8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Pernafasan
2.1.1. Definisi Pernafasan Pernafasan secara harfiah berarti pergerakan oksigen (O2) dari atmosfer menuju ke sel dan keluarannya karbon dioksida (CO2) dari sel ke udara bebas (Wilson, 2006). Sedangkan menurut Soemantri (2008), pernafasan (respirasi) adalah gabungan aktifitas mekanisme yang berperan dalam proses suplai oksigen ke seluruh tubuh dan pembuangan karbondioksida atau hasil dari pembakaran sel. 2.1.2. Fungsi Pernafasan Fungsi utama paru adalah menyediakan oksigen agar diambil melalui kapiler paru dan menyediakan sarana pembuangan karbondioksida melalui proses difusi dengan arah sebaliknya. Keberhasilan pertukaran gas ini memerlukan tiga sistem fungsi, yaitu ventilasi, transfer gas, dan transpor gas-darah (Harrington, 2005). Tujuan dari pernafasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan membuang karbondioksida (Guyton & Hall, 1997). Pertukaran karbondioksida dan oksigen antara darah dan udara berlangsung di alveolus paru-paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan dalamnya aliran udara timbal-balik (pernafasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari alveoli kedalam darah kapiler dinding alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas dan uap yang dihirup. Paru-paru merupakan jalur masuk terpenting dari bahan-bahan berbahaya lewat udara pada paparan kerja (WHO, 1995).
Universitas Sumatera Utara
9
2.1.3. Gambar Anatomi Sistem Pernafasan
Gambar 2.1. Sistem Pernafasan (Sumber: Ridley, 2003) 2.1.4. Anatomi Sistem Pernafasan Pada dasarnya, sistem pernafasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang menghantarkan udara luar agar bersentuhan dengan membran kapiler alveoli, yaitu pemisah antara sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler. Saluran penghantar udara yang membawa udara ke dalam paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Ketika masuk rongga hidung, udara disaring, dihangatkan, dan dilembabkan. Partikel debu yang kasar disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung, dan superior di dalam sistem pernafasan bagian bawah menuju ke faring. Kemudian partikel halus akan tertelan atau dibatukkan keluar.
Universitas Sumatera Utara
10
Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita suara. Ruang berbentuk segitiga diantara pita suara (glotis) bermuara ke dalam trakea dan membentuk bagian antara saluran pernafasan atas dan bawah. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernafasan bagian atas dan bawah. Trakea disokong oleh cincin tulang rawan berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 12,5 cm (5 inci). Struktur trakea dan bronkus dianalogkan dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu dinamakan pohon trakeobronkial. Trakea bercabang pada sisi kiri dan kanannya, menjadi bronkus. Tempat percabangan menjadi bronkus utama tersebut dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk berat jika diransang. Bronkus utama yang terbagi atas bronkus kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebih lebar. Sebaliknya, bronkus utama kiri lebih panjang dan lebih sempit. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Alveolus merupakan suatu gelembung gas yang dikelilingi oleh jaringan kapiler sehingga batas antara cairan dan gas membentuk tegangan permukaan yang cenderung mencegah pengembangan saat inspirasi dan cenderung kolaps saat ekspirasi (Wilson, 2006).
Universitas Sumatera Utara
11
Namun secara fungsional, saluran pernafasan dibagi menjadi dua bagian (Alsagaff & Mukty, 2005): 1. Zona Konduksi yang terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus, serta bronkioli terminalis. 2. Zona Respiratorik yang terdiri dari bronkioli respiratorik, sakus alveoli serta alveoli. 2.1.5. Fisiologi Pernafasan Proses fisiologi pernafasan yaitu proses O2 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan CO2 dikeluarkan ke udara ekspirasi yang dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru. Stadium kedua, yaitu transportasi harus ditinjau dari beberapa aspek: 1. Difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru (respirasi eksterna) dan antara darah sistemik dan sel-sel jaringan. 2. Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus-alveolus. 3. Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah. Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir respirasi, yaitu saat zat-zat dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru.
Universitas Sumatera Utara
12
2.2.
