BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Keperawatan 1. Pengertian Keperawatan Keperawatan adalah diagnosis dan penanganan respon manusia terhadap masalah kesehatan aktual maupun potensial (ANA,2000). Dalam keperawatan moderen respon manusia yang didefinisikan sebagai pengalaman dan respon orang terhadap sehat dan sakit yang merupakan suatu fenomena perhatian perawat. Perawat atau nurse berasal dari kata nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spriritual yang komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. (Kusnanto, 2003). Keperawatan merupakan profesi, dimana kedepan perlu semakin tertib, menurut word medical association (1991) yaitu semakin tertibnya pekerjaan profesi yang apabila semakin terus dipertahankan pada gilirannya akan berperan besar dalam turut meningkatkan kulitas hidup serta derajat kesehatan masyarakat secara menyeluruh.
Keperawatan dalam menjalankan pelayanan sebagai pelayanan keperawatan secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk membantu orang sakit maupun yang sehat dalam bentuk peningkatan pengetahuan, kemampuan yang dimiliki sehingga seseorang dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri tranpa memerlukan bantuan atau tergantung orang lain ( Henderson, 1980). 2. Perawat Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Menurut Kusnanto (2003), perawat adalah seseorang (seorang profesional) yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab dan kewenangan melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan pada berbagai jenjang pelayanan keperawatan. Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Sedangkan perawat menurut Wardhono (1998) adalah orang yang telah menyelesaikan pendidikan professional keperawatan, dan diberi kewenangan untuk melaksanakan peran serta fungsinya. Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Menurut Harlley, (1997) menjelaskan pengertian dasar seorang perawat yaitu seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injuri, dan proses penuaan. Perawat profesional adalah perawat yang bertanggungjawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau
berkolaborasi
dengan
tenaga
kesehatan
lainnya
sesuai
dengan
kewenangannya. ( Depkes RI,2002). Perhatian perawat profesional dalam pelayanan keperawatan adalah pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Profil perawat profesional adalah gambaran dan penampilan menyeluruh dimana dalam melakukan aktifitas keperawatan sesuai dengan kode etik keperawatan, dimana aktifitas keperawatan meliputi peran dan fungsi pemberi asuhan keperawatan, praktek keperawatan, pengelolaan institusi keperawatan, pendidikan dalam keperawatan. 3. Peran dan Fungsi Perawat Fungsi perawat didalam melakukan pengkajian pada individu yang sehat maupun sakit dimana segala aktifitas yang dilakukan dengan berbagai cara untuk mengendalikan kepribadian pasien secepat mungkin dalam bentuk proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, identifikasi masalah (diagnosa keperawatan), perencanaan, implementasi dan evaluasi.
B. Dokumentasi Keperawatan 1. Dokumentasi Keperawatan Dokumentasi keperawatan adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat, berkaitan dengan pencatatan dan penyimpanan informasi yang lengkap dan benar, tentang keadaan pasien selama dirawat. Kegiatan konsep
pendokumentasian
meliputi
ketrampilan
berkomunikasi,
