BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Bunga Krisan Krisan merupakan tanaman bunga hias berupa perdu dengan sebutan lain seruni atau bunga emas (Golden Flower) yang berasal dari dataran Cina. Krisan kuning
berasal
dari
dataran
Cina
dikenal
dengan
Chrysanthemum
indicum (kuning), Chrysanthemum morifolium (ungu dan pink) dan daisy (bulat pompom). Jepang pada abad ke-4 mulai membudidayakan krisan dan tahun 1797 bunga krisan dijadikan sebagai symbol kekaisaran Jepang dengan sebutan Queen of The East (Rukmana dan Mulyana, 1997). Tanaman Krisan dari Cina dan Jepang menyebar ke kawasan Eropa dan Prancis tahun 1795. Tahun 1808 M Colvil dari Chelsea mengembangkan 8 varietas krisan di Inggris. Pada abad ke-17 krisan mulai masuk ke Indonesia, sejak tahun 1940 krisan dikembangkan secara komersial (Rukmana dan Mulyana, 1997). Menurut Rukmana dan Mulyana (1997), terdapat 1000 varietas krisan yang tumbuh didunia. Beberapa varietas krisan yang dikenal antara lain adalah C. daisy, C. indicum, C. coccineum, C. frustescens, C. maximum, C. hornorum dan C. parthenium. Varietas krisan yang banyak ditanam di Indonesia umumnya diintroduksi dari luar negeri terutama dari Belanda, Amerika Serikat dan Jepang. Bunga krisan sangat populer dimasyarakat karena banyaknya jenis, bentuk dan warna bunga. Selain bentuk mahkota dan jumlah bunga dalam tangkai, warna, bunga juga menjadi pilihan konsumen. Pada umumnya konsumen lebih menyukai
4
5
warna merah, putih dan kuning, sebagai warna dasar krisan namun sekarang terdapat berbagai macam warna yang merupakan hasil persilangan diantara warna dasar tadi (Rukmana dan Mulyana, 1997)
2.2 Klasifikasi dan Jenis Tanaman Kedudukan tanaman krisan atau seruni dalam taksonomi tumbuhan adalah sebagai berikut: Divisi
: Spermathophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Famili
: Asteraceae
Genus
: Chrysanthemum
Species
: C. morifolium Ramat, C. indicum, C. daisy dll
(Rukmana dan Mulyana, 1997) Bunga krisan merupakan bunga majemuk di dalam satu bonggol bunga terdapat bunga cakram yang berbentuk tabung dan bunga tepi yang berbentuk pita. Bunga tabung dapat berkembang dengan warna yang sama atau berbeda dengan bunga pita. Dengan bentuk dan warna bunga krisan yang beranekaragam memungkinkan banyak pilihan bagi konsumen (Rukmana dan Mulyana, 1997).
2.2.1 Morpologi tanaman krisan a. Akar Tanaman krisan pada umumnya memiliki akar serabut dan memiliki sistem perakaran yang dangkal dengan demikian tanaman ini menghendaki tanah yang gembur, subur serta cukup air.
6
b. Batang Batang tanaman krisan yaitu berkayu, berwarna hijau kecoklatan dan ada juga yang berwarna kemerah-merahan. Ketinggian tanaman ini biasanya mencapai 100 cm atau disesuaikan dengan kebutuhan. c. Daun Daun krisan berwarna hijau muda sampai hijau tua. Bentuk daunnya beraneka ragam tergantung jenis atau varietasnya. d. Bunga Tanaman krisan dimanfaatkan pada bagian bunganya karena bunga krisan mempunyai bentuk dan warna yang bervariasi. Bunga krisan mempunyai dua tipe yaitu : 1. Tipe standar Tipe standar adalah tipe yang hanya dipelihara satu kuncup bunga dengan meninggalkan bunga pada bagian teratas yang disebut bunga terminal, sedangkan kuncup bunga yang lainya yang disebut bunga internal dibuang. 2. Tipe spray Tipe ini merupakan kebalikan dari tipe standar yaitu membuang kuncup bunga teratas yang disebut dengan terminal dan memelihara bunga yang lainnya yang disebut dengan internal.