Gejala-Gejala Pernafasan
2.2.1. Bentuk-Bentuk Gejala Pernafasan Penyakit paru dapat menimbulkan tanda-tanda dan gejala umum maupun tanda dan gejala pernafasan. Adapun tanda dan gejala pernafasan mencakup batuk, sputum yang berlebihan atau abnormal, hemoptisis, dispnea, dan nyeri dada (Wilson, 2006). 1. Batuk Batuk merupakan refleks pertahanan yang timbul akibat iritasi percabangan. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme yang penting untuk membersihkan saluran nafas bagian bawah. Batuk juga merupakan gejala tersering penyakit pernafasan. Namun batuk bukan merupakan gejala yang spesifik, dan batuk di pagi hari merupakan keluhan yang sering ditemukan (Ringel,2012). Selain itu menurut WHO (1995), paparan jangka panjang terhadap berbagai bahan kimia iritan dapat menyebabkan gejala-gejala bronkitis, seperti batuk dengan atau tanpa sputum atau mengi. 2. Sputum Sputum adalah mukus yang dibatukkan keluar karena tertimbun dalam faring. Timbunan tersebut dapat terjadi karena mukus yang dihasilkan berlebihan, sehingga proses normal pembersihan pada saluran pernafasan tidak efektif lagi. Pembentukan mukus yang berlebihan dapat disebabkan karena gangguan fisik, kimiawi, atau infeksi pada membrane mukosa. Pembentukan sputum pada seseorang perlu dievaluasi sumber, warna, volume, dan konsistensinya. Sputum yang dihasilkan sewaktu membersihkan
Universitas Sumatera Utara
13
tenggorokan kemungkinan besar berasal dari sinus atau saluran hidung, dan bukan dari saluran nafas bagian bawah. Sputum yang berwarna kekuningan menunjukkan adanya infeksi. Sputum yang berwarna hijau merupakan petunjuk adanya penimbunan nanah. Banyak penderita infeksi pada saluran nafas bagian bawah mengeluarkan sputum berwarna hijau pada pagi hari, tetapi makin siang menjadi kuning. Dalam hal sifat dan konsistensi sputum juga perlu diperhatikan. Sputum yang berwarna merah muda dan berbusa merupakan tanda edema paru akut. Sputu yang berlendir, lekat dan berwarna abu-abu atau putih merupakan tanda bronkitis kronik. Sedangkan sputum yang berbau busuk merupakan tanda asbes paru atau bronkiektasis. 3. Hemoptisis Hemoptisis adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan batuk darah, atau sputum yang berdarah. Setiap proses yang mengganggu kesinambungan pembuluh darah paru dapat mengakibatkan perdarahan. Penyebab hemoptisis lain yang sering adalah karsinoma bronkogenik, infark paru, bronkiektasis, dan abses paru. 4. Dispnea Dispnea atau sesak nafas adalah perasaan sulit bernafas dan merupakan gejala utama dan merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmonar. Seseorang yang mengalami dispnea sering mengeluh nafasnya menjadi pendek atau merasa tercekik. Sesak nafas tidak selalu menunjukkan adanya penyakit, sebab orang normal juga akan mengalami hal yang sama setelah melakukan kegiatan fisik dalam tingkattingkat yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
14
5. Nyeri Dada Nyeri yang berasal dari saluran pernafasan bagian bawah menyatakan secara tidak langsung iritasi dinding dada dan/atau pleura. Nyeri dada terutama berkaitan dengan pernafasan. Dan nyeri dada ini dapat digolongkan dengan menggunakan templat nyeri umum; di mana, berapa lama, seberapa berat, sifat, apa yang membuat lebih baik, dan apa yang memperburuk (Ringel, 2012). 2.2.2. Agen-Agen Penyebab Timbulnya Gejala Gangguan Pernafasan 1. Debu inert Debu yang relatif inert dapat menimbulkan beberapa efek: a.
Peningkatan beban pembersihan bronkopulmonar. Hal ini menyebabkan meningkatnya sekresi mukus, transport bronkial melalui ekspektorasi, dan akhirnya batuk dengan dahak.
b.
Perubahan-perubahan obstruktif pada fungsi paru. Perubahan-perubahan ini berupa sediit penurunan volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1.0), sedikit penurunan kapasitas vital (VC), dan peningkatan volume gas intratoraks.
2. Debu fibrogenik Debu yang mengandung kuarsa menyebabkan silikosis. Dan debu yang mengandung asbes secara khas menyebabkan ganguan fungsi paru restriktif (yaitu, penurunan VC dan volume gas intratoraks serta compliance (elastisistas) paru).
