BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Media Pembelajaran
2.1.1
Pengertian Media Pembelajaran Menurut Asyhar (2010), “Secara etimologi, kata media berasal dari bahasa
Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar”. Arti tersebut dijelaskan olehBovee dalam Asyhar (2010) sebagai, “Perantara atau pengantar pesan dan informasidari pengirim pesan (sender) kepada penerima pesan (receiver). Dari sini, media dimaknai sebagai sebuah alat yang digunakan untuk menyalurkan pesan”. Media adalah alat untuk menyampaikan pesan, sedangkan pembelajaran merupakan suatu proses komunikasi dalam pembelajaran antara pelajar, pengajar serta bahan ajar. Banyak pengertian media yang dikemukakan para ahli, diantaranya adalah Gagne dan Briggs dalam Arsyad (2010) menyatakan bahwa,“Media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pelajaran”.Munadi (2013) juga menyatakan bahwa,“Media adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondunsif dimana penerima dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif”.
9
10
2.1.2
Manfaat MediaPembelajaran Media pembelajaran memiliki nilai dan manfaat sebagaimana dikatakan oleh
Asyhar (2010): Beberapa manfaat penggunaan media dalam pembelajaran, antara lain: 1.
2.
3.
4.
5. 6.
7.
8.
9.
Memperluascakrawala sajian materi pembelajaran yang diberikan di kelasseperti buku, foto-foto dan narasumber sehingga peserta didik akan memiliki banyak pilihan sesuai kebutuhan dan karekteristik masing-masing. Peserta didik akan memperoleh pengalaman beragam selama proses pembelajaran yang sangat berguna bagi peserta didik dalam menghadapi berbagai tugas dan tanggung jawab yang berbagai macam, baik dalam pendidikan, di masyarakat dan di lingkungan kerjanya. Memberikan pengalaman belajar yang konkret dan langsung kepada peserta didik, seperti kegiatan karyawisata ke pabrik, pusat tenaga listrik, swalayan, bank, industri, pelabuhan, dan sebagainya, sehingga peserta didik akan merasakan dan melihat secara langsung keterkaitan antara teori dan praktik atau memahami aplikasi ilmunya di lapangan. Menyajikan sesuatu yang sulit diadakan, dikunjungi, atau dilihat oleh peserta didik, baik karena ukurannya yang terlalu kecil seperti virus, atau rentang waktu prosesnya terlalu panjang misalnya proses metamorfosa dan pelapukan batuan, atau masa kejadiannya sudah lama seperti terjadinya uhud. Memberikan informasi yang akurat dan terbaru, misalnya penggunaan buku teks, majalah, dan orang sebagai sumber informasi. Menambah kemenarikan tampilan materi sehingga meningkatkan motivasi dan minat serta mengambil perhatian pesaerta didik untuk fokus mengikuti materi yang disajikan, sehingga diharapkan efektivitas belajar akan meningkat pula. Merangsang peserta didik berpikir kritis, menggunakan kemampuan imajinasinya, bersikap dan berkembang lebih lanjut, sehingga melahirkan kreativitas dan karya-karya inovatif. Penggunaan media dapat meningkatkan efisiensi proses pembelajaran, karena dengan menggunakan media dapat menjangkau peserta didik di tempat yang berbeda-beda, dan di dalam ruang lingkup yang tak terbatas pada suatu waktu tertentu. Dengan media, durasi pembelajaran juga bisa dikurangi Media pembelajaran dapat memecahkan masalah pendidkan.
Arsyad (2010), juga mengemukakan manfaat media pembelajaran adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e.
Meningkatkan rasa saling pengertian dan simpati dalam kelas, Membuahkan perubahan signifikan tingkah laku mahasiswa , Menunjukkan hubungan antara mata pelajarandan kebutuhan dan minat dengan meningkatnya motivasi belajar siswa , Membawa kesegaran dan variasi bagi pengalaman belajar siswa , Membuat hasil belajar mahasiswalebih bermakna bagi berbagai kemampuan siswa,
11
f. g. h. i. j.
Mendorong pemanfaatan yang bermakna dari mata pelajaran dengan melibatkanimajinasi dan partisipasi aktif yang mengakibatkan meningkatnya hasil belajar, Memberikan umpan balik yang diperlukan yang dapat membantusiswa menemukan seberapa banyak telah mereka pelajari, Melengkapi pengalaman yang kaya akan pengalaman itu konsep-konsep yang bermakna dapat dikembangkan, Memperluas wawasan dan pengalaman siswayang mencerminkan pembelajaran nonverbalistik dan membuat generalisasi yang tepat, Meyakinkan diri bahwa urutan dan kejelasan pikiran yang siswa butuhkan jika mereka membangun struktur konsep dan sistem gagasan yang bermakna.
