BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kulit Kulit adalah organ terbesar dalam tubuh, yang mencakup 10% dari total massa tubuh (Walters, 2007). Luas permukaan kulit orang dewasa adalah sekitar 1,6 m2. Ketebalan kulit bervariasi dengan usia, jenis kelamin dan lokasi. Umumnya, kulit pria lebih tebal daripada wanita. Namun, wanita memiliki lapisan lemak subkutan yang lebih tebal (Mitsui, 1997). Kulit wajah adalah yang paling tipis, terutama pada bagian mata (Draelos dan Thaman, 2006). 2.1.1 Fungsi kulit Kulit
mempunyai
banyak
fungsi
esensial
yang
penting
bagi
keberlangsungan hidup manusia, yaitu: 1. Sebagai pelindung. Pentingnya fungsi pelindung ini diilustrasikan dalam suatu konteks properti penghalang (barrier). Hal ini memungkinkan kelangsungan hidup manusia dalam suhu
dan kelembaban yang bervariasi, dan adanya
bahaya dari lingkungan seperti zat-zat kimia, bakteri, alergen, jamur atau radiasi. 2. Mempertahankan homeostasis. Kulit adalah organ utama untuk menjaga kondisi homeostasis tubuh, terutama dalam hal regulasi panas, tekanan darah dan eksresi. 3. Organ sensori utama terhadap kondisi lingkungan, seperti panas, tekanan dan rasa sakit (Walters, 2007). 2.1.2 Anatomi dan fisiologi kulit Kulit tersusun dari tiga lapisan yaitu:
5
Universitas Sumatera Utara
a. Epidermis, terbentuk pada lapisan terluar kulit. b. Dermis, terbentuk di bawah epidermis dan lebih tebal dibanding epidermis. c. Jaringan subkutan, terdapat di bawah dermis dan terdiri dari sel lemak (Shai, et al., 2009).
Gambar 2.1 Struktur kulit (Shai, et al., 2009). 2.1.2.1 Epidermis Epidermis merupakan lapisan terluar kulit yang berfungsi sebagai lapisan pelindung dari pengaruh eksternal. Epidermis tersusun atas lima lapisan (Baki dan Alexander, 2015) yaitu: 1. Stratum korneum Stratum kornerum atau lebih dikenal sebagai lapisan tanduk tersusun atas sel kulit mati yang secara terus menerus terlepas dan digantikan dengan sel baru. Lapisan ini lebih tebal dibandingkan lapisan lain, terdiri dari 15-30 lapisan kulit mati.
6
Universitas Sumatera Utara
2. Stratum lusidum Merupakan lapisan transparan yang terdiri dari 3-5 baris sel-sel kulit mati datar yang kompak. 3. Stratum granulosum Merupakan lapisan granular, terdiri dari 3-5 lapisan keratinosit yang mulai mati. 4. Stratum spinosum Lapisan sel prickle (duri), terdiri dari 8-10 baris sel. Lapisan ini bertanggung jawab pada sintesis lipid dan protein. 5. Stratum basal (germinativum) Lapisan sel basal, terbuat dari satu lapisan sel. Pada lapisan ini sel terbagi secara terus menerus untuk membentuk keratinosit baru. Melanosit, sel langerhans dan sel merkel juga terdapat pada lapisan ini . 2.1.2.2 Dermis Dermis merupakan komponen penting pada tubuh, tidak hanya sebagai penyedia nutrisi, imunitas, dan bantuan lain untuk epidermis melalui lapis papiler tipis pada epidermis tetapi juga berperan pada pengaturan suhu, tekanan, dan rasa sakit. Dermis memiliki ketebalan 0,1-0,5 cm dan mempengaruhi elastisitas kulit (Walters, 2007). Dermis terbentuk dari sel-sel, serat, dan zat dasar (ground substance). Sel-sel yang paling banyak adalah fibroblas. Sel ini merupakan tempat produksi komponen dermal lainnya yaitu serat-serat dermis dan zat dasar (Tabor dan Blair, 2009). Serat yang diproduksi oleh fibroblas ada beberapa tipe sesuai dengan fungsi mereka (Tabor dan Blair, 2009):
7
Universitas Sumatera Utara
a. Serat kolagen Merupakan serat yang paling banyak dan tersusun dari asam amino tertentu seperti prolin, hidroksiprolin, dan glisin yang membentuk struktur berserat. Fungsi serat kolagen adalah menunjang struktur internal kulit. b. Serat elastis Komponen utama serat elastis adalah protein yang disebut elastin. Fungsi serat ini adalah untuk memberikan elastisitas kulit untuk semua gerakan tubuh. Kerusakan dari serat ini adalah penyebab utama dari stretch mark. c. Zat dasar (ground substrance) Terbentuk dari zat-zat seperti asam mukopolisakarida (glikosaminoglikan, secara kimia diklasifikasikan sebagai gula kompleks), asam hialuronat, dan kondroitin sulfat. Glikosaminoglikan dan protein spesifik lainnya membentuk agregat molecular besar yang disebut proteoglikan. Karakteristiknya adalah kemampuan untuk mengikat molekul air, sehingga membentuk gel amorf yang berfungsi agar nutrisi dan oksigen masuk ke jaringan dan melindungi struktur dermal. 2.1.2.3 Jaringan subkutan Lapisan terdalam kulit adalah jaringan subkutan atau sering juga disebut jaringan hipodermis. Lapisan ini merupakan jaringan sel-sel lemak yang terhubung dengan dermis melalui serat kolagen dan elastin. Selain sel lemak, sel utama lain yang terdapat pada hipodermis adalah fibroblas dan makrofag (Walters, 2007). Fungsi jaringan subkutan adalah sebagai lapisan pelindung organ vital dari trauma dan pelindung dari suhu dingin. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai cadangan energi dan membentuk struktur tubuh (Baki dan Alexander, 2015).