2.2.2 Tanaman krisan berdasarkan sifat dan siklus hidup a. Krisan lokal Krisan lokal sinonim dengan krisan kuno atau krisan non hibrida. Meskipun pada mulanya krisan berasal dari luar negeri, tetapi karena telah lama ditanam dan
7
beradaptasi baik dilingkungan tropis Indonesia, dianggap sebagai krisan varietas lokal. b. Krisan introduksi Krisan introduksi sinonim dengan krisan modern atau krisan hibrida. Ciri khas krisan introduksi antara lain adalah sifat hidupnya berhari pendek dan siklus hidupnya pun relatif singkat (pendek) sebagai tanaman annual. Contoh C.
krisan
indicum
introduksi C.
hybr.
kuning), Cossa,
Dolaroid,
Clingo,
indicum C.
indicum
hybr. hybr.
dan Fleyer (Berbunga
Dark
flaminggo,
Indianapolis (berbunga
putih),
Alexandra
Van
Zaal (berbunga Merah), dan Pink Pingpong (berbunga pink).
2.3 Syarat Pertumbuhan Tanaman Krisan Krisan dapat tumbuh baik di dataran tinggi (>800 m dpl ) dengan pH tanah 5,5 - 6. Penanaman di daerah pegunungan dengan pH tanah 5 - 5,5 perlu didahului dengan pengapuran. Krisan memerlukan tanah dengan kesuburan sedang karena tanah yang subur akan mengakibatkan tanaman menjadi rimbun. Apabila ditanam di pot pH media yang sesuai adalah 6,2 - 6,7. Secara genetik krisan merupakan tanaman hari pendek, untuk mendapatkan pertumbuhan yang seragam dan produksi bunga yang tinggi, pertumbuhan vegetatifnya perlu diberi perlakuan hari panjang dengan penambahan cahaya lampu pijar atau neon (Harry, 1994). Daerah tropis seperti di Indonesia suhu rata- rata harian di dataran rendah terlalu tinggi untuk pertumbuhan tanaman krisan, suhu udara di siang hari yang ideal untuk pertumbuhan tanaman krisan berkisar antara 200 – 260 C dengan batas minimum 170 C dan batas maksimum 300 C. Suhu udara pada malam hari
8
merupakan faktor penting dalam mempercepat pertumbuhan tunas bunga. Suhu ideal berkisar antara 160 – 180 C bila suhu turun sampai dibawah 160 C, maka pertumbuhan tanaman menjadi lebih vegetatif bertambah tinggi dan lambat berbunga. Pada suhu tersebut intensitas warna bunga meningkat (Cerah) sebaliknya bila suhu malam terlalu tinggi dapat berakibat melunturnya warna bunga sehingga penampilan tampak kusam walaupun bunganya masih segar (Hasim dan Reza, 1995). Kelembaban udara antara 70% - 80% dinilai cocok untuk pertumbuhan tanaman krisan. Kelembaban udara yang tinggi mengakibatkan transpirasi (penguapan air) dari tanaman menjadi kecil dalam waktu pendek. Keadaan ini membuat tanaman selalu dalam keadaan segar. Untuk waktu yang agak lama, dengan tidak adanya sirkulasi air dalam tanaman menyebabkan penyerapan air danunsur hara terlarut dari dalam tanah juga sedikit. Kekurangan nutrisi kebalikannya, kelembaban udara yang rendah menyebabkan transpirasi tanaman menjadi tinggi. Air menguap dengan cepat melalui pori- pori daun dan perakaran ini berarti menyerap air dari tanah. Bila tanaman terlambat mengganti defisit air dalam pucuk-pucuk yang baru tumbuh menjadi layu atau mengeringnya tepian daun yang sudah dewasa (Hasim dan Reza, 1995).