Dari uraian dan pendapat para ahli, media pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran memiliki beberapa manfaat praktis yaitudapat memperjelas penyajian pesan dan informasi, dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian siswa sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu, serta dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswatentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka.
2.1.3
Pengembangan Media Pembelajaran Media yang dikembangkan sendiri oleh guru dapat menghindari ketidak-
tepatan karena dirancang sesuai dengan kebutuhan,potensi sumber daya dan kondisi lingkunganmasing-masing.
MenurutAsyhar
(2010),
pengembangan
media
pembelajaran merupakan: Kegiatan yang terintergrasi dalam penyusunan dokumen pembelajaran lainnya, seperti kurikulum, silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan lain-lain. Artinya, setelah dokumen-dokumen pembelajaran tersebut siap disusun, dilanjutkan dengan pengadaan/penyiapan media pembelajarannya sebagai sumber belajar dan alat bantu dalam proses pembelajaran.
Pengembangan media pembelajaran perlu dilakukan secara sistematik berdasarkan langkah-langkah yang terkait untuk menghasilkan media pembelajaran
12
yang bermanfaat. Menurut Sadiman, dkk (2011) desain pengembangan media pembelajaran terdiri dalam enam tahap kegiatan, yaitu: a. b. c. d. e. f.
Menganalisis kebutuhan dan karekteristik siswa; Merumuskan tujuan instruksional (instructional objective) dengan operasional dan khas; Merumuskan butir-butir materi secara terperinci yang mendukung tercapainya tujuan; Mengembangkan alat pengukur keberhasilan; Menulis naskah media; Mengadakan tes dan revisi.
2.2
Bahan Ajar
2.2.1
Pengertian Bahan Ajar Dalam proses pembelajaran dikelas, bahan ajar sangat dibutuhkan demi
tercapainya tujuan pembelajaran yang diinginkan. MenurutNational Centre for Competency Based Training (Prastowo, 2011)menjelaskan bahwa bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan proses belajar dikelas.Bahan ajar yang dimaksud adalah bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis yang telah disusun berdasarkan urutan materi yang sistematis, berdasarkan pada tingkat kemampuan siswa, dilengkapi dengan contohcontoh dan soal-soal latihan sehingga mudah dipahami oleh siswa. Sedangkan menurut pandangan Prastowo (2007), menjelaskan bahwa bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis, baik tertulis maupun tidak tertulis, sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan peserta didik untuk belajar.Bahan ajar juga dapat diartikan sebagai segala bentuk bahan yang disusun secara sistematis yang memungkinkan siswa dapat belajar dengan dirancang sesuai kurikulum yang berlaku.
13
Menurut Widodo & Jasmadi (Ika Lestari, 2012)dampak positif dari bahan ajar adalah guru akan mempunyai lebih banyak waktu untuk membimbing siswa dalam proses pembelajaran, membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan baru dari segala sumber atau referensi yang digunakan dalam bahan ajar, dan peranan guru sebagai satu-satunya sumber pengetahuan menjadi berkurang. Dalam hal ini, kemampuan guru dalam merancang dan menyusun bahan ajar menjadi hal yang sangat berperan dalam keberhasilan proses belajar dan pembelajaran melalui sebuah bahan ajar. Dengan adanya bahan ajar, guru menjadi lebih runtut dalam mengajarkan materi kepada siswa dan tercapai semua kompetensi yang telah ditentukan sebelumnya.
2.2.2
Karakteristik Bahan Ajar Menurut Widodo& Jasmadi (Ika Lestari, 2012)sesuai dengan pedoman
penelitian modul yang dikeluarkan oleh Direktorat Guru Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2003, bahan ajar memiliki beberapa karakteristik, yaitu self instructional, self contained, stand alone, adaptive, dan user friendly. a.
Self Instructional Self Instructional yaitu bahan ajar yang mampu membuat siswa dapat membelajarkan diri sendiri dengan bahan ajar yang dikembangkan. Untuk memenuhi Self Instructional, maka didalam bahan ajar harus terdapat tujuan yang dirumuskan dengan jelas, baik tujuan akhir maupun tujuan antara. Selain itu bahan ajar memudahkan siswa belajar secara tuntas dengan memberikan
14
materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit atau kegiatan yang lebih spesifik. b.
Self contained Self contained
adalah seluruh materi pembelajaran dari satu unit
kompetensi atau subkompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu bahan ajar secara utuh. c.
Stand alone Stand alone (berdiri sendiri) yaitu bahan ajar yang dikembangkan tidak tergantung pada bahan ajar lain atau tidak harus digunakan bersamasama dengan bahan ajar lain.
d.
Adaptive Adaptive yatu bahan ajar hendaknya memilki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi.
e.
