (miogenik) dan proses patologik di artikulasio sakroiliaka. Nyeri punggung bawah osteogenik disebabkan oleh : 1) Radang atau infeksi misalnya osteomielitis vertebral atau spondilitis tuberkulosa, yang masih sering dijumpai meskipun jarang ditemui di daerah lumbal, karena predileksinya di daerah torakal. 2) Trauma , yang dapat mengakibatkan fraktur maupun spondilolistesis (bergesernya korpus vertebra terhadap korpus vertebra di bawahnya). Nyeri punggung bawah diskogenik disebabkan oleh : 1) Spondilitis, ini disebakan oleh proses degenerasi yang progreisf pada diskus vertebralis, yang mengakibatkan menyempitnya jaraj antara vertebra sehingga menyebabkan terjadinya osteofit, penyempitan kanalis spinalis dan foramen intervertebrale dan irirtasi persendian posterior. Rasa nyeri pada spondilitis ini disebabkan oleh terjadinya osteoarthritis dan tertekannya radiks oleh kantong durameter yang mengakibatkan iskemi dan radang.
28
2) Hernia nucleus pulposus (HNP) adalah keadaan dimana nucleus pulposus keluar menonjol untuk kemudian menekan ke arah kanalis spinalis melalui annulus fibrosus yang robek. Penonjolan dapat terjadi di bagian lateral dan ini banyak terjadi, disebt HNP lateral, dapat pula terjadi di bagian tengah dan disebut HNP sentral. Dasar terjadinya HNP ini adalah proses degenarasi diskus intervertebralis, maka banyak terjadi pada usia pertengahan. 3) Spondilitis ankilosa , proses ini biasanya mulai dari sendi sakroiliaka, yang kemudian menjalar ke atas, ke daerah leher. Gejala permulaan berupa rasa kaku di punggung bawah waktu bangun tidur dan hilang seteelah melakukan beberapa gerakan. Pada foto rontgent terlihat gambaran mirip dengan ruas- ruas bambu sehingga disebut bamboo spine. Nyeri punggung bawah miogenik, disebabkan oleh ketegangan otot, spasme otot, defisiensi otot dan hipersensitivitas 1) Ketegangan otot, dsebabkan oleh sikap tegang yang konstan atau berulang – ulang pada posisi yang sama akan memendekan otot yang akhirnya akan menimbulkan perasaan nyeri. Keadaan ini tidak akan terlepas dari kebiasaan buruk atau sikap ytubuh yang tidak atau kurang fisiologik. 2) Spasme otot atau kejang otot, disebabkan oleh gerakan yang tiba – tiba dimana jaringan otot sebelumnya dalam kondisi yang tegang atau kaku
29
atau kurang pemanasan . Spasme otot ini member gejala khas, ialah dengan adanya kontraksi otot yang disertai nyeri yang hebat . Setiap gerakan akan memperberat rasa nyeri sekaligus menambah kontraksi . 3) Defisisensi otot, dapat disebabkan oleh kurang latihan sebagai akibat dari mekanisme yang berlebihan, tirah baring yang terlalu lama maupun kerena imobilisasi. 4) Otot yang hipersensitif, akan menciptakan satu daerah kecil apabila dirangsang akan menmbulkan rasa nyeri dan menjalar ke daerah tertentu (target area). Daerah kecil disebut sebagai noctah picu (trigger point). e. Nyeri punggung bawah psikogenik Nyeri jenis ini tidak jarang ditemui, tetapi biasanya ditemukan setelah dilakukan pemeriksaan yang lengkap, dan hasilnya tidak memberikan jawaban yang pasti. Hal ini memang bersifat legeartis, dimana semua kemungkinan faktor organik tidak dapat dibuktikan sebagaifaktor etiologi nyeri punggung bawah. Nyeri punggung bawah psikogenik pada umumnya disebabkan oleh ketegangan jiwa atau kecemasan dan depesi atau campuran antara kecemasan dan depresi. 2.2.4 Patofisiologi Struktur spesifik dalam system saraf terlibat dalam mengubah stimulus menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan
30
persepsi nyeri disebut sebagai system nosiseptif. Sensitifitas dari komponen system nosiseptif dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor dan berbeda diantara individu. Tidak semua orang yang terpajan terhadap stimulus yang sama mengalami intensitas nyeri yang sama. Sensasi sangat nyeri bagi seseorang mungkin hampir tidak terasa bagi orang lain. Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespons hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak, dimana stimuli tersebut sifatnya bisa kimia, mekanik, termal. Reseptor nyeri merupakan jarak multi arah yang kompleks. Serabut saraf ini bercabang sangat dekat dengan asalnya pada kulit dan mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah lokal, sel-sel mast, folikel rambut dan kelenjar keringat. Stimuli serabut ini mengakibatkan pelepasan histamin dari sel-sel mast dan mengakibatkan vasodilatasi. Serabut kutaneus terletak lebih kearah sentral dari cabang yang lebih jauh dan berhubungan dengan rantai simpatis paravertebra system saraf dan dengan organ internal yang lebih besar. Sejumlah substansi yang dapat meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri meliputi histamin, bradikinin, asetilkolin dan substansi P. Prostaglandin dimana zat tersebut yang dapat meningkatkan efek yang menimbulkan nyeri dari bradikinin. Substansi lain dalam tubuh yang berfungsi sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri adalah endorfin dan enkefalin yang ditemukan dalam konsentrasi yang kuat dalam system saraf pusat.
