BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1
Pengertian Leverage Salah satu tolak ukur struktur modal perusahaan di tunjukkan oleh
leverage keuangan (Kim 1992, dalam Ari Christianti 2006). Arti harfiah dari “leverage” itu sendiri sebenarnya adalah kekuatan pengungkit, berasal dari kata “lever” yang berarti pengungkit. Sementara kita sudah mengartikan “leveragefinancial” sebagai penggunaan utang, di mana dana yang berasal dari utang mempunyai beban tetap yang berupa bunga. WBG telah mendefinisikan Leverage sebagai kemampuan dari komitmen finansial publik untuk menggerakkan modal privat dalam skala besar untuk investasi dalam proyek tertentu.Leverage operasi kadang-kadang diartikan sebagai leverage tahap pertama dan leverage keuangan sebagai tahap kedua. (Eugene F. Bringham & Joel F. Houston, 1999). Istilah leverage biasanya dipergunakan untuk menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menggunakan aktiva atau dana yang mempunyai beban tetap (fixed cost assets or funds) untuk memperbesar tingkat penghasilan (return) bagi pemilik perusahaan atau kemampuan perusahaan untuk membayar semua hutangnya atau kewajibannya baik jangka pendek maupun jangka panjang.
7 Universitas Sumatera Utara
Dengan memperbesar tingkat leverage maka hal ini berarti bahwa tingkat ketidakpastian (uncertainty) dari return yang akan diperoleh akan semakin tinggi pula, tetapi pada saat yang sama hal tersebut juga akan memperbesar jumlah return yang akan diperoleh. Tingkat leverage ini bisa saja berbeda-beda antara perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya, atau dari dari satu periode ke periode lainnya di dalam satu perusahaan, tetapi yang jelas, semakin tinggi tingkat leverage akan semakin tinggi risiko yang dihadapi serta semakin besar tingkat return atau pengembalian yang diharapkan. Istilah risiko (risk) di sini dimaksudkan dengan ketidakpastian (uncertainty) dalam hubungannya dengan kemampuan perusahaan membayar kewajiban-kewajiban tetapnya (fixed payment obligations). Di dalam manajemen keuangan perusahaan pada umumnya dikenal tiga macam leverage, yaitu: leverage operasi (operating leverage), leverage keuangan (financial leverage), dan total leverage. Leverage operasi dan leverage keuangan, keduanya meningkatkan pengembalian yang diharapkan serta risiko yang ditanggung pemegang saham. 2.1.2
Pengukuran Leverage Financial leveragedigunakanuntuk mengukur seberapa besar sumber
pendanaan perusahaan berasal dari hutang jangka panjang (Susi Indriyani 2006). Leverage keuangan mempengaruhi pendapatan setelah bunga dan pajak, atau pendapatan yang tersedia bagi pemegang saham biasa. Pengukuran leverage dalam penelitian ini menggunakan proksi Long term debt (hutang jangka panjang).
8 Universitas Sumatera Utara
2.1.3
Penggunaan Laporan Rugi Laba dalam Pendekatan Leverage Leverage operasi (operating leverage) dan leverage keuangan
(financial leverage) dapat digambarkan secara mudah dengan menggunakan laporan rugi laba. Tabel 2.1. di bawah ini menyajikan format laporan rugi-laba yang dipergunakan dalam menjelaskan pendekatan operating dan financial leverage. Gambar 2.1. Format Umum Laporan Rugi-Laba Sales revenue Operating Leverage
Less : Cost of goods sold Gross profit Less : Operating expenses Earning before interest and taxes (EBIT) Less : Interest Earning before taxes (EBT)
Financial Leverage
Less : Taxes Earning after taxes (EAT) Less:Preferred stock devidend Earning available for common stockhoders
Leverage operasi (Operating leverage) berkenaan dengan “hubungan antara hasil penjualan dengan tingkat pendapatan sebelum pembayaran bunga dan pajak”. (the firm’s sales revenue to its earning before interest and taxes), sedangkan leverage keuangan (financial leverage) berkenaan dengan pendapatan yang tersedia bagi para pemegang saham biasa (earning before
9 Universitas Sumatera Utara
interest & taxes and the earning available for common stockholders) atau sampai dengan pendapatan per lembar saham (Earning Per Share, EPS). 2.1.4