User friendly User friendly yaitu setiap instruksi dengan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon dan mengakses sesuai dengan keinginan. Dengan bahan ajar memungkinkan siswa dapat mempelajari kompetensi secara runtut dan sistematis. Menurut Ika Lestari (2012), Sebuah bahan ajar yang baik harus mencakup: (1) petunjuk belajar (petunjuk guru dan siswa); (2) kompetensi yang dicapai; (3) informasi pendukung; (4) latihanlatihan; (5) petunjuk kerja, dapat berupa lembar kerja (LK); dan (6) evaluasi.
15
2.2.3 Jenis-Jenis Bahan Ajar Menurut Prastowo (2011), terdapat beberapa kategori untuk jenis-jenis bahan ajar, diantaraya sebagai berikut: 1.
2. 3. 4.
Bahan ajar cetak (printed), yakni sejumlah bahan yang disiapkan dalam kertas yang dapat berfungsi untuk keperluan pembelajaran (Kemp dan Dayton, 1985) Contohnya, handout, buku, modul, lembar kerja siswa. Bahan ajar dengar atau program audio contohnya kaset, radio, piringan hitam dan compact disk audio. Bahan ajar pandang dengar (audiovisual) contohnya, video compact disk dan film. Bahan ajar interaktif (interactive teaching materials), yakni kombinasi dari dua atau lebih media (audio, teks, grafik, gambar, animasi dan video) contohnya, compact disk interactive.
Dari berbagai jenis bahan ajar yang telah diketahui, maka bahan ajar yang akan diteliti pada penelitian ini berupa bahan ajar cetak yaitu Lembar Kerja Siswa (LKS).
2.3
LKS (Lembar Kerja Siswa)
2.3.1
Pengertian LKS Ada beberapa pendapat yang menjelaskan pengertian dari LKS, seperti
menurut Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar (Diknas,2004) dalam Prastowo (2011), Lembar Kegiatan Siswa adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk atau langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Dan, tugas tersebut haruslah jelas kompetensi dasar yang akan dicapai. Prastowo (2011), menyebutkan bahwa LKS merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembar-lembar kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk
16
pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh peserta didik, yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai. MenurutRustaman (dalam Majid, 2013), “LKS merupakan salah satu alat bantu pengajaran berupa lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa.LKS berisi petunjuk dan langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas, baik tugas teori maupun tugas pratikum”. Dari beberapa pengertian inilah dapat kita simpulkan bahwa LKS merupakan petunjuk belajar yang digunakan untuk membuat suatu proses belajar menjadi lebih teratur dan bermakna.
2.3.2
FungsiLKS Menurut Prastowo (2011), LKS memiliki empat fungsi sebagai berikut:
a. b. c. d.
2.3.3
Sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik, namun lebih mengaktifkan peserta didik; Sebagai bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang diberikan; Sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih; serta Memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik.
Tujuan Penyusunan LKS Menurut Prastowo (2011), ada empat hal yang menjadi tujuan penyusunan
LKS, yaitu: a. b. c. d.
Menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk berinteraksi dengan materi yang diberikan; Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan peserta didik terhadap materi yang diberikan; Melatih kemandirian belajar peserta didik; dan Memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada peserta didik.
17
2.3.4
Langkah–Langkah Penyusunan LKS Untuk bisa membuat LKS sendiri, maka kita perlu memahami langkah-
langkah penyusunannya dengan baik. Menurut Diknas (2004) dalam Prastowo (2011) langkah-langkah penyusunan Lembar KerjaSiswa secara garis besar seperti pada gambar 2.1 adalah sebagai berikut: Analisis Kurikulum
Menyusun Peta Kebutuhan LKS
Menentukan Judul-Judul LKS
Merumuskan KD
Menentukan Alat Penilaian
Menyusun Materi
Memperhatikan Struktur Bahan Ajar
Gambar 2.1 Diagram alir langkah-langkah penyusunan LKS
1. Melakukan Analis Kurikulum Analisis kurikulum merupakan langkah pertama dalam penyusunan LKS. Langkah ini dimaksudkan untuk menentukan materi–materi mana yang memerlukan bahan ajar LKS. Pada umumnya, dalam menentukan materi, langkah analisisnya dilakukan dengan cara melihat materi pokok, pengalaman belajar, serta materi yang akan diajarkan. Selanjutnya, kita juga harus mencermati
18
kompetensi yang mesti dimiliki oleh siswa. Jika semua langkah tersebut telah dilakukan, maka kita harus bersiap untuk memasuki langkah berikutnya, yaitu menyusun peta kebutuhan lembar kerja siswa. 2. Menyusun Peta Kebutuhan LKS Peta kebutuhan LKS sangat diperlukan untuk mengetahui jumlah LKS yang harus ditulis serta melihat sekuensi atau urutan LKS nya. Sekuensi LKS sangat dibutuhkan dalam menentukan prioritas penulisan. Langkah ini biasanya diawali dengan analisis kurikulum dan sumber belajar. 3. Menentukan judul–judul LKS Perlu kita ketahui bahwa judul LKS ditentukan atas dasar kompetensikompetensi dasar atau pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum. Satu kompetensi dasar dapat dijadikan sebagai judul LKS apabila kompetensi tersebut tidak terlalu besar. Adapun besarnya kompetensi dasar dapat dideteksi, antara lain dengan cara apabila diuraikan ke dalam materi pokok (MP) mendapat maksimal 4 MP, maka kompetensi tersebut dapat dijadikan sebagai satu judul LKS. Namun, apabila kompetensi dasar itu bisa diuraikan menjadi lebih dari 4 MP maka harus kita pikirkan kembali apakah kompetensi dasar itu perlu dipecah, contohnya menjadi dua judul LKS. Jika judul–judul LKS telah kita tentukan, maka langkah selanjutnya yaitu mulai melakukan penulisan.