Universitas Sumatera Utara
15
3. Iritan kimia Paparan jangka panjang terhadap berbgai bahan kimia iritan dapat menyebabkan gejala-gejala bronkitis, seperti batuk dengan atau tanpa sputum atau mengi. Gejala dapat atau tidak disertai dengan peningkatan reaktifitas bronkus. Paparan kadar tinggi (tidak disengaja) dapat menyebabkan bronkitis akut berat (sering hemoragik) dengan obstruksi saluran nafas dan/atau edema paru. 4. Alergen Golongan ini meliputi bahan-bahan yang berasal dari binatang atau tumbuhan (mis, spora jamur) dan mungkin bahan-bahan kimia tertentu (mis, garam-garam platinum). 5. Karsinogen Debu asbes dan uranium adalah contoh terbaik dari agen penyebab kanker paru akibat kerja. Peranan merokok baik sebagai faktor penyebab maupun sinergistik sudah dipastikan. Sifat-sifat karsinogenik agen-agen yang ditemukan di tempat kerja dapat dideteksi dengan penelitian epidemiologis (WHO, 1995). 2.3. Pernafasan Sebagai Jalan Masuk Bahan Kimia Jalan masuk yang paling penting terhadap pemajanan bahan kimia di lingkungan kerja suatu industri adalah saluran pernafasan. Sebab, hampir semua bahan yang merupakan pencemar udara dapat dihisap dan masuk melalui saluran pernafasan. Namun, jumlah seluruh senyawa beracun yang diabsorbsi melalui saluran pernafasan tersebut tergantung dari kadarnya di udara, lama waktu pemajanan, dan
Universitas Sumatera Utara
16
voume aliran udara dalam paru-paru yang dapat naik setiap beban kerja menjadi lebih besar. Apabila bahan beracun yang ada berbentuk aerosol, maka pengendapan dan penyerapan dapat terjadi di dalam saluran pernafasan. Hal tersebut yang akan menyebabkan penyakit-penyakit pernafasan (Moeljosoedarmo, 2008). Pemajanan dengan zat kimia yang berada di udara yang terjadi melalui penghirupan zat tersebut tidak dapat dihindari, kecuali jika kita memakai perlengkapan yang dapat membersihkan kontaminan. Meskipun demikian, untuk dapat mencapai alveoli paru kontaminan itu harus berupa gas atau bahan yang memiliki ukuran sedemikian rupa, sehingga ketika berada di saluran udara ke aru tidak dapat dibersihkan. Bahaya yang sebenarnya dan yang potensial, yang bekaitan dengan pemajanan zat kimia melalui saluran pernafasan, terutama terlihat jelas pada lingkungan kerja industry,dan pencemaran di daerah perkotaan yang penduduknya sangat padat (Loomis, 1978). 2.4.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gejala-Gejala Pernafasan
2.4.1. Umur Umur adalah variable yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikanpenelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur. Faal paru tenaga kerja sangat dipengaruhi oeh usia tenaga kerja itu sendiri. Meningkatnya umur seseorang maka kerentanan terhadap penyakit akan bertambah, khususnya gangguan saluran pernafasan pada tenaga kerja (Notoatmodjo, 2002). Berdasarkan hasil penelitian Afdhal (2012) pada pekerja pembuat dodol di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat yang berjumlah 58 orang, pekerja yang
Universitas Sumatera Utara
17
berumur ≤ 30 tahun sebanyak 24 pekerja (41,4%); 10 pekerja (17,2%) diantaranya mengalami keluhan pernafasan. Sedangkan pekerja yang berumur ≥ 30 tahun sebanyak 34 pekerja (58,6%); 13 pekerja (22,5%) diantaranya mengalami keluhan pernafasan. Hal ini menunjukkan lebih banyak pekerja yang berumur ≥ 30 tahun yang mengalami keluhan pernafasan. 2.4.2. Masa Kerja Masa kerja atau lamanya seseorang kerja pada sebuah industri berbanding lurus dengan lamanya paparan terhadap bahan bahan-bahan beresiko yang dapat merusak kesehatan pekerja. Dari hasil penelitian Mengkidi (2006) pada karyawan PT. Semen Tonasa Pangker Sulawesi Selatan menunjukkan, responden dengan masa kerja ≥ 15 tahun mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 33 orang (63,5%) dan tidak mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 19 orang (36,5%). Responden dengan masa kerja < 15 tahun mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 14 orang (35,9%) dan tidak mengalami gangguan fungsi paru 25 orang (64,1%). Hal ini menunjukkan juga bahwa lamanya masa kerja juga menyebabkan penurunan fungsi paru dan meningkatnya gangguan-gangguan pernafasan. 2.4.3. Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam kegiatan industri, paparan terhadap resiko yang dapat mengganggu kesehatan pekerja memang tidak dapat dihindari. Upaya-upaya dalam pencegahan harus selalu dilakukan baik dari pihak perusahaan maupun pekerja. Ada beberapa pengendalian baik secara teknis maupun administratif yang dapat dilakukan, namun yang paling sering dilakukan adalah melengkapi tenaga kerja dengan alat pelindung diri yang sesuai dengan bahaya dan resiko yang dihadapi pekerja. Walaupun