2.3.1 Keadaan iklim tanaman krisan a. Cahaya Umumnya varietas-varietas krisan komersial asal luar negeri termasuk tanaman hari pendek, sehingga untuk merangsang pertumbuhan vegetatif perlu dipelihara dalam kondisi hari panjang. Indonesia yang terletak di daerah
9
khatulistiwa mempunyai panjang hari sekitar 12 jam. Kondisi panjang hari 12 jam cocok untuk pertumbuhan tanaman krisan, tetapi kurang produktif untuk pembungaan. b. Suhu udara (temperatur) Di daerah tropis seperti Indonesia, suhu udara yang paling baik untuk pertumbuhan tanaman krisan adalah antara 200C – 260C (siang hari). Toleransi tanaman krisan terhadap faktor suhu udara untuk tetap tumbuh baik adalah antara 170C -300C. Suhu udara berpengaruh langsung terhadap pembungaan krisan. Suhu udara yang ideal untuk pembungaan adalah antara 160C -180C . Pada suhu tinggi (lebih dari 180C) bunga krisan cenderung berwarna kusam,
sedangkan suhu
rendah (kurang 160C) berpengaruh baik terhadap warna bunga karena cenderung makin cerah. c. Curah hujan Air hujan merupakan salah satu sumber air yang dibutuhkan tanaman krisan agar tumbuh prima. Namun hujan deras atau keadaan curah hujan tinggi yang langsung menerpa tanaman krisan menyebabkan tanaman roboh, rusak dan kualitas bunganya rendah. Tanaman krisan membutuhkan air dalam jumlah memadai, tetapi tidak tahan terhadap air hujan deras. Oleh karena itu pembudidayaan krisan di daerah bercurah hujan tinggi dapat dilakukan didalam bangunan greenhouse. d. Kelembaban udara Tanaman krisan umumnya membutuhkan kondisi kelembaban udara (rH) tinggi. Pada fase pertumbuhan awal, seperti perkecambahaan benih atau pembentukan akar bibit stek, diperlukan kelembapan udara antara 90% - 95 %.
10
Tanaman muda sampai dewasa tumbuh dengan baik pada kondisi ke-lembaban udara (rH) antara 70% - 80%. Kelembaban yang tinggi perlu diimbangi dengan sirkulasi udara yang memadai disekitar kebun. Bila kelembapan udara tinggi, sementara
sirkulasi
udara
jelek
dapat
menyebabkan
mudah
berkembang organisme penyebab penyakit, terutama cendawan (jamur). e. Karbondioksida Kadar CO2 yang ideal dan dianjurkan untuk memacu kemampuan fotosintesis tanaman krisan adalah anatara 600 ppm – 900 ppm. Oleh karena itu, pada pembudidayaan tanaman krisan dalam bangunan tertutup, seperti rumah plastik dan greenhouse, dapat ditambahkan CO2 hingga mencapai kadar yang dianjurkan. f. Ketinggian tempat Mengingat tanaman krisan membutuhkan suhu udara untuk pertumbuhan antara 200C -260C dan pembungan pada suhu 160C – 180C dengan kelembaban udara antara 70% - 80%, maka lokasi yang cocok untuk budidaya tanaman ini adalah di daerah berketinggian 700 – 1200 m dpl.
2.4 Syarat Mutu Bunga Krisan Potong Mutu bunga krisan potong segar untuk setiap tipe dibagi ke dalam 5 kualitas bunga,yaitu kualitas AA, A, B, dan C dari beberapa karakter atau sifat yang diuji. Kelas mutu bunga krisan potong segar selengkapnya ditampilkan pada Tabel.1 (Badan Standarisasi Nasional- BSN SNI 01-4478-1998)
11
Tabel 1. Syarat mutu bunga krisan potong segar Kelas Mutu No.
1.
2.
3.