4. Penulisan LKS Untuk menulis LKS, langkah–langkahyang dilakukan adalah sebagai berikut:
19
Pertama, merumuskan kompetensi dasar. Untuk merumuskan kompetensi dasar, dapat kita lakukan dengan menurunkan rumusannya langsung dari kurikulum yang berlaku. Kedua, menentukan alat penilaian. Penilaian kita lakukan terhadap proses kerja dan hasil kerja peserta didik. Ketiga, menyusun materi. Untuk menyusun materi LKS, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan. Berkaitan dengan isi atau materi LKS,perlu kita ketahui bahwa materi LKS sangat tergantung pada kompetensi dasar yang akan dicapainya. Materi LKS dapat berupa informasi pendukung, yaitu gambaran umum atau ruang lingkup substansi yang akan dipelajari. Materi dapat diambil dari berbagai sumber, seperti buku, majalah, internet, jurnal hasil penelitian dan sebagainya. Supaya pemahaman peserta didik terhadap materi lebih kuat, maka dapat saja di dalam LKS kita tunjukkan referensi yang digunakan agar peserta didik bisa membaca lebih jauh tentang materi tersebut. Selain itu, tugas – tugas harus ditulis secara jelas guna mengurangi pertanyaan dari peserta didik tentang hal yang seharusnya peserta didik dapat melakukannya. Keempat, memperhatikan struktur LKS.Ini adalah langkah terakhir dalam penyusunan sebuah LKS. Ibarat akan membangun sebuah rumah, maka kita harus paham benar tentang struktur rumah. Ada fondasi di bagian dasarnya, kemudian diatasnya ada tembok dan beton dan dibagian paling atas adalah atap.Jika sampai bagian–bagian itu salah satunya tidak ada atau terbalik dalam penyusunannya, maka bangunan rumah tidak mungkin terbentuk.
20
Hal yang sama juga terjadi dalam penyusunan LKS. Kita mesti memahami bahwa struktur LKS terdiri atas enam komponen, yaitu judul, petunjuk belajar (petunjuk siswa), kompetensi yang akan dicapai, informasi pendukung, tugas – tugas dan langkah–langkah kerja serta penilaian. Ketika kita menulis LKS, maka paling tidak enam komponen inti tersebut harus ada. Sebuah LKS tentunya memiliki beberapa ciri-ciri tertentu.Menurut Rustaman (dalam Majid, 2013)adapun ciri-ciri yang dimilki oleh sebuah LKS adalah sebagai berikut: a. Memuat semua petunjuk yang diperlukan siswa; b. Petunjuk ditulis dalam bentuk sederhana dengan kalimat singkat dan kosakata yang sesuai dengan umur dan kemampuan pengguna; c. Berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus diisi oleh siswa; d. Adanya ruang kosong untuk menulis jawaban serta penemuan siswa; e. Memberikan catatan yang jelas bagi siswa atas apa yang telah mereka lakukan f. Memuat gambar yang sederhana dan jelas.