8
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Jenis-jenis kulit Menurut Baki dan Alexander (2015), jenis kulit dapat diklasifikasikan sesuai dengan kelembaban dan kandungan lipid: 1.
Kulit normal Secara umum digambarkan dengan kulit yang tidak terlalu berminyak dan tidak terlalu kering. Pada tingkat kosmetologi, kulit normal seimbang secara struktural dan fungsional dan memiliki pori yang kecil, halus, dan suplai darah yang bagus.
2.
Kulit kering Jenis kulit memiliki karakteristik bersisik, kasar, dan kusam yang dapat menyebabkan kulit tegang dan gatal. Kulit kering sering mengarah pada penuaan dini dan lebih banyak keriput. Pengaruh lingkungan seperti kelembaban rendah, cuaca dingin, dan sinar matahari serta kontak dengan air, surfaktan, dan pelarut secara terus menerus dapat membuat kulit kering.
3.
Kulit berminyak Jenis kulit ini memiliki ciri-ciri pori besar, kulit kilat karena aktivitas berlebih dari kelenjar sebaseus. Kulit berminyak banyak dijumpai pada kening, hidung, dan dagu. Banyak faktor penyebab kulit berminyak seperti warisan genetik, perubahan hormon, makanan, stress, dan penyebab eksternal (seperti kosmetik, kimia, sinar UV). Individu yang memiliki jenis kulit ini sering mengalami jerawat dan ketombe.
4.
Kulit kombinasi Merupakan kombinasi dari kulit normal dan berminyak atau kulit berminyak dan kering. Jenis kulit ini biasanya berminyak pada kening, hidung, dan dagu sedangkan pada daerah lain seperti pipi dan garis rambut normal atau kering.
9
Universitas Sumatera Utara
2.2 Penuaan Dini Aging adalah proses yang dialami oleh tubuh dimana fungsi bagianbagian tubuh semakin berkurang (Waluyo dan Putra, 2010). Selama proses penuaan, kulit menjadi lebih tipis, berkeriput, dan kendur disertai rambut beruban (Dayan, 2008). Proses penuaan merupakan proses fisiologi yang tak terhindarkan yang pasti dialami oleh setiap manusia. Proses ini bersifat ireversibel yang meliputi seluruh organ tubuh termasuk kulit (Putro, 1997). Penuaan dini adalah proses penuaan kulit yang lebih cepat dari waktunya. Bisa terjadi saat umur kita memasuki usia 20-30 tahun. Penuaan dini dapat terjadi kapan saja. Pada usia muda, regenerasi kulit terjadi setiap 28-30 hari. Regenerasi semakin melambat seiring dengan bertambahnya usia. Memasuki usia 50 tahun, regenerasi kulit terjadi setiap 37 hari (Noormindhawati, 2013). Tipe kulit yang cenderung mengalami penuaan dini yaitu kulit kering yang secara alami lebih sedikit memproduksi sebum dan kulit sensitif karena kulit sangat tipis sehingga mudah terbentuk keriput. Walaupun kulit berminyak tampaknya tidak diinginkan ketika seseorang masih muda, kulit berminyak dapat menjadi berkat seiring dengan bertambahnya usia karena tipe kulit berminyak lebih lambat mengalami penuaan dibanding jenis kulit lainnya. Penyebab utama yang menyebabkan penuaan dini adalah aktivitas, makanan, dan gaya hidup (Beale dan Jensen, 2004). 2.2.1 Penyebab penuaan dini Banyak faktor yang ikut berpengaruh dalam proses penuaan dini, baik faktor intrinsik (dari dalam tubuh sendiri) maupun faktor ekstrinsik (lingkungan). Beberapa faktor tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: a. Faktor intrinsik (intrinsic aging)
10
Universitas Sumatera Utara
Penuaan yang terjadi secara alami. Penuaan intrinsik terjadi secara lambat, terus menerus dan degradasi jaringan yang ireversibel. Tidak banyak yang dapat dilakukan untuk mencegah penuaan secara intrinsik. Ada berbagai faktor internal yang berpengaruh pada proses penuaan kulit, yaitu umur, ras, genetik, hormonal dan faktor lainnya b. Faktor ekstrinsik (extrinsic aging) Lingkungan hidup manusia yang tidak nyaman bagi kulit dapat berupa suhu, kelembaban, polusi, dan terutama sinar UV. Sinar matahari adalah faktor lingkungan terbesar yang dapat mempercepat proses penuaan dini karena dapat merusak serabut kolagen kulit dan matriks dermis sehingga kulit menjadi tidak elastis, kering, dan keriput atau sering disebut dengan photoaging. Kontak dengan bahan kimia tertentu dalam waktu yang cukup lama dapat mempercepat penuaan kulit, seperti pemakaian detergen dan pembersih yang mengandung alkohol berlebihan akan menghilangkan lemak permukaan kulit sehingga menyebabkan kekeringan kulit. Beberapa gaya hidup juga memicu terbentuknya kerutan pada wajah, di antaranya adalah konsumsi alkohol yang berlebihan menyebabkan kulit terdehidrasi sehingga mempermudah munculnya kerutan. Posisi tidur yang salah juga berperan dalam terbentuknya kerutan. Kerutan di area pipi dan dagu pada umumnya muncul akibat posisi tidur yang menyamping sedangkan posisi tidur telungkup dapat menyebabkan terbentuknya kerutan di area dahi. Banyaknya frekuensi kedipan mata serta kebiasaan menyipitkan mata menyebabkan otot-otot di sekitar alis dan dahi bekerja lebih keras sehingga memperparah kerutan di area dahi (Putro, 1997; Wasitaatmadja, 1997; Setiabudi, 2014)
