BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya merupakan penelitian yang dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi penulis, di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Mastiana dengan judul, “Penerapan Pendekatan Pengajaran Membaca al Qur’an Guru Privat pada Anak di Kelurahan Menteng Kecamatan Jekan Raya”. Hasil penelitiannya adalah: Pertama, pendekatan pengajaran membaca al Qur’an yang digunakan adalah pendekatan individual, variasi, pembiasaan, emosional, dan fungsional. Kedua, metode yang digunakan adalah metode sintetik, metode
bunyi,
metode meniru, dan metode campuran. Ketiga, waktu yang digunakan antara 30 menit sampai 1 jam, apabila waktu pengajaran berlangsung di atas 30 menit sering menimbulkan kebosanan bagi anak untuk belajar.1 2. Penelitian yang dilakukan oleh Mokhamad Romadhon dengan judul, “Strategi Guru Privat dalam Menangani Kesulitan Anak Belajar al Qur’an Menggunakan Metode Iqro di Kelurahan Palangka Kota Palangka Raya”. Hasil penelitiannya adalah: Pertama, kesulitan anak belajar membaca al Qur’an dominan pada makharijul huruf, qolqolah, dan bacaan mad. Kedua, faktor penyebab kesulitan anak belajar membaca al Qur’an adalah lemahnya minat dan motivasi belajar, serta labilnya didikan membaca al Qur’an di
1
Mastiana, “Penerapan Pendekatan Pengajaran Membaca al Qur’an Guru Privat pada Anak di Kelurahan Menteng Kecamatan Jekan Raya”,Skripsi Sarjana, Palangka Raya: STAIN Palangka Raya, 2004
keluarga. Ketiga, strategi yang digunakan dengan strategi sintetik, syautiyah (bunyi), thariqat muqaha (meniru), dan thariqat jamiahi (campuran).2 Penelitian sebelumnya memfokuskan melakukan penelitian tentang pendekatan dan strategi guru privat dalam mengajarkan membaca al Qur’an. Sedangkan pada penelitian ini memfokuskan pada peranan pendidik khusus yakni 5 (lima) orang pendidik khusus dalam memberikan bimbingan agama Islam anak di lingkungan keluarga pedagang. Dengan demikian, penelitian ini belum ada yang meneliti dan mengandung unsur kebaharuan. B. Deskripsi Teoritik 1. Peranan Pengertian peranan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan, “peranan adalah bagian dari tugas sutama yang
harus dilaksanakan”. 3
Menurut Usman, “peranan merupakan serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan seseorang dalam situasi tertentu serta hubungan dengan kemajuan dan perkembangan tingkah laku”.4 Menurut Piet A. Sahertian dan Ida Aleida Sahertian yang menyatakan bahwa, “peranan adalah keterlibatan aktif seseorang dalam suatu kerja dan dalam proses penampilan itu ia tampil sebagai suatu yang dimainkan”.5
2 Mokhamad Romadhon, “Strategi Guru Privat dalam Menangani Kesulitan Anak Belajar al Qur’an Menggunakan Metode Iqro di Kelurahan Palangka Kota Palangka Raya”, Skripsi Sarjana, Palangka Raya: STAIN Palangka Raya, 2009 3
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, h. 667
4
Muhammad Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakaraya,
5
Piet A. Sahertian dan Ida Aleida Suhartian, Supervisi Pendidikan, Jakarta: Mutiara,
2002, h. 1
1994, h. 26
Menurut Polak yang dikutip oleh Gunawan, menyatakan bahwa peranan menunjuk pada aspek dinamis dari status. Peranan memiliki dua arti, yaitu sebagai berikut: a. Dari sudut individu berarti sejumlah peran yang timbul dari berbagai pola yang di dalamnya individu tersebut ikut aktif; b. Peranan secara umum menunjuk pada keseluruhan peranan itu dan menentukan apa yang dikerjakan seseorang untuk masyarakatnya, serta apa yang diharapkan dari masyarakat.6 Berdasarkan uraian tentang pengertian peranan di atas, maka dapat dipahami bahwa peranan merupakan segala upaya yang dilakukan seseorang dalam mempengaruhi orang lain untuk memperoleh suatu perubahan dan perkembangan. Adapun peranan dalam penelitian ini adalah keterlibatan aktif guru privat dalam memberikan bantuan atau bimbingan agama Islam pada anak pedagang muslim di Kecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya. 2. Pendidik Khusus Pengertian pendidik telah diisyaratkan dalam al Qur’an surah Ali Imran ayat 104:
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.7 Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa setiap orang yang 6 Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan; suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2000, h. 41 7
Depag RI, Ibid., h. 93
berupaya mendorong, mengajak, mempengaruhi, dan membimbing manusia untuk perubahan positif dengan menyeru kebajikan dan mencegah kemunkaran
sesuai
ajaran
Islam,
maka
yang
bersangkutan
dapat
