BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1
Financial Distress (Kesulitan Keuangan) Financial distress adalah suatu kondisi dimana perusahaan mengalami
kesulitan keuangan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya artinya perusahaan berada dalam posisi yang tidak aman dari ancaman kebangkrutan atau kegagalan pada usaha perusahaan tersebut. Financial distress menurut Altman (1968) adalah perusahaan yang secara hukum bangkrut. Platt dan Platt (2006) mendefenisikan financial distress merupakan suatu kondisi dimana keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau sedang krisis. Menurut (Hanafi, 2003:263) financial distress dapat didefenisikan dalam beberapa pengertian yaitu : 1.
Economic Distressed (Kegagalan Ekonomi) Kegagalan dalam ekonomi artinya bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak mampu menutupi biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jauh dibawah arus kas yang diharapkan.
9
2.
Financial Distressed (Kegagalan Keuangan) Pengertian financial distressed mempunyai makna kesulitan dana baik dalam arti dana dalam pengertian kas atau dalam pengertian modal kerja. Sebagai asset liability management sangat berperan dalam pengaturan untuk menjaga agar tidak terkena financial distressed.
2.1.2
Faktor-Faktor Penyebab Financial Distress Terjadinya financial distress diawali saat arus kas perusahaan kurang dari
jumlah utang porsi utang jangka panjang yang telah jatuh tempo. Financial distress juga dapat ditimbulkan
karena pengaruh dari dalam perusahaan itu
sendiri maupun dari luar perusahaan (Murtanto, 2002:48). Faktor penyebab financial distress dalam perusahaan lebih bersifat mikro, faktor-faktor internal yang menyebabkan financial distress adalah kesulitan arus kas. Kesulitan arus kas ini terjadi ketika penerimaan pendapatan perusahaan dari hasil operasi perusahaan tidak cukup untuk menutupi beban-beban usaha yang timbul atas aktivitas operasi perusahaan. Kesulitan arus kas juga disebabkan adanya kesalahan manajemen ketika mengelola aliran kas perusahaan untuk pembayaran aktivitas perusahaan yang memperburuk kondisi keuangan perusahaan. Besarnya
jumlah
hutang
juga
merupakan
faktor
internal
yang
menyebabkan financial distress. Kebijakan pengambilan hutang perusahaan untuk menutupi biaya yang timbul akibat operasi perusahaan akan menimbulkan kewajiban bagi perusahaan untuk mengembalikan hutang di masa depan. Ketika tagihan jatuh tempo dan perusahaan tidak mempunyai cukup dana untuk
10
membayar tagihan-tagihan yang terjadi maka kemungkinan yang dilakukan kreditur adalah mengadakan penyitaan harta perusahaan untuk menutupi kekurangan pembayaran tagihan tersebut. Selain kesulitan arus kas dan besarnya jumlah hutang faktor lain yang dapat menyebabkan financial distress adalah kerugian dalam kegiatan operasional perusahaan
selama
beberapa
tahun.
Kerugian
operasional
perusahaan
menimbulkan arus kas negatif dalam perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena beban operasional lebih besar dari pendapatan yang diterima perusahaan. Sedangkan faktor-faktor eksternal yang bisa mengakibatkan financial distress adalah perubahan dalam keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh perusahaan yang mengakibatkan pelanggan lari sehingga terjadi penurunan dalam pendapatan. Untuk menjaga hal tersebut perusahaan harus selalu mengantisipasi kebutuhan pelanggan dengan menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan bahan baku yang digunakan untuk produksi juga dapat mengakibatkan terjadinya financial distress. Untuk mengantisipasi hal tersebut perusahaan harus selalu menjalin hubungan baik dengan supplier dan tidak menggantungkan kebutuhan bahan baku pada satu pemasok sehingga risiko kekurangan bahan baku dapat diatasi. Selain kedua hal tersebut faktor debitor juga harus diantisipasi untuk menjaga agar debitor tidak melakukan kecurangan dengan mengemplang hutang. Terlalu banyak piutang yang diberikan debitor dengan jangka waktu
11
pengembalian yang lama akan mengakibatkan banyak aktiva menganggur yang tidak memberikan penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian yang besar bagi perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus selalu memonitor piutang yang dimiliki dan keadaan debitor supaya bisa melakukan perlindungan dini terhadap aktiva perusahaan.