11
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Tanda-tanda penuaan dini Tanda-tanda penuaan secara intrinsik berbeda dengan penuaan secara ektrinsik. Secara klinis, kulit yang mengalami penuaan secara intrinsik terlihat halus, tipis, pucat, dan berkeriput halus. Secara histologi, penuaan intrinsik ditunjukkan dengan perubahan fungsi jaringan seperti penipisan dermis, degenerasi jaringan elastin, dan kehilangan hidrasi (Baki dan Alexander, 2015). Hal-hal yang terjadi pada penuaan intrinsik menurut Shai, et al., (2009) yaitu: degenerasi serat elastin, degenerasi serat kolagen, penipisan kulit, penurunan kelembaban kulit, perubahan pigmentasi pembesaran kelenjar sebaseus. Tabel 2.1 Perubahan internal pada kulit akibat photoaging dan intrinsic aging (Mitsui, 1997). Bagian kulit
Akibat photoaging
Akibat intrinsic aging
Lapisan epidermis Tebal
Tipis
Sel-sel keratinosit
• •
Stratum korneum
• • • • •
Sel-sel tidak seragam Sel-selterdistribusi tidak merata Pembesaran mendadak Peningkatan lapisan sel Ukuran dan bentuk korneosit bervariasi
• • •
Sel-sel seragam Sel-sel terdistribusi secara merata Pembesaran berkala Penurunan lapisan sel Ukuran dan bentuk korneosit seragam
Melanosit
• •
Sel-sel bervariasi • Peningkatan produksi • melanosom
Sel-sel seragam Penurunan produksi melanosom
Sel-sel Langerhans
•
Pengurangan sel dalam • jumlah yang besar
•
Sel-sel bervariasi
•
Pengurangan dalam jumlah kecil Sel-sel seragam
Serat kolagen dan jaringan ikat menurun jumlahnya Meningkat dan hiperaktif Meningkat Berperan
•
Kolagen dan • Jaringan ikat Fibroblas • Sel mast • Sel inflamasi •
• • •
sel yang
Serat kolagen kendur, jaringan ikat menebal Menurunberkala Menurun Tidak berperan
Perbedaan anatomi penuaan intrinsik dan penuaan ekstrinsik dapat dilihat pada Tabel 2.1. Dibandingkan dengan penuaan intrinsik, kulit yang mengalami
12
Universitas Sumatera Utara
penuaan secara ekstrinsik lebih terlihat pada perubahan morfologi dan fisiologi. Secara klinis, kulit yang mengalami penuaan ekstrinsik terlihat berkeriput, hiperpigmentasi, warna kulit pucat, tekstur kasar, dan pelebaran pembuluh darah yang terlihat di bawah kulit. Secara umum, pada penuaan intrinsik terjadi penurunan fungsi kulit dan perubahan atrofi kulit seperti penipisan kulit sedangkan pada penuaan ekstrinsik kulit mengalami penebalan dan terjadi penumpukan serat elastin yang telah terdegradasi (Baki dan Alexander, 2015).
2.3 Anti-aging Produk-produk yang populer digunakan untuk menghambat proses penuaan dini adalah produk anti-aging. Sediaan anti-aging atau anti penuaan adalah sediaan yang berfungsi menghambat proses kerusakan pada kulit (degeneratif), sehingga mampu menghambat timbulnya tanda-tanda penuaan pada kulit (Muliyawan dan Suriana, 2013). Menurut Noormindhawati (2013) dan Djuanda (2004), ada dua jenis perawatan kulit untuk mencegah penuaan dini yaitu: a. Perawatan medis 1. Microdermabrasion Merupakan prosedur eksfoliasi pada wajah menggunakan kristal mikro untuk mengangkat sel kulit mati dan merangsang produksi sel kulit baru. Efek samping dalam jangka pendek yaitu kemerahan pada kulit dan kulit menjadi lebih sensitif. 2. Chemical Peeling Merupakan tindakan pengelupasan kulit dengan menggunakan bahan kimia berbentuk cairan seperti asam alfa hidroksi (AHA) dan asam tri-chloro-
13
Universitas Sumatera Utara
acetate (TCA). Kekurangannya yaitu harus dilakukan oleh dokter yang berpengalaman dan terkadang timbul rasa nyeri saat dikerjakan. 3. Botox Merupakan penyuntikan dengan menggunakan Botolinum Toxin untuk meremajakan wajah secara cepat (instant rejuvenation). Efek samping jangka pendek yaitu: menimbulkan kebiruan pada area yang disuntik, kelopak mata turun sebelah, dan alis asimetris. b. Perawatan secara alami 1. Perawatan dari dalam dengan meminum jamu atau ramuan tradisional. 2. Perawatan dari luar a. Facial Merupakan perawatan kulit yang mencakup pembersihan wajah, eksfoliasi, steam, masker, dan moisturizing. Manfaat facial yaitu menjaga kulit agar tetap awet muda, mencegah kerutan pada wajah, melembutkan kulit, dan sebagainya. b. Body scrubbing Diaplikasikan ke seluruh tubuh dan memberikan manfaat mengangkat sel kulit mati, mengatasi kulit kusam, dan menghilangkan selulit.