dikualifikasikan sebagai pendidik. Guru dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan, “pendidik adalah orang yang mendidik”.8 Sedangkan pengertian khusus dinyatakan, “khusus berarti tidak umum, khas, istimewa, mengkhususkan”.9 Menurut Sudiyono, memberikan definisi tentang pendidik khusus lebih ditunjukkan pada istilah guru khusus (mu’adib): Pendidik khusus atau sering disebut mu’adib, yaitu pendidik yang memberi pelajaran khusus kepada seorang atau lebih dari seorang anak pembesar, pemimpin negara atau khalifah, seperti pendidikan yang dilaksanakan di rumah-rumah tertentu misalnya istana. Dalam hal ini, biasanya orang tua terdidik bersama-sama dengan pendidik memilihkan dan menentukan mata pelajaran yang akan diajarkan kepada anak.10 Secara spesifik pengertian pendidik khusus agama Islam menurut Kafradi, “pendidik khusus/guru privat adalah guru yang didatangkan atau yang diberi mandat untuk memberikan pengajaran agama Islam di rumahrumah, baik untuk seluruh keluarga maupun untuk anak-anak mereka”.11 Berdasarkan pengertian tentang pendidik khusus yang dikemukakan di atas, maka dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan pendidik khusus adalah guru pribadi yang secara khusus diberi wewenang dan tanggung jawab 8
Depdikbud, Ibid., h. 204
9
Ibid., h. 437
10
H. M. Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, h. 119
11
Ahmad Kafradi, Pendidikan Islam di Lingkungan Keluarga, Jakarta: Bulan Bintang,
1999, h. 54
untuk mendorong, mengenalkan, mengajak dan membimbing anak didik yang dilakukan di luar lembaga pendidikan formal yang proses kegiatan bimbingan bisa dilakukan di rumah atau tempat-tempat khusus yang disiapkan sebagai ruang belajar untuk melakukan bimbingan. 3. Peranan Pendidik Khusus Berpijak dari pengertian peranan dan pengertian pendidik khusus, maka dapat dipahami bahwa peranan pendidik khusus adalah keterlibatan aktif seorang ahli yang diberikan wewenang dan kepercayaan oleh orang tua sebagai guru pribadi anak yang dilakukan secara khusus untuk membantu, mengenalkan,
mengajarkan,
mendorong,
membina,
dan
melatih
perkembangan potensi anak-anaknya yang dilakukan di rumah-rumah atau tempat khusus yang disiapkan sebagai ruang belajar di luar lembaga pendidikan formal. Peranan pendidik khusus dalam penelitian ini adalah keterlibatan seorang ahli agama Islam yang secara khusus didatangkan dan telah diberi kepercayaan oleh orang tua untuk mengajarkan dan membimbing agama Islam kepada anaknya agar mencapai kedewasaan spiritual yang optimal. Oleh karena itu, untuk menjadi seorang pendidik khusus yang baik dan kompeten harus memenuhi beberapa kriteria tertentu untuk menunjang perannya sebagai pembimbing. Menurut
Hamalik,
syarat-syarat
pembimbing/pendidik adalah sebagai berikut: a. Memiliki bakat sebagai guru; b. Memiliki keahlian sebagai guru;
yang
harus
ada
pada
c. d. e. f. g. h.
Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi; Memiliki mental yang sehat; Berbadan sehat; Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas; Guru adalah manusia berjiwa Pancasila; Guru adalah seorang warga negara yang baik.12
Menurut Mursi yang dikutip oleh Tafsir, menyatakan bahwa syaratsyarat menjadi pembimbing agama Islam adalah sebagai berikut: a. Umur, harus sudah dewasa; b. Kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani; c. Keahlian, harus menguasai bidang yang diajarkannya dan menguasai ilmu mendidik (termasuk ilmu mengajar); d. Harus berkepribadian muslim.13 Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa, kriteria seorang pembimbing dalam hal ini pendidik khusus, adalah harus dewasa, berbadan sehat lahir dan bathin, memiliki bakat sebagai seorang pendidik, memiliki pengetahuan, kecakapan dan keahlian, serta berkepribadian muslim. Dengan dimilikinya persyaratan tersebut, maka seorang pendidik nantinya dapat melaksanakan tugas dan perannya dengan maksimal. Peranan pendidik khusus maupun guru dalam lembaga pendidikan formal pada dasarnya memiliki tugas dan peranan yang sama, namun yang membedakan hanya pada waktu, tempat dan situasi pelaksanaan bimbingan. Peranan guru menurut al Rasyidin dan Nizar secara umum adalah: a. Sebagai pengajar (instruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran, melaksanakan program yang disusun, dan akhirnya dengan melaksanakan penilaian program tersebut dilaksanakan;
12
13
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 2006, h. 118
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004, h. 81