Universitas Sumatera Utara
18
pemberian alat pelindung diri merupakan jenis pengendalian yang terakhir, namun efek yang didapatkan pekerja dengan memakai alat pelindung diri juga cukup dirasakan. Pemilihan alat pelindung diri pernafasan berbeda-beda sesuai dengan kebutuhannya dan jenis bahaya paparannya. Alat pelindung saluran pernafasan dapat digambarkan atas dasar kemampuan dan keterbatasannya dan dibagi dalam 3 kelompok besar (Moeljosoedarmo, 2008): 1. Alat pembersih udara Alat
pembersih
udara
membersihkan
(memurnikan)
udara
yang
terkontaminasi. Udara di lingkungan kerja yang dialirkan melewati suatu elemen pembersih udara akan dapat menghilangkan gas-gas dan uap bahan kimia yang khusus, aerosol atau suatu campuran dari pencemar-pencemar tersebut. Ada 2 jenis respirator pembersih udara: a. Respirator Pembersih Aerosol b. Respirator Pembersih Gas atau Uap Bahan Kimia 2. Alat penyalur udara Alat penyalur udara adalah kelompok respirator yang menyediakan udara yang dapat dihisap oleh pemakai, ini tergantung kepada udara di luar gedung. Ada 2 jenis alat penyalur udara: a. Topeng Berpipa Saluran Udara b. Respirator yang terdiri dari sebuah topeng yang menutup seluruh muka atau menutup separuh muka atau penutup kepala yang dihubungkan dengan sebuah pipa yang digunakan untuk mengirim udara pernafasan
Universitas Sumatera Utara
19
baik dari suatu kompresor, dan harus dilengkapi dengan alat pengaman khusus sesuai yang ditentukan oleh lembaga yang berwenang (di Amerika oleh OSHA) 3. Gabungan antara alat pembersih udara dan alat penyalur udara Respirator jenis ini adalah gabungan dari respirator dengan pipa aliran udara dan suatu alat pembantu untuk memurnikan udara sebagai pembantu yang memberikan perlindungan apabila penyediaan udara gagal atau macet. 2.5.
Bahan Kimia Industri
2.5.1. Pengaruh Buruk Bahan Kimia Terhadap Tubuh Reaksi tubuh terhadap bahan-bahan kimia dapat terjadi baik secara akut maupun secara kronis (Moeljosoedarmo, 2008). 1. Pengaruh akut Pengaruh akut atau pemajanan akut umumnya termasuk pemajanan terhadap konsentrasi tinggi dalam jangka waktu yang pendek dan segera menghasilkan beberapa akibat seperti penyakit, iritasi, dan kematian. Pemajanan kerja akut sering dihubungkan dengan terjadinya kecelakaan. Ciri-ciri khusus pada pemajanan akut adalah mendadak dan berat dan digolongkan dengan absorbsi cepat dari bahan-bahan yang mengganggu. 2. Pengaruh kronis Berlawanan dengan pengaruh akut, pengaruh kronis atau sakit digolongkan dengan gejala-gejala atau penyakit yang berlangsung lama atau sering kambuh. Pengaruh kronis sering berkembang lama. Istilah pemajanan kronis adalah menunjukkan terhadap pemajanan berkelanjutan/kontinu untuk jangka waktu yang
Universitas Sumatera Utara
20
lama, umumnya bertahun-tahun. Keracunan kronis berarti bahwa suatu tingkat bahan secara berkelanjutanada di dalam jaringan. Tanda-tanda dari keracunan kronis umumnya berbeda dengan yang sering terlihat dari keracunan akut oleh bahan beracun yang sama, dan karena kadar tingkat atau kontaminan relatif rendah, tenaga kerja sering tidak menyadari terhadap pemajanan seperti yang mereka alami. 2.5.2. Pengelompokan Bahan Kimia Berdasarkan Perbedaan Bentuk Fisik Bentuk-bentuk fisik bahan kimia yang dapat ditemukan di udara lingkungan tempat kerja dapat dikelompokkan ke dalam 2 kelompok yaitu (Moeljosoedarmo, 2008): 2.5.2.1. Kelompok bukan partikel a. Gas Gas adalah suatu cairan yang tidak memiliki wujud sendiri dan mengisi suatu ruang tertutup pada keadaan suhu dan tekanan normal. b. Uap Uap adalah bentuk gas dari bahan-bahan yang umumnya berbentuk padat atau cair dan dapat dikembalikan kepada bentuk semula, baik hanya dengan mengubah tekanannya ataupun hanya mengubah suhunya. c. Cairan Cairan merupakan zat yang tidak terbentuk, mengalir mengikuti hokum grafitasi. Cairan oleh NFPA (National Fire Protection Association) dibagi menjadi 2, yaitu cairan yang dengan mudah dapat terbakar (cairan yang memiliki titik nyala dibawah 100°F atau 37,8°C) dan cairan mudah terbakar (cairan yang memiliki titik nyala di atas 100°F atau 37,8°C).