2.4 Vitamin E Vitamin E ditemukan pada tahun 1922, oleh Evans dan Bishop, dengan istilah tokoferol (dari bahasa Yunani, tocos berarti kelahiran anak dan phero berarti mengasuh). Vitamin E adalah nama umum untuk semua metil-tokol, jadi istilah tokoferol bukan sinonim dari vitamin E, namun pada praktek sehari-hari, kedua istilah tersebut disinonimkan (IOM, 2000).
14
Universitas Sumatera Utara
Terdapat enam jenis tokoferol, α (alfa), ß (beta),γ (gama), δ (delta), ρ (eta), λ (zeta), yang memiliki aktivitas bervariasi, sehingga nilai vitamin E dari suatu bahan pangan didasarkan pada jumlah dari aktivitas-aktivitas tersebut. Tokoferol yang terbesar aktivitasnya adalah tokoferol alfa (IOM, 2000). 2.4.1 Struktur vitamin E Strktur kimia tokoferol alfa diperlihatkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Struktur kimia α -tokoferol 2.4.2 Sifat-sifat vitamin E Dl-alpha tocopherol acetate merupakan bentuk sintesis ester dari vitamin E merupakan minyak kental, tidak beraroma, jernih, dapat berwarna kuning atau hijau kekuningan. Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam aseton, kloroform, etanol, eter dan minyak nabati. Memiliki berta molekul 472,73. Lebih stabil terhadap udara, cahaya dan sinar UV dibandingkan dengan alphatocopherol (Wade dan Weller, 1994). Biasanya digunakan dalam produk antiaging dengan konsentrasi 1-5% (CIR, 2014). 2.4.3 Manfaat vitamin E Fungsi utama vitamin E di dalam tubuh adalah sebagai antioksidan alami yang menangkal radikal bebas dan molekul oksigen. Secara partikular, vitamin E juga penting dalam mencegah peroksidasi membran asam lemak tak jenuh. Vitamin E dan C berhubungan dengan efektifitas antioksidan masing-masing. Alfa-tokoferol yang aktif dapat diregenerasi dengan adanya interaksi dengan vitamin C yang menghambat oksidasi radikal bebas peroksi. Alternatif lain, alfa
15
Universitas Sumatera Utara
tokoferol dapat membuang dua radikal bebas peroksi dan mengkonjugasinya menjadi glukuronat ketika ekskresi di ginjal (IOM, 2000). Vitamin E banyak digunakan untuk tujuan melawan tanda penuaan dini pada kulit, yang dikenal sebagai produkk anti-aging. Produk anti-aging mengandung setidaknya 1% vitamin E. Riset membuktikan bahwa vitamin E memberikan perlawanan terhadap kekeringan dengan membantu memberikan pelembab natural pada kulit. Penelitian juga membuktikan bahwa vitamin E bisa mengurangi molekul jahat yang terjadi akibat paparan asap rokok (IOM, 2000). Sebagai antioksidan, vitamin E berfungsi melindungi senyawa-senyawa yang mudah teroksidasi, antara lain ikatan rangkap dua pada UFA (Unsaturated Fatty Acid), DNA dan RNA dan ikatan atau gugus – SH (sulfhidril) pada protein. Apabila senyawa-senyawa tersebut teroksidasi, maka akan terbentuk ”radikal bebas”, yang merupakan hasil proses peroksidasi. Radikal bebas yang terjadi akan mengoksidasi senyawa-senyawa protein, DNA, RNA dan UFA. Vitamin E akan bertindak sebagai reduktor dan menangkap radikal bebas tersebut. Vitamin E dalam hal ini berperan sebagai scavenger. Scavenger yang lain selain vitamin E adalah vitamin C, enzim glutation reduktase, desmutase dan perosidase, yang bersifat larut dalam air. Scavenger yang larut dalam lemak adalah vitamin E dan ß-karoten (IOM, 2000). 2.4.4 Sumber vitamin E Sumber-sumber yang kaya akan vitamin E antara lain minyak tumbuhtumbuhan, biji-bijian dan telur. Kolustrum manusia dan sapi mengandung vitamin E sepuluh kali lebih tinggi daripada susunya. Minyak kapas, minyak jagung, dan minyak lembaga gandum mengandung vitamin E sekitar 0,01%–0,05%. Vitamin E dapat pula dibuat secara sintetis (IOM, 2000).
16
Universitas Sumatera Utara
2.4.5 Kelemahan vitamin E dalam formulasi Stabilitas kimia vitamin E mudah berubah akibat pengaruh berbagai zat alami. Vitamin E secara perlahan teroksidasi oleh oksigen diudara, cahaya dan sinar UV. Penggunaan vitamin E dalam bentuk ester dapat mempertahankan stabilitas vitamin E, tetapi dengan tingkat efektifitas vitamin E yang berkurang. Garam-garam besi dan perak, seperti feriklorida, kalium ferrisianida juga bersifat mengoksidasi tokoferol. Untuk itu penggunaan agen pengkhelat seperti natrium EDTA digunakan untuk mengikat senyawa besi, perak atau ion-ion bervalensi tinggi (IOM, 2000).