b. Sebagai pendidik (educator), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan kepribadian sempurna (insan kamil) seiring dengan tujuan penciptaannya; c. Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin, mengabdikan diri, upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan partisipasi atas program yang dilakukan. 14 Menurut Sanjaya menyatakan bahwa, “peranan guru adalah guru sebagai sumber belajar, guru sebagai fasilitator, guru sebagai pengelola, guru sebagai demonstrator, guru sebagai pembimbing, guru sebagai motivator, dan guru sebagai evaluator”.15 Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa, peranan pendidik khusus pada dasarnya adalah membantu untuk mengajar, mendidik, dan melatih anak untuk mencapai kedewasaannya. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan
perannya
sebagai
pendidik
khusus
harus
mampu
melaksanakan perannya dengan baik, yaitu sebagai berikut: a. Pendidik khusus sebagai sumber belajar, artinya seorang pendidik khusus harus menguasai, memahami dan memiliki pengetahuan terhadap materi bimbingan agama yang diajarkan; b. Pendidik khusus sebagai fasilitator, artinya menjadi seorang pendidik khusus berperan untuk memberikan pelayanan dan membantu pemahaman anak terhadap materi bimbingan yang diberikan; c. Pendidik khusus sebagai pengelola, artinya menjadi seorang pendidik khusus berperan untuk menciptakan dan mengatur suasana bimbingan yang memungkinkan anak dapat belajar dengan nyaman; 14 al Rasyidin dan Samsul Nizar, Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2005, h. 44 15 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelaran: Teori dan Praktiik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Kencana, 2009, h. 281-290
d. Pendidik khusus sebagai demonstrator, artinya menjadi seorang pendidik khusus berperan untuk menunjukan sikap-sikap terpuji dan menyampaikan materi bimbingan dengan cara-cara yang dapat memudahkan anak dalam memahami dan menghayati materi bimbingan; e. Pendidik khusus sebagai pembimbing, artinya seorang pendidik khusus berperan untuk membantu, mengarahkan potensi dan melibatkan anak secara penuh agar anak agar berkembang lebih baik; f. Pendidik khusus sebagai motivator, artinya seorag pendidik khusus berperan membangkitkan motivasi dan kegairahan anak dalam mengikuti proses bimbingan yang menimbulkan perasaan senang serta dapat memacu berkembangnya potensi secara optimal; g. Pendidik khusus sebagai evaluator, artinya seorang pendidik khusus berperan mengumpulkan informasi tentang kemajuan dan keberhasilan anak selama mengikuti proses bimbingan, serta sebagai langkah alternatif untuk memberikan proses bimbingan pada tingkat selanjutnya. 4. Bimbingan Agama Islam a. Pengertian Bimbingan Agama Islam Menurut Yusuf dan Norihsan, “bimbingan terjemahan dari guidance dalam bahasa Inggris yang secara harfiah berarti mengarahkan (to direct), memandu (to pilot), mengelola (to manage), menyetir (to steer)”.16 Menurut Sukardi menyatakan bahwa, “bimbingan merupakan proses pembinaan bantuan kepada seorang atau sekelompok orang secara terus 16
Syamsu Yusuf dan A. Juntika Norihsan, Landasan Bimbingan & Konseling, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009, h. 5
menerus dan sistematis oleh guru pembimbing agar individu atau sekelompok individu menjadi pribadi yang mandiri”. 17 Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik pemahaman bahwa bimbingan merupakan proses usaha sadar dalam memberikan bantuan, pembinaan, dan pengembangan daya atau potensi yang sedang mengalami masa pekanya dengan memberikan pengetahuan, mengajarkan dan membangkitkan motivasi anak dalam mencapai kedewasaan. Secara spesifik Yusuf dan Norihsan mengemukakan bahwa: Bimbingan Islam merupakan proses bantuan yang diberikan kepada individu (baik secara perorangan maupun kelompok) agar memperoleh pencerahan diri dalam memahami dan mengamalkan nilai-nilai agama (akidah, ibadah, dan akhlak mulia) melalui uswah hasanah, pembiasaan atau pelatihan dialog, dan pemberian informasi yang berlangsung sejak usia dini sampai usia tua dalam upaya mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.18 Berdasarkan pendapat di atas, dapat dipahami bahwa bimbingan agama Islam merupakan proses mengarahkan, memandu, mengelola, dan membina kecakapan dan keterampilan individu dalam memahami dan mengamalkan nilai-nilai agama Islam yang mencakup bimbingan akidah, ibadah, dan akhlak mulia agar anak dapat meyakini, memahami dan gemar mengamalkan ajaran agama Islam. Artinya, bimbingan agama Islam adalah
proses
membantu
dan
membina
anak
untuk
mencapai
perkembangan spiritualnya lebih optimal. b. Model Bimbingan Agama Islam Menurut Muchtar mengemukakan bahwa model bimbingan agama 17
Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 2000, h. 20 18 Syamsu Yusuf dan A. Juntika Norihsan, Ibid., h. 70
Islam kepada anak yang diterapkan oleh Rasulullah SAW disesuaikan dengan tingkat usia anak, yaitu sebagai berikut: 1) Bimbingan Anak Usia 0 – 7 Tahun Rasulullah menekankan cara belajar dengan bermain dan mengidentifikasi anak. Pembiasaan merupakan hal yang sangat ditekankan Rasulullah, sebab anak mendapat pengetahuan dari apa yang dilihat, dipikir, dan dikerjakannya. Jika dalam kesehariannya anak sudah terbiasa melakukan hal-hal yang baik, maka akan terpatri sampai dewasa kelak. 2) Bimbingan Anak Usia 7 – 14 Tahun Pada tahap ini Rasulullah menekankan pada pembentukan disiplin, moral dan adab. Disiplin tubuh, jiwa dan ruh. Adab mencakup ilmu dan amal sekaligus, sehingga dalam membentuk adab perlu bimbingan teori dan praktik. Salah satu contoh yang tepat adalah perintah mengerjakan shalat seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW. 3) Bimbingan Anak Usia 14 – 21 Tahun Rasulullah menandaskan pada anak usia ini bimbingan secara dialogis, misalnya diskusi atau bermusyawarah layaknya teman sebaya (shohibin). Jangan menganggap anak usia ini sebagai anak kecil yang tidak tahu apa-apa dan harus diajarkan serta dituntun terus-menerus. 4) Bimbingan Anak Usia 21 Tahun Pada tahap ini Rasulullah membimbing dengan cara bil hikmah, mauidzatul hasanah, dan wajahidatul hiya ahsanu, yaitu susunan kata yang logis dan sesuai kenyataan, menyentuh hati, serta menyampaikan dengan cara diskusi. Karena yang dihadapi adalah manusia dewasa, maka bimbingan dan pendidikan pun harus disampaikan dengan cara bijaksana. 19 Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa, menjadi seorang pendidik khusus dalam memberikan pendidikan dan bimbingan hendaknya dilakukan sesuai taraf usia dan kematangan pengetahuan anak yang dibimbingnya secara berjenjang. Hal ini dapat dilakukan dengan melaksanakan model bimbingan agama anak yang dicontohkan Rasulullah SAW dilakukan secara berjenjang sesuai dengan perkembangan usia anak
19
Heri Jauhari Muchtar, Ibid., 225-226
dan dalam
implementasi
bimbingan
dimulai dengan
permainan,
pembiasaan, bimbingan teori dan praktik, bimbingan dialogis, bimbingan dengan kebijaksanaan, bertutur kata yang baik dan logis, dan menyampaikan dengan cara-cara yang baik dan mudah dipahami anak. c. Macam-Macam Bimbingan Agama Islam Peranan pendidik khusus dalam memberikan bimbingan agama Islam merupakan proses memberikan bantuan dan pengajaran tentang nilai-nilai ajaran agama Islam yang mencakup akidah, ibadah, dan akhlak mulia agar meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengalaman anak didik tentang Agama Islam yang dilakukan secara khusus sehingga terbentuknya pribadi muslim yang beriman, intelek, dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 1) Bimbingan Akidah Memberikan bimbingan akidah kepada anak telah tersirat dalam al Qur’an surah al Baqarah ayat 132:
َ ﷲ Artinya: Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anakanaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. 20 20
Depag RI, Ibid., h. 34
Bimbingan keagamaan pada aspek akidah dimaksudkan untuk menanamkan keimanan kepada jiwa anak dengan meyakini apa yang seharusnya diyakini yang terangkum dalam Rukun Iman. Sebagaimana yang dikemukakan an Nahlawi bahwa: Akidah adalah konsep-konsep yang diimani manusia sehingga seluruh perbuatan dan perilakunya bersumber pada konsepsi tersebut. Akidah Islam dijabarkan melalui rukun-rukun iman, dan juga menjauhkan diri dari perbuatan syirik. Akidah Islam dikaitkan pada iman kepada Allah, rasul, kitab-kitab, malaikat, hari akhir dan pada takdir Allah.21 Menurut al Ghazali yang dikutip oleh Tafsir dkk mengemukakan bahwa, pembinaan akidah pada anak dapat dilakukan dengan cara: Langkah pertama yang bisa diberikan kepada anak dalam menanamkan akidah/keimanan adalah dengan memberi hafalan. Sebab proses pemahaman harus diawali dengan hafalan terlebih dahulu. Ketika menghafal akan sesuatu kemudian memahaminya, akan tumbuh dalam dirinya sebuah keyakinan dan akhirnya anak akan membenarkan apa yang telah dia yakini sebelumnya. 22 Menurut Muhammad Nur Hafidz yang dikutip oleh Tafsir dkk, merumuskan pola dasar dalam memberikan bimbingan dan pembinaan akidah/keimanan pada anak, yakni sebagai berikut: a) b) c) d)
Senantiasa membiasakan kalimat tauhid pada anak; Menanamkan kecintaan kepada Allah dan Rasulullah; Mengajarkan al Qur’an; dan Menanamkan nilai-nilai pengorbanan dan perjuangannya. 23