Jenis – Jenis Leverage
2.1.4.1 Leverage Operasi (Operating Laverage) Menurut Shall et al. (1983) dalam Yeye (2003) leverage operasi (operating leverage) merupcakan keberadaan biaya tetap diantara biayabiaya yang terjadi di perusahaan. Leverage operasi (operating leverage) mencerminkan pengaruh besarnya biaya tetap terhadap laba perusahaan. Dalam hal ini perubahan biaya tetap yang kecil akan mengakibatkan perubahan laba yang besar. Leverage operasi juga memperlihatkan pengaruh penjualan terhadap laba operasi atau laba sebelum bunga dan pajak (earning before interest and taxes atauEBIT) yang diperoleh. Pengaruh tersebut dapat dicari dengan menghitung besarnya tingkat leverage operasinya (degree of operating leverage). Leverage operasi
(operating
leverage) terjadi
setiap saat
perusahaan menggunakan aktiva yang menimbulkan biaya atau beban tetap.Apabila perusahaan tidak menggunakan biaya yang tetap, dengan kata lain semuanya variabel, maka perusahaan akan berada dalam posisi yang menguntungkan. Pada saat perusahaan mengurangi kegiatannya, biayanya juga akan berkurang secara proporsional juga. Selama harga jual masih lebih tinggi daripada biaya variabelnya, perusahaan tersebut akan memperoleh laba. Beda halnya jika perusahaan menanggung biaya tetap,
10 Universitas Sumatera Utara
maka akan ada batas minimal perusahaan harus berproduksi (dan menjual) agar tidak menderita rugi. Secara umum semakin besar leverage operasi (operating leverage), semakin besar risiko bisnis sebagaimana yang diukur oleh variabilitas dari EBIT dan ROE. Namun, perusahaan mempunyai sejumlah pengendalian terhadap
leverage
operasi
(operating
leverage)
mereka.Meskipunmenggunakan lebih banyak leverage operasi, umumnya meningkatkan risiko suatu perusahaan atau proyek, leverage operasi yang lebih tinggi juga meningkatkan tingkat pengembalian yang diharapkan. 2.1.4.2 Leverage Keuangan (Financial Laverage) Leverage keuangan (financial leverage), yaitu perubahan biaya keuangan (yang sifatnya tetap) yang lebih kecil akan mengakibatkan perubahan harga yang besar. Misalnya; biaya bunga, biaya pinjaman dan lain-lain yang berhubungan dengan hutang. Leverage keuangan (financial leverage) mengacu pada penggunaan sekuritas yang memberikan penghasilan tetap yaitu, hutang dan saham preferen dan risiko keuangan (financial risk). Selain itu leverage keuangan (financial leverage) juga dapat didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan dalam menggunakan kewajiban-kewajiban finansial yang sifatnya tetap (fixed financial cost) untuk memperbesar pengaruh perubahan EBIT terhadap pendapatan per lembar saham biasa (Earning Per Share / EPS).
11 Universitas Sumatera Utara
Masalah leverage keuangan (financial leverage) muncul setelah perusahaan menggunakan dana dengan beban tetap. Perusahaan yang menggunakan dana dengan beban tetap dikatakan menghasilkan leverageyang menguntungkan (favorable financial leverage) atau efek yang positif jikalau pendapatan yang diterima dari penggunaan dana tersebut lebih besar daripada beban tetap dari penggunaan dana yang bersangkutan.Namun leverage keuangan itu merugikan (unfavorable leverage) apabila perusahaan tidak dapat memperoleh pendapatan dari penggunaan dana tersebut lebih besar daripada beban tetap yang harus dibayar. Nilai leverage keuangan positif atau negatif dinilai berdasarkan pengaruh leverage yang dimiliki terhadap pendapatan per lembar saham (EPS). Penggunaan
leverage
keuangan
(financial
leverage)
dapat
meningkatkan ROE yang diharapkan, namun leverage juga meratakan distribusi probabilitas dan meningkatkan probabilitas terjadinya kerugian besar, sehingga menambah risiko yang ditanggung pemegang saham. 2.1.4.3 Total Leverage Bila leverage operasi (operating leverage) dan leverage keuangan (financial leverage) digabung makaakan menghasilkantotal leverage, yaitu perubahan earning untuk pemegang saham yang dipengaruhi oleh penjualan. Secara umum total leverage dihitung dengan membagi kontribusi margin dengan laba operasi dikurangi bunga.