31
Kornu dorsalis dari medulla spinalis merupakan tempat memproses sensori, dimana agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada system assenden harus diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam kulit dan organ internal. Proses nyeri terjadi karena adanya interaksi antara stimulus nyeri dan sensasi nyeri (Smeltzer & Bare ,2002). Patofisiologi sensasi low back pain dalam hal ini kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang yang elastik yang tersusun atas banyak unit vertebrae dan unit diskus intervertebrae yang diikat satu sama lain oleh kompleks sendi faset, berbagai ligamen dan otot paravertebralis. Konstruksi punggung yang unik tersebut memungkinkan fleksibilitas sementara disisi lain tetap dapat memberikan perlindungan yang maksimal terhadap sumsum tulang belakang. Lengkungan tulang belakang akan menyerap goncangan vertikal pada saat berlari atau melompat. Batang tubuh membantu menstabilkan tulang belakang. Otot-otot abdominal dan toraks sangat penting ada aktifitas mengangkat beban. Bila tidak pernah dipakai akan melemahkan struktur pendukung ini. Obesitas, masalah postur, masalah struktur dan peregangan berlebihan pendukung tulang belakang dapat berakibat low back pain. Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago dengan matriks gelatinus. Pada lansia akan menjadi
32
fibrokartilago yang padat dan tak teratur. Degenerasi diskus intervertebra merupakan penyebab low back pain. Diskus lumbal bawah, L4-L5 dan L5S5, menderita stress paling berat dan perubahan degenerasi terberat. Penonjolan diskus atau kerusakan sendi dapat mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar dari kanalis spinalis, yang mengakibatkan nyeri yang menyebar sepanjang saraf tersebut (Smelzer dan Bare, 2002) 2.2.5 Penatalaksanaan Pada dasarnya dikenal dua tahapan terapi low back pain yaitu konservatif dan operatif. a. Terapi konservatif meliputi : 1) Pada rehat baring, penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari dengan sikap tertentu. Tidur di atas tempat tidur dengan alas keras dan atau bisa juga dengan posisi semi fowler. Posisi ini berguna untuk mengelimir gravitasi, mempertahankan kurvatura anatomi vertebra, relaksasi otot, mengurangi hiperlordosis lumbal, dan mengurangi tekanan intradiskal. 2) Mobilisasi, pada fase permulaan, mobilisasi dilakukan dengan bantuan korset. Manfaat pemakaian korset adalah untuk membatasi gerak, mengurangi aktivitas otot (relaksasi otot), membantu mengurangi beban terhadap vertebra dan otot paraspinal, dan mendukung vertebra dengan peninggian tekanan intra abdominal. Mobilisasi sebaiknya dimulai
33
dengan gerakan-gerakan ringan untuk jangka pendek. Kemudian diperberat dan diperlama. 3) Pada terapi farmakologis , ada dua jenis obat dalam tatalaksana low back pain ini, adalah obat yang bersifat simtomatik dan yang bersifat kausal. Analgetik narkotik digunakan untuk memutus lingkaran nyeri, relaksan otot dan penenang digunakan untuk membuat relaks pasien dan otot yang mengalami spasme sehingga dapat mengurangi nyeri. Obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID) seperti aspirin dan celocoxib juga berguna untuk mengurangi nyeri. Kortikosteroid jangka pendek dapat
mengurangi
respon inflamasi dan mencegah timbulnya
neurofibrosis yang terjadi akibat gangguan iskemia.
