11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Pustaka Beberapa kajian mengenai eksploitasi anak di lingkungan akademik telah memberikan sumbangan referensi dan menambah wawasan bagi penulis. Kajiankajian tersebut berbicara mengenai eksploitasi anak yang dilakukan oleh orang dewasa dan sebagian besar dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi. Berkaitan dengan penelitian ini penulis merujuk beberapa hasil penelitian sebelumnya yang memiliki keterkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Studi yang dilakukan Putra dkk. (dalam Suyanto, 2013 : 31-32) menyatakan bahwa di masyarakat terdapat hubungan natural asimetris antara orang dewasa dan anak, dimana anak berada dalam posisi yang lebih lemah dan karena itu juga lebih rendah sehingga orang dewasa secara sadar maupun tidak menciptakan
ketidakseimbangan
kultural
kepada
anak
yang
sifatnya
menguntungkan orang dewasa. Orang dewasa menanamkan hubungan natural asimetris ini pada diri anak sehingga pada akhirnya anak menerima hubungan natural asimetris ini sebagai suatu hal yang biasa dan ini merupakan akar dari berbagai tindak kekerasan orang dewasa kepada anak. Hasil studi yang dikemukakan Putra dkk. mengenai hubungan natural asimetris bermanfaat bagi penulis dalam mengkaji eksploitasi orangtua terhadap anak yang bekerja sebagai tukang suun, dimana anak dalam hal ini memiliki posisi lebih rendah dibandingkan orangtuanya sehingga orangtua cenderung
11
12
memanfaatkan posisi anak yang lebih rendah tersebut untuk mengeksploitasi anaknya demi kepentingan ekonomi. Dalam skripsi yang berjudul “Eksploitasi Orangtua Terhadap Anak dengan Mempekerjakan Sebagai Buruh” yang ditulis oleh Rahman (2007) menyatakan bahwa orangtua menjadi pengambil keputusan yang paling dominan termasuk juga dalam mempekerjakan anaknya pada pabrik konveksi dengan cara memanipulasi umur anak. Penelitian yang dilakukan oleh Rahman memiliki relevansi dengan penelitian penulis yaitu adanya anak-anak yang bekerja untuk membantu perekonomian keluarga merupakan suatu keputusan yang diambil orangtua karena orangtua memiliki kuasa atas anaknya termasuk dalam mengeksploitasi tenaga dan waktu anak untuk bekerja. Fitriani (2013) dalam skripsinya yang berjudul “Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Eksploitasi Seksual Terhadap Anak Ditinjau dari Sudut Kriminologi di Kota Pontianak” menggambarkan bahwa adanya larangan-larangan terhadap eksploitasi anak baik secara ekonomi maupun seksual yang telah diatur dalam undang-undang masih sebatas eksistensi semata dan sampai saat ini belum sepenuhnya menyentuh permasalahan eksploitasi anak termasuk juga belum memberikan perlindungan terhadap anak yang menjadi korban eksploitasi. Penelitian Fitriani menunjukkan bahwa anak-anak di kawasan Pontianak terpaksa dan dipaksa bekerja oleh orangtuanya. Penelitian yang dilakukan Fitriani memiliki relevansi dengan penelitian penulis yang memandang bahwa penegakan dan pengaplikasian hukum perlindungan anak oleh setiap lapisan masyarakat di kota Denpasar dapat dikatakan masih sangat rendah dan belum optimal dalam
13
menggalakkan larangan-larangan untuk mempekerjakan anak seperti yang terjadi pada tukang suun anak-anak yang bekerja di Pasar Badung dimana pihak PD Pasar
kota
Denpasar
telah
memasang
larangan
tertulis
yang
tidak