2.1.3
Manfaat Informasi Prediksi Kebangkrutan Informasi tentang prediksi kebangkrutan suatu perusahaan merupakan hal
yang positif untuk melihat tanda-tanda awal kabangkrutan bagi perusahaan khususnya. Menurut (Hanafi, 2003:261) informasi prediksi kebangkrutan dapat bermanfaat untuk: 1.
Pemberi pinjaman Informasi kebangkrutan digunakan untuk pengambilan keputusan tentang pemberian pinjaman dan monitoring.
2.
Investor Informasi kebangkrutan digunakan untuk pengambilan keputusan terhadap surat berharga perusahaan.
3.
Pihak pemerintah Informasi kebangkrutan digunakan untuk melakukan tindakan awal yang bisa dilakukan terutama terhadap perusahaan BUMN.
4.
Akuntan Informasi kebangkrutan digunakan untuk menilai kemampuan going concern suatu perusahaan.
12
5.
Manajemen Informasi kebangkrutan digunakan untuk melakukan langkah-langkah preventif sehingga biaya kebangkrutan bisa dihindari dan atau diminimalisir.
2.1.4
Rasio-Rasio yang Digunakan dalam Menganalisis Laporan Keuangan Analisis
laporan
keuangan
adalah
menguraikan pos-pos laporan
keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan tepat (Sofyan, 2010:189). Rasio adalah suatu rumusan secara sistematis dari hubungan atau korelasi antara suatu jumlah dengan jumlah tertentu lainnya. Rasio keuangan atau financial ratio adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan (Sofyan, 2010:297). Pada dasarnya analisis rasio bisa dikelompokkan ke dalam lima macam kategori, yaitu : 1. Rasio Likuiditas Rasio likuiditas mengukur kemampuan likuiditas jangka pendek perusahaan dengan melihat aktiva lancar perusahaan relatif terhadap hutang lancarnya (hutang dalam hal ini merupakan kewajiban perusahaan). Meskipun rasio ini tidak bicara masalah kewajiban jangka panjangnya, dan biasanya relatif tidak penting dibandingkan rasio solvabilitas, tetapi rasio
13
likuiditas yang jelek dalam jangka panjang juga akan mempengaruhi solvabilitas perusahaan. Dua rasio likuiditas jangka pendek yang sering digunakan adalah current ratio dan quick ratio. a. Current Ratio Current ratio mengukur kemampuan perusahaan memenuhi hutang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya (aktiva yang akan berubah menjadi kas dalam waktu satu tahun atau satu siklus bisnis). Rasio yang rendah menunjukkan risiko likuiditas yang tinggi, sedangkan current ratio yang tinggi menunjukkan adanya kelebihan aktiva lancar, yang akan mempunyai pengaruh yang tidak baik terhadap profitabilitas perusahaan. b. Quick Ratio Dari ketiga komponen aktiva lancar (kas, piutang, dan persediaan), persediaan biasanya dianggap merupakan asset yang paling tidak likuid. Hal ini berkaitan dengan semakin panjangnya tahap yang dilalui untuk sampai menjadi kas, yang berarti waktu yang diperlukan untuk menjadi kas semakin lama, dan juga ketidakpastian nilai persediaan. 2. Rasio Aktivitas Rasio ini melihat pada beberapa asset kemudian menentukan berapa tingkat aktivitas aktiva-aktiva tersebut pada tingkat kegiatan tertentu. Aktivitas yang rendah pada tingkat penjualan tertentu akan mengakibatkan semakin besarnya dana kelebihan yang tertanam pada aktiva-aktiva tersebut. Dana
14
kelebihan tersebut akan lebih baik bila ditanamkan pada aktiva lain yang lebih produktif. Empat rasio aktivitas antara lain: a. Rata-Rata Umur Piutang Rata-rata umur piutang melihat berapa lama yang diperlukan untuk melunasi piutang (merubah piutang menjadi kas). Semakin lama rata-rata piutang berarti semakin besar dana yang tertanam pada piutang. Semakin besar rata-rata umur piutang berarti semakin besar dana yang tertanam pada piutang. b. Rasio Perputaran Persediaan Perputaran persediaan yang tinggi menandakan semakin tingginya persediaan berputar dalam satu tahun dan ini menandakan
efektivitas
manajemen persediaan. Sebaliknya, perputaran persediaan yang rendah menandakan
tanda-tanda
mis-manajemen
seperti
kurangnya
pengendalian persediaan yang efektif. c. Perputaran Aktiva Tetap Rasio ini mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan penjualan berdasarkan aktiva tetap yang dimiliki perusahaan. Rasio ini memperlihatkan aktiva
tetapnya.