Dokter dapat
memberikan suntikan kortikosteroid epidural, suntikan infiltrasi otot paraspinalis dengan anastesi local atau menyuntik sendi faset dengan steroid untuk menghilangkan nyeri. 4) Pada fisioterapi, biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan jangkauan permukaan yang lebih dalam). Terapi panas bertujuan untuk memperbaiki
sirkulasi
lokal,
merelaksasi
otot,
memperbaiki
extensibilitas jaringan ikat. Stimulasi saraf elektris transkutan (TENS , transcutans electrical nerve stimulation) biasanya juga diberikan sebagai terapi modaltas pereda nyeri noninvasif oleh fisioterapis. TENS diperkirakan mengurangi nyeri dengan melampaui nyeri ( teori gerbang nyeri ) dan perangsangan endorphin (Smeltzer & Bare ,2002)
34
5) Traksi pelvis, bermanfaat untuk relaksasi otot, memperbaiki lordosis serta memaksa penderita melakukan tirah baring total. Bukti-bukti menunjukkan bahwa traksi tidak bermanfaat untuk meregangkan discus yang menyempit. Traksi pelvis dilarang dilakukan jika ada infeksi tulang, keganasan tulang, adanya kompresi mielum. Beban yang umum digunakan berkisar antara 10-25 kg. 6) Terapi komplementer, merupakan jenis terapi dalam ruang lingkup luas yang meliputi sistem kesehatan, modalitas, dan praktek-praktek yang berhubungan dengan teori-teori dan kepercayaan pada suatu daerah . Terapi komplementer adalah terapi yang digunakan secara bersamasama dengan terapi lain dan bukan untuk menggantikan terapi medis. Namun terapi komplementer dapat digunakan sebagai single therapy ketika digunakan untuk meningkatkan kesehatan.
Saat ini banyak
terapi komplementer yang dilakukan untuk mengatasi keluhan nyeri pada pasien low back pain seperti akupunktur, reiki, massage, terapi bekam, herbal dan hipnoterapi . Terapi komplementer dapat bekerja dengan efek analgetik langsung (seperti akupunkutur, bekam, akupresur), menghasilkan efek anti inflamasi (seperti obat- obatan herbal), atau distraksi (seperti terapi musik) yang dapat mempengaruhi persepsi nyeri , menimbulkan relaksasi, meningkatkan kualitas tidur, serta mengurangi tingkat kecemasan (Barrie, 2010)
35
b. Terapi operatif Terapi operatif atau pembedahan dilakukan apabila dengan tindakan konservatif selama 3 - 4 minggu tidak memberikan hasil yang nyata, atau terhadap kasus fraktur yang langsung mengakibatkan defisit neurologik. 2.3 Terapi Bekam Kering 2.3.1 Definisi Bekam Kering Bekam kering menurut Nashr (2005) merupakan upaya menghisap permukaan kulit tanpa mengeluarkan darah dengan tujuan untuk menimbulkan efek relaksasi dan memperlancar sirkulasi darah. Pada teknik bekam ini pembuluh darah perifer akan berdilatasi dan menimbulkan bekas seperti memar sementara. Menurut Fatahillah (2006) , bekam kering dapat dilakukan dengan teknik meluncur dan teknik tarik. Penggunaan teknik meluncur merupakan pengganti kerokan. Tindakan ini dilakukan untuk membuang angin pada tubuh, melemaskan otot-otot dan melancarkan peredaran darah. Sedangkan tekhnik tarik biasa digunakan untuk menghilangkan nyeri atau penat di bagian dahi, kening dan bagian yang pegal. 2.3.2 Manfaat Terapi Bekam Kering Terapi bekam harus diberikan sesuai dengan kondisi klien, sehingga tidak semua klien dapat diberikan terapi bekam yang sama. Oleh
36
karena itu, sebelum diberikan terapi, klien terlebih dahulu dipastikan kondisi fisiknya dengan diagnosa yang jelas sebelum diberikan terapi basah atau kering. Adapun manfaat pemberian terapi bekam kering adalah untuk mengatasi berbagai penyakit ringan seperti mengatasi masuk angin, meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, mengurangi rasa nyeri pada persendian, nyeri punggung, nyeri leher, mengurangi nyeri kepala seperti migrain dan vertigo, nyeri karena gastritis, melenturkan otot-otot yang tegang, (Fatahillah, 2006). 2.3.3 Kontraindikasi Bekam Kering Terapi bekam kering