memperbolehkan anak bekerja bila belum berusia 18 tahun di beberapa tembok menuju lantai II Pasar Badung. Hasil penelitian lain yang tertuang dalam skripsi berjudul “Eksploitasi Anak Jalanan (Studi Kasus Anak Jalanan di Pantai Losari Kota Makassar)” yang ditulis oleh Salla (2012) mengambarkan adanya penggusuran para pedagang di sekitar Pantai Losari demi pengembangan infrastruktur mengakibatkan semakin tingginya angka anak jalanan. Para pedagang yang berasal dari masyarakat miskin tersebut akhirnya kehilangan pekerjaan dan melibatkan anak-anak mereka untuk memperoleh pendapatan keluarga. Penelitian yang dilakukan Salla tersebut memiliki keterkaitan dengan penulis dimana rendahnya perekonomian dalam keluarga, mendorong orangtua untuk melibatkan anak-anak pada dunia kerja demi meringankan beban orangtua atau memberikan sumbangan terhadap pendapatan orangtua. Pemaparan hasil penelitian diatas sebagian besar membahas mengenai eksploitasi orangtua terhadap anak-anak yang dilatarbelakangi oleh beragam alasan dan tujuan tertentu. Persamaan peneliti diatas dengan penulis terletak pada topik yang dikaji yaitu mengenai eksploitasi anak yang didalamnya membahas mengenai faktor penyebab, bentuk, dan dampak negatif dari eksploitasi anak. Namun dalam penelitian ini penulis akan mengungkap hubungan superordinasi dan subordinasi antara orangtua dengan anak sebagai penyebab timbulnya
14
eksploitasi terhadap anak dalam wujud tukang suun, dimana subjek dan lokasi penelitian penulis dalam skripsi ini memiliki perbedaan dengan peneliti sebelumnya. Dengan demikian, beberapa hasil penelitian diatas telah menjadi inspirasi bagi penulis untuk meneliti kasus eksploitasi anak dimana penulis menganggap belum ada kajian yang secara khusus membahas mengenai Tukang Suun Anak-Anak : Bentuk Eksploitasi Orangtua Terhadap Anak (Studi Kasus di Pasar Badung, Denpasar-Bali).
2.2. Kerangka Konseptual Dalam penelitian ini digunakan beberapa konsep yang berkaitan dengan judul penelitian guna memperjelas pembahasan, diantaranya adalah sebagai berikut. 2.2.1. Tukang Suun Anak-Anak Tukang suun anak-anak merupakan satu kesatuan konsep yang terdiri dari kata tukang suun dan anak-anak. Tukang suun terdiri dari dua kata yaitu tukang dan suun. Tukang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2014) mengandung lima pengertian, namun dari kelima pengertian tersebut tukang yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu orang yang pekerjaannya melakukan sesuatu secara tetap. Suun diambil dari istilah dalam bahasa Bali yang berarti junjung (Anandakusuma, 1986 : 188). Jadi tukang suun secara etimologi dapat diartikan sebagai tukang junjung. Tukang suun adalah suatu jenis pekerjaan dalam sektor informal yang sebagian besar digeluti oleh perempuan yang memiliki karakteristik tingkat pendidikan rendah, merupakan usaha sendiri, sebagai pekerja keluarga, serta
15
mudah keluar masuk usaha dengan melakukan aktivitas berupa menjual jasa kepada orang lain dengan membawa barang belanjaan orang lain dengan cara menjunjung (nyuun) (Purawati, 2011 : 17). Tukang suun yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu beberapa orang yang bekerja sebagai pekerja keluarga, membawa barang belanjaan pembeli atau barang dagangan pedagang di Pasar Badung dengan menggunakan keranjang yang dijunjung di atas kepala untuk mendapatkan uang, dan dicirikan dengan tingkat pendidikan rendah atau tidak pernah menempuh pendidikan sama sekali. Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 Pasal 1, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (Anonim, 2013 : 3). Begitu pula dengan Konvensi No. 182 Tahun 1999 tentang Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak dan Konvensi tentang Hak Anak Pasal 2 menyebutkan bahwa anak adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun (Organisasi Perburuhan Internasional, 2009 : 21). Sedangkan menurut ilmu Psikologi (dalam Adriani, 2008 : 14), yang dikatakan sebagai anak adalah mereka yang berusia diantara 0-18 tahun yang terbagi ke dalam tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan dalam rentang usia tersebut. Anak-anak merupakan bentuk jamak dari seorang anak dan merujuk pada individu yang belum dewasa. Walaupun sebagian besar masyarakat memandang bahwa usia belasan tahun dikatergorikan sebagai remaja, namun menurut beberapa pengertian anak yang dipaparkan diatas, individu yang berusia belasan tahun tetap
16
dikategorikan sebagai anak yang sedang mengalami tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang salah satunya adalah masa remaja. Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 47 (dalam Adriani, 2008 : 13) menyatakan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan berada di bawah kekuasaan orangtuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. Dengan demikian, anak-anak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah beberapa orang yang belum berusia 18 tahun yang berada dibawah kekuasaan orangtuanya, dimana secara fisik maupun mental posisinya lebih rendah daripada orangtuanya dan cenderung tidak mengetahui apa yang menjadi haknya sehingga mereka menjadi objek eksploitasi orangtuanya untuk membantu perekonomian keluarga. Anak-anak yang tereksploitasi untuk tujuan ekonomi tersebut patut mendapatkan perlindungan secara hukum atas hak-haknya baik oleh orangtuanya sendiri, masyarakat, maupun pemerintah. Dari pengertian tukang suun dan anak-anak diatas maka yang dimaksud tukang suun anak-anak dalam penelitian ini yaitu anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun dengan tingkat pendidikan rendah atau tidak pernah menempuh pendidikan sama sekali yang menawarkan jasa membawakan barang belanjaan pembeli dengan menggunakan keranjang yang dijunjung di atas kepala dan bekerja di Pasar Badung demi mendapatkan uang untuk menambah penghasilan atau meringankan beban orangtua. Tukang suun anak-anak tersebut merupakan wujud dari eksploitasi
17
yang dilakukan oleh orangtua sebagai pekerja anak yang patut mendapatkan perlindungan atas hak-haknya. Tukang suun anak-anak terkategori ke dalam pekerja atau buruh anak yaitu anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk orangtuanya atau untuk dirinya sendiri yang membutuhkan sejumlah besar waktu, dengan menerima imbalan atau tidak (Suyanto, 2013 : 145).
Pekerja
anak
yang
dimaksud dalam hal ini meliputi semua anak yang bekerja pada jenis pekerjaan yang membahayakan anak, merusak atau melukai anak (secara jasmani, emosi dan atau seksual), mengeksploitasi anak, atau membuat anak tidak mengenyam pendidikan. Pekerja anak bukanlah anak yang mengerjakan tugas kecil di rumah sepulang sekolah dan melakukan pekerjaan yang wajar dilakukan untuk tingkat
perkembangan anak seusianya (Organisasi
Perburuhan Internasional, 2009 : 7). 2.2.2. Orangtua Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 Pasal 1 menyebutkan bahwa yang dimaksud orangtua adalah ayah dan / atau ibu kandung, atau ayah dan / atau ibu tiri, atau ayah dan / atau ibu angkat (Anonim, 2013 : 4). Orangtua dalam sebuah keluarga memiliki fungsi penting dalam kelangsungan hidup anak-anak yaitu pengaturan keturunan, sosialisasi atau pendidikan, ekonomi atau unit produksi, pelindung atau proteksi, penentuan status, pemeliharaan, dan afeksi (Narwoko & Suyanto, 2007 : 234). Orangtua berkewajiban memberikan ketujuh fungsi di atas kepada anaknya serta wajib melindungi dan memenuhi hak-hak anak lainnya.