2.3.5
Komponen-Komponen Lembar Kerja Siswa (LKS) Menurut Prastowo(2011), dilihat dari strukturnya bahan ajar LKS lebih
sederhana dari pada modul, namun lebih kompleks dari pada buku. Bahan ajarLembar Kerja Siswa (LKS) terdiri atas enam komponen utama yang meliputi: 1. Judul Judul sering disebut kepala tulisan. Judul merupakan identitas atau cermin dari bahasan yang akan dipelajari. Pada Lembar Kerja Siswa (LKS) perlu
21
dicantumkan judul materi tersebut, hal ini berguna untuk memberikan informasi kepada siswa materi yang akan dipelajari pada pertemuan tersebut. 2. Petunjuk Belajar Petunjuk adalah sesuatu tanda untuk menunjukkan atau memberi tahu atau memberi informasi. Petunjuk belajar adalah tanda atau perintah yang digunakan untuk memberi tahu atau memberi informasi saat proses belajar mengajar. 3. Kompetensi yang akan dicapai Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan
tugas
keprofesionalan.Pada
Lembar
Kerja
Siswa
(LKS)
dicantumkan kompetensi yang akan dicapai guna untuk memberikan pernyataan terhadap apa yang siswa harus lakukan saat mengikuti proses belajar pembelajaran untuk menunjukkan pengetahuannya, keterampilan dan sikap sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan. Pada bagian kompetensi yang akan dicapai ini meliputi, kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, tujuan dan pengalaman belajar yang akan diperoleh siswa dengan belajar materi Hukum Newton tentang gerak. 4. Informasi Pendukung Informasi adalah penerangan, keterangan, pemberitahuan, kabar atau berita.Informasi juga merupakan keterangan atau bahan yang dapat mendukung dalam pengerjaan Lembar Kerja Siswa (LKS). Informasi pendukung yang diharapkan dalam lembar kerja ini adalah informasi pendukung untuk membantu siswa mendapatkan apa yang sebenarnya harus dicari, dipahami dan
22
sebagainya.PadaLembar Kerja Siswa (LKS) yang dirancang informasi pendukung berupa peta konsep dari materiHukum Newton tentang gerak dan penerapannya, dimana adanya cakupan-cakupan materi yang akan dipelajari oleh siswa. 5. Langkah-Langkah Kerja Langkah kerja adalah pedoman bagi siapa saja yang melakukan pekerjaan tersebut secara konsisten. Dalam konteks lembar kerja siswa ini langkah kerja yang dimaksud adalah pedoman atau penuntun yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan eksperimen atau praktikum, dapat menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) tersebut secara tepat, benar dan konsisten, supaya apa yang diharapkan dari Lembar Kerja Siswa (LKS) tersebut dapat tercapai. 6. Penilaian Penilaian adalah proses sistematis pengumpulan, analisis, dan interpretasi informasi untuk menentukan sejauh mana siswa mencapai tujuan pembelajaran. Penilaian secara umum bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi siswa dan memperbaiki proses pembelajaran, sedangkan tujuan penilaian secara khusus adalah untuk mengetahui kemajuan, hasil belajar siswa dan mendiagnosa kesulitan belajar, memberikan umpan balik/perbaikan proses belajar mengajar dan penentuan kenaikan kelas. Dalam lembar kerja ini yang dinilai adalah bagaimana pemahaman siswa setelah menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sudah dirancang.
23
2.3.6
Jenis-Jenis LKS Menurut Surachman (dalam Gufron, 2012) ada dua jenis bentuk LKS untuk
pembelajaran Fisika yakni: 1)
LKS Eksperimen LKS untuk eksperimen berupa lembar kerja yang memuat petunjuk praktikumyang menggunakan alat-alat dan bahan-bahan. Sistematika LKS umumnya terdiri dari judul, pengantar, tujuan, alat bahan, langkah kerja, kolom pengamatan, pertanyaan. Uraian masing-masing komponen adalah sebagai berikut: (a) pengantar, pengantar LKS berisi uraian singkat yang mengetengahkan bahan pelajaran (berupa konsep-konsep) yang dicakup dalam kegiatan/praktikum; (b) tujuan, memuat tujuan yang berkaitan dengan permasalahan yang diungkapkan di pengantar; (c) alat dan bahan, memuat alat dan bahan yang diperlukan; (d) langkah kegiatan, merupakan instruksi untuk melakukan kegiatan. Untuk mempermudah siswa melakukan praktikum, langkah kerja ini dibuat secara sistematis. Bila perlu menggunakan nomor urut dan menambah tampilan sketsa gambar; (e) tabel pengamatan, dapat berupa tabel-tabel data untuk mencatat data hasil pengamatan yang diperoleh dari praktikum; dan (f) pertanyaan, berupa pertanyaan yang jawabanya dapat membantu siswa untuk mendapatkan konsep yang dikembangkan atau untuk mendapatkan kesimpulanya. 2) LKS Non Eksperimen LKS non eksperimen berupa lembar kegiatan yang memuat teks yang menuntun siswa melakukan kegiatan diskusi suatu materi pembelajaran. Kegiatan menggunakan lembar kegiatan ini dikenai dengan istilah DART (Direct Activity to Relate to the Text Books) kegiatan ini berhubungan langsung dengan teks atau wacana. Ada dua jenis DART yaitu model reconstruction dan model analysis. (a) bentuk LKS reconstruction DART bentuk LKS ini dapat berupa text completion (melengkapi teks), diagram completion (melengkapi tabel), prediction (meramalkan), diagram cut and paste (potong dan tempel gambar), dan sramble (mengacak); (b) bentuk LKS Analysis DART. Bentuk ini kegiatan siswa dapat berupa text marking labelling dan recording. Pada bentuk ini LKS text marking labelling dapat berupa underlaying (menggaris bawahi) dan labelling (memberi label), dan segmenting (memotong/menggolongkan).Bentuk LKS recording dapat berupa diagramatic representation (membuat diagram), tabulator (membuat daftar yang tersusun), question (membuat pertanyaan-pertanyaan), words square (teka-teki silang), dan summary (membuat rangkuman).