ini dilarang digunakan pada penderita
tekanan darah sangat rendah, penderita sakit kudis, penderita diabetes mellius, wanita hamil, wanita yang sedang haid. Orang yang sedang minum obat pengencer darah, penderita leukemia, thrombosit, alergi kulit serius, orang yang sangat letih, kelaparan, kenyang, kehausan dan orang yang sedang gugup. Adapun anggota bagian tubuh yang tidak boleh di-bekam antara lain mata, telinga, hidung, mulut, puting susu, alat kelamin, dubur, area tubuh yang banyak simpul limpa, area tubuh yang dekat pembuluh besar serta bagian tubuh yang terdapat varises, tumor, retak tulang, dan jaringan luka (Widada, 2011).
37
2.3.4 Efek Samping Bekam Kering Efek samping yang biasanya dialami oleh pasien biasanya berupa ketidaknyamanan akibat sedikit intervensi pada kulit pasien. Rasa hangat atau panas biasanya dirasakan oleh beberapa pasien pada area yang dibekam. Hal ini terjadi akibat adanya vasodilatasi pembuluh darah sehingga banyak darah yang mengalir ke daerah tersebut dan meningkatkan suhu kulit di daerah sekitar (Widada, 2011). 2.3.5 Prinsip Kerja Terapi Bekam Kering Menurut Umar (2010), mekanisme kerja terapi bekam kering ini terjadi di bawah kulit dan otot yang terdapat banyak titik saraf. Titik-titik ini saling berhubungan antara organ tubuh satu dengan lainnya sehigga bekam dilakukan tidak selalu pada bagian tubuh yang sakit namun pada titik simpul saraf terkait. Teknik pembekaman dilakukan pada permukaan kulit (kutis) dan jaringan bawah kulit (sub kutis). Akibatnya terjadi dilatasi (pengembangan) kapiler dan arteriol serta flare reaction pada daerah yang di bekam. Dilatasi kapiler juga dapat terjadi di tempat yang jauh dari tempat pembekaman.Ini akan menyebabkan terjadinya perbaikan microcirculation pembuluh darah sehingga timbul kesan relaksasi otot-otot yang kaku (Dunsmuir,2007). Penelitian
lain
menunjukkan
bahwa
efek
relaksasi
dari
pembekaman dibawah kulit akan menstimulasi saraf permukaan kulit untuk mengirimkan stimulus pada cornu posterior medulla spinalis melalui saraf
38
A-delta dan C, serta traktus spina thalamikus yang kemudian
akan
menghasilkan endhorpin serta enkephalin . Sebagian rangsangan lainnya juga akan diteruskan melalui serabut aferen simpatik menuju ke motor neuron dan menimbulkan reflek intubasi nyeri (Umar, 2010). Selain itu, dengan proses pembekaman juga terjadi pengaruh pada sistem sentral melalui hypothalamus dan pituitary sehingga menghasilkan ACTH (Adrenocorticotropic Hormone) dan TSH (Thyroid Stimulating Hormone). Sedangkan pada sistem perifer dihasilkan hormone – hormone seperti insulin, thyroxin, adrenalin, kortikopin, estrogen, progesterone, dan testoteron . Hormon – hormon inilah yang bekerja di tempat yang jauh dari yang dibekam , sehingga bisa mengurangi nyeri pada daerah yang jauh dari tempat pembekaman (Umar, 2010) 2.3.6 Titik Bekam Kering untuk Low Back Pain Sebelumya menurut kedokteran tradisional, bahwa dibawah kulit , otot maupun fascia terdapat suatu poin atau titik yang mempunyai sifat istimewa . Poin – poin tersebut melintang serta
saling berhubungan membujur dan
membentuk jaring – jaring atau jala. Jala ini dapat