18
Orangtua yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ayah dan ibu yang mengeksploitasi anaknya dengan cara memanfaatkan waktu dan tenaga anak
untuk
bekerja
sebagai
tukang
suun,
dimana
mereka
tidak
mempertimbangkan batas-batas kewajaran anak dan cenderung untuk tidak memenuhi hak-hak anak termasuk juga tidak memberi fungsi penting orangtua terhadap kelangsungan hidup anak. Orangtua tukang suun anakanak sebagai pemegang kuasa atas anak berperan dalam pengambil keputusan yang tidak memihak pada kondisi dan hak anak, karena orangtua memiliki berbagai kelebihan baik dari segi fisik dan mental dibandingkan dengan anak-anaknya. Dari kelebihan tersebut orangtua cendereung memanfaatkan anak-anaknya untuk dieksploitasi dengan beragam alasan. 2.2.3. Eksploitasi Eksploitasi adalah istilah yang mengandung konotasi ketidakadilan untuk menggambarkan relasi antarkelas dimana suatu pihak secara struktural berada pada posisi yang memampukannya untuk mengambil keuntungan dari pihak yang lain (Outhwaite, 2008 : 302). Hal ini diperjelas oleh pernyataan Marx yang menjelaskan bahwa pihak yang satu mengontrol pihak yang lain karena memiliki sumber daya yang lebih banyak dibandingkan pihak yang dikontrol tersebut (Haryanto, 2012 : 40). Dengan demikian eksploitasi merupakan pemanfaatan pihak lain untuk mendapatkan keuntungan dengan cara
sewenang-wenang
sehingga
mengakibatkan
adanya
kondisi
ketidakadilan bagi pihak tersebut karena sumber daya yang dimiliki cukup terbatas bila dibandingkan dengan pihak yang mengeksploitasi.
19
Eksploitasi yang dimaksud dalam penelitian ini lebih terfokus pada eksploitasi anak. Menurut Karundeng (dalam Rahman, 2007 : 3) eksploitasi anak adalah memanfaatkan anak secara tidak etis demi kebaikan ataupun keuntungan orangtua maupun orang lain yang meliputi perdagangan manusia, perbudakan, prostitusi anak, buruh anak atau pekerja anak, dan anak jalanan. Sedangkan eksploitasi anak menurut Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional adalah tindakan atau perbuatan memperalat, memanfaatkan atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga atau golongan (Bappenas, (t.t.) : 3). Dalam penelitian ini, orangtua sebagai kelas yang mengeksploitasi dan memegang kontrol atas anak memperalat atau memaksa anak untuk bekerja dengan memanfaatkan waktu dan tenaga anak tanpa memperhatikan batas kewajaran dan hak anak demi memperoleh keuntungan dalam bentuk bertambahnya jumlah penghasilan orangtua ataupun berkurangnya beban orangtua dalam membiayai kelangsungan hidup anak. Hal ini tentunya telah menciptakan suasana ketidakadilan bagi anak karena waktu anak untuk belajar dan bermain telah digantikan dengan waktu untuk bekerja termasuk juga hilangnya kesempatan anak-anak untuk mendapatkan pemenuhan atas hak-hak anak lainnya. Walaupun sebagian besar masyarakat memandang bahwa adanya fenomena anak-anak yang bekerja untuk membantu orangtua merupakan sesuatu yang luhur, namun hal tersebut menjadi tidak manusiawi dan terkategori ke dalam bentuk eksploitasi anak bila anak dipekerjakan tanpa
20
memperhatikan standar yang telah ditentukan dalam peraturan Manteri Tenaga Kerja No. 1 Tahun 1967 tentang anak-anak yang terpaksa bekerja termasuk juga tidak memperhatikan batas-batas kewajaran dan hak-hak anak. 2.2.4. Pasar Badung Menurut Damzar (dalam Purawati, 2011 : 18) pasar merupakan salah satu lembaga dalam institusi ekonomi, dan pasar merupakan salah satu penggerak utama dinamika kehidupam ekonomi. Pasar Badung merupakan salah satu pasar tradisional sebagai penggerak dinamika kehidupan ekonomi kota Denpasar yang melibatkan berbagai aktor pasar seperti pembeli, pedagang, pemasok barang serta buruh pasar (Purawati, 2011 : 19). Pasar Badung yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pasar tradisional yang telah memberikan manfaat sebagai penggerak dan penunjang kehidupan perekonomian keluarga tukang suun anak-anak dengan memberikan peluang kerja kepada tukang suun anak-anak tersebut sebagai buruh pasar dalam memperoleh pendapatan. Pasar Badung merupakan salah satu pasar tradisional yang terletak di pusat kota Denpasar tepatnya di Jl. Sulawesi Denpasar-Bali, dimana pasar ini buka hampir 24 jam. Pasar Badung menjual berbagai macam kebutuhan masyarakat mulai dari bahan makanan, sarana upacara, tekstil, kerajian tangan, dan kebutuhan rumah tangga lainnya sehingga pasar ini selalu ramai pengunjung baik dari kalangan wisatawan maupun konsumen yang berasal dari masyarakat lokal.