12 Universitas Sumatera Utara
Apabila leverage keuangan dikombinasikan dengan leverage operasi, pengaruh perubahan penjualan terhadap laba per lembar saham menjadi semakin besar. Kombinasi dari kedua leverage tersebut meningkatkan penyebaran dan risiko dari berbagai kemungkinan laba per lembar saham.total risiko ini akan bertambah besar dengan meningkatnya total leverage, demikian pula sebaliknya.Sejauh ini kita melihat bahwa: a. Semakin besar penggunaan biaya operasi tetap, sebagaimana yang diukur oleh tingkat leverage operasi, semakin sensitif EBIT terhadap perubahan penjualan, dan b. Semakin besar penggunaan utang, sebagaimana yang diukur oleh tingkat leverage keuangan, semakin sensitif EBIT terhadap perubahan EBIT. Karena itu semakin besar suatu perusahaan menggunakan leverage operasi dan leverage keuangan, perubahan penjualan yang kecil sekali juga akan mengkibatkan fluktuasi yang besar pada EPS. 2.1.5
Profitabilitas Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba.
(Saidi, 2004). Bringham dan Houston (1986) dalam Saidi (2004) mengatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan hutang yang relatif kecil.Tingkat pengembalian yang tinggi tersebut memungkinkan perusahaan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaannya dengan dana yang dihasilkan secara internal.
13 Universitas Sumatera Utara
Menurut Syafri (2008:304) rasio profitabilitas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya. Rasio yang termasuk rasio profitabilitas antara lain: 1. Gross Profit Margin (Margin Laba Kotor) Menurut Sawir(2009:18), Gross profit margin merupakan rasio yang mengukur efisiensi pengendalian harga pokok atau biaya produksinya, mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara efisien. Gross profit margin merupakan persentase laba kotor dibandingkan dengan sales. Semakin besar gross profit margin semakin baik keadaan operasi perusahaan, karena hal ini menunjukkan bahwa harga pokok penjualan relatif lebih rendah dibandingkan dengan sales, demikian pula sebaliknya, semakin rendah gross profit margin semakin kurang baik operasi perusahaan 2. Net Profit Margin (Margin Laba Bersih) NPM menunjukkan perbandingan antara laba bersih dengan penjualan (Hanafi dan Halim, 2005). Rasio ini mengukur laba bersih setelah pajak terhadap penjualan. Semakin tinggi Net profit margin semakin baik operasi suatu perusahaan. 3. Rentabilitas Ekonomi/ Daya Laba Besar/ Basic Earning Power Rentabilitas
ekonomi
mengukur
efektifitas
perusahaan
dalam
memanfaatkan seluruh sumberdaya yang menunjukkan rentabilitas ekonomi perusahaan (Sawir, 2009:19).