disamakan dengan meridian. Dengan adanya jala ini maka terdapat hubungan yang erat antara bagian tubuh atas dengan bawah , antara bagian dalam dengan bagian luar , antara bagian kiri tubuh dan bagian kanan , antara organ – organ tubuh dengan jaringan di bawah kulit , dan antara organ yang satu dengan organ yang lainnya sehingga membentuk suatu
39
kesatuan yang tak terpisahkan dan dapat bereaksi secara bersamaan . Kelainan yang terjadi pada satu poin ini dapat mempengaruhi poin yang lainnya
juga
sebaliknya
dan
pengobatan
pada
satu
poin
akan
menyembuhkan poin lainnya (Aldjoefrie, 2013). Menurut
As Sufi (2006), Pengobatan dengan bekam dapat
menggunakan titik – titik yang digunakan dalam terapi akupunktur maupun refleksiologi. Terapi akupunktur dan refleksiologi memakai perantara jarum ataupun tusukan untuk merangsang titik – titik kunci saraf yang berhubungan dengan bagian – bagian organ dalam tubuh tertentu. Prosesnya bisa dilakukan di bagian tubuh lain yang lebih mudah untuk dilakukan pengobatan dan tidak terlalu menimbulkan rasa sakit. Selain itu, prinsip terapi akupunktur dan refleksiologi ini juga tidak mengeluarkan darah kotor sehingga prinsip kerjanya mirip dengan terapi bekam kering . Selain itu, studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di klinik Latu Usadha Abiansemal juga didapatkan informasi bahwa titik pembekaman yang dilakukan di klinik tersebut juga menggunakan titik yang sama digunakan dalam terapi akupunktur. Berikut ini adalah titik akupunktur yang sering digunakan dalam pemberian terapi untuk low back pain :
40
Gambar 1. Titik akupunktur untuk low back pain Tabel 1. Nama titik akupunktur untuk low back pain ( Sumber : Berman et al, 2010 ) Nama Titik Shensu (UB 23) Dachangshu (UB 25) Yaoyangguan (GV 3) Weizhong (UB 40)
Huantiao (GB 30)
Lokasi Terletak pada batas bawah prosessus spinosus vertebra lumbal dua, 1,5 cm lateral pada GV4 Terletak pada batas bawah prosessus spinosus vertebra lumbal empat, 1,5 cm lateral pada GV3 Terletak dibawah prosessus spinosus vertebra lumbal empat, setingkat dengan puncak ,iliaca Terletak pada titik tengah lipatan transversa fossa poplitea, diantara tendon muskulus biseps femoris dan muskulus semitendinosus Terletak dipersimpangan sepertiga lateral dan dua per tiga dari jarak antara trokanter mayor dan hiatus sakral
41
2.3.7 Prosedur Terapi Bekam Kering Terapi bekam menggunakan alat kop khusus (vacuum pump) yang berfungsi untuk menarik udara di dalam gelas sehingga kulit yang ada dibawahnya menjadi terangkat ke dalam gelas hampa udara tersebut. Kondisi tersebut akan mengakibatkan adanya bendungan darah selama 5 -10 menit yang diharapkan memberi rangsangan terhadap titik – titik meridian. Berikut merupakan prosedur terapi bekam kering (Widada, 2011) : a. Persiapan pasien 1). Klien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan . 2). Memeriksan tanda- tanda vital klien b. Persiapan lingkungan 1). Menjaga privasi klien 2). Mengatur posisi klien dalam posisi tengkurap atau duduk menunduk c. Persiapan alat dan bahan 1). Gelas bekam 5 buah 2). Vacum pump 3). Kertas tissue secukupnya 4). Minyak zaitun 5). Tempat sampah
42
Gambar 2 . Vacuum pump untuk terapi bekam kering
d. Persiapan Petugas 1). Masker 2). Handscone 1 pasang e. Prosedur Pelaksanaan Terapi Bekam Kering 1). Petugas mencuci tangan dan memakai APD 2). Petugas menentukan titik utama untuk bekam kering untuk nyeri punggung bawah 3). Area yang akan dibekam diberi minyak zaitun . 4). Area yang telah dipilih kemudian ditutup dengan gelas bekam kemudian dipompa 3 kali tarikan 5). Tunggu hingga durasi pembekaman selesai ( 5 menit ), kemudian lepas gelas bekam. 6). Bersihkan kulit yang dibekam dengan kertas tissue, pembekaman selesai.