21
Keramaian pengunjung Pasar Badung tersebut menjadi peluang bagi tukang
suun
anak-anak
untuk
mencari
pelanggan
yang
bersedia
menggunakan jasa mereka. Tukang suun ini juga menjadi salah satu ciri khas dari Pasar Badung yang juga merupakan tempat para tukang suun anak-anak mencari sumber penghasilan untuk menunjang perekonomian orangtuanya.
2.3. Kerangka Teoritis Dalam penelitian ini terdapat salah satu teori yang digunakan untuk menganalisa masalah yang ditemukan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Interaksi Sosial (Superordinasi dan Subordinasi) dari Georg Simmel yang didukung juga dengan beberapa konsepnya yaitu Kesadaran Individu dan Tragedi Kebudayaan. Georg Simmel terkenal sebagai sosiolog mikro yang selalu memusatkan perhatiannya pada interaksi sosial. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat besarnya cakupan interaksi antaraktor sadar yang pada suatu ketika mungkin terlihat sepele namun pada saat lain sangat penting (Ritzer & Goodman, 2011 : 179). Sebagai bagian dari masyarakat, interaksi yang terjadi antara anak-anak yang bekerja sebagai tukang suun dengan orang-orang yang berada di Pasar Badung secara umum dapat dikatakan hanya sebatas hubungan kerja. Sekalipun interaksi diantara keduanya melahirkan sikap simpati dari orang-orang tersebut, kebanyakan dari mereka lebih memilih bersikap apatis terhadap upaya untuk meminimalisir keberadaan tukang suun anak-anak. Sesuai dengan pernyataan Simmel diatas, fenomena ini justru terlihat sangat sepele namun menjadi hal yang
22
sangat penting bila melihat dampak negatif yang akan ditimbulkan dari bekerjanya tukang suun anak-anak di usia dini. Salah satu bentuk-bentuk interaksi yang dibicarakan dalam karya Simmel yaitu superordinasi dan subordinasi yang memiliki beragam motif, tujuan, dan kepentingan (Ritzer & Goodman, 2011 : 183 & 177). Interaksi dalam bentuk superordinasi dan subordinasi dapat ditemukan di berbagai latar, “dalam negara maupun
dalam
komunitas
keagamaan,
dalam
sekelompok
konspirator
sebagaimana dalam asosiasi ekonomi, di sekolah seni, maupun di dalam keluarga” (Ritzer & Goodman, 2011 : 180). Sebagai keluarga dengan tingkat perekonomian rendah, interaksi yang terjadi antara orangtua dengan anak-anak disebabkan oleh adanya hubungan saling ketergantungan antara anak dengan orangtua. Pada satu sisi anak-anak tergantung kepada orangtua karena dirinya masih membutuhkan perhatian dan perlindungan dari orangtuanya, sedangkan di sisi yang lain orangtua tukang suun anak-anak tergantung kepada anaknya dengan harapan anak dapat memberikan sumbangan terhadap pendapatan orangtua sehingga beban orangtua menjadi berkurang. Interaksi dalam bentuk superordinasi dan subordinasi antara orangtua dengan anak yang bekerja sebagai tukang suun dilakukan melalui proses pembagian kerja yang tidak memihak pada kondisi dan hak-hak anak. Anak secara struktural berada pada posisi yang lebih rendah bila dibandingkan dengan orangtuanya karena dalam posisi tertentu ia tidak mampu melawan orangtuanya yang memiliki kekuatan mental dan fisik yang lebih besar darinya sehingga dalam hal ini anak-anak terkategori ke dalam posisi subordinat, sedangkan orangtua yang