Universitas Sumatera Utara
21
d. Pelarut Bahan kimia pelarut adalah masalah khusus. Meskipun pelarut sebenarnya termasuk kedalam kelompok cairan, pelarut cenderung digunakan secara luas di dalam industri. Pelarut adalah cairan/bahan yang digunakan untuk melarutkan bahan lain termasuk air dan sistem bukan air. Larutan adalah campuran dari 2 bahan atau lebih. Pada pelarut organik, dapat menyebabkan gangguan kesehatan karena pelarut dapat menguap dengan cepat di udara dan menghasilkan kadar uap yang tinggi pada keadaan tertentu. Secara umum pelarut organik dapat menyebabkan hilangnya kesadaran. Bentuk pemajanan yang utama adalah inhalasi uap melalui pernafasan, namun banyak juga yang terserap melalui kulit. Apabila dua atau lebih bahan kimia berbahaya terdapat di udara lingkungan kerja, bahan-bahan kimia tersebut mempunyai pengaruh yang sama terhadap salah satu organ tubuh, maka dikatakan bahwa bahan kimia tersebut memiliki sifat additive (pengaruh saling menambah/mendukung). Apabila dua atau lebih bahan kimia berbahaya terdapat di udara lingkungan kerja, masing-masing memiliki pengaruh buruk terhadap organ tubuh yang berbeda, maka dikatakan bahwa kedua bahan kimia tersebut memiliki sifat independen. Apabila dua atau lebih bahan kimia berbahaya terdapat di udara lingkungan kerja, dimana salah satu dari bahan tersebut memiliki sifat yang dapat memperkuat sifat buruk bahan kimia lainnya terhadap kesehatan, maka
Universitas Sumatera Utara
22
dikatakan bahwa bahan kimia itu memilii sifat sinergis terhadap bahan kimia yang lain. Apabila dua atau lebih bahan kimia berbahaya terdapat di udara lingkungan kerja, masing-masing bahan kimia tersebut memiliki pengaruh yang berlawanan terhadap organ tubuh tenaga kerja, maka dikatakan bahwa kedua bahan kimia tersebut memiliki sifat antagonis (menghambat efek salah satu bahan kimia). 2.5.2.2. Kelompok Partikel a. Debu Debu adalah partikel padat yang dipancarkan oleh prose salami atau proses mekanis seperti pemecahan, penghalusan, penggilingan, pukulan ataupun peledakan, pemotongan serta penghancuran bahan. Debu yang terhirup melalui pernafasan sebagian akan ditahan atau tinggal didalam paruparu. b. Fume Fume atau uap logam sebenarnya adalah partikel benda padat, yang terbentuk sebagai hasil kondensasi uap logam di udara. c. Kabut Kabut adalah partikel-partikel yang sangat halus, tidak lain adalah titik-titik air yang mengambang di udara yang terbentuk oleh proses pemecahan suatu cairan menjadi butir-butir kecil, seperti proses splashing, foaming atau proses atomizing.
Universitas Sumatera Utara
23
d. Serat Serat merupakan bahan yang tipis dan panjang, misalnya serat asbes. Serat yang menyerupai benang ini dipisahkan dari batu aslinya selama pemecahan, pemotongan dan penambangan. 2.6.