2.5 Masker Masker adalah produk kosmetik yang menerapkan prinsip Occlusive Dressing Treatment (ODT) pada ilmu dermatologi yaitu teknologi absorpsi perkutan dengan menempelkan suatu selaput atau membran pada kulit sehingga membentuk ruang semi-tertutup antara masker dan kulit untuk membantu penyerapan obat (Lee, 2013; Lu, 2010). Masker yang diaplikasikan pada kulit wajah akan menyebabkan suhu kulit wajah meningkat (±1oC) sehingga peredaran darah kulit meningkat, mempercepat pembuangan sisa metabolisme kulit, meningkatkan kadar oksigen pada kulit maka pori-pori secara perlahan membuka dan membantu penetrasi zat aktif ke dalam kulit 5 hingga 50 kali dibanding sediaan lain (Lee, 2013; Lu, 2010). 2.5.1 Jenis-jenis masker Menurut Lee (2013), Lu (2010), dan Mitsui (1997), jenis-jenis masker adalah sebagai berikut:
17
Universitas Sumatera Utara
1. Tipe peel-off Prinsip masker peel-off yaitu dengan memanfaatkan filming agent yang melekat pada kulit sehingga saat masker kering akan terbentuk lapisan film tipis. Ketika dilepaskan, sel-sel kulit mati dan kotoran pada pori akan ikut terlepas bersama dengan lapisan film tersebut. 2. Tipe wash-off Tipe masker ini tidak membentuk film pada kulit, terbagi menjadi 2 jenis yaitu: a. Tipe mud pack Kegunaan utama tipe ini adalah membersihkan dan melembabkan.Bahan yang digunakan adalah kaolin, bentonit, lumpur alami, serbuk kacangkacangan, dan sebagainya. b. Tipe krim Merupakan tipe krim emulsi minyak dalam air. Kegunaan utamanya adalah untuk melembabkan kulit karena kandungan minyak tumbuhan serta mampu melunakkan sel kulit mati dan komedo. 3. Tipe gel Merupakan gel transparan atau semi transparan yang dibuat menggunakan polimer larut air, sering ditambahkan humektan seperti gliserin. 4. Tipe sheet Umumnya menggunakan bahan non woven yang diresapi losion atau essence. Keuntungannya yaitu memberikan efek dingin, nyaman digunakan serta pemakaiannya praktis. 2.5.2 Masker sheet Masker sheet telah banyak digunakan pada Asia Timur, lembaran masker umumnya terbuat dari kain non woven, serat kertas, bioselulosa, dan sebagainya.
18
Universitas Sumatera Utara
Dapat meningkatkan efek melembabkan, memutihkan dan anti-aging, tetapi kurang mampu membersihkan dan mengangkat sel kulit mati (Lee, 2013). Jenisjenis lembaran masker (Lee, 2013)akan dijelaskan sebagai berikut: a.
Tipe non woven Menggunakan bahan tekstil seperti polypropylene dan viscose rayon. Keuntungan: fleksibel, tidak mudah robek, bersifat hidrofil sehingga mampu meresap essence, dan tidak meninggalkan sisa essence di dalam kemasan. Kerugian: penggunaan yang terlalu lama dapat menyebabkan kulit kering.
b.
Tipe serat kertas (pulp) Awalnya serat kertas merupakan bahan dasar pembuatan masker sheet, tetapi telah diganti dengan bahan non woven. Keuntungan: tipis dan mampu melekat baik dengan kulit. Kerugian: tingkat peresapan essence terbatas dan mudah robek karena tipis.
c.
Tipe bioselulosa Merupakan teknologi terbaru pembuatan masker sheet, menggunakan selulosa alami dari hasil fermentasi mikroorganisme. Keuntungan: sangat mampu melekat pada kulit sehingga tidak mudah terlepas dan tidak mengiritasi kulit.. Kerugian: biaya pembuatan relatif lebih mahal.
d.
Tipe jeli Dibuat dengan mencampurkan essence dan gelling agent, kemudian dicetak dengan cetakan masker menghasilkan jeli yang transparan. Keuntungan: penggunaannya lebih praktis dibanding tipe masker lainnya. Kerugian: kemampuan penetrasi essence ke dalam kulit lebih kurang dibandingkan jenis masker sheet lainnya.
19
Universitas Sumatera Utara
2.6 Bioselulosa 2.6.1 Definisi bioselulosa Selulosa merupakan biopolimer terbesar, yang diketahui sebagai komponen utama biomassa tanaman, dan juga diwakili oleh polimer ektraseluler mikrobial. Selulosa bakteri mempunyai struktur kimia yang sama seperti selulosa yang berasal dari tumbuhan dan merupakan polisakarida berantai lurus yang tersusun oleh molekul molekul β 1,4 D–glukosa melalui ikatan β 1,4 glikosida. Selulosa bakteri termasuk produk spesifik dari metabolisme primer yang sebagian besar sebagai lapisan pelindung sedangkan selulosa tanaman sebagai pembentuk struktur tumbuhan (Kataren, 1978). Bioselulosa adalah produk hasil fermentasi organisme Acetobacter xylinum. Acetobacter xylinum memproduksi bioselulosa apabila tumbuh di media yang mengandung karbon dan nitrogen. Pada kondisi ini, Acetobacter xylinum memproduksi enzim ekstraseluler yang dapat membentuk glukosa menjadi ribuan rantai fiber atau selulosa. Bioselulosa yang terbentuk memiliki kualitas yang berbeda tergantung dari substrat yang digunakan. Apabila perbandingan kandungan karbon dan nitrogen pada substrat diatur optimum, maka seluruh cairan substrat dirubah menjadi bioselulosa tanpa adanya sisa (Kataren, 1978). Bakteri