23
memiliki kuasa dan kontrol atas anaknya terkategori ke dalam posisi superordinat. Rendahnya posisi anak tersebut sering dimanfaatkan oleh orangtuanya untuk mengikuti kehendaknya dan mempertahankan dominasi dengan cara melakukan upaya tertentu agar anak mau bekerja untuk menunjang perekonomian keluarga. Dalam konsep Kesadaran Individu, Simmel menyadari bahwa norma serta nilai mayarakat telah terinternalisasi dalam kesadaran individu (Ritzer & Goodman, 2011 : 178). Hal ini dapat digunakan untuk menggambarkan situasi yang terjadi pada tukang suun anak-anak dimana anak-anak biasanya cenderung menuruti perintah orangtuanya karena berbagai norma yang ditanamkan orangtua ataupun masyarakat telah terinternalisasi ke dalam kesadaran anak. Norma atau nilai tersebut dapat berupa konstruksi budaya masyarakat yang memandang bahwa anak harus menghormati orangtuanya, dan bila itu tidak dilakukan anakanak akan dicap bandel atau durhaka oleh orangtuanya maupun masyarakat pada umumnya. Norma atau nilai yang terkandung dalam masyarakat ini sering dimanfaatkan oleh orang dewasa khususnya dalam hal ini adalah orangtua. Begitu pula anak-anak juga tidak dapat bergerak bebas karena menyerap norma dan nilai tersebut melalui pemahaman yang diberikan orangtua kepada anaknya dalam sebuah keluarga ataupun pendidikan yang diberikan di instansi sekolah. Jadi anak akan bertindak sesuai dengan keinginan orangtuanya karena mereka takut bertindak di luar norma dan nilai yang telah dikonstruksi oleh masyarakat tersebut. Dalam konsep Tragedi Kebudayaan yang diutarakan Simmel menyatakan bahwa dunia modern menyebabkan individu ditelan oleh hasil ciptaannya sendiri
24
termasuk ekonomi uang (Widyanta, 2002 : xviii). Pernyataan ini diperjelas dengan argumennya bahwa uang di dunia modern mengalami perluasan, dan ketika meluas, arti penting individu semakin menciut (Ritzer & Goodman, 2011 : 33). Hal ini dapat menggambarkan kondisi keluarga tukang suun anak-anak dengan keuangan yang serba kekurangan sehingga membuat orangtua secara sadar atau terpaksa mempekerjakan anaknya demi memperoleh sejumlah uang tanpa mempertimbangkan batas kewajaran dan hak anak. Kehadiran anak dalam keluarga tukang suun anak-anak seolah-olah hanya dijadikan sebagai pelengkap untuk membantu orangtunya mencari uang. Orangtua membutuhkan dan mengontrol anaknya semata-mata hanya untuk kepentingannya sendiri sehingga orangtua sudah tidak lagi memandang arti penting seorang anak yang sesungguhnya demi mendapatkan sejumlah uang.
2.4. Model Penelitian Adapun model penelitian yang digunakan untuk menggambarkan alur pikir penulis mengenai eksploitasi tukang suun anak-anak di Pasar Badung yang dilakukan oleh orangtuanya. Model penelitian dalam skripsi ini dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut.