Jenis Uji
Satuan AA
A
B
C
Panjang tangkai - Tipe standar
cm
≥ 80
70 – 79
60 – 69
50 – 59
- Tipe spray
cm
≥ 80
70 – 79
60 – 69
50 – 59
- Tipe standar
mm
≥6
4,5 – 5,9
3 – 4,4
2 – 2,9
- Tipe spray
mm
≥6
4,5 – 5,9
3 – 4,4
2 – 2,9
- Tipe standar
cm
≥6
5 – 5,9
4 – 4,9
3 – 3,9
- Tipe spray
cm
-
-
-
-
- Tipe standar
Kuntum
1
1
1
1
- Tipe spray
kuntum
≥6
≥5
≥4
≥3
segar
segar
segar
Segar
1
2
2
5
Kuat
Kuat
Kuat
Kurang
lurus,
lurus,
kurang
kuat
tidak
tidak
lurus,
kurang
Diameter tangkai bunga
Diameter bunga setengah mekar
4.
Jumlah kuntum bunga 1 2 mekar per tangkai
5.
Kesegara bunga
6.
Benda
asing/kotoran
% (w/w)
maksimal 7.
Keadaan tangkai bunga
12
pecah
pecah
tidak
lurus,
pecah
tidak pecah
8.
Keseragaman kultivar
seragam
seragam
seragam
Seragam
9.
Daun pada 2 3 bagian
Lengkap
Lengkap
Lengkap
Kurang lengkap
tangkai bunga 10.
Hama dan penyakit
11.
Tingkat kerusakan
%
Bebas
Bebas
Bebas
Bebas
0
1–9
10 – 19
20
2.5 Medan Elektomagnetik Menurut Kanginan (1996), kata magnet berasal dari Magnesia, tempat dimana orang menemukan batu bermuatan pertama kali. Cina merupakan bangsa yang pertama menggunakan batu bermuatan ini sebai kompas (petunjik arah) baik darat maupun di laut. Catatan sejarah menunjukkan bahwa pelayaran antara Kanton, Cina dan Sumatera pada tahun 1000 sudah dilakukan berdasarkan petunjuk arah kompas magnetik. Magnet banyak digunakan dalam perangkat elektronik seperti mikrofon, telepon, bel listrik, dan banyak lagi peralatan elektronik lainnya. Elektromagnet (magnet listrik) yang menghasilkan medan magnetic kuat dapat digunakan untuk mengangkat barang-barang rongsokan yang terbuat dari bahan logamyang sangat berat. Jenis-jenis magnet terduri dari magnet tetap,magnet tidak tetap dan magnet buatan. Magnet
tetap tidak memerlukan tenaga atau bantuan dari luar untuk
menghasilkan daya magnet (berelektromagnetik). Jenis magnet tetap selama ini
13
yang diketahui terdapat pada Magnet neodymium yang merupakan magnet paling kuat. Magnet neodymium juga dikenal sebagai NdFeB, NIB, atau magnet Neo). Magnet neodymium merupakan magnet sejenis magnet langka, terbuat dari campuran logam neodymium, besi, dan boron yang membentuk struktur Kristal Nd2Fe14B tetragonal. Magnet tidak tetap (remanen) tergantung pada medan listrik untuk menghasilkan medan magnet. Contoh magnet tidak tetap adalah electromagnet. Bentuk magnet yang ada sekarang adalah magnet batang, magnet lingkaran, magnet jarum (kompas). Cara membuat magnet antara lain: digosok dengan magnet lain secara searah, induksi magnet, magnet diletakkan pada solenoid (kumparan kawat berbentuk tabung panjang dengan lilitan yang sangat rapat) dan dialiri arus listrik searah (DC). Fenomena kemagnetan mula-mula diamati oleh orang Tionghoa yang menemukan bahwa bila sebatang besi didekatkan pada sebatang magnet alam maka akan menarik batang besi tersebut. Sekitar tahun 1819 diketahui hubungan antara fenomena kelistrikan dengan fenomena kemagnetan. Beberapa ahli yang termasuk memberikan sumbangan besar adalah : 1.
Cristian Oerted (1770-1815) yang mengamati bahwa magnet yang berputar (jarum kompas) akan mendeteksi apabila benda dekat kawat berarus listrik.
2.