Menurut Prastowo (2011), terdapat lima macam bentuk LKS yang umum digunakan oleh peserta didik: (a) LKS yang membantu peserta didik menemukan sebuah konsep; LKS jenis ini memuat apa yang (harus) dilakukan peserta didik, meliputi melakukan, mengamati, dan menganalisis. (b) LKS yang membantu Peserta didik menerapkan dan mengintegrasikan berbagai konsep yang telah ditemukan.
24
(c) LKS yang berfungsi sebagai penuntun belajar; LKS bentuk ini berisi pertanyaan atau isian yang jawabannya ada di dalam buku teks. (d) LKS yang berfungsi sebagai penguatan; LKS jenis ini diberikan kepada peserta didik setelah selesai mempelajari topik pelajaran tertentu. (e) LKS yang berfungsi sebagai petunjuk praktikum; LKS jenis ini mengkaitkan tujuan pembelajaran dengan kegiatan praktikum yang dilakukan.
2.4
Model Penemuan (Discovery) Penemuan adalah terjemahan dari discovery. Menurut Sund, ”discovery
adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip”. Proses mental tersebut ialah mengamati, mencerna, mengerti, mengolonggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya (Roestiyah, 2001). Sedangkan menurut Jerome Bruner,”Penemuan adalah suatu proses, suatu jalan/cara dalam mendekati permasalahan bukannya suatu produk atau item pengetahuan tertentu”. Dengan demikian di dalam pandangan Bruner, belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahan (Markaban, 2006). Menurut Suparno (2007), “Discovery adalah model mengajar di mana guru memberikan kebebasan siswa untuk menemukan sesuatu sendiri karena dengan menemukan dengan menemukan sendiri siswa dapat mengerti secara dalam.Dengan menemukan sendiri siswa sampai pada pengalaman gembira”. Adapun kelebihan dan kekurangan model discovery learning adalah sebagai berikut, kelebihan:(a) membantu siswa untuk meningkatkan keterampilan dalam
25
proses pembelajaran. (b) pengetahuan yang diperoleh menguatkan pengetahuan dan ingatan siswa. (c) siswa merasa tertarik karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil. (d) metode ini memungkinkan pengetahuan siswa berkembang dari sebelumnya. (e) berpusat pada siswa dan guru yang berperan aktif memberikan gagasan. (f) siswa memanfaatkan sumber belajar dengan baik. Kekurangan: (a) menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan untuk belajar. (b) tidak efisien diterapkan untuk jumlah siswa yang banyak. (c) discovery cocok untuk mengembangkan pemahaman, namun kurang jika untuk mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi. Selain itu modeldiscovery learning memiliki beberapa langkah persiapan seperti: (a) Menentukan tujuan pembelajaran. (b) Melakukan penyelidikan karakter siswa. (c) Memilih materi pelajaran. (d) Menentukan topik materi yang akan dipelajari siswa. (d) Mengembangkan bahan-bahan ajar. (e) Mengatur topik-topik pembelajaran dari yang sederhana ke kompleks. (f) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa. Menurut Weimer (dalam Suparno, 2007) Discovery di kelompokkan dalam 6 tipe, yaitu: (1) Discovery. (2) Discovery Teaching. (3) Inductive Discovery. (4) Semiinductive Discovery. (5) Pure Discovery. (6) Guided Discovery.
2.5
Model Penemuan Terbimbing (Guided Discovery)
2.5.1 Pengertian Model Penemuan Terbimbing (Guided Discovery)
26
Model
penemuan
terbimbing
(guided
discovery)
merupakan
model
pembelajaran yang menciptakan situasi belajar yang melibatkan siswa aktif dan mandiri dalam menemukan suatu konsep atau teori, pemahaman, dan pemecahan masalah. Proses penemuan tersebut membutuhkan guru sebagai fasilitator dan pembimbing. Banyaknya bantuan yang diberikan guru tidak mempengaruhi siswa umtuk melakukan penemuan sendiri.Sejalan dengan uraian di atas, Soejadi dalam Sukmana (2009) mengungkapkan bahwaguided discovery atau penemuan terbimbing merupakan pembelajaran yang mengajak para siswa atau didorong untuk melakukan kegiatan yang sedemikian rupa pada akhirnya siswa menemukan sesuatu yang diharapkan. SelanjutnyaHamalik (2005), mengungkapkan bahwa guided discovery atau penemuan terbimbing melibatkan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan guru. Siswa melakukan discovery, sedangkan guru membimbing mereka kearah yang tepat dan benar. Sejalan dengan uraian di atas, Hanafiah dan Cucu Suhana (2010) mengungkapkan bahwa guided discovery atau penemuan terbimbing yaitu pelaksanaan penemuan yang dilakukan atas petunjuk oleh guru. Pembelajaran dimulai dari guru mengajukan berbagai pertanyaan yang melacak, denagan tujuan untuk mengarahkan siswa kepada titik kesimpulan kemudian siswa melakukan percobaan untuk membuktikkan pendapat yang dikemukan. Oleh karena itu, siswa harus berperan aktif di dalam belajar. Model penemuan menuntut keterlibatan aktif siswa yang diterapkan melalui cara penemuan. Discoveryyang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya diarahkan untuk menemukan konsep atau prinsip.