sejauh
mana
Semakin
efektivitas perusahaan
tinggi
rasio
menggunakan
ini berarti semakin efektif
penggunaan aktiva tetap tersebut.
15
d. Rasio Perputaran Total Aktiva Sama seperti halnya rasio perputaran aktiva tetap, rasio ini menghitung efektivitas penggunaan total aktiva. Rasio yang tinggi biasanya menunjukkan manajemen yang baik, sebaliknya rasio yang rendah harus membuat manajemen mengevaluasi strategi pemasarannya dan pengeluaran modalnya. 3. Rasio Solvabilitas Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajibankewajiban jangka panjangnya. Perusahaan yang tidak solvable adalah perusahaan yang total hutangnya lebih besar dibandingkan total asetnya. Rasio ini mengukur likuiditas jangka panjang perusahaan dan dengan demikian memfokuskan pada sisi kanan neraca. Rasio yang digunakan adalah rasio hutang. Rasio ini menghitung seberapa jauh dana disediakan oleh kreditur. Rasio yang tinggi berarti perusahaan menggunakan leverage keuangan yang tinggi. Penggunaan leverage keuangan yang tinggi akan meningkatkan return on equity dengan cepat, tetapi sebaliknya apabila penjualan menurun, return on equity akan menurun cepat pula. 4. Rasio Profitabilitas Rasio
ini
mengukur
kemampuan
perusahaan
menghasilkan
keuntungan pada tingkat penjualan, asset, dan modal saham yang tertentu. Ada tiga rasio profitabilitas, yaitu : profit margin, return on total asset (ROA), dan return on equity (ROE).
16
a. Profit Margin Ratio Profit
margin
menghitung
sejauh
mana
kemampuan
menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu.
perusahaan Rasio ini
bisa diinterprestasikan juga sebagai kemampuan perusahaan menekan biaya-biaya (ukuran efisiensi) di perusahaan pada periode tertentu. Profit margin yang tinggi menandakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu. Profit margin yang rendah menandakan penjualan yang terlalu rendah untuk tingkat biaya yang tertentu, atau biaya yang terlalu tinggi untuk tingkat penjualan yang tertentu, atau kombinasi dari kedua hal tersebut. b. Return On Total Asset (ROA) Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat asset yang tertentu. Rasio yang tinggi menunjukkan efisiensi manajemen asset, yang berarti efisiensi manajemen. c. Return On Equity (ROE) Rasio
ini
mengukur
berdasarkan
modal
kemampuan
saham
tertentu.
perusahaan Rasio ini
menghasilkan merupakan
laba ukuran
profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham.