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dipahami bahwa dalam 21 Abdurrahman an Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani, 2004, h. 84 22 Ahmad Tafsir dkk., Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Mimbar Pustaka, 2004, h. 114 23
Ibid., h. 115
memberikan bimbingan akidah kepada anak, seorang pendidik khusus berperan memberikan bantuan, pengajaran dan pembinaan akidah anak dengan
mengajarkan
pokok-pokok
ajaran
Rukun
Iman
dan
menghubungkan antara akidah yang telah mereka pelajari dan yang sedang dipelajari dengan kejadian-kejadian yang berkembang, sehingga amalan dan ibadah yang dilakukan selaras dengan akidah Islam. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melatih anak untuk membiasakan mengucap kalimat tauhid, menanamkan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya, mengajarkan al Qur’an, menghafal ayat-ayat al Qur’an, dan memberikan pemahaman tentang isi kandungannya. 2) Bimbingan Ibadah Bimbingan ibadah merupakan bimbingan yang dilakukan agar anak mampu dan gemar melakukan ibadah dengan baik dan benar, karena pada dasarnya penciptaan manusia adalah untuk beribadah semata-mata kepada Allah SWT. Sebagaimana diisyaratkan dalam al Qur’an surah adz Dzaariyat ayat 56:
Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi/beribadah kepada-Ku.24 Menurut Syarifuddin menyatakan bahwa, “ibadah itu dilakukan dengan penuh rasa ketaatan terhadap Allah SWT mengharapkan
24
Depag RI, Ibid., h. 862
keridhaan dan perlindungan dari Allah dan sebagai penyampaian rasa syukur atas segala nikmat hidup yang diterima dari Allah”. 25 Menurut Muchtar, peranan seorang pendidik dalam memberikan bimbingan ibadah sangat erat kaitannya dengan perkembangan intelegensi anak yang dapat diwujudkan dalam bentuk: a) Mengajari shalat; b) Mengajari berdo’a; c) Mengajari bacaan al Qur;an; d) Mengajari tata cara berhaji; e) Mengajari menyikapi keyakinan sesat (besikap tegas); f) Mengajari menyikapi tradisi non Islam (tegas); g) Melatih berpikir yang berguna; h) Mengajari mengatasi keraguan; i) Menguji daya ingat; j) Mengajari memakai sesuatu dengan benar; k) Mengajari memilih makanan yang halal lagi thaiyib; l) Mengajari hitungan bulan; m) Menjelaskan proses kejadian manusia (sesuai umurnya); n) Melukiskan/menjelaskan keadaan surga; o) Menjelaskan perbandingan mukmin dan kafir; p) Mengajari menilai baik-buruk seseorang; q) Mengajari memutuskan perkara (dengan adil dan bijaksana); r) Mengajari kepemimpinan.26 Hakikat ibadah adalah perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah SWT dengan mengerjakan ibadah yang didasari ketaatan mengerjakan perintahnya dan menjauhi larangannya serta sebagai sarana menyucikan jiwa dan menuju ketentraman jiwa. Bimbingan ibadah yang pertama kali dilakukan adalah dengan mengajarkan ibadah shalat kemudian dilanjutkan dengan ibadah-ibadah yang lain. Allah SWT berfirman dalam al Qur’an surah Luqman ayat 17: 25 26
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: Prenada Media, 2003, h. 17 Heri Jauhari Muchtar, Ibid., h. 229-230
Artinya: Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).27 Rasulullah SAW bersabda yang diriwayatkan oleh Abu Dawud:
(ﻼَم ُ ﳝَ ِ ﻴـ ْ ﻨَﻪ ُ ﻣِ ﻦ ْ ﴰ ِ َ ﺎﻟِﻪِ ﻓَﻤ ُ ﺮﱡﻩ ُ ﺑِﺎﻟﺼﱠﻼَةِ )رواﻩ آﺑﻮداود Artinya: Apabila anak telah mengenal tangan kanannya dengan tangan kirinya, maka suruhlah dia mengerjakan shalat. (HR. Abu Dawud). Menurut Muchtar, peran seorang pendidik/pembimbing dalam mengajarkan ibadah shalat kepada anak bisa dilakukan dengan cara: a) b) c) d) e) f)
Mengajak anak shalat bersama-sama; Mengajarkan bacaan dan tata cara shalat yang benar; Mengecek dan memantau bacaan serta tata cara shalat anak; Mengingatkan anak untuk senantiasa mendirikan shalat; Membiasakan mereka untuk melaksanakan shalat berjamaah; Selain shalat anak juga harus diajarkan, dilatih dan dibiasakan melaksanakan ibadah-ibadah lain dalam Islam, misalnya puasa, zakat, dzikir, do’a, tata cara ibadah haji, dan sebagainya. 28
Selain mengajarkan ibadah shalat kepada anak, hendaknya diimbangi dengan mengajarkan al Qur’an sebagai bacaan pertama dan utama anak, sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Imam Bukhari: 27 28
Depag RI, Ibid., h. 655 Heri Jauhari Muchtar, Ibid., h. 93
~ (ﻠﱠﻢ َو َ ﻋَ ﻠﱠﻤ َ ﻪ ُ )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى َْﻘُﺮـَﻌَْ أن ﺧَ ﻴـ ْ ﺮ ُﻛُﻢ اْﻟ ﺗ Artinya: Orang yang terbaik di antara kalian ialah orang yang mempelajari al Qur’an dan mengajarkannya. (HR. Bukhari). Menurut
Muchtar,
upaya
pendidik/pembimbing
dalam