ketrampilan pendokumentasian proses keperawatan, dan ketrampilan standart (Nursalam, 2001). Dokumentasi keperawatan merupakan bukti pelayanan keperawatan yang profesional. Karena dengan dokumentasi, semua aspek baik pengobatan dan perawatan yang dilakukan oleh tim kesehatan tertulis dengan teratur sehingga dapat membuatkan gambaran kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan (Setyowaty, 2005). Dokumentasi keperawatan sangat penting bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Dokumentasi ini penting karena pelayanan keperawatan yang diberikan pada klien membutuhkan catatan dan pelaporan yang dapat digunakan sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat dari berbagai kemungkinan masalah yang dialami klien baik masalah kepuasan maupun ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diberikan. (Hidayat, 2001). Semua tatanan kesehatan secara hukum perlu mencatat observasi keperawatan, perawatan yang diberikan, dan respons pasien. Catatan ini berfungsi sebagai alat komunikasi dan sumber untuk membantu dalam menentukan keefektifan perawatan dan untuk membantu menyusun prioritas untuk perawatan yang berkesinambungan. Dalam upaya untuk menyederhanakan laporan dan untuk meningkatkan pencatatan yang akurat dan tepat waktu, banyak institusi menggunakan flowsheet untuk mendokumentasikan aktivitas rutin, pemantauan, dan perawatan pasien. Flowsheet mengurangi kebutuhan untuk menulis catatan kemajuan yang
rinci. Selain itu, hanya variasi dari nilai dasar yang tercatat dan perkecualian yang memerlukan penjelasan lebih banyak ditulis dalam catatan kemajuan. (Doenges et al., 1998). Dokumentasi adalah bagian dari keseluruhan tanggung jawab perawat untuk perawatan pasien. Catatan klinis memfasilitasi pemberian perawatan,
meningkatkan
kontinuitas
perawatan,
dan
membantu
mengkoordinasikan pengobatan dan evaluasi. (Iyer, 2004). Sementara ANA dalam Iyer (2004) menekankan peran dokumentasi dengan
peryataan
bahwa
perawat
bertanggung
jawab
untuk
mengumpulkan data dan mengkaji status kesehatan klien; menentukan rencana asuhan keperawatan yang ditujukan untuk mencapai tujuan perawatan; mengevaluasi efektivitas asuhan keperawatan dalam mencapai tujuan perawatan; dan mengkaji ulang serta merevisi kembali rencana asuhan keperawatan. a. Fungsi Dokumentasi Dokumentasi bukan hanya syarat untuk akreditasi, tetapi juga syarat hukum di tatanan perawatan kesehatan. Berdasarkan fokus keperawatan, dokumentasi memberikan catatan tentang penggunaan proses keperawatan untuk memberikan perawatan pasien individual. Pengkajian awal dicatat dalam riwayat pasien atau data dasar pasien. Identifikasi
masalah/kebutuhan
pasien
dan
perencanaan
perawatan pasien dicatat dalam rencana perawatan. Implementasi rencana perawatan dicatat dalam catatan kemajuan dan/atau flowsheet.
Akhirnya, evaluasi perawatan dapat didokumentasikan dalam catatan kemajuan dan/atau rencana perawatan. Dimana tujuan sistem dokumentasi adalah untuk : 1.
Memfasilitasi pemberian perawatan pasien yang berkualitas
2.
Memastikan dokumentasi kemajuan yang berkenaan dengan hasil yang berfokus pada pasien
3.
Memfasilitasi konsistensi antar disiplin dan komunikasi tujuan dan kemajuan pengobatan
b. Teknik-Teknik untuk Penulisan Catatan Deskriptif Kemungkinan pembaca catatan yang ditulis di rekam medik meliputi : pembantu perawat, perawat spesialis klinik, praktisi perawat, dokter, ahli terapi, psikiater, psikolog, pekerja sosial, peninjau perawat, pengacara, hakim, peninjau penggunaan, petugas asuransi, peneliti, wakil institusi, orangtua atau wali, dan juga pasien. Karena banyaknya jumlah pembaca, maka kejelasan dan akurasi catatan kemajuan merupakan prioritas. Catatan-catatan
diatas
mengajak
pembaca
untuk
dapat
membentuk gambaran yang jelas tentang apa yang terjadi dengan pasien. Cara yang paling baik untuk memastikan deskriptif (atau observasional). Pedoman untuk menulis catatan berdasarkan observasi berikut ini membandingkan dan membedakan bahasa penilaian dan bahasa deskriptif.