2.1.5
Metode Altman dalam Memprediksi Financial Distress Kegiatan
analisis laporan keuangan suatu perusahaan untuk melakukan
prediksi kondisi masa depan bukanlah suatu hal yang mudah. Apalagi perusahaan sangat rentan akan pengaruh ekonomi nasional dan global. Oleh karena itu alat
17
prediksi financial distress yang di gunakan pada perusahaan harus mempunyai ketepatan prediksi yang baik dengan memperhatikan karakteristik perusahaan. Ketepatan prediksi masa depan berlaku selama emiten mempunyai kondisi keuangan yang sama dengan pada saat prediksi dilakukan. Apabila emiten melakukan perbaikan kinerja melalui strategi yang tepat, kemungkinan besar ada ketidaktepatan prediksi. Namun kelemahan apapun yang dihadapi pada kenyataannya prediksi masih selalu di lakukan untuk pengambilan keputusan. Prediksi kesulitan keuangan salah satunya dikemukakan oleh seorang profesor di New York University bernama Edward Altman yang disebut dengan Altman Z-Score (1968). Rumus Z-Score ini menggunakan komponen laporan keuangan sebagai alat prediksi terhadap kemungkinan bangkrut tidaknya perusahaan. Model Altman Z-Score (1968) merupakan salah satu model analisis multivariat yang berfungsi untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan tingkat ketepatan dan keakuratan yang relatif dapat dipercaya. Altman menemukan lima jenis rasio keuangan yang dapat dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dan yang tidak bangkrut. Kelima rasio keuangan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Working Capital to Total Assets Rasio working capital to total assets termasuk ke dalam rasio likuiditas yang merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Rasio working capital to total assets terdiri dari 2 komponen, yaitu modal kerja dan total aktiva. Modal kerja di peroleh dari selisih antara aktiva lancar dengan utang lancar. Hasil perhitungan
18
working capital merupakan nilai keefektifan modal kerja yang digunakan perusahaan. Apabila nilai yang diperoleh tinggi maka mengindikasikan kelebihan modal kerja yang mungkin disebabkan rendahnya perputaran persediaan, piutang atau adanya saldo kas yang terlalu besar. Sedangkan apabila nilainya rendah maka mengindikasikan adanya kelebihan hutang jangka pendeknya, sehingga akan berpengaruh tidak baik bagi tingkat likuiditas perusahaan. Sedangkan komponen rasio working capital to total assets yang kedua adalah aktiva. Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aktiva adalah potensi dari aktiva tersebut untuk memberikan sumbangan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, arus kas dan setara kas kepada perusahaan. Besar kecilnya nilai aktiva sangat menentukan keberlangsungan usaha di masa depan, mengingat potensinya yang berbentuk sumbangan yang diberikan oleh manfaat aktiva tersebut. Dari dua komponen tersebut perhitungan rasio working capital to total assets dilakukan. Sedangkan pengertian rasio working capital to total assets adalah rasio yang mendeteksi kemampuan likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja (neto). Jika dikaitkan dengan indikator kebangkrutan, maka dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada tingkat likuiditas perusahaan seperti indikator ketidakcukupan kas, utang dagang membengkak, utilitas modal (kekayaan) menurun, penambahan hutang yang tidak terkendali dan beberapa indikator lainya. Rumus yang digunakan untuk menghitung rasio working capital to total assets adalah:
19
Working Capital to Total Assets =
πΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆ π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄ βπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆ πΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏ ππππππππππ π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄
2. Retained Earning to Total Assets Retained earning to total assets adalah rasio profitabilitas yang dapat mendeteksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan, yang ditinjau dari kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba di bandingkan dengan kecepatan perputaran operating assets sebagai ukuran efisiensi usaha. Rasio retained earning to total assets terdiri dari 2 komponen, yaitu laba di tahan dan total aktiva. Laba di tahan adalah laba bersih yang di akumulasikan dalam suatu keuntungan setelah dividen di bayarkan. Laba di tahan adalah laba tak di bagi atau surplus yang di peroleh. Rasio retained earning to total assets dapat dihitung dengan rumus :