Acetobacter
xylinum
akan
membentuk
bioselulosa jika
ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan karbon (C) dan nitrogen (N) melalui suatu proses yang dikontrol, bakteri akan menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat menyusun (mempolimerisasi) zat gula (dalam hal ini monosakarida) menjadi ribuan rantai (homopolimer) serat atau selulosa. Bioselulosa dapat dibuat tidak hanya dari air kelapa tetapi juga dari berbagai jenis bahan yang mengandung gula, protein dan mineral, seperti sari buah-buahan, sari
20
Universitas Sumatera Utara
kedelai dan bahkan air gula. Oleh sebab itu, nama bioselulosa yang biasa disebut nata dapat bermacam-macam sesuai dengan bahan yang digunakan, seperti nata de soya (dari sari kedelai), nata de mango (dari sari buah mangga), nata de pina (dari sari buah nenas), nata de coco (dari air kelapa) dan sebagainya (Halijah, 2013). 2.6.2 Biosintesis bioselulosa Biosintesis bioselulosa merupakan suatu proses bertahap yang kompleks, melibatkan banyak enzim dan bermacam protein yang berupa katalis maupun regulator yang ada di alam (Dean, 2011). Proses ini termasuk sintesis dari bahan utama bioselulosa, Uridine diphosphoglucose (UDPglc), kemudian diikuti oleh polimerasi glukosa menjadi β -1,4-glukosa dan ikatan baru pita bioselulosa yang dibentuk dari ratusan atau ribuan rantai selulosa. Mekanisme sintesis UDPGlc sudah banyak diketahui, glukosa dipolimerisasi menjadi rantai panjang dan tidak bercabang dan kemampuan membentuk benang-benang memerlukan pemahaman lebih lanjut (Bielecki, et al., 2005). Bioselulosa disintesis oleh A.xylinum merupakan produk akhir dari metabolisme karbon yang bergantung pada kondisi psikologi bakteri, melibatkan siklus pentosa fosfat atau siklus krebs yang berpasangan dengan glukoneogenesis. Pada bakteri A.xylinum, sintesis bioselulosa berkaitan erat dengan proses katabolisme dari oksidasi dan menggunakan energi 10% dari hasil reaksi tersebut. Pembentukan bioselulosa tidak melibatkan proses reaksi anabolisme, termasuk sintesis protein (Bielecki, et al., 2005). Bakteri A.xylinum merubah berbagai komponen karbon seperti gula dan lainnya menjadi bioselulosa, dengan efektifitas 50%. Senyawa karbon lain yang bukan merupakan glukosa akan memasuki siklus krebs lalu dikonversi melalui
21
Universitas Sumatera Utara
glukoneogenesis dan siklus pentosa fosfat menjadi senyawa Fruktosa 1, 6 difosfat. Precursor langsung dari bioselulosa adalah senyawa Uridine diphosphoglucose (UDPGlc), yang merupakan produk utama dari jalur metabolisme selulosa pada berbagai organisme maupun tanaman. Melibatkan perubahan glukosa yang di fosforilasi menjadi glucose-6-phophate (Glc-6-P) dengan bantuan enzim glucokinase (GK), diikuti dengan isomerasi menjadi glucose-1-phosphate (Glc-1P) oleh enzim phosphoglucomutase (PGM) dan terakhir menjadi senyawa UDPGlc yang merupakan prekursor utama bioselulosa dikatalisis oleh enzim pyrophosphorylase. Selanjutnya UDPGlc dikatalis oleh enzim cellulose syntase yang ada pada dinding sel bakteri menjadi β -1,4-glukosa yang kemudian mengalami proses ekstruksi yang dibawa keluar oleh kanal protein yang ada pada membran sel bakteri, protein ini dinamakan terminal kompleks. Setiap terminal kompleks terdiri dari 3 subunit yang pada masing-masing subunit menghasilkan protofibril, protofibril membentuk microfibril dari satu terminal kompleks, microfirbil ini yang kemudian membentuk fibril-fibril bioselulosa (Chawla, et al., 2009; Tonouchi, et al., 1996; Delmer dan Amor, 1995; Lustri, et al., 2015; Dean, 2015).
Gambar 2.3 Mekanisme biosintesis bioselulosa (Chawla, et al., 2009)
22
Universitas Sumatera Utara
2.6.3 Cara pembuatan bioselulosa Fermentasi Bioselulosa dilakukan melalui tahap-tahap berikut (Halijah, 2013): a. Pemeliharaan biakan murni Acetobacter xylinum Fermentasi nata memerlukan murni Acetobacter xylinum. Biakan murni ini biasa harus dipelihara hingga dapat digunakan setiap saat diperlukan. Pemeliharaan tersebut meliputi: 1.
Proses penyimpanan sehingga dalam jangka waktu yang cukup lama viabilitas (kemampuan hidup) mikroba tetap dapat dipertahankan.
2.
Penyegaran kembali terhadap mikroba yang telah disimpan sehingga terjadi pemulihan viabilitas dan mikroba dapat disiapkan sebagai inokulum fermentasi.