43
2.3.8 Durasi Pembekaman Lamanya durasi pembekaman yang dianjurkan untuk terapi bekam kering ini adalah 5 menit . Terapi bekam kering ini tidak disertai dengan pengeluaran darah dan pengisapan hanya dilakukan satu kali pada satu titik sehingga memakan waktu yang lebih singkat ( Widada, 2011). 2.4 Pengaruh Terapi Bekam Kering untuk Low Back Pain Keluhan low back pain muncul akibat adanya rangsangan yang mengiritasi reseptor nyeri pada daerah sekitar lumbal. Hal ini bisa disebabkan oleh adanya ketegangan atau kelelahan otot, gangguan vaskuler dan neurologik , maupun proses patologik maupun degeneratif yang menimbulkan peradangan .Faktor – faktor lain seperti obesitas, stress, depresi , ketergantungan alksohol dan analgetik, kelainan sistem vaskuler dan psikogenik, dan beban kerja yang berat juga menjadi pemicu timbulnya keluhan low back pain ini. Semua penyebab yang telah disebutkan di atas pada akhirnya akan memberikan rangsangan pada reseptor nyeri sehingga pada akhirnya sensasi nyeri dirasakan. Seperti yang diketahui bahwa reseptor nyeri memiliki bentuk bercabang serta sangat dekat dengan kulit dan mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah lokal, sel-sel mast, folikel rambut dan kelenjar keringat. Serabut kutaneus terletak lebih kearah sentral dari cabang yang lebih jauh dan berhubungan dengan rantai simpatis paravertebra system saraf dan
44
dengan organ internal yang lebih besar. Sejumlah substansi yang dapat meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri meliputi histamin, bradikinin, asetilkolin dan substansi P. Prostaglandin dimana zat tersebut merupakan mediator inflamasi
yang dapat menimbulkan efek nyeri (Brunner &
Suddarth , 2002). Dengan diberikannya terapi bekam kering ini, akan terjadi kerusakan dari sel mast/basofil dan lain-lain. Hal ini akan menyebabkan terjadinya dilatasi (pengembangan) kapiler dan arteriol serta flare reaction pada daerah yang di bekam. Dilatasi kapiler juga dapat terjadi di tempat yang jauh dari tempat pembekaman. Ini menyebabkan terjadi perbaikan microcirculation pembuluh darah sehingga menimbulkan kesan relaksasi pada otot yang dapat mengurangi sensasi nyeri yang dirasakan (Dunsmuir,2007). Kesan relaksasi yang didapatkan dari proses pembekaman lalu diteruskan menuju hypothalamus sehingga dilepaskannya Corticotropin Realising Factor (CRF) serta releasing faktor lainnya oleh adeno hipofise di hipotalamus . CRF ini kemudian memberi rangsangan kepada kelenjar pituary untuk meningkatkan
produksi pro-opioidmelanocortin sehingga
produksi enkephalin oleh medulla adrenal juga meningkat . Enkephalin merupakan suatu peptida kecil yang menyebabkan inhibisi prasinaps serabut tipe C dan A- Delta di medulla spinalis sehingga mengurangi penghantaran stimulus nyeri keluar dari medulla spinalis sehingga sensasi nyeri
45
berkurang.
CRF juga akan menyebabkan terbentuknya ACTH ,
Kortikotropin , dan Kortikosteroid . Senyawa kortikosteroid ini seperti yang sudah diketahui mempunyai khasiat dalam meredakan inflamasi
serta
menstabilkan permeabilitas sel. (Aldjoefri, 2013) Pembekaman yang dilakukan
dibawah kulit
juga
akan
menstimulasi saraf perifer di permukaan kulit yang akan dilanjutkan pada cornu posterior medulla spinalis melalui saraf A-delta dan C, serta traktus spina thalamikus yang akan menghasilkan senyawa endhorpin. Sebagian rangsangan lainnya juga akan diteruskan melalui serabut aferen simpatik menuju ke motor neuron dan menimbulkan reflek intubasi nyeri (Umar, 2010).