25
Skema 2.1. Model Penelitian Orangtua sebagai superordinat
Kondisi anak sebagai subordinat :
dengan kondisi :
1. Usia
1. Tingkat pendapatan rendah ( kemiskinan ) 2. Tingkat pendidikan rendah
2. Fisik Eksploitasi anak sebagai tukang suun di Pasar Badung
3. Mental 4. Hak anak
Latar belakang kemunculan
Bentuk eksploitasi orangtua terhadap
Dampak eksploitasi orangtua
tukang suun anak-anak di
anak yang bekerja sebagai tukang
bagi anak yang bekerja sebagai
Pasar Badung
suun di Pasar Badung
tukang suun di Pasar Badung
Harapan menjadi orangtua yang baik
Hubungan harmonis antara orangtua dan anak (orangtua memenuhi hak-hak anak dan anak berkewajiban membantu orangtua dengan cara yang wajar)
Harapan menjadi anak yang baik
26
Keterangan : : Garis yang menunjukkan hubungan pengaruh atau akibat : Garis yang menunjukkan hubungan superordinat dan subordinat : Garis yang menunjukkan sesuatu yang diharapkan 2.4.1. Penjelasan Model Penelitian Alur pikir penelitian ini berawal dari adanya fenomena tukang suun anak-anak yang bekerja di Pasar Badung. Selain dilatarbelakangi oleh alasan ekonomi, penulis memandang bahwa anak-anak dipekerjakan sebagai tukang suun di Pasar Badung disebabkan oleh adanya hubungan superordinat dan subordinat pada orangtua dan anak tersebut. Melalui kedudukan superordinatnya, orangtua yang berasal dari latar belakang keluarga dengan tingkat pendapatan dan pendidikan rendah cenderung memanfaatkan anaknya untuk dipekerjakan sebagai tukang suun demi menambah pendapatan atau meringankan beban orangtua tanpa mempertimbangkan batas-batas kewajaran dan hak-hak anak. Anak-anak sebagai subordinat dengan usia yang masih kecil memandang bahwa segala keinginan orangtua adalah suatu perintah yang patut untuk dituruti walaupun terkadang anak-anak terpaksa melakukannya. Hal ini disebabkan oleh kondisi mental dan fisik anak yang belum cukup matang, dimana mereka hanya memiliki pengetahuan dan kekuatan yang terbatas, belum paham tentang apa yang seharusnya menjadi haknya, termasuk juga hal-hal yang dapat merugikan dan mengancam keselamatan dirinya. Walaupun anak-anak dapat menyampaikan rasa ketidaknyamanan atau ketidaksetujuan akan suatu hal
26
27
yang menjadi perintah orangtunya, orangtualah yang tetap berperan dalam mengontrol dan mengambil berbagai keputusan untuk anaknya karena kuasa anak berada di tangan orangtuanya. Relasi superordinat dan subordinat antara orangtua dengan anak dengan berbagai kondisinya menjadi kekuatan yang mempengaruhi dan mengakibatkan orangtua melakukan eksploitasi terhadap anak dengan mempekerjakannya sebagai tukang suun di Pasar Badung untuk membantu perekonomian orangtuanya. Adanya eksploitasi anak sebagai tukang suun di Pasar Badung berpengaruh pada keinginan penulis untuk mengetahui tiga hal, yaitu alasan yang melatarbelakangi kemunculan tukang suun anak-anak di Pasar Badung, bentuk eksploitasi orangtua terhadap anak yang bekerja sebagai tukang suun di Pasar Badung, dan dampak eksploitasi orangtua bagi anak yang bekerja sebagai tukang suun di Pasar Badung, dimana ketiganya merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan. Walaupun orangtua secara sengaja atau terpaksa mempekerjakan anaknya demi menunjang pendapatan keluarga, namun pada umumnya antara orangtua dengan anak tetap memiliki harapan sesuai dengan perannya masing-masing, dimana orangtua berharap dapat menjadi orangtua yang baik untuk anaknya, sedangkan anak juga berharap dapat menjadi anak yang baik untuk orangtuanya, sehingga dari harapan-harapan tersebut dapat tercipta hubungan harmonis antara orangtua dengan anak dimana orangtua tetap memenuhi berbagai bentuk hak-hak anaknya dan anak juga berkewajiban membantu orangtua dengan cara-cara yang wajar.