Retained Earnings to Total Assets =
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
πΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈ ππππππππππ ππππππππππππ
3. Earning Before Interest And Tax to Total Assets Rasio earning before interest and tax to total assets juga termasuk ke dalam rasio profitabilitas yang merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio earning before interest and tax to total assets merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
20
modal yang di investasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi semua investor termasuk pemegang obligasi dan saham. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus :
πΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈ
Earning Before Interest and Tax to Total Assets = ππππππππ ππ π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄ 4. Market Value Equity to Book Value Of Total Debt Rasio market value equity to book value of total debt termasuk ke dalam rasio aktivitas yang merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya. Rasio market value equity to book value of total debt merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap hutangnya melalui modalnya sendiri. Rasio market value equity to book value of total debt dapat dihitung dengan rumus :
ππππππππππππ ππππππππππ πΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈ
Market Value Equity to Book Value of Total Debt = π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅
ππππππππππ ππππ ππππππππππ π·π·π·π·π·π·π·π·
5. Sales to Total Assets Rasio sales to total assets juga termasuk kedalam rasio aktivitas. Rasio sales to total assets merupakan rasio yang mendeteksi kemampuan dana perusahaan yang tertanam dalam keseluruhan aktiva yang berputar dalam satu periode tertentu. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam
21
menggunakan aktiva untuk menghasilkan revenue. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus :
ππππππππππ
Sales to Total Assets = ππππππππππ
π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄
Z-Score Altman (1968) ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: (Cheng F. Lee 1984:97)
Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5
Keterangan : Z : Overall Index X1 : Working Capital to Total Assets (modal kerja dibagi total aktiva) X2 : Retained Earnings to Total Assets (laba ditahan dibagi total aktiva) X3 : Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets (laba sebelum pajak dan bunga dibagi total aktiva) X4 : Market Value of Equity to Book Value of debt (nilai pasar modal dibagi dengan nilai buku hutang) X5 : Sales to Total Assets (penjualan dibagi total aktiva)
Kelima rasio inilah yang akan digunakan dalam menganalisa laporan keuangan sebuah perusahaan untuk kemudian mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan.
22
Hasil perhitungan nilai Z-Score bisa dijelaskan dengan tabel sebagai berikut: Tabel 2.1 Interprestasi Nilai Z-Score
Nilai Z-Score
INTERPRESTASI
Z > 2,99
Perusahaan tidak mengalami masalah dengan kondisi keuangan Perusahaan memiliki sedikit masalah dengan kondisi keuangan (meskipun tidak serius) Perusahaan akan mengalami permasalahan keuangan jika tidak melakukan perbaikan yang berarti dalam manajemen maupun struktur keuangan Perusahaan mengalami masalah keuangan yang serius
2,7 < Z < 2,99 1,88 < Z < 2,69
Z < 1,88
Sumber :Financial Analysis and Planning, (Cheng F. Lee 1984:99)
2.1.6
Analisis Diskriminan Analisis diskriminan adalah salah satu teknik statistik yang biasa
digunakan pada hubungan dependensi (hubungan antar variabel dimana sudah bisa dibedakan mana variabel respon dan mana variabel penjelas) (Ghozali, 2006 :289). Lebih spesifik lagi, analisis diskriminan digunakan pada kasus dimana variabel respon berupa data kualitatif (misalnya, laki-laki atau perempuan, bangkrut atau tidak bangkrut) dan variabel penjelas berupa data kuantitatif. Analisis diskriminan bertujuan untuk mengklasifikasikan suatu individu atau observasi ke dalam kelompok yang saling bebas dan menyeluruh berdasarkan sejumlah variabel penjelas. Analisis diskriminan mempunyai asumsi bahwa sejumlah variabel penjelas harus berdistribusi normal dan matriks kovarian kedua kelompok harus sama.