b. Penyiapan Starter Starter adalah bibit A.xylinum yang telah ditumbuhkan dalam substrat pertumbuhan kultur tersebut sehingga populasi bakteri A.xylinum mencapai kerapatan optimal untuk proses pembuatan bioselulosa, yaitu: 1 x 109 sel/ml. Biasanya kerapatan ini akan dicapai pada pertumbuhan kultur tersebut dalam susbtrat selama 48 jam. Volume starter disesuaikan dengan volume media fermentasi yang akan di siapkan, dianjurkan volume starter tidak kurang dari 5% dari volume media yang akan fermentasi menjadi nata. Pemakaian starter yang terlalu banyak tidak di anjurkan karena tidak ekonomis (Halijah, 2013). c. Fermentasi Fermentasi adalah suatu proses pengubahan senyawa yang terkandung didalam substrat oleh mikroba (kultur) misalkan senyawa gula menjadi bentuk lain, baik merupakan proses pemecahan maupun proses pembentukan dalam
23
Universitas Sumatera Utara
situasi aerob maupun anaerob. Jadi proses fermentasi bisa terjadi proses katabolisme maupun proses anabolisme. Fermentasi substrat air kelapa yang telah dipersiapkan sebelumnya prosesnya sebagai berikut; substrat air kelapa dipasturisasi pada pemanas dengan suhu 80
O
C selama 15 menit. Substrat
didinginkan hingga suhu 40oC. Substrat dituang pada nampan atau baskom steril dengan permukaan yang lebar. Substrat diinokulasi dengan menggunakan starter atau bibit sebanyak 10 % (v/v). Substrat kemudian diaduk rata, ditutup dengan menggunakan kain kasa. Nampan diinkubasi atau diperam dengan cara diletakan pada tempat yang bersih, terhindar dari debu, ditutup dengan menggunakan kain bersih untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Inkubasi dilakukan selama 10– 15 hari, pada suhu kamar. Pada tahap fermentasi ini tidak boleh digojok. Pada umur 10-15 hari nata dapat dipanen (Halijah, 2013). 2.6.4 Hal-hal yang mempengaruhi pembuatan bioselulosa Mengingat bahwa bioselulosa sebetulnya merupakan metabolisme dari bakteri Acetobacter xylinum, maka ketebalan dan kualitas yang terbentuk dari proses pembuatan bioselulosa tergantung pada aktivitas bakteri tersebut. Aktivitas dari bakteri tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: a. Faktor inokulum Umur biakan starter pada pembuatan bioselulosa sangat mempengaruhi rendemen dan ketebalan nata yang diperoleh karena umur ini berkaitan erat dengan aktifitas bakteri pembentuk nata. Faktor lain yang harus diperhatikan pada pembuatan bioselulosa adalah pengaturan kondisi pertumbuhan bakteri bioselulosa, perlakuan yang aseptik terhadap bahan dasar dan alat-alat yang digunakan, jumlah larutan yang sesuai serta harus diperhatikan ketelitian dan perlakuan yang aseptis untuk menghidari kontaminasi mikroba (Halijah, 2013).
24
Universitas Sumatera Utara
Selain inokulum yang akan digunakan sebagai starter, starter harus mengandung mikroba yang produktif dan apabila mikroba yang digunakan berasal dari biakan yang tua (lebih dari 5 hari) maka terlebih dahulu harus diremajakan. Pada umumnya Acetobcter xylinum merupakan starter yang lebih produktif dari jenis starter lainnya, sedangkan konsentrasi 5-10% merupakan konsentrasi yang ideal (Budiyanto dan Krisno, 2004). b. Sumber Karbon Sumber karbon termasuk karbohidrat yang merupakan senyawa monosakarida dan disakarida yang dapat digunakan dalam fermentasi bioselulosa. Pembentukan bioselulosa terjadi pada media yang mengandung glukosa senyawa, sukrosa dan laktosa, sukrosa atau gula adalah yang paling banyak digunakan berdasarkan pada ekonomi. Penambahan sukrosa harus mengacu pada jumlah yang dibutuhkan. Karena kelebihan penambahan sukrosa tidak akan mempengaruhi tekstur nata dan akibatnya dapat menyebabkan terciptanya bentuk baru dari sisa limbah sukrosa. Di sisi lain, jika penambahan terlalu sedikit, mengakibatkan bakteri tidak dapat menghasilkan produksi bioselulosa yang maksimal (Mohammad, et al., 2014). Menurut Jagannath et al., 2008, konsentrasi sukrosa atau gula yang paling baik dalam memaksimalkan produksi bioselulosa adalah 4%. c. Pengaruh keasaman Kondisi pH optimal untuk pertumbuhan species Acetobacter adalah 3,5 sampai 7,5. Hal ini mungkin tidak sama pada beberapa spesies terutama pada Acetobacter xylinum, pH optimum dalam menghasilkan selulosa adalah 4,34,5. Perubahan pH dapat terjadi selama proses akhir fermentasi yang dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat (Embuscado, et al., 1994). Dalam
25
Universitas Sumatera Utara
kondisi basa, pertumbuhan bakteri juga akan terganggu (Muhammad, et al., 2014). e. Sumber nitrogen Nutrien digunakan untuk memenuhi kebutuhan akan nitrogen, karbon, vitamin, dan mineral bagi pertumbuhan mikroba. Sebagai nitrogen dan mineral, biasanya digunakan yeast extract, garam amonium, natrium nitrat, dan magnesium sulfat. Sumber nitrogen sangat penting artinya dalam pembentukan bioselulosa, kadar nitrogen yang biasanya digunakan 0,5% (Halijah, 2013). Penambahan sumber nitrogen pada kadar konsentrasi yang lebih besar dari 0,5% dapat menyebabkan kenaikan pH media. Nitrogen dan fosfat merupakan nutrisi yang dibutuhkan oleh bakteri yang tergolong bakteri polisakarida (Halijah, 2013). f. Tempat Fermentasi Tempat fermentasi sebaiknya tidak terbuat dari unsur logam karena mudah korosif yang dapat menganggu pertumbuhanamikroorganismeapembuatanata yang akhirnya dapat menganggu pembuatan nata. Disampingaituatempat fermentasi sebaiknya diupayakan secara langsung jauh dari sumber panas dan jangan sampai langsung berhubungan dengan tanah (Budiyanto dan Krisno, 2004). 2.6.5 Kegunaan bioselulosa Serbuk kering dari nata dapat digunakan sebagai bahan penstabil (stabilizer) atau bahan pengisi (filler) pada industri pangan atau farmasi. Hal tersebut dikarenakan adanya hubungan dengan sifat fisik yang dimiliki bioselulosa (Halijah, 2013). Aplikasi bioselulosa pada berbagai bidang dapat dilihat pada Tabel 2.2.