27
Berdasarkan beberapa pendapat di atas disimpulkan bahwa inti model pembelajaran guided discoveryini adalah mengubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented dimana guru menjadi pusat informasi menjadi student orienteddimana siswa menjadi subjek aktif belajar yang menuntut siswa secara aktif menemukan informasi sendiri melalui bimbingan. Dalam modelguided discovery, guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa.
2.5.2 Tahapan Model Penemuan Terbimbing (guided discovery) Model penemuan terbimbing merupakan salah satu metode pembelajaran yang menekankan keterlibatan aktif siswa. Agar pelaksanaan model penemuan terbimbing berjalan efektif, urutan langkah-langkah di dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut (Markaban, 2006): a. Guru merumuskan masalah yang akan dihadapkan kepada siswa, dengan data secukupnya. Perumusan harus jelas, dalam arti tidak menimbulkan tafsir, sehingga arah yang ditempuh tidak salah. b. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisasikan dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja.Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah yang tepat.Misalnya melalui pertanyaan-pertanyaan. c. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukanya.
28
d. Bila dipandang perlu, konjektur di atas diperiksa oleh guru, Hal ini perlu dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai. e. Bila telah diperolah kepastian kebenaran konjektur (prakiraan) tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunnya. f. Setelah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar. Menurut Paul Eggen dan Don Kauchak (2012), ada 4 tahap yang perlu dilakukan agar pembelajaran dengan menggunakan modelguided discovery berjalan dengan efektif yaitu: 1. Pendahuluan Tahap ini bertujuan untuk menarik perhatian siswa dan memberikan kerangka kerja konseptual mengenai apa yang harus dikerjakan dan di cari oleh siswa. Di dalam tahap ini juga guru berusaha menarik perhatian siswa supaya siswa lebih termotivasi untuk mengikuti kegiatan penemuan. 2. Fase terbuka Tahap ini bertujuan untuk mendorong keterlibatan siswa dan memastikan keberhasilan awal mereka. Tahap ini berguna untuk memudahkan guru mengetahui siswa-siswa yang telah memiliki pengetahuan dasar yang sangat berguna untuk proses penemuan. Semakin banyak pertanyaan yang diajukan maka akan semakin mendorong perhatian dan keterlibatan siswa serta akan menambah pemahaman siswa mengenai materi prasyarat. 3. Fase konvergen
29
Guru memiliki tujuan belajar objektif yang harus dicapai oleh siswa. Untuk melakukan itu guru harus mengajak siswa untuk berfikir kreatif dengan mengidentifikasi hubungan antara materi yang akan diajarkan dengan materi lain dan meminta siswa membuat hipotesis mengenai materi yang akan diajarkan. Di fase inilah siswa secara aktual membangun pengetahuan mereka tentang konsep materi yang akan diajarkan 4. Penerapan dan penutup Fase ini bisa dilaksanakan apabila siswa sudah mampu secara lisan menyatakan karakteristik-karakteristik atau secara verbal bisa menggambarkan hubungan dengan materi lain. Pada tahap ini, guru membimbing siswa memahami definisi suatu konsep atau pernyataan generalisasi dan siswa menerapkan pemahaman mereka kedalam konteks baru. Dari beberapa pendapat yang menjelaskan tahapan-tahapan atau sintaks model guided discovery (penemuan terbimbing), maka dikembangkanlah tahap-tahapannya menjadi sebagai berikut ini: Tabel 2.1 Sintaks Guided Discovery (Penemuan Terbimbing) yang dikembangkan Tahap-TahapGuided Discovery Menjelaskan tujuan pembelajaran Orientasi siswa pada masalah Merumuskan hipotesis Melakukan kegiatan percobaan Mempresentasikan hasil kegiatan penemuan Mengevaluasi kegiatan penemuan
Kegiatan yang ada di dalam LKS Menyampaikan tujuan pembelajaran Memotivasi siswa dengan mendorong siswa terlibat dalam kegiatan belajar Memberikan masalah sederhana yang berkenaan dengan materi pembelajaran Membimbing siswa dalam merumusknan hipotesis sesuai dengan masalah yang ada Membimbing siswa melakukan kegiatan percobaan dengan mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi yang diperlukan Membimbing siswa dalam menyajikan hasil kegiatan, merumuskan kesimpulan atau menemukan konsep Mengevaluasi langkah-langkah kegitan yang telah dilakukan
30
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa modelpenemuan terbimbing adalah model pembelajaran yang dimana siswa berpikir sendiri sehingga dapat, ”menemukan” prinsip umum yang iinginkan dengan bimbingan dan petunjuk dari guru berupa pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan. Ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada. Dalam mengembangkan produk berupa lembar kerja siswa, model temuan terbimbing (guided discovery) cukup efektif untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dalam memecahkan masalah saat melakukan praktikum karena menurutEggen (2012), “Model temuan terbimbing adalah salah satu pendekatan mengajar di mana guru memberi siswa contoh-contoh topik spesifik dan memandu siswa untuk memahami topik tersebut”.