Michael Faraday (1791-1867) menemukan akan timbul arus sesaat dalam sebuah rangkaian, apabila arus yang ada pada rangkaian didekatkan mulai diputus atau disambung.
3.
Fraday dan Herry (1797-1878) menunjukkan bahwa arus listrik dapat ditimbulkan dengan menggerak-gerakan magnet. Terjadinya kemagnetan
14
harus ada muatan listrik yang bergerak sehingga timbul gaya listrik yang bergerak. Hal ini akan menimbulkan medan magnet dan medan listrik (Kanginan,1996). Gejala induksi magnet dikenal sebagai Hukum Ampere (Kanginan, 1996). Satuan kekuatan induksi magnet adalah Tesla (T). Umumnya, induksi magnet diukur sampai pada tingkat mikrotesla (µT). Selain tesla satuan yang dipakai adalah Gauss (G). Satu gauss adalah 100 µT. Istilah "medan magnetik" sering digunakan sebagai pengganti induksi magnetik (kerapatan fluks magnetik). Itulah mengapa dapat menemukan medan magnet disajikan dalam Tesla atau Gauss, yang merupakan unit induksi magnetik (B). Dalam penentuan satuan medan magnet diperoleh dari saat muatan q yang bergerak dengan kecepatan V, sehingga akan mendapatkan gaya F (Baafai, 2004).
F = qv. B
Dalam hal ini F adalah gaya magnet (Newton), q adalah muatan listrik (Coulomb), v adalah kecepatan gerak muatan (m/detik), B adalah medan magnet (Weber/m2 = Tesla). Dari persamaan di atas maka medan magnet dapat dinyatakan sebagai berikut (Wim Lavrijsen, 2004):
B=
𝐕𝐨𝐥𝐭 𝐱 𝐝𝐞𝐭𝐢𝐤 𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫𝟐
Dalam menghasilkan medan magnet, arus listrik harus mengalir. Semakin besar arus yang mengalir semakin besar medan magnetnya. Sedangkan medan listrik tetap ada walaupun arus yang mengalir berhenti (Baafai, 2004). Perbandingan medan listrik dan medan magnet dapat dilihat pada Tabel 2.
15
Tabel 2. Perbandingan Medan Listrik Dan Medan Magnet Medan Listrik
Medan Magnet
Medan listrik timbul dari adanya Medan magnet timbul dari arus yang tegangan
mengalir Satuan medan magnet weber/m2 atau
Satuan medan listrik volt/ meter lebih umum dalam µT (mikrotesla) Medan Medan
listrik
terjadi
magnet
terjadi
begitu
walaupun peralatan listrik dihidupkan dan arus
peralatan dimatikan mengalir Kuat medan listrik akan berkurang Kuat medan magnet akan berkurang dengan
bertambahnya
jarak
dari dengan
sumber medan listrik.
bertambahnya
jarak
dari
sumber medan magnet.
Sumber : Baafai (2004). 2.5.1 Radiasi medan elektromagnetik Radiasi adalah perpindahan energi melalui ruang yang berasal dari suatu sumber menuju objek lain yang menerima atau menyerapnya. Sumber radiasi merupakan kumpulan materi atau alat yang mengubah bentuk energi lain menjadi radiasi. Dalam beberapa kasus-kasus tertentu energi yang diubah sudah tersimpan di dalam objek tersebut. Contohnya radiasi yang berasal dari sinar matahari dan bahan-bahan radioaktif (Sprawls, 2008). Radiasi medan elektromagnetik digolongkan sebagai jenis radiasi nonpengion. Spektrum radiasi non-pengion terbagi menjadi 2 daerah utama yaitu: radiasi optik dan medan elektromagnetik. Radiasi optik bisa dibagi lagi menjadi : ultraviolet, cahaya tampak, dan infra merah. Sedangkan medan elektromagnetik
16
dibagi menjadi: Medan listrik dan magnet statis 0 Hz, Medan Extremely low frequency (ELF) dimana frekuensi ekstrem rendah diatas 0 sampai 300 Hz, Radiasi frekuensi radio (RF) dan gelombang mikro (MW) 300 Hz - 300 GHz. (Kwan-Hoong, 2003).