26
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Aplikasi bioselulosa pada berbagai bidang Sektor Kosmetik
Industri tekstil Olahraga Pertambangan dan pengolahan limbah Pemurnian Kehutanan Industri kertas Kesehatan
Aplikasi Penstabil dan pengemulsi pada krim, tonik dan pemlembab kuku, sebagai bahan pengkilap dan sebagai bahan kuku buatan Bahan kulit buatan dan tekstil, bahan pengabsorbsi Untuk baju olahraga, tenda dan perlengkapan kemah Untuk pengambilan batu karang, absorsi senyawa toksik, daur ulang mineral dan minyak Untuk pemurnian air dan pemurniaan udara kota Multilapis untuk plywood Pembuatan kertas, dokumen menjadi tahan lama,permbuatan popok dari serbet dari kertas Kulit buatan sementara untuk terapi luka bakar dan penyakit periodontal
2.7 Essence Essence bukan merupakan tipe sediaan kosmetik baru. Alasan yang membuat essence laku di pasaran adalah perubahan gaya hidup konsumen, sebagai contoh, masyarakat ingin mempersingkat rutinitas kosmetik harian mereka untuk menghemat waktu, gambaran bahwa konsentrat berarti produk tersebut memiliki efek yang lebih baik, nyaman digunakan karena pengembangan formula dan desain wadah (Mitsui, 1997). Essence dibuat untuk meminimalkan kekurangan produk perawatan kulit konvensional dalam hal efek, kesan penggunaan, dan sebagainya. Essence tersedia dalam beberapa tipe seperti losion, emulsi, krim, dan minyak dengan teknologi pembuatan dan keistimewaan masing-masing tipe essence dapat dilihat pada Tabel 2.3. Dikarenakan penggunaan essence dalam jumlah sedikit dan harus memenuhi beberapa syarat seperti lembut, lembab, dan nyaman setelah penggunaan, maka pemilihan polimer dan humektan harus tepat (Mitsui, 1997).
27
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Tipe-tipe essence (Mitsui, 1997). Tipe
Teknologi
Keistimewaan Secara umum mengandung humektan lebih banyak dari losion. Teksturnya dapat diatur Tipe losion Solubilisasi, dengan pemilihan humektan dan polimer transparan/semi mikroemulsi, larut air serta variasi kombinasi keduanya. transparan liposom Tipe ini merupakan tipe essence paling umum. Tipe ini mengandung banyak emolien (komponen minyak), sangat cocok untuk Tipe m/a sediaan yang mengandung banyak bahan Tipe emulsi Tipe a/m penyerap UV dan bahan minyak lainnya. Tipe a/m/a Tipe a/m cocok untuk sediaan yang waterproof. Tipe ini telah digunakan sejak lama. Teksturnya diatur kombinasi minyak padat atau semi-padat dan lemak hewan atau Tipe minyak minyak tumbuhan dengan proporsi yang berbeda. Tipe ini tidak sebagus tipe essencelain sehingga sudah tidak ada di pasaran. Essence untuk T-zone yang banyak Tipe losion mensekresi sebum. Mengandung serbuk dengan penyerap sebum agar riasan wajah bertahan Tipe lain serbuk lebih lama Essence yang mempunyai efek germisida Tipe alkohol untuk sediaan jerawat 2.8 Skin Analyzer Pada analisis konvensional, diagnosis dilakukan dengan mengandalkan kemampuan pengamatan semata. Hal ini dapat amenjadikan diagnosis menjadi bersifat subjektif dan bergantungapada persepsiapara dokter. Pemeriksaan aseperti ini memiliki kekurangan pada sisi analisis secara klinis-instrumental dan tidak adanya rekaman hasil pemeriksaan yang mudah dipahami pasien (Aramo, 2012). Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk mendiagnosis keadaan pada kulit. Skin analyzer mempunyai sistem terintegrasi untuk mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas, melainkan juga mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit.
28
Universitas Sumatera Utara
Tambahan rangkaian sensor kamera yang terpasang pada skin analyzer menampilkan hasil dari beberapa parameter dengan cepat dan akurat (Aramo, 2012). Parameter hasil pengukuran skin analyzer dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer Pengukuran
Parameter (%)
Moisture (Kadar air)
Dehidrasi
Normal
Hidrasi
0-29
30-44
45-100
Evenness (Kehalusan)
Halus
Normal
Kasar
0-31
32-51
52-100
Pore (Pori)
Kecil
Sedang
Besar
0-19
20-39
40-100
Spot (Noda)
Sedikit
Sedang
Banyak
0-19
20-40
41-100
Wrinkle (Keriput)
Tidak berkeriput
Berkeriput
Berkeriput parah
0-19
20-52
53-100
Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran yang dapat dilakukan dengan menggunakan skin analyzer, yaitu: moisture (kadar air), evenness (kehalusan), pore (pori), spot (noda), wrinkle (keriput), dan kedalaman keriput. Pengukuran kulit dengan menggunakan skin analyzer secara otomatis akan menampilkan hasil dalam bentuk angka dan angka yang didapatkan akan secara langsung disesuaikan dengan parameter masing-masing pengukuran yang telah diatur sedemikian rupa pada alat tersebut.
29
Universitas Sumatera Utara