14 Universitas Sumatera Utara
Rentabilitas ekonomi merupakan perbandingan laba sebelum pajak terhadap total asset. Jadi rentabilitas ekonomi mengindikasikan seberapa besar kemampuan asset yang dimiliki untuk menghasilkan tingkat pengembalian atau pendapatan atau dengan kata lain Rentabilitas Ekonomi menunjukkan kemampuan total aset dalam menghasilkan laba. 4. Return on Investment Return on investment adalah merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan secara keseluruhan didalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia didalam perusahaan (Syamsuddin, 2009:63). Return on investment merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar laba bersih diperoleh perusahaan bila di ukur dari nilai aktiva. Semakin tinggi rasio ini semakin baik keadaan suatu perusahaan. 5. Return on Equity Return on equity merupakan suatu pengukuran dari penghasilan (income) yang tersedia bagi para pemilik perusahaan (baik pemegang saham biasa maupun pemegang saham preferen) atas modal yang mereka investasikan di dalam perusahaan (Syafri, 2008:305). Return on equity adalah rasio yang memperlihatkan sejauh manakah perusahaan mengelola modal sendiri (net worth) secara efektif, mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan pemilik modal sendiri atau pemegang saham perusahaan (Sawir 2009:20). 6. Earning per share (EPS)
15 Universitas Sumatera Utara
Earning per share merupakan rasio yang menggambarkan jumlah rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa (Syamsuddin, 2009:66). Oleh karena itu pada umumnya manajemen perusahaan, pemegang saham biasa dan calon pemegang saham sangat tertarik akan earning per share. Earning per share adalah suatu indikator keberhasilan perusahaan. 7. Return on Assets Pengembalian atas total aktiva merupakan ukuran efisiensi operasi yang relevan. Nilai ini mencerminkan pengembalian perusahaan dari seluruh aktiva (pendanaan) yang diberikan pada perusahaan. Ukuran ini tidak membedakan pengembalian berdasarkan sumber pendanaan .dengan menghilangkan dampak sumber pendanaan aktiva, analisis berpusat pada evaluasi dan peramalan kinerja operasi (John, Subramanyam dan Halsey 2003: 65) Return on assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas yang dapat mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan. Return on assetsmerupakan perbandingan antara laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan. Return on assets (ROA) yang positif menunjukkan bahwa dari total aktiva yang dipergunakan untuk beroperasi, perusahaan mampu memberikan laba bagi perusahaan. Sebaliknya apabila return on assets yang negatif menunjukkan bahwa dari total aktiva yang dipergunakan, perusahaan mendapatkan kerugian. Jadi jika suatu perusahaan mempunyai ROA yang tinggi maka perusahaan tersebut berpeluang besar dalam meningkatkan pertumbuhan.
16 Universitas Sumatera Utara
Baik profit margin maupun total asset turnover tidak dapat memberikan pengukuran yang memadai atas efektivitas keseluruhan perusahaan.
Profit
margin
tidak
memperhitungkan
penggunaan
aktiva,sementara total asset turnover tidak memperhitungkan profitabilitas dalam penjualan. Rasio return on asset atau return on investment mengatasi kedua kelemahan tersebut. Peningkatan kemampuan perusahaan dapat terjadi jika ada peningkatan profit margin atau peningkatan total asset turn over atau keduanya. Dua perusahaan dengan profit margin dan total asset turnover yang berbeda dapat saja memiliki rasio ROA yang sama (Van Horne 2005:225). Myers et al. (1984) dalam Christianti (2006) menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara profitabilitasdengan leverage. Sedangkan Jensen (1986) dalam Christiati (2006) menyatakan terdapat hubungan positif antara leverage dengan profitabilitasjika pasar dalam mengontrol perusahaan tidak efektif. 2.1.6
Firm Size Firm Size (Ukuran perusahaan) menunjukkan berapa aset atau
kekayaan yang dimiliki perusahaan. Ukuran perusahaan ini diukur dengan menghitungtotal asset yang ada pada masing-masing perusahaan (Fidyati, 2003). Menurut Riyanto (1995), suatu perusahaan yang besar sahamnya tersebar sangat luas, setiap perluasan modal saham hanya akan memberikan pengaruh kecil terhadap hilangnya atau tergesernya pengendalian dari pihak dominan terhadap perusahaan bersangkutan. Sebaliknya, perusahaan yang kecil, dimana sahamnya tersebar hanya dilingkungan kecil, penambahan
17 Universitas Sumatera Utara