2.6 Pengaruh Medan Elektromagnetik terhadap Tanaman Menurut Aladjadjiyan (2002) dalam tanaman terdapat sel yang didalamnya memuat partikel-partikel yang meemiliki muatan listrik, interaksi antara medan elektomagnetik luar dengan partikel-partikel yang mengandung muatan listrik pada tanaman dapat mengakibatkan terserapnya energi medan elektromagnetik, yang nantinya energi tersebut akan diubah ke dalam bentuk senyawa kimia sehingga dapat mempercepat proses–proses vital (reaksi kimia) yang terjadi di dalam tanaman salah satunya adalah fotosintesis. Carbonel (2000) telah meneliti persentase dan kecepatan perkecambahan pada benih padi (Oryza sativa L.) ketika dipaparkan pada perlakuan medan magnet dalam kondisi laboratorium. Benih-benih tersebut dikecambahkan dan dipaparkan pada medan magnet yang berkekuatan 150 dan 250 mT secara terus menerus selama 20 menit. Sebagai kontrolnya, dikecambahkan benih yang tidak dipaparkan medan magnet. Hasil menunjukkan bahwa kedua variasi kekuatan medan
magnet
menyebabkan
peningkatan
kecepatan
dan
persentase
perkecambahan apabila dibandingkan dengan benih yang tidak dipaparkan pada medan magnet. (De Souza, 2005) telah meneliti mengenai pengaruh medan magnet terhadap benih tomat dengan pemberian tegangan sebesar 200 volt selama 5 dan 10 menit
17
dapat meningkatkan pertumbuhan hasil panen buah tomat sebesar 33,6 dan 34,1 kg/m2. Metode pemaparan medan elektromagnetik pada perkecambahan telah diteliti oleh para ahli, salah satunya dengan menggunakan listrik bertegangan 0-25 Volt (Jo Odhiambo, 2009) dan
200 volt (De Souza, 2005) dengan hasil
peningkatan persentase perkecambahan dari 5 sampai 25%. Menurut Maharani (2010) pemaparan medan listrik sebesar 1500 volt dengan lama pemaparan 24 jam dapat meningkatkan laju perkecambahan biji tomat sebesar 13,72 %/hari, dan untuk presentase perkecambahan biji tomat tertinggi diperoleh pada perlakuan yang sama dengan tegangan 1500 volt dan lama pemaparan 24 jam yaitu diperoleh presentase sebesar 100 %. Namun sebaliknya penelitian pengaruh medan magnet bertegangan tinggi oleh Adnyana (2000) yang berada di saluran udara transmisi ekstra tinggi (SUTET) menghasilkan paparan medan magnet < 0,1 mT dari jaringan listrik saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET) 500 kilo volt dapat menghambat pertumbuhan tanaman caisim yang berada di bawahnya dan sebaliknya terjadi pada jarak 450 meter, pada area tersebut paparan medan elektromagnetik melemah menghasilkan percepatan pertumbuhan tanaman caisim. Semakin tinggi paparan medan elektromagnetik sampai batas tertentu maka menghasilkan konsentrasi radikal bebas yang lebih banyak dibandingkan dengan paparan medan elektromagnetik yang lebih rendah. Namun apabila paparan medan elektromagnetik yang terlalu tinggi justru akan menghambat proses radiolisis air sehingga penyerapan energi yang menghasilkan radikal bebas akan terganggu (Aladjadjiyan, 2007).
18
Sejumlah penulis telah menemukan bahwa pengaruh medan magnet statis pada biji mampu meningkatkan pertumbuhan, mengaktifkan pembentukan protein, dan pembentukan akar. Penelitian yang mereka lakukan menunjukkan bahwa perlakuan dengan medan magnet dapat meningkatkan perkecambahan bijibiji yang tidak standard bahkan menaikan kualitas dari benih tersebut.