23
Jika dianalogikan dengan regresi linier, maka analisis diskriminan merupakan kebalikannya. Pada regresi linier, variabel respon yang harus mengikuti distribusi normal dan homoskedastis, sedangkan variabel penjelas diasumsikan tetap, artinya variabel penjelas tidak disyaratkan mengikuti sebaran tertentu. Analisis diskriminan, variabel penjelasnya seperti sudah disebutkan di atas harus mengikuti distribusi normal dan homoskedastis, sedangkan variabel responnya tetap.
2.1.7 Penelitian Terdahulu 1. Luciana Spica Almilia dan Emanuel Kristijadi (2003) Luciana Spica Almilia dan Emanuel Kristijadi telah melakukan penelitian tentang Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah profit margin, rasio likuiditas, rasio efisiensi operasi, rasio profitabilitas, rasio financial leverage, rasio posisi kas, rasio pertumbuhan. Pengujian dalam penelitian
dengan
menggunakan
regresi
logit
untuk
mengetahui
kekuatan prediksi rasio keuangan terhadap penentuan financial distress suatu perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : 1. Rasio-rasio keuangan
dapat
digunakan
untuk
memprediksi
financial distress suatu perusahaan. 2. Rasio keuangan yang paling dominan dalam menentukan financial
distress suatu perusahaan adalah rasio profit margin yaitu laba bersih
24
dibagi dengan penjualan (NI/S), rasio financial leverage yaitu hutang lancar dibagi dengan total aktiva (CL/TA), rasio likuiditas yaitu aktiva lancar dibagi dengan hutang lancar (CA/CL), rasio pertumbuhan yaitu rasio pertumbuhan laba bersih dibagi dengan total aktiva (GROWTH NI/TA).
2. Aprilianasari Pudjiono (2009) Aprilianasari Pudjiono telah melakukan penelitian tentang Prediksi Corporate Financial Distress yang Terjadi Pada Perusahaan Go Public di Indonesia dengan Menggunakan Analisis Diskriminan Model altman (ZZcore). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah current ratio, quick ratio, working capital to total asset ratio, inventory turnover, working capital turnover, debt to equity ratio, debt ratio, long term debt to equity ratio, net profit margin, return on equity, return on assets, price earning ratio. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang tercatat di BEI periode 2006-2008. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis diskriminan. Hasil penelitian ini adalah dari 14 rasio keuangan yang diidentifikasi dan dianalisis, terpilih 3 rasio yang paling dominan dalam membedakan perilaku perusahaan yang mengalami financial distress dan nonfinancial distress yaitu working capital to total assets ratio, long-term debt to equity ratio, dan price earning ratio.
25
3. Riesta Devi Kumalasari (2012) Riesta Devi Kumalasari telah melakukan penelitian tentang Indikasi Financial Distress Berdasarkan Analisis Z-Score Altman Pada Perusahaan Tekstil yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Selama Tahun 2008-2010. Variabel yang digunakan adalah rasio-rasio yang ditetapkan oleh Altman. Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan tekstil yang terdaftar di BEI pada tahun 2008-2010. Pengujian dalam penelitian dengan menggunakan analisis diskriminan. Penelitian ini memberikan hasil bahwa variabel modal kerja terhadap total aktiva, EBIT terhadap total aktiva, nilai pasar modal terhadap nilai buku hutang, penjualan terhadap total aktiva berpengaruh positif yang signifikan untuk mengetahui indikasi
pengelompokan perusahaan
yang mengalami
financial distress. Sedangkan variabel laba ditahan berpengaruh negatif atau berlawanan terhadap penentuan indikasi financial distress perusahaan tekstil. Variabel penjualan terhadap total aktiva merupakan variabel yang paling berpengaruh signifikan untuk mengetahui perusahaan yang mengalami financial distress.
4. Nico Tantra Hartoyo (2014) Nico Tantra Hartoyo telah melakukan penelitian tentang Prediksi Financial Distress Menggunakan Analisis Diskriminan Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2011. Variabel yang digunakan adalah rasio-rasio yang ditetapkan oleh Altman.
