BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Hepatitis B
2.1.1. Pengertian Hepatitis B didefinisikan sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB) dan ditandai dengan suatu peradangan yang terjadi pada organ tubuh seperti hati (Liver). Penyakit ini banyak dikenal sebagai penyakit kuning, padahal penguningan (kuku, mata, kulit) hanya salah satu gejala dari penyakit Hepatitis itu (Misnadiarly, 2007).
2.1.2. Etiologi Terjadinya Hepatitis B disebabkan oleh VHB yang terbungkus serta mengandung genoma DNA (Deoxyribonucleic acid) melingkar. Virus ini merusak fungsi liver dan terus berkembang biak dalam sel-sel hati (Hepatocytes). Akibat fungsi serangan ini sistem kekebalan tubuh kemudian memberi reaksi dan melawan. Kalau berhasil maka virus dapat terbasmi habis, tetapi jika gagal virus akan tetap tinggal dan menyebabkan Hepatitis B kronis (si pasien sendiri menjadi carrier atau pembawa virus seumur hidupnya). Dalam seluruh proses ini liver mengalami peradangan (Misnadiarly, 2007).
2.1.3. Sumber Penularan VHB mudah ditularkan kepada semua orang. Penularannya dapat melalui darah atau bahan yang berasal dari darah, cairan semen (sperma), lendir kemaluan wanita (Sekret Vagina), darah menstruasi. Dalam jumlah kecil HbsAg dapat juga
Universitas Sumatera Utara
ditemukan pada Air Susu Ibu (ASI), air liur, air seni, keringat, tinja, cairan amnion dan cairan lambung (Dalimartha, 2004).
2.1.4. Cara Penularan Ada dua macam cara penularan Hepatitis B, yaitu transmisi vertikal dan transmisi horisontal. a.
Transmisi vertikal Penularan terjadi pada masa persalinan (Perinatal). VHB ditularkan dari ibu kepada bayinya yang disebut juga penularan Maternal Neonatal. Penularan cara ini terjadi akibat ibu yang sedang hamil terserang penyakit Hepatitis B akut atau ibu memang pengidap kronis Hepatitis B (Dalimartha, 2004).
b.
Transmisi horisontal Adalah penularan atau penyebaran VHB dalam masyarakat. Penularan terjadi akibat kontak erat dengan pengidap Hepatitis B atau penderita Hepatitis B akut. Misalnya pada orang yang tinggal serumah atau melakukan hubungan seksual dengan penderita Hepatitis B (Dalimartha, 2004). Cara penularan paling utama di dunia ialah dari ibu kepada bayinya saat
proses melahirkan. Kalau bayinya tidak divaksinasi saat lahir bayi akan menjadi carrier seumur hidup bahkan nantinya bisa menderita gagal hati dan kanker hati. Selain itu penularan juga dapat terjadi lewat darah ketika terjadi kontak dengan darah yang terinfeksi virus Hepatitis B (Misnadiarly, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Masa Inkubasi Masa inkubasi (saat terinfeksi sampai timbul gejala) sekitar 24-96 minggu (Misnadiarly, 2007). Menurut Sudoyo (2006), masa inkubasi VHB berkisar dari 15180 hari (rata-rata 60-90 hari).
2.1.6. Gejala dan Tanda Munculnya gejala ditentukan oleh beberapa faktor seperti usia pasien saat terinfeksi, kondisi kekebalan tubuh dan pada tingkatan mana penyakit diketahui. Gejala dan tanda antara lain : a.
Mual-mual (Nausea)
b.
Muntah-muntah (Vomiting) disebabkan oleh tekanan hebat pada liver sehingga membuat keseimbangan tubuh tidak terjaga
c.
Diare
d.
Anorexia yaitu hilangnya nafsu makan yang ekstrem dikarenakan adanya rasa mual
e.
Sakit kepala yang berhubungan dengan demam, peningkatan suhu tubuh
f.
Penyakit kuning (Jaundice) yaitu terjadi perubahan warna kuku, mata dan kulit (Misnadiarly, 2007).