c. Dokumentasi Pengkajian Keperawatan Pengkajian, diagnosis dan rencana keperawatan merupakan langkah-langkah awal dari proses keperawatan sebagai dasar untuk pemberian asuhan keperawatan yang aktual : 1. Tujuan
dari
pengkajian
adalah
untuk
mengumpulkan,
mengorganisir, dan mencatat data yang menjelaskan respon manusia yang mempengaruhi pola-pola kesehatan pasien. 2. Tujuan
dari
diagnosis
keperawatan
adalah
untuk
menginterpretasikan dan memberikan nama pola-pola respon manusia terhadap masalah-masalah kesehatan. 3. Tujuan dari rencana keperawatan adalah untuk merancang suatu rencana keperawatan untuk memberikan intervensi keperawatan berdasarkan respon manusia masalah-masalah kesehatan. Pengkajian yang komprehensif atau menyeluruh, sistematis yang logis akan mengarah dan mendukung pada identifikasi masalahmasalah pasien. Masalah-masalah ini dengan menggunakan data pengkajian sebagai dasar formulasi yang dinyatakan sebagai diagnosa keperawatan (Nursalam, 2001). d. Dokumentasi Diagnosa Keperawatan Teung (1994) mendefinisikan diagnosis keperawatan sebagai perumusan masalah kesehatan yang aktual atau potensial dari individu, keluarga atau kelompok dimana perawat dapat secara legal membantu secara independen atau mandiri.
Dalam melakukan diagnosa, perawat harus mengacu pada rumusan yang telah ditetapkan. Rumusan diagnosa keperawatan adalah sebagai berikut : (1) Diagnosis keperawatan yang bersifat nyata (aktual) yang tersusun atas Problem Etiology, Symtomp. (2) Diagnosis keperawatan yang bersifat potensial dirumuskan sesuaidengan masalah yang mungkin timbul berdasarkan kondisi yang pasien hadapi sekarang. (Gordon, 1987) e. Dokumentasi Perencanaan Keperawatan Menurut Teung (1994) menyatakan bahwa tahap ini meliputi menentukan prioritas masalah, menentukan dan menetapkan hasil yang akan dicapai atau tujuan asuhan keperawatan, menentukan rencana tindakan keperawatan atau intervensi, dan menentukan hasil yang akan dicapai. Dalam menentukan prioritas masalah perlu dipertimbangkan masalah yang mengancam kehidupan, masalah yang mengancam kesehatan dan masalah yang menyangkut kesenangan pasien. Perumusan tujuan pada perencanaan keperawatan adalah untuk mengarahkan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien agar hasil yang diinginkan tercapai dan masalah yang tengah dihadapi pasien dapat dihilangkan atau dikurangi. Pernyataan tujuan harus ada subyek, predikat dan kriteria. Subjek yaitu pasien atau bagian dari pasien, predikat adalah kegiatan atau aksi dari pasien, sedangkan kriteria dari tujuan adalah Specific, Measurable, Achiavable, Realistic dan Time Limited. (Carpenito, 1999).
f. Dokumentasi Implementasi atau Intervensi Keperawatan. Teung (1994) mendefinisikan implementasi keperawatan adalah pelaksanaan
atau
penerapan
tindakan-tindakan
yang
telah
direncanakan. Sedangkan menurut Nettina (1996), implementasi keperawatan adalah kegiatan mengkoordinasikan aktivitas pasien, keluarga, anggota tim kesehatan lain, mengawasi dan mencatat respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan. g. Dokumentasi Evaluasi Keperawatan Evaluasi adalah langkah akhir dari proses perawatan. Tugas selama tahap ini termasuk pencatatan pernyataan evaluasi dan revisi rencana tindakan keperawatan dan intervensi jika perlu. Lebih lanjut, pernyataan evaluasi memberikan informasi yang penting tentang pengaruh intervensi yang direncanakan pada keadaan kesehatan klien (Nursalam, 2001). Evaluasi merupakan fase pengkajian proses keperawatan, menilai keefektifan tindakan keperawatan dan mengindikasi kemajuan klien terhadap tujuan pencapaian. Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan seberapa efektifnya tindakan keperawatan itu untuk mencegah atau mengobati respon manusia terhadap prosedur, kesehatan. Sedangkan komponen evaluasi dicatat untuk (Nursalam, 2001) : 1. Mengkomunikasikan status klien dan hasilnya berhubungan dengan semua arti umum untuk semua perawat.