jumlah saham akan memberikan pengaruh ya ng besar terhadap kemungkinan hilangnya control pihak dominan terhadap perusahaan bersangkutan. Menurut Christianti (2006) perusahaan dengan ukuran yang lebih besar dan kompleks tidak mempunyai kendala untuk mendapatkan dana eksternal (hutang). Dengan begitu, perusahaan besar memiliki resistansi yang lebih tinggi terhadap kemungkinan kebangkrutan dibandingkan perusahaan kecil. Berarti semakin besar sebuah perusahaan maka semakin besar manfaat yang diperoleh dari penghematan pajak karena penerbitan hutang jangka panjang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Titman dan Wessels (1988) serta Rajan dan Zingales (1995) mengatakan bahwa kemungkinan perusahaan yang besar mengalami kebangkrutan itu kecil, sehingga size return berhubungan positif dengan tingkat leverage yang diambil perusahaan. Pada kenyataannya bahwa semakin besar suatu perusahaan maka kecenderungan penggunaan dana eksternal juga semakin besar. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang besar memilikikebutuhan dana yang besar, dan salah satu alternatif pemenuhan kebutuhan dana yang tersedia menggunakan pendanaan eksternal. Size return mempunyai hubungan yang signifikan positif terhadap kebijakan leverage. 2.1.7
Asset Tangibility Asset tangibility menunjukkan suatu kekayaan yang biasanya dapat
dijadikan jaminan. Semakin banyak asset tangibility suatu perusahaan berarti semakin banyak collateral asset (jaminan) untuk bisa mendapatkan sumber dana eksternal berupa hutang, hal ini dikarenakan pihak kreditur akan
18 Universitas Sumatera Utara
meminta collateral asset untuk memback-up hutang, (Christianti, 2006).Hal ini disebabkan oleh penggunaan aktiva tetap akan menimbulkan adanya beban tetap yang berupa fixed cost. Dan apabila perusahaan memakai modal asing, untuk membelanjakan aktiva tetapnya maka cost tetap yang akan ditanggungnya juga akan besar, (Mayangsari, 2001). Haris dan Raviv (1991) dalam Christianti (2006) menyatakan perusahaan dengan level fixed assets yang rendah mempunyai lebih banyak masalah asymmetric information dibandingkan perusahaan dengan level fixed asset yang tinggi. Perusahaan dengan level fixed assets yang tinggi umumnya adalah perusahaan yang besar, yang dapat menerbitkan saham dengan harga yang fair sehingga tidak menggunakan hutang untuk mendanai investasinya. Perusahaan yang memiliki aset nyata yang besar, diharapkan risiko kegagalan dalam melunasi hutangnya menjadi lebih rendah dan hal ini memungkinkannya untuk menggunakan lebih banyak hutang. Sehingga antara aset nyata dan hutang memiliki hubungan positif. Hubungan positif ini didukung dari beberapa penelitian yang dilakukan di Negara-negara maju (Titman dan Wessels, 1988; Rajan dan Zingales, 1995), Sedangkan penelitian di negara berkembang memberikan hasil yang bervariasi. Beberapa penelitian di Negara berkembangan seperti Wiwattanakantang (1999) di Thailand, dan Um (2001) di Korea menemukan hasil terdapatnya hubungan positif antara aset nyata dan hutang. Sedangkan penelitian lain Booth et al, (2001) di 10 negara berkembang, dan Huang dan Song (2002) di China, menemukan bahwa aset nyata memiliki hubungan negatif terhadap utang.
19 Universitas Sumatera Utara
Myers (1984) menyatakan bahwa penerbitan utang yang dijamin dengan aset akan mengurangi informasi yang asimetris sehubungan dengan biaya pendanaan. Perbedaan dalam informasi antara pihak-pihak yang terlibat memungkinkan terjadinya masalah moral hazard. Dengan kata lain, utang yang dijamin dengan aset mungkin dapat mengurangi informasi yang asimetris sehingga berdampak pada hubungan yang positif antara aset nyata dan utang. 2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu Gina Aristasari (2006) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan leverage perusahaan pada perusahaanfood and beverage yang sahamnya terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 1996-2004. Dalam penelitian ini ditunjukkan bahwa faktorasset tangibility, profitability, size, business risk, dan growth opportunities secara serempak atau simultan berpengaruh secara signifikan terhadap leverage. Penelitian Anisa’u Sa’diyah (2007) mengenai pengaruh asset tangibility, size, growth, profitability dan earning volatility terhadap leverage dengan pengujian pecking order theory atau static trade off dengan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2002-2005 menemukan bahwa Perubahan leverage pada penelitian tahun 2002 sampai dengan tahun 2005 disebabkan oleh perubahan berbagai faktor penentu keputusan struktur modal perusahaan yang meliputi asset tangibility, firm size, growth, profitability, earning volatility. Perusahaan manufaktur di Indonesia lebih cenderung mengikuti Pecking order theory dalam menetapkan keputusan pendanaan perusahaan. Hal