2.1.7. Kelompok yang Rentan Adapun kelompok yang rentan terkena Hepatitis B adalah : a.
Anak yang baru lahir dari ibu yang terkena Hepatitis B
b.
Tinggal serumah atau berhubungan seksual dengan penderita Hepatitis B
Universitas Sumatera Utara
c.
Mereka yang tinggal atau sering berpergian ke daerah endemis Hepatitis B (Misnadiarly, 2007).
2.1.8. Prognosa Bila seseorang terinfeksi VHB maka proses perjalanan penyakitnya tergantung pada aktifitas sistem pertahanan tubuhnya. Jika sistem pertahanan tubuhnya baik maka infeksi VHB akan diakhiri dengan proses penyembuhan. Namun, bila sistem pertahanan tubuhnya terganggu maka penyakitnya akan menjadi kronik. Penderita Hepatitis B Kronik dapat berakhir menjadi sirosis hati atau kanker hati (Karsinoma Hepatoceluler). Sirosis dan kanker hati sering menimbulkan komplikasi berat berupa pendarahan saluran cerna hingga Koma Hepatik (Dalimartha, 2004).
2.1.9. Diagnosa Diagnosa yang dapat dilakukan yaitu serologi (test darah) dan biopsi liver (pengambilan sampel jaringan liver). Bila HbsAg positif maka orang tersebut telah terinfeksi oleh VHB (Misnadiarly, 2007)
2.1.10. Pencegahan Hepatitis B Upaya pencegahan dapat dilakukan melalui program imunisasi. Imunisasi adalah upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukkan kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan kedalam tubuh yang diharapkan dapat menghasilkan zat antibodi yang pada saatnya nanti digunakan untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang menyerang tubuh (Hadinegoro, 2008).
Universitas Sumatera Utara
1.
Imunisasi Wajib Imunisasi yang diwajibkan meliputi BCG (Bacille Calmette Guerin). Polio, Hepatitis B, DTP (Difteria, Tetanus, Pertusis) dan Campak.
2.
Imunisasi yang Dianjurkan Imunisasi yang dianjurkan diberikan kepada bayi/anak mengingat beban penyakit (Burden of disease) namun belum masuk ke dalam program imunisasi nasional sesuai prioritas. Imunisasi dianjurkan adalah HIb (Haemophillus Influenza tipe b), Pneumokokus, Influenza, MMR (Measles, Mumps, Rubella), Tifoid, Hepatitis A, Varisela, Rotavirus, dan HPV (Human Papilloma Virus) (Hadinegoro, 2008).
2.2.
Imunisasi Hepatitis B Vaksin Hepatitis B harus segera diberikan setelah lahir, mengingat Vaksinasi
Hepatitis B merupakan upaya pencegahan yang efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu kepada bayinya. Ada dua tipe vaksin Hepatitis B yang mengandung HbsAg, yaitu (1) vaksin yang berasal dari plasma, dan (2) vaksin rekombinan. Kedua ini aman dan imunogenik walaupun diberikan pada saat lahir karena antibodi anti HbsAg tidak mengganggu respons terhadap vaksin (Wahab, 2002). Imunisasi Hepatitis B pasif dilakukan dengan memberikan Hepatitis B Imunoglobulin (HBIg) yang akan memberikan perlindungan sampai 6 bulan. HBIg tidak selalu tersedia di kebanyakan negara berkembang, disamping itu harganya yang relatif mahal. Imunisasi aktif dilakukan dengan vaksinasi Hepatitis B. Dalam
Universitas Sumatera Utara
beberapa keadaan, misalnya bayi yang lahir dari ibu penderita Hepatitis B perlu beberapa keadaan, misalnya bayi yang lahir dari ibu penderita Hepatitis B perlu diberikan HBIg mendahului atau bersama-sama dengan vaksinasi Hepatitis B. HBIg yang merupakan antibodi terhadap VHB diberikan secara intra muskular dengan dosis 0,5 ml, selambat-lambatnya 24 jam setelah persalinan (Dalimartha, 2004) Vaksin Hepatitis B (hepB) diberikan selambat-lambatnya 7 hari setelah persalinan. Untuk mendapatkan efektifitas yang lebih tinggi, sebaiknya HBIg dan vaksin Hepatitis B diberikan segera setelah persalinan (Dalimartha, 2004).