Quality Control Quality Control merupakan adalah suatu pengawasan dan pengendalian mutu
yang dilakukan pada setiap tahap atau stasiun proses produksi dalam sebuah industri. Dari tahap bahan baku yang datang dari supplier, sampai produk jadi yang siap dikonsumsi. Tujuan dilaksanakannya Quality Control adalah untuk mengawasi dan mengendalikan proses produksi dalam sebuah industri sehingga dihasilkan produk jadi yang sesuai dengan standar mutu atau persyaratan yang telah ditetapkan (Ajisetiawan,2010). 2.7.
Crude Palm Oil dan proses uji mutunya Crude palm oil adalah minyak kelapa sawit yang diolah oleh industri-industri
kelapa sawit di Indonesia untuk dijadikan bahan pokok rumah tangga seperti minyak goreng dan margarin. CPO yang telah mengalami pemurnian akan menjadi RBDPO (Refinery Bleeching Deodorasi Palm Oil). Setelah mengalami fraksinasi, RBDPO akan diproses menjadi ROlein (minyak goreng) dan RStearin (margarin). Untuk setiap tahap,uji mutu yang dilakukan adalah sama. Sedangkan Lebih lengkap tahapnya dapat dilihat pada bagan dibawah ini:
Universitas Sumatera Utara
24
CPO (Crude Palm Oil)
Fraksinasi RBDPO (Refinery Bleeching Deodorasi Palm Oil)
ROlein (Minyak goreng)
Rstearin (Margarin)
Gambar 2.2. Tahap-tahap produksi minyak goreng dan margarin Adapun proses uji mutunya adalah: 1. uji DOBI (Determinasi of Bleeching Index) Uji DOBI merupakan proses yang dilakukan pada saat sampel datang pertama kali ke laboratorium dan masih dalam bentuk CPO dan diuji setiap 4 jam. Pada proses yang pertama ini, sampel hanya diberi larutan hexane dan ditentukan penyerapannya dengan menggunakan spectrophotometer. 2. Uji FFA (Free Fatty Acid) Uji FFA merupakan uji asam lemak bebas yang dipantau dan terus diuji setiap jam sampai mendapatkan tingkat asam lemak bebas yang serendah-rendahnya. Semakin rendah nilainya, maka semakin bagus kualitasnya. Nilai FFA sendiri ditentukan oleh customer sesuai dengan permintaannya. Untuk minyak goreng yang dijual di Indonesia, nilai FFA harus dibawah 5%. Sedangkan untuk minyak goreng eksport, kualitas FFA harus dibawah 3%. Adapun proses ujinya adalah: Sampel CPO + isopropyl alcohol + NaOH
Universitas Sumatera Utara
25
3. Uji IV (Iodine Value) Uji IV merupakan uji tingkat iodine yang juga diuji setiap jam. Tetapi nilai IV berbanding terbalik dengan FFA. Semakin tinggi tingkat nilai IV, maka semakn baik kualitasnya. Adapun proses uji mutunya: (Sampel + pelarut x + wijs) diperam selama 15 menit di ruang gelap + KI 15% + aquades Pelarut x merupakan campuran siklohexana dan asam asetat dengan perbandingan 1:1 4. Uji PV (Peroxide Value) Uji PV merupakan uji untuk melihat bilangan peroxide atau tingkat ketengikan minyak. PV diuji setiap 4 jam sekali, dan tingkat PV dengan kualitas yang bagus adalah tingkat yang rendah. Artinya, semakin rendah nilai PV maka semakin bagus kualitas minyak tersebut. Adapun proses ujinya: Sampel 5 gram + pelarut x Pelarut x merupakan campuran asam asetat dan klroform dengan perbandingan 3 : 2. Sampel dan pelarut tersebut diaduk selama 1 menit + aquades + indicator amilum dan dititrasi dengan Na2S2O3. 5. Uji Warna Untuk uji warna, yang dilihat adalah moisture dengan menggunakan alat Lovibond Tintometer model F. 2.8.