mengajarkan al Qur’an kepada anak adalah sebagai berikut: a) Mengenalkan huruf-huruf dan tata cara membaca al Qur’an dengan baik serta benar; b) Mengajarkan tata cara menulis huruf dan bacaan al Qur’an; c) Menyuruh anak membaca dan menghafalkan bacaan ayat-ayat al Qur’an; d) Mengecek mengenai benar tidaknya anak-anak dalam membaca serta menulis ayat al Qur’an; e) Membiasakan seluruh anggota keluarga untuk membaca al Qur’an secara berjamaah setiap selesai shalat Maghrib sampai Isya, kemudian diberi penjelasan mengenai makna atau tafsir dari ayat-ayat yang baru selesai dibaca; f) Melatih dan membiasakan untuk mengamalkan isi al Qur’an secara bertahap dan sesuai dengan kemampuan masingmasing.29 Peranan pendidik khusus dalam memberikan bimbingan ibadah kepada anak dimaksudkan agar anak mampu beribadah dengan baik dan benar serta gemar mengamalkannya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengajarkan bacaan dan latihan tata cara ibadah shalat, mengajarkan al Qur’an, dzikir, do’a-do’a, puasa, tata cara berhaji, dan sebagainya yang bernilai ibadah semata-mata kepada Allah SWT. 3) Bimbingan Akhlak Allah SWT berfirman dalam al Qur’an surah Luqman ayat 18-19:
29
Ibid., h. 90
Artinya: Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.30 Rasulullah SAW bersabda yang diriwayatkan Ibnu Majah: ا
ْ ﻻَدَﻛُﻢ ْﺔً إِ ﻟَﻴ ْ ﻜُﻢ َ ﺮِﻣ ُ ﻮ ْ اأَو ْ ﻻَدَﻛُﻢ ْ و َ أَح ْ ◌ ْ ﺳ َدَﻨ اﺑــُﻮَ ْﻬ اُأ ﻢنﱠْ أَوﻓَ ْﺈِﻫَ ﺪِ ﻳ Artinya: Muliakanlah anak-anak kalian dan didiklah akhlak mereka, karena sesungguhnya anak-anak kalian itu merupakan hadiah bagi kalian. (HR. Ibnu Majah) Menurut Muhammad Thalib yang dikutip Muchtar menyebutkan berbagai praktik Rasulullah SAW dalam mendidik/membimbing akhlak anak adalah dengan cara sebagai berikut: a) b) c) d) e) f) g) h) i) j) k) l)
Mengajarkan etika makan; Menjauhi yang haram; Melarang meniru pakaian nonmuslim; Mengajarkan etika memangkas rambut; Mendidik menjaga amanah; Menanamkan kejujuran; Mendidik menjaga rahasia; Melatih memikul tanggung jawab; Membiasakan mengucap salam; Mendidik berlaku baik terhadap pelayan/pembantu; Mendidik menghormati saudara yang lebih tua; Mendidik mengetahui hak dan mengajarkan menghormati hak orang lain; m) Mendidik berlaku adil; 30
Depag RI, Ibid., h. 655
n) o) p) q)
Mendidik berlaku santun kepada orang lain; Mengajarkan tenggang rasa kepada orang lain; Mendidik menghormati tetangga; Menyuruh meringankan kesulitan orang lain. 31
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat dipahami bahwa bimbingan akhlak dimaksudkan agar anak memiliki akhlak mulia yang dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari. Tekanan utama peranan pendidik khusus dalam memberikan bimbingan akhlak adalah mengajarkan, mengarahkan dan memotivasi anak didik untuk berperilaku yang baik, yakni dengan melatih dan membiasakan anak untuk gemar melakukan hal-hal baik, seperti menghormati kedua orang tua dan orang lain, mengajarkan etika dan kesopanan, yang dimanifestasikan dalam perilaku sehari-hari. 5. Karakteristik Perkembangan Agama Anak a. Periodesasi Perkembangan Anak Menurut Elizabet yang dikutip oleh Hamdanah merumuskan periodesasi perkembangan anak yaitu sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11)
31 32
Masa prenatal, saat terjadinya konsepsi sampai lahir; Masa neonates, mulai lahir sampai minggu kedua; Masa bayi, akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua; Masa kanak-kanak awal, umur 2 tahun sampai 6 tahun; Masa kanak-kanak akhir, umur 6 tahun sampai 10/11 tahun; Masa pubertas/preadolescence, umur 10/11 sampai 13/14; Masa remaja awal, umum 13/14 tahun sampai 17 tahun; Masa remaja akhir, umur 17 tahun sampai 21 tahun; Masa dewasa awal, umur 21 sampai 40 tahun; Masa setengah baya, umur 40 sampai 60 tahun; Masa tua, umur 60 tahun sampai meninggal dunia.32
Heri Jauhari Muchtar, Ibid., h. 228-229 Hamdanah, Psikologi Perkembangan, Malang: Setara Press, 2009, h. 63
Menurut Papalia dan Old yang dikutip oleh Hawadi, membagi masa anak-anak dalam 5 (lima) lima tahap, yaitu sebagai berikut: 1) Masa prenatal, yaitu diawali dari masa konsepsi sampai masa lahir; 2) Masa bayi dan tatih, yaitu saat usia 18 bulan pertama kehidupan merupakan masa bayi, diatas usia 18 bulan sampai dengan 3 tahun merupakan masa tatih. Saat tatih inilah, anak-anak menuju pada penguasaan bahasa dan motorik serta kemandirian; 3) Masa kanak-kanak pertama, yaitu rentang usia 3-6 tahun, masa ini dikenal juga dengan masa prasekolah; 4) Masa kanak-kanak kedua, yaitu usia 6-12 tahun, dikenal pula dengan masa sekolah. Anak-anak telah mampu menerima pendidikan formal dan menyerap berbagai hal yang ada dilingkungannya; 5) Masa