2.3.
Program Imunisasi Hepatitis B Pedoman nasional di Indonesia merekomendasikan agar seluruh bayi
diberikan imunisasi Hepatitis B dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada bulan berikutnya. Program Imunisasi Hepatitis B (0-7 Hari) dimulai sejak Tahun 2005 dengan memberikan vaksin heptB-O monovalen (dalam kemasan uniject) saat lahir, pada Tahun 2006 dilanjutkan dengan vaksin kombinasi DTwP/heptB pada umur 2-3-4 bulan (Hadinegoro, 2008). Tujuan vaksin HepB diberikan dalam kombinasi dengan DTwP (Difteria, Tetanus, Pertusis Whole cell) untuk mempermudah pemberian dan meningkatkan cakupan hepB-3 yang masih rendah (Hadinegoro, 2008). Pada umumnya bayi mendapatkan imunisasi Hepatitis B melalui puskesmas, rumah sakit, praktik dokter dan klinik (Dalimartha, 2004).
Universitas Sumatera Utara
2.3.1. Tujuan Program Imunisasi Hepatitis B Tujuan program imunisasi Hepatitis B di Indonesia dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. 1.
Tujuan umum Adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis B.
2.
Tujuan khusus a. Pemberian dosis pertama dari vaksin hepB kepada bayi sedini mungkin sebelum berumur 7 hari b. Memberikan imunisasi Hepatitis B sampai 3 dosis pada bayi (Dalimartha, 2004).
2.3.2. Jadwal Imunisasi Hepatitis B Pada dasarnya jadwal imunisasi Hepatitis B sangat fleksibel sehingga tersedia berbagai pilihan untuk menyatukannya ke dalam program imunisasi terpadu. Namun demikian ada beberapa hal yang perlu diingat : 1.
Minimal diberikan sebanyak 3 kali
2.
Imunisasi pertama diberikan segera setelah lahir
3.
Jadwal imunisasi dianjurkan adalah 0, 1, 6 bulan karena respons antibodi paling optimal (Hadinegoro, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Jadwal imunisasi Hepatitis B yaitu : 1.
Imunisasi hepB-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah lahir
2.
Imunisasi hepB-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi hepB-1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapat respons imun optimal, interval imunisasi hepB-2 dengan hepB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka imunisasi hepB-3 diberikan pada umur 3-6 bulan (Hadinegoro, 2008). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Jadwal Imunisasi Hepatitis B Imunisasi Kemasan
Umur Bayi Saat Lahir 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan
HepB-0 DTwP dan hepB-1 DTwP dan hepB-2 DTwP dan hepB-3
Uniject (hepB-monovalen) Kombinasi DTwP hepB-1 Kombinasi DTwP hepB-1 Kombinasi DTwP hepB-1
Sumber : Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2008
Pemberian imunisasi Hepatitis B Berdasarkan status HbsAg ibu pada saat melahirkan adalah : 1.
Bayi yang lahir dari ibu yang tidak diketahui status HbsAg nya mendapatkan 5 mcg (0,5 ml) vaksin rekombinan atau 10 mcg (0,5 ml) vaksin asal plasma dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan pada umur 1-2 bulan dan dosis ketiga pada umur 6 bulan. Kalau kemudian diketahui ibu mengidap HbsAg positif maka segera berikan 0,5 ml HBIg (sebelum anak berusia satu minggu)
2.
Bayi yang lahir dari ibu HbsAg positif mendapatkan 0,5 ml HBIg dalam waktu 12 jam setelah lahir dan 5 mcg (0,5 ml) vaksin rekombinan. Bila digunakan vaksin berasal dari plasma, diberikan 10 mcg (0,5 ml) intramuskular dan
Universitas Sumatera Utara
disuntikkan pada sisi yang berlainan. Dosis kedua diberikan pada umur 1-2 bulan dan dosis ketiga pada umur 6 bulan 3.