2.5.3 Kelebihan dan Kekurangan ModelPenemuan Terbimbing (Guided Discovery) Menurut Roestiyah (2008), model penemuan terbimbing bisa meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa, karena metode penemuan memiliki beberapa kelebihan: 1) Dapat membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif
31
2) Pengetahuan yang diperoleh siswa melalui penemuan akan bertahan lama dalam ingatan siswa 3) Siswa memiliki kesempatan untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan masing-masing. 4) Mampu mengarahkan cara belajar siswa, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat. 5) Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri siswa dengan proses penemuan sendiri. Sedangkan menurut Marzano(1992), Model penemuan terbimbing (guided discovery) memilikikelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari model penemuan terbimbing adalah sebagai berikut: a) Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan. b) Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry (mencari-temukan). c) Mendukung kemampuan problem solving siswa. d) Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru, dengan demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. e) Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukanya. f) Siswa belajar bagaimana belajar (learn how to learn). g) Belajar menghargai diri sendiri. h) Memotivasi diri dan lebih mudah untuk mentransfer. i) Pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat.
32
j) Hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya k) Meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas. l) Melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain. Sementara itu kekurangan model penemuan terbimbing(guided discovery) adalah sebagai berikut : a) Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama. b) Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Di lapangan, beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah c) Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topiktopik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan model penemuan terbimbing.
2.6
Persepsi Siswa
2.6.1Pengertian Persepsi Walgito (2010) menjelaskan, “Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indra atau disebut juga proses sensoris”.
2.6.2 Faktor-Faktor Persepsi Siswa Menurut Walgito (2010), faktor-faktor yang berperan dalam persepsi yaitu: 1.
Objek yang dipersepsi
33
2.
3.
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indra atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga datang dari dalam diri individu yang bersangkutan langsung mengenai syaraf penerima bekerja sebagai reseptor. Namun, sebagian besar stimulus datang dari luar individu. Alat indra, syaraf, dan pusat susunan syaraf Alat indra atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Di samping itu, syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Selain itu syaraf motoris juga diperlukan sebagai alat untuk mengadakan respon. Perhatian Untuk menyadari atau mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau kosentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.
Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat dilihat bahwa ada beberapa faktor yang berperan agar terjadinya proses persepsi yaitu, objek atau stimulus yang dipersepsikan, alat indra dan syaraf-syaraf serta pusat sususan syaraf, dan perhatian. Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut, seorang guru dapat mengetahui apa yang berperan dalam proses mengajar dan belajar, sehingga timbul persepsi yang baik dari siswa yang diajarkan.
2.6.3. Proses Persepsi Proses persepsi terjadi dalam tahap-tahap menurut Walgito (2010), sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
Tahap pertama, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses fisik. Proses ini dimana proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat indra manusia. Tahap kedua, merupakan tahap yang dikenal dengan proses fisiologis yang diteruskannya stimulus diterima oleh reseptor (alat indra) melalui syaraf-syaraf sensoris. Tahap ketiga, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses psikilogik yang timbulnya kesadaran individu tentang stimulus yang diterima reseptor. Tahap keempat, merupakan hasil yang diperoleh dari proses persepsi yaitu berupa tanggapan dan perilaku.
Dapat diketahui bahwa hasil akhir dari proses persepsi yaitu berupa tanggapan ataupun perubahan perilaku. Dikarenakan setiap individu memiliki tanggapan dan perubahan perilaku yang berbeda satu dan lainnya, maka tidak menutup kemungkinan
34
bahwa setiap siswa mempunyai pandangan yang berbeda mengenai bahan ajaryang telah dibuat.