remaja, yaitu rentang usia 12-18 tahun. Masa ini anak mencari identitas dirinya dan banyak menghabiskan waktunya pada teman sebayanya serta berupaya lepas dari kungkungan orang tua.33 Berdasarkan pemaparan teori tentang ciri dan perkembangan anak tersebut dapat dipahami bahwa yang termasuk dalam masa kanak-kanak adalah sejak lahir sampai usia 5 tahun, masa anak-anak yaitu usia 6-12 tahun, dan masa remaja atau pubertas adalah anak yang berusia 13-21 tahun yakni masa transisi ke masa dewasa. Adapun batasan usia yang dimaksud dalam kategori anak dalam penelitian ini, penulis batasi pada usia anak sekolah dasar yaitu rentang usia 6-12 tahun. b. Perkembangan Agama Anak Menurut Ernest Harms yang dikutip oleh Jalaludin mengemukakan bahwa, perkembangan agama pada anak itu melalui beberapa fase atau tingkatan, yaitu sebagai berikut:
33
Reni Akbar Hawadi, Psikologi Perkembangan Anak; Mengenal Sifat, Bakat, dan Kemampuan Anak, Jakarta: Grasindo, 2001, h. 3-4
1) The Fairy Tale Stage (Tingkat dongeng) Pada tingkatan ini dimulai pada anak yang berusia 3-6 tahun. Pada anak dalam tingkatan ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Pada tingkatan ini anak menghayati konsep ketuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya. Kehidupan pada masa ini masih banyak dipengaruhi kehidupan fantasi hingga dalam menanggapi agama pun anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng-dongeng yang kurang masuk akal. 2) The Realistic Stage (Tingkat kenyataan) Tingkat ini dimulai sejak anak masuk SD hingga masa usia (masa usia) adolesense. Pada masa ini ide ketuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan pada kenyataan (realis). Konsep ini timbul melalui lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa lainnya. Pada masa ini ide keagamaan anak didasarkan atas dorongan emosional, sehingga mereka dapat melahirkan konsep Tuhan yang formalis. 3) The Individual Stage (Tingkat Individu) Anak pada masa ini memiliki tingkat kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka. Ada beberapa alasan mengenalkan nilai-nilai agama kepada anak usia dini, yaitu anak mempunyai minat, semua perilaku akan membentuk suatu pola perilaku, mengasah potensi positif diri, sebagai individu, makhluk sosial dan hamba Allah. Agar minat anak tumbuh subur, harus dilatih dengan cara yang menyenangkan agar anak tidak merasa terpaksa dalam melakukan kegiatan. 34 Memahami konsep keagamaan pada anak-anak berarti memahami pula sifat agama pada anak-anak. Menurut Mansur, sifat agama pada diri anak adalah sebagai berikut: 1) Tidak mendalam, artinya mereka mempunyai anggapan atau menerima terhadap ajaran agama dengan tanpa kritik. Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam sehingga cukup sekedarnya saja dan mereka sudah merasa puas dengan keterangan yang kadang-kadang tidak masuk akal; 2) Egosentris, artinya anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun pertama usia perkembangannya dan akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalaman. Semakin 34
Jalaludin, Psikologi Agama, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003, h. 66-67
3)
4)
5)
6)
bertumbuh semakin meningkat pula egoisnya. Sehubungan dengan itu, maka dalam masalah keagamaan anak telah menonjolkan kepentingan dirinya dan telah menuntut konsep keagamaan yang mereka pandang dari kesenangan pribadinya; Anthopomorphis, artinya konsep ketuhanan pada diri anak menggambarkan aspek-aspek kemanusiaan. Melalui konsep yang terbentuk dalam pikiran, mereka menganggap bahwa keadaan Tuhan sama dengan manusia; Verbalis dan ritualis, artinya latihan-latihan bersifat verbal (ucapan) dan upacara keagamaan ritualis (praktik) merupakan hal yang berarti dan merupakan salah satu ciri dari tingkat perkembangan agama pada anak-anak; Imiatif, artinya tindak keagamaan yang dilakukan oleh anakanak pada dasarnya diperoleh dari meniru. Berdoa dan shalat, misalnya, mereka laksanakan karena hasil melihat realitas dari lingkungan, baik berupa pembiasaan ataupun pengajaran yang intensif. Dalam segala hal anak merupakan peniru yang ulung, dan sifat peniru ini merupakan modal yang positif dalam pendidikan keagamaan pada anak; Rasa heran, artinya rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan yang terakhir pada anak. Rasa kagum yang ada pada anak sangat berbeda dengan rasa kagum pada orang dewasa. Rasa kagum pada anak-anak ini belum bersifat kritis dan kreatif, sehingga mereka hanya kagum terhadap keindahan lahiriah saja. Hal ini merupakan langkah pertama dari pernyataan kebutuhan anak akan dorongan untuk mengenal suatu pengalaman yang baru (new experience).35