Bayi yang lahir dari ibu dengan HbsAg negatif diberi dosis minimal 2,5 mcg (0,25 ml) vaksin rekombinan, sedangkan kalau digunakan vaksin berasal dari plasma, diberikan dosis 10 mcg (0,5 ml) intramuskular pada saat lahir sampai usia 2 bulan. Dosis kedua diberikan pada umur 1-4 bulan, sedangkan dosis ketiga pada umur 6-18 bulan
4.
Ulangan imunisasi Hepatitis B diberikan pada umur 10-12 Tahun (Wahab, 2002).
2.3.3. Kontraindikasi dan Efek Samping Vaksin hepB diberikan kepada semua orang termasuk wanita hamil, bayi baru lahir, pasien dengan immunocompromised, yaitu pasien dengan kelainan sistem imunitas
seperti
penderita
AIDS
(Acquired
Immunodeficiency
Syndrome)
(Dalimartha, 2004) Efek samping yang mungkin timbul dapat berupa reaksi lokal ringan seperti rasa sakit pada bekas suntikan dan reaksi peradangan. Reaksi sistemik kadang timbul berupa panas ringan, lesu, dan rasa tidak enak pada saluran cerna. Gejala di atas akan hilang spontan dalam beberapa hari (Dalimartha, 2004).
2.4.
Perilaku Dari aspek biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
atau makhluk hidup yang bersangkutan. Skinner dalam Notoatmodjo (2005), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku itu terbentuk di dalam diri seseorang dari
Universitas Sumatera Utara
dua faktor utama yakni : stimulus merupakan faktor dari luar diri seseorang tersebut (faktor eksternal), dan respons merupakan faktor dari dalam diri orang yang bersangkutan (faktor internal). Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik , maupun non fisik dalam bentuk sosial budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2005), bentuk respons terhadap stimulus dalam perilaku dapat dibedakan menjadi 2 (Dua) bentuk, yaitu : 1.
Perilaku tertutup (Covert Behavior) Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum
dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk Unobservable Behavior atau atau Covert Behavior yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap. 2.
Perilaku terbuka (Overt Behavior) Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah
berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau Observable Behavior.
2.4.1. Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan adalah respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan pada garis besarnya dikelompokkan menjadi 2 (Dua) kelompok, yakni :
Universitas Sumatera Utara
1.
Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkat adalah perilakuperilaku dalam mencegah atau menghindari dari penyakit dan penyebab penyakit atau masalah atau penyebab masalah kesehatan (perilaku preventif), dan perilaku dalam
mengupayakan
meningkatnya
kesehatan
(perilaku
promotif)
(Notoatmodjo, 2010). 2.
Perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan, untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya. Perilaku ini mencakup tindakan-tindakan yang diambil seseorang atau anaknya bila sakit atau terkena masalah kesehatan untuk memperoleh kesembuhan atau terlepasnya dari masalah kesehatan tersebut (Notoatmodjo, 2010) Becker dalam Notoatmodjo (2010) membuat klasifikasi lain tentang perilaku
kesehatan yaitu : 1.
Perilaku sehat (Healthy Behavior) Adalah Perilaku-perilaku atau kegiatan-kegiatan
yang berkaitan dengan
upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan 2.
Perilaku sakit (Ilness Behavior) Adalah berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit atau
terkena masalah kesehatan
untuk mencari penyembuhan atau untuk mengatasi
masalah kesehatan yang lainnya. 3.
Perilaku peran orang sakit Dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit mempunyai peran (Roles), yang
mencakup hak-haknya (Rights), dan kewajiban sebagai orang sakit (Obligation). Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain
Universitas Sumatera Utara
(terutama keluarganya), yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit (The sick role). 2.4.2. Domain Perilaku Menurut Notoatmodjo (2007), meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Faktor determinan perilaku itu ditentukan atau dipengaruhi oleh perilaku (individu, keluarga, kelompok atau masyarakat) itu sendiri. Untuk membedakan determinan perilaku, Notoatmodjo (2007) membaginya menjadi 2 (Dua) bagian, yaitu: 1.
Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.
2.
Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
2.5.