Bahan Kimia Yang Digunakan Pada Proses Uji Mutu Minyak CPO Dari keseluruhan proses uji mutu pada laboratorium tersebut, maka bahan
kimia yang selalu digunakan oleh pekerja adalah :
Universitas Sumatera Utara
26
1. Isopropil Alkohol Isopropyl alcohol atau isopropanol adalah nama lain dari senyawa kimia C3H8O dan merupakan turunan dari alkohol. Tidak berwarna, mudah terbakar, dan memiliki bau yang kuat, serta sangat larut dalam air. Efek akut yang dapat terjadi adalah iritasi pada mata, ganguan pada saraf dan pernafasan. Iritasi pada kulit juga dapat terjadi akibat kontak dengan kulit. Sedangkan efek kronisnya dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal, sistem reproduksi, hati, kulit, sistem saraf pusat, bahkan kanker pada bagian-bagian yang dilaluinya (OHSA,2012). 2. NaOH NaOH
atau
natrium
hidroksida
merupakan
larutan
yang
bersifat
korosif/merusak jaringan hidup. Dari segi fisik, NaOH tidak berwarna, tidak berbau, larut dalam air, Apabila terpapar dapat menyebabkan mata dan kulit terbakar, dan iritasi pada saluran pernafasan. Efek jangka panjang jika terhirup dapat menyebabkan pneumonitis dan edema paru. Penyebab parah iritasi saluran pernafasan bagian atas adalah batuk, luka bakar pada saluran pernafasan, kesulitan bernafas, dan koma (International Programme on Chemical Safety, 2012). 3. Asam Asetat Asam asetat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Memiliki rumus empiris C2H4O2. Asam asetat murni adalah adalah cairan higroskopis tidak berwarna dan merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industry yang penting. Umumnya, asam asetat digunakan dalam produksi polimer maupun berbagai macam serat dan kain. Asam asetat cair adalah pelarut polar, mirip seperti air dan etanol dan dapat
Universitas Sumatera Utara
27
bercampur dengan mudah dengan pelarut seperti kloroform dan heksana. Efek pada kesehatan akibat paparan asam asetat adalah luka bakar,kerusakan mata permanen, dan iritasi pada membran mukosa (NIOSH, 2011). 4. Heksana Heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C6H14. Seluruh isomer heksana amat tidak rektif, dan sering digunakan sebagai pelarut organik yang inert. Heksana juga umum terdapat pada bensin dan lem sepatu, kulit dan tekstil. Dalam keadaan standar, senyawa ini merupakan cairan tak berwarna yang tidak larut dalam air. Pada keadaan akut, heksana dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan. Sedangkan pada keadaan kronik dapat menyebabkan kerusakan jaringan paru (NIOSH, 2011). 5. Sikloheksana Sikloheksana digunakan sebagai pelarut nonpolar pada industri kimia, dan juga merupakan bahan mentah dalam pembuatan asam adipat dan kaprolaktam, keduanya juga merupakan bahan produksi nilon. Sikloheksana memiliki bau seperti detergen (NIOSH, 2011). 6. Wijs Wijs adalah pelarut Acetic acid dengan konsentrasi ≥ 90% yang mengandung iodine, berwarna cokelat dan berbau pedih. Wijs dapat menyebabkan efek pada kesehatan yang cukup parah seperti luka bakar yang parah. Menyebabkan gejala iritasi pada saluran pernafasan, uapnya bisa membentuk odema paru dan merusak mata. Untuk itu, penyimpanan dan penggunaan larutan wijs harus menggunakan lemari asam (MERCK, 2011).
Universitas Sumatera Utara
28
7. Kloroform Kloroform atau triklorometana dikenal karena sering digunakan sebagai bahan pembius, meskipun kebanyakan digunakan sebagai pelarut nonpolar di laboratorium dan industri. Wujdnya pada suhu ruang berupa cairan, namun mudah menguap. Kloroform bersifat penekan pada sistem saraf pusat, toksik terhadap hati dan ginjal, embriotoksik dan terbukti bersifat karsinogen pada hewan. Kloroform juga berpotensi menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan (NIOSH, 2011). Berdasarkan data MSDS (Material Safety Data Sheet), maka keseluruhan bahan kimia tersebut berpotensi menyebabkan gejala-gejala pernafasan sebelum pada akhirnya menyebabkan gangguan dan iritasi saluran pernafasan, baik saluran pernafasan atas maupun bawah. Selain itu berpotensi menyebabkan kerusakan jaringan pada saluran pernafasan. 2.9. Kerangka Konsep Berdasarkan teori-teori yang telah dijabarkan, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah: Bahan Kimia Laboratorium Pekerja Quality Control
Gejala-gejala pernafasan
-
Umur
-
Masa kerja
-
Penggunaan APD Pernafasan
Universitas Sumatera Utara