Berdasarkan pemaparan tentang perkembangan agama pada anak tersebut, maka dapat dipahami bahwa pada dasarnya perkembangan agama pada anak sesuai perkembangan usia anak, pada awalnya hanya sebatas fantasi atau dongeng, kemudian berkembang menjadi suatu kenyataan dan memiliki kepekaan emosi. Dengan kata lain, perkembangan agama anak pada masa awal masih bersifat fantasi, menerima dan banyak bertanya, kemudian berkembang memiliki penghayatan dan latihan rohani yang belum mendalam dan menirunya, serta mulai timbul rasa kagum tetapi 35
h. 55
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007,
belum mampu berpikir kritis dan kreatif sehingga anak terdorong untuk mengenal suatu pengalaman yang baru tentang agamanya. 6. Lingkungan Keluarga Pedagang Muslim Menurut Sudiyono, menyatakan bahwa. “lingkungan keluarga adalah ikatan laki-laki dengan wanita berdasarkan hukum atau undang-undang perkawinan yang sah. Di dalam keluarga ini lahirlah anak-anak. Di sinilah terjadi interaksi pendidikan”.36 Adapun pengertian pedagang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa, “pedagang diartikan sebagai orang yang mencari nafkah dengan berdagang”. 37 Sedangkan pengertian muslim dinyatakan, “muslim diartikan penganut agama Islam”. 38 Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dipahami bahwa lingkungan keluarga pedagang muslim adalah unit terkecil dari masyarakat yang terbentuk melalui ikatan perkawinan sah menurut agama dan undang-undang perkawinan yang terdiri dari orang tua dan anak-anaknya yang meyakini Islam sebagai agama dan pedoman hidupnya, serta untuk memenuhi kebutuhan hidup bekerja dengan berdagang atau niaga. Dengan kata lain, lingkungan keluarga pedagang muslim adalah keluarga yang beragama Islam dan berprofesi sebagai pedagang. C. Kerangka Pikir dan Pertanyaan Penelitian 1. Kerangka Pikir
36 37
38
H. M. Sudiyono, Ibid., h. 301 Ibid., 180 Ibid., h. 603
Anak merupakan amanah dari Allah SWT, maka setiap orang tua berkewajiban untuk mendidik dan membimbing fitrah agama anak-anaknya, karena keluarga merupakan wadah pendidikan yang paling utama dan pertama bagi anak. Oleh karena itu, sesibuk apapun orang tua tetap berkewajiban
untuk
bertanggung
jawab
dan
harus
memperhatikan
perkembangan potensi dan agama anaknya, baik secara langsung memberikan bimbingan kepada anak, maupun melalui bantuan seorang pendidik khusus yang diberi wewenang untuk mendidik dan membimbing agama anaknya. Peranan pendidik khusus dalam memberikan bimbingan agama Islam merupakan keterlibatan aktif seseorang yang diberikan mandat dan tanggung jawab oleh orang tua untuk membantu, mengenalkan, mendorong, dan membina perkembangan agama Islam anak dengan melakukan serangkaian kegiatan bimbingan akidah, bimbingan ibadah dan bimbingan akhlak mulia yang dilakukan secara pribadi atau khusus agar anak dapat meyakini, memahami dan gemar mengamalkan ajaran agama Islam. Berdasarkan pemaparan kerangka
pikir
di atas,
maka
dapat
digambarkan dengan skema berikut ini:
Pendidik Khusus
Bimbingan Agama Islam
Peranan dalam Membimbing
Cara Melaksanakan Bimbingan
2. Pertanyaan Penelitian Adapun yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Peranan pendidik khusus dalam memberikan bimbingan agama Islam kepada anak pedagang muslim yang ada di Kecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya. 1) Bagaimana pemahaman pendidik khusus tentang peranannya sebagai pendidik khusus dalam memberikan bimbingan agama Islam? 2) Apakah pendidik khusus berperan sebagai sumber belajar? 3) Apakah pendidik khusus berperan sebagai fasilitator? 4) Apakah pendidik khusus berperan sebagai pengelola? 5) Apakah pendidik khusus berperan sebagai demonstrator? 6) Apakah pendidik khusus berperan sebagai pembimbing? 7) Apakah pendidik khusus berperan sebagai motivator? 8) Apakah pendidik khusus berperan sebagai evaluator? b. Cara pendidik khusus melaksanakan bimbingan agama Islam pada anak pedagang muslim yang ada di Kecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya. 1) Bimbingan agama Islam apa saja yang dilaksanakan pendidik khusus? 2) Bagaimana cara pendidik khusus melaksanakan bimbingan agama Islam?
3) Materi bimbingan agama Islam apa saja yang diberikan pendidik khusus? 4) Apakah pendidik khusus memberikan bimbingan akidah? 5) Bagaimana teknis pelaksanaan bimbingan akidah? 6) Apakah pendidik khusus memberikan bimbingan ibadah? 7) Bagaimana teknis pelaksanaan bimbingan ibadah? 8) Apakah pendidik khusus memberikan bimbingan akhlak? 9) Bagaimana teknis pelaksanaan bimbingan akhlak?