Determinan Perilaku Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena
perilaku merupakan resultansi dari berbagai faktor, baik internal ataupun eksternal
Universitas Sumatera Utara
(lingkungan). Secara lebih terperinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). Beberapa teori yang telah dicoba untuk mengungkapkan determinan perilaku dari analisis faktor-faktor yang memengaruhi perilaku khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain teori Lawrence Green dan WHO (World Health Organization). 1.
Teori Lawrence Green Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor, yakni
faktor perilaku dan faktor di luar perilaku. Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 (tiga) faktor, yakni : a.
Faktor-faktor predisposisi (Predisposing Faktors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
b.
Faktor-faktor pendukung (Enabling Faktors) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.
c.
Faktor-faktor pendorong (Reinforcing Factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat (Notoatmodjo, 2003). Dari teori tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau
masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu
Universitas Sumatera Utara
seseorang
itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas terhadap
kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Seseorang yang tidak mau mengimunisasi anaknya di posyandu dapat disebabakan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat imunisasi bagi anaknya (Predisposing factors). Selain itu, rumah masyarakat yang jauh dengan posyandu atau puskesmas tempat mengimunisasikan anaknya (Enabling Factors). Petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lain disekitarnya tidak pernah mengimunisasikan anaknya (Reinforcing Factors) (Notoatmodjo, 2003) 2.
Teori WHO Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu
berperilaku tertentu adalah karena adanya empat alasan pokok yaitu, pemikiran dan perasaan seseorang, adanya orang lain yang dijadikan referensi, dan sumber-sumber atau fasilitas-fasilitas yang dapat mendukung perilaku dan kebudayaan masyarakat. Pemikiran dan perasaan, yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek (kesehatan) (Notoatmodjo, 2003). Faktor-faktor yang memengaruhi pemberian imunisasi Hepatitis B (0-7 hari) pada bayi: 2.5.1. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil dari tahu seseorang terhadap objek melalui panca indra yang dimilikinya seperti mata, hidung, telinga, dan sebagainya. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Pengetahuan dalam domain perilaku, secara garis besarnya dibagi dalam 6 (enam) tingkatan, yakni : a.
Tahu (Know) Diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelummya
setelah mengamati sesuatu. Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun pengalaman orang lain. b.
Memahami (Comprehension) Diartikan sebagai bukan sekedar tahu, menyebutkan dan memahami objek
tersebut, tetapi seseorang tersebut harus dapat mengintrepretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui tersebut. c.
Aplikasi (Application) Diartikan sebagai menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang telah
diketahui pada situasi yang lain dengan objek yang telah dipahami sebelumnya. d.
Analisis (Analysis) Diartikan
sebagai
kemampuan
seseorang
untuk
menjabarkan
dan
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai tingkat analisis adalah apabila orang tersebut dapat membedakan,
memisahkan,
mengelompokkan,
membuat
diagram
terhadap
pengetahuan atas objek tersebut.
Universitas Sumatera Utara
e.
Sintesis (Synthesis) Menunjuk pada suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang telah ada. f.
Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat (Notoatmodjo, 2010)
2.5.2. Dukungan Keluarga Menurut Sarwono (2003) dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Menurut Santono (2001) dukungan yaitu suatu usaha untuk menyokong sesuatu atau suatu daya upaya untuk membawa sesuatu. Bailon dan Maglaya dalam Setiadi (2008) menyatakan, bahwa keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka hidup dalam satu rumah tangga, melakukan interaksi satu sama lain menurut peran masing-masing, serta menciptakan dan mempertahankan suatu budaya. Dukungan keluarga merupakan suatu proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan berbeda-beda pada setiap tahap siklus kehidupan (Friedman, 1998).
Universitas Sumatera Utara
Sudiharto (2007), menyatakan setiap anggota keluarga mempunyai struktur peran formal dan informal, misalnya ayah mempunyai peran formal sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah. Struktur keluarga meliputi kemampuan berkomunikasi, kemampuan keluarga saling berbagi, kemampuan sistem pendukung diantara anggota keluarga, kemampuan perawatan diri dan kemampuan menyelesaikan masalah. Menurut Bugges dalam Friedman (1998) keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi. Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran-peran sosial keluarga suami isteri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan. Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri. Menurut friedman (1998), tipe-tipe keluarga antara lain (1) Keluarga inti atau Konjugal yaitu keluarga yang menikah, sebagai orang tua ayah pemberi nafkah, keluarga inti terdiri dari suami, isteri dan anak mereka, baik anak kandung maupun anak adopsi, (2) Keluarga orientasi atau keluarga besar yaitu keluarga inti dan orangorang yang berhubungan darah seperti kakek/nenek, bibi, paman dan sepupu. Friedman (2003) dukungan keluarga merupakan bagian integral dari dukungan sosial. Dampak positif dari dukungan keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan.