20 Universitas Sumatera Utara
ini diwujudkan dengan Atribut assets tangibility, growth, profitability dan earning volatility mempunyai pengaruh terhadap leverage perusahaan dan mendukung hipotesis POT dalam penentuan keputusan pendanaan
Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu Peneliti
Judul
Variabel
Kesimpulan
Gina Aristasari (2006)
Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Kebijakan Leverage Perusahaan (Studi Kasus pada Perusahaan Food and Beverage yang Terdaftar di BEJ)
Asset Tangibility, Profitability, Size, Business Risk, Growth Opportunities
Anisa’u Sa’diyah (2007)
Pengaruh Asset Tangibility, Size, Growth, Profitability, dan Earning Volatility terhadap Leverage pada Perusahaan Manufaktur di BEJ : Dengan Pengujian Pecking Order Theory atau Static Trade Off
Asset Tangibility, Size, Growth, Profitability, dan Earning Volatility
Faktor asset tangibility, profitability, size, business risk, dan growth opportunities secara serempak atau simultan berpengaruh secara signifikan terhadap leverage. kelengkapan pengungkapan Perubahan leveragedisebabkan oleh perubahan berbagai faktor penentu keputusan struktur modal perusahaan yang meliputi asset tangibility, firm size, growth, profitability, dan earning volatility.Perusahaa n manufaktur di Indonesia lebih cenderung mengikuti Pecking order theory dalam
21 Universitas Sumatera Utara
menetapkan keputusan pendanaan perusahaan.
Beberapa perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu: 1. Penelitian ini yang menggunakan data laporan keuangan periode pengamatan yaitu dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 dan jenis industri yang diteliti yaitu perusahaan Property & Real Estate, sedangkan pada peneletian sebelumnya seperti pada penelitian Gina menggunakan data laporan keuangan periode pengamatan dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2004 dan jenis usaha yang diteliti yaitu perusahaan Food and Beverage. 2. Penelitian ini tidak menyertakan variabel bussines risk, dan growth opportunietiessedangkan pada peneletian sebelumnya seperti penelitian Gina menyertakan variabelbussines risk dan growth opportunieties. 3. Penelitian ini variabel Firm Size diukur dengan menggunakan logaritma natural dari total asset sedangkan dalam peneletian sebelumnya seperti pada penelitian Gina, Firm Size diukur dengan menggunakan logaritma natural dari penjualan.
2.3 Kerangka Konseptual
22 Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis, dan tinjauan penelitian terdahulu, maka dapat dirumuskan kerangka konseptual penelitian pada gambar 2.1.
Profitabilitas (X1)
H1
Firm Size(X2)
H2
Financial
Asset Tangibility (X3)
Leverage Perusahaan
H3
H4 Gambar 2.2 KERANGKA KONSEPTUAL Sumber : Peneliti, 2013
2.4 Hipotesis Penelitian Menurut Rochaety (2007: 31), “hipotesis penelitian merupakan anggapan peneliti terhadap suatu masalah yang sedang dikaji”. Berdasarkan kerangka konseptual di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah: •
H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara profitabilitas terhadap Financial Leverage Perusahaan.
23 Universitas Sumatera Utara
•
H2 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara firm size terhadap Financial Leverage Perusahaan.
•
H3 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara Asset Tangibility terhadap Financial Leverage Perusahaan.
•
H4 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara profitabilitas, firm size, dan asset tangibility terhadap Financial Leverage Perusahaan.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kausal atau hubungan sebab akibat. Penelitian ini menunjukkan arah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat, disamping mengukur kekuatan hubungannya (Sangadji dan Sopiah, 2010 : 22). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah profitabilitas, firm size, dan asset tangibility sebagai variabel independen dan Financial Leverage sebagai variabel dependen. 3.2 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.2.1 Variabel Dependen Variabel dependen menurut Sugiyono (2004 : 3) adalah “variabel yang dipengaruhi
atau
independen”.Variabel
yang
menjadi
dependen
akibat, dalam
karena
adanya
penelitian
ini
variabel adalah
kebijakanfinancial leverage yang diukur oleh perbandingan antara utang
24 Universitas Sumatera Utara