26
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2010-2011, pemilihan sampel dengan menggunakan metode purposive sampling. Pengujian dalam penelitian dengan
menggunakan analisis diskriminan. Penelitian ini memberikan
hasil bahwa variabel working capital/total assets, retained earning/total assets, EBIT/total assets, market value equity/book value of total debt, sales/total assets berpengaruh positif yang signifikan terhadap kondisi perusahaan. Rasio retained earning/total asset merupakan variabel yang paling berpengaruh signifikan dalam model diskriminan.
27
Secara ringkas, hasil penelitian terdahulu disajikan dalam tabel 2.2. Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Luciana Spica Almilia dan Emanuel Kristijadi (2003)
Judul Analisis Rasio KeuanganUntuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
Aprilianasari Prediksi Pudjiono Corporate (2009) Financial Distress yang Terjadi Pada Perusahaan Go Public di Indonesia dengan Menggunakan Analisis Diskriminan Model altman (Z-Zcore)
Variabel yang Digunakan
Metode Analisis
Hasil yang Diperoleh
Profit margin, Regresi rasio likuiditas, Logit rasio efisiensi operasi, rasio profitabilitas, rasio financial leverage, rasio posisi kas, rasio pertumbuhan
Rasio keuangan yang paling dominan dalam menentukan financial distress suatu perusahaan adalah rasio profit margin yaitu laba bersih dibagi dengan penjualan (NI/S), rasio financial leverage yaitu hutang lancar dibagi dengan total aktiva (CL/TA), rasio likuiditas yaitu aktiva lancar dibagi dengan hutang lancar (CA/CL), rasio pertumbuhan yaitu rasio pertumbuhan laba bersih dibagi dengan total aktiva (GROWTH NI/TA).
current ratio, Analisis quick ratio, Diskriminan working capital to total asset ratio, inventory turnover, working capital turnover, debt to equity ratio, debt ratio, long term debt to equity ratio, net profit margin, return on equity, return on assets, price earning ratio
Dari 14 rasio keuangan yang diidentifikasi dan dianalisis, terpilih 3 rasio yang paling dominan dalam membedakan perilaku perusahaan yang mengalami financial distress dan nonfinancial distress yaitu working capital to total assets ratio, long-term debt to equity ratio, dan price earning ratio.
28
Nama Judul Peneliti Riesta Devi Indikasi Kumalasari Financial (2012) Distress Berdasarkan Analisis ZScore Almant Pada Perusahaan Tekstil yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Selama Tahun 2008-2010
Variabel yang Digunakan Working Capital to Total Asset, Retained Earnings to Total Assets, Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets, Market Value of Equity to Book Value of debt , Sales to Total Assets
Nico Tantra Prediksi Hartoyo Financial (2014) Distress Menggunakan Analisis Diskriminan Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 20102011
Working Capital to Total Asset, Retained Earnings to Total Assets, Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets, Market Value of Equity to Book Value of debt , Sales to Total Assets
Metode Hasil yang Diperoleh Analisis Analisis Variabel modal kerja Diskriminan terhadap total aktiva, EBIT terhadap total aktiva, nilai pasar modal terhadap nilai buku hutang, penjualan terhadap total aktiva berpengaruh positif yang signifikan untuk mengetahui indikasi pengelompokan perusahaan yang mengalami financial distress. Sedangkan variabel laba ditahan berpengaruh negatif terhadap penentuan indikasi financial distress. Variabel penjualan terhadap total aktiva merupakan variabel yang paling berpengaruh signifikan untuk mengetahui perusahaan yang mengalami financial distress. Analisis working capital/total Diskriminan asset, retained earning/total asset, EBIT/total asset, market value equity/book value of total liabilities, sales/total asset berpengaruh positif yang signifikan terhadap kondisi perusahaan. Rasio retained earning/total asset merupakan variabel yang paling berpengaruh signifikan dalam model diskriminan.