Universitas Sumatera Utara
2.5.3. Kepercayaan Kepercayaan adalah komponen kognitif dari faktor sosio-psikologis. Kepercayaan disini tidak ada hubungannya dengan hal-hal gaib, tetapi hanyalah keyakinan bahwa sesuatu itu benar atau salah. Kepercayaan sering dapat bersifat rasional dan irasional. Kepercayaan yang rasional apabila kepercayaan orang terhadap sesuatu tersebut masuk akal. Orang percaya bahwa dokter pasti dapat menyembuhkan penyakitnya. Hal ini adalah rasional karena memang dokter tersebut telah bertahun-tahun belajar ilmu kedokteran atau penyembuhan penyakit. Sebaliknya seseorang mempunyai kepercayaan irasional bila ia mempercayakan air putih yang diberi mantera oleh seorang dukun bisa menyembuhkan penyakitnya (Notoatmodjo, 2010). Kepercayaan dibentuk oleh pengetahuan, kebutuhan, dan kepentingan. Hal ini bahwa orang percaya kepada sesuatu dapat disebabkan karena ia mempunyai pengetahuan tentang itu. Kepercayaan yang tidak didasarkan kepada pengetahuan yang benar dan lengkap akan menyebabkan kesalahan bertindak (Notoatmodjo, 2010).
2.6.
Perubahan Perilaku Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep yang
digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku. Menurut WHO dalam Notoatmodjo (2007), perubahan perilaku itu dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a.
Perubahan alamiah (Natural Change) Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena
kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat didalamnya juga mengalami perubahan. b.
Perubahan Terancam (Planned Change) Perubahan ini terjadi karena direncanakan sendiri oleh subjek. Misalnya pak
Anwar adalah perokok berat. Akibatnya pada suatu saat ia terserang batuk yang sangat mengganggu, maka ia memutuskan untuk mengurangi rokok sedikit demi sedikit, dan akhirnya ia berhenti merokok sama sekali. c.
Kesediaan untuk berubah (Readiness to Change) Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam
masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang yang sangat cepat untuk menerima inovasi tersebut (berubah perilakunya), dan sebagian orang lain sangat lama untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda walaupun kondisinya sama.
Universitas Sumatera Utara
2.7.
Kerangka konsep Berdasarkan landasan teori yang mendukung penelitian ini, maka dapat
digambarkan secara skematis kerangka konsep penelitian sebagai berikut : Variabel Independen
Variabel Dependen
Faktor Pengetahuan
Faktor Dukungan Keluarga
Pemberian Imunisasi HB (0-7 hari)
Faktor Kepercayaan
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep, dapat dirumuskan defenisi konsep variabel penelitian sebagai berikut : 1.
Pengetahuan adalah hasil dari tahu seseorang terhadap objek melalui panca indra yang dimilikinya seperti mata, hidung, telinga, dan sebagainya
2.
Dukungan keluarga adalah suatu upaya yang diberikan keluarga kepada seseorang, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan
3.
Kepercayaan adalah keyakinan dari masyarakat terhadap penyakit Hepatitis B sehubungan dengan penyebab pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi (0-7 hari)
Universitas Sumatera Utara
4.
Pemberian imunisasi adalah pelaksanaan atau mempraktikkan apa yang diketahui ataupun yang disikapinya.
2.8.
Hipotesis Penelitian Dari gambar kerangka konsep di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah
terdapat pengaruh pengetahuan, dukungan keluarga dan kepercayaan terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi (0-7 hari) di Desa Selotong Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2011.
Universitas Sumatera Utara