Sumber: Data Diolah Oleh Penulis, (2015)
29
2.2 Kerangka Konseptual
Perusahaan yang mengalami Financial Distress
Perusahaan yang tidak mengalami Financial Distress
Working Capital to Total Asset
Working Capital to Total Asset
Retained Earnings to Total Assets
Retained Earnings to Total Assets
BERBEDA
Earning Before Interest and Tax to Total Asset
Earning Before Interest and Tax to Total Asset
Market Value of Equity to Book Value of Total Debt
Market Value of Equity to Book Value of Total Debt
Sales to Toatal Asset
Sales to Toatal Asset
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual I
30
Working Capital to Total Asset
Retained Earnings to Total Assets
Earning Before Interest and Tax to Total Asset
Financial Distress
Market Value of Equity to Book Value of Total Debt
Sales to Total Asset
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual II
31
Dari kerangka konseptual di atas dapat dijelaskan bahwa : Rasio working capital to total assets menunjukkan potensi cadangan kas yang ada akibat selisih yang terjadi antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Semakin besar rasio ini maka semakin baik, karena modal kerja merupakan ukuran keamanan dari kepentingan kreditur jangka pendek dan juga sebagai dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Jadi, semakin besar rasio working capital to total assets menunjukkan semakin besar kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya sehingga semakin besar kemungkinan perusahaan terhindar dari financial distress. Sebaliknya, semakin kecil rasio working capital to total assets menunjukkan semakin rendah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya sehingga semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami financial distress. Rasio retained earnings to total assets menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan. Laba ditahan merupakan laba yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham. Dengan kata lain, laba ditahan menunjukkan berapa banyak pendapatan perusahaan yang tidak dibayarkan dalam bentuk deviden kepada para pemegang saham. Jadi, semakin besar rasio retained earnings to total assets maka semakin besar kemungkinan perusahaan terhindar dari financial distress. Sebaliknya, semakin kecil rasio retained earnings to total assets maka semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami financial distress. Rasio earning before interest and tax to total assets menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva perusahaan, sebelum
32
pembayaran bunga dan pajak. Jadi, semakin besar rasio earning before interest and tax to total assets maka semakin besar kemungkinan perusahaan terhindar dari financial distress. Sebaliknya, semakin kecil rasio earning before interest and tax to total assets maka semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami financial distress. Rasio market value equity to book value of debt menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap utangnya melalui modal sendiri. Jadi, semakin besar rasio market value equity to book value of debt maka semakin besar kemungkinan perusahaan terhindar dari financial distress. Sebaliknya, semakin kecil rasio market value equity to book value of debt maka semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami financial distress. Rasio sales to total assets menunjukkan perputaran total aktiva diukur dari volume penjualan, dengan kata lain seberapa jauh kemampuan semua aktiva menciptakan penjualan. Rasio perputaran total aktiva yang tinggi menunjukkan semakin efektif perusahaan dalam penggunaan aktivanya untuk menghasilkan penjualan.
Semakin
efektif
perusahaan
menggunakan
aktivanya
untuk
menghasilkan penjualan diharapkan dapat memberikan keuntungan yang semakin besar bagi perusahaan. Jadi, semakin besar rasio sales to total assets maka semakin besar kemungkinan perusahaan terhindar dari financial distress. Sebaliknya, semakin kecil rasio sales to total assets maka semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami financial distress.
33
2.3 Hipotesis Hipotesis yang dapat ditarik pada penelitian ini adalah : H1= Rasio-rasio keuangan yang terdiri dari working capital to total assets (X1), retained earnings to total assets (X2), earning before interest and tax to total assets (X3), market value of equity to book value of debt (X4), sales to total assets (X5) berpengaruh positif signifikan dalam membedakan kelompok financial distress dan nonfinancial distress. H2= Variabel working capital to total asset (X1) adalah variabel independen yang paling dominan dalam memprediksi financial distress.
34