2. Memberikan informasi yang bermanfaat untuk memutuskan apakah mengawali, melanjutkan, memodifikasi atau menghentikan tindakan keperawatan. 3. Memberikan bukti revisi untuk perencanaan perawatan yang berdasarkan pada catatan penilaian ulang atau reformulasi diagnosa perawatan. 4. Standar dokumentasi untuk terus mencatat pernyataan evaluasi perawatan yang merefleksikan keefektifan asuhan keperawatan, respon klien untuk intervensi perawatan, dan revisi rencana keperawatan.
C. Asuhan Keperawatan 1. Pengertian Asuhan Keperawatan Asuhan keperawatan merupakan bentuk kegiatan essensial dari pelayanan keperawatan yang berisi tentang kegiatan praktek keperawatan. Asuhan keperawatan dilakukan menurut proses keperawatan, yaitu tindakan yang berurutan, dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah klien, membuat rencana, melaksanakan dan mengevaluasi keberhasilan dari masalah yang dihadapi oleh pasien (Kozier, 1991) Menurut Carpenito (1998) asuhan keperawatan adalah kegiatan profesional perawat yang dinamis yang membutuhkan kreativitas dan berlaku rentang kehidupandan keadaan. Adapun tahap dalam melakukan
keperawatan
adalah
pengkajian,
diagnosa
keperawatan,
rencana
kepertawatan, intervensi / implementasi dan evaluasi. Proses keperawatan menurut Allen (1998) adalah suatu metode untuk mengkaji respon manusia terhadap kesehatan dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan yang berhubungan dengan klien, keluarga, orang tredekat atau masyarakat. Proses keperawatan ada lima langkah, yaitu pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Proses keperawatan ini bersifat dinamis, yaitu berubah menurut kebutuhan dan perkembangan pasien, siklus yaitu terus berkesinambungan dan interdependen yaitu setiap tahap dapat dilaksanakan jika tahap sebelumnya sudah dilakukan atau semua tahap proses keperawatan tidak dapat dipisah-pisahkan dan di ubah-ubah urutannya. 2. Pelayan dan Asuhan Keperawatan Pelayanan dan asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien merupakan bentuk pelayanan profesional yang bertujuan untuk membantu klien dalam pemulihan dan peningkatan kemampuan dirinya memalui tindakan
pemenuhan
kebutuhan
klien
secara
komprehensif
dan
berkesinambungan sampai klien mampu untuk melakukan kegiatan rutinitasnya tanpa bantuan.(Nurochmah, 2001) Bentuk pelayanan ini seyogyanya diberikan oleh perawat yang memiliki kemampuan serta sikap dan kepribadian yang sesuai dengan
tuntutan profesi keperawatan; dan untuk itu tenaga keperawatan ini harus dipersiapkan dan ditingkatkan secara teratur, terrencana, dan kontinyu. Pelayanan keperawatan yang dilakukan di rumah sakit merupakan sistem pengelolaan asuahan keperawatan yang diberikan kepada klien agar menjadi berdaya guna dan berhasil guna. Sistem pengelolaan ini akan berhasil apabila seseorang perawat yang memiliki tanggung jawab mengelola
tersebut
mempunyai
pengatahuan
tentang
manajemen
keperawatan dan kemampuan meminpin orang lain di samping pengetahuan dan keterampilan klinis yang harus dikuasainya pula. (Nurochmah, 2001) Keberhasilan pengelola pelayanan keperawatan akan menimbulkan keberhasilan asuhan keperawatan yang diberikan oleh para perawat pelaksananya. Demikian pula sebaliknya, keberhasilan kerja para perawat pelakasana akan sangat tergantung dari upaya menejerial keperawatan. Pelayanan keperawatan di ruang rawat terdiri dari serangkaian kegiatan yang dikoordinatori dan menjadi tanggung jawab kepala ruang rawat yang berperan sebagai manajer. Pelayanan keperawatan profesional berfokus pada berbagai kegiatan pemenuhan kebutuhan klien melalui intervensi keperawatan yang berlandaskan kiat dan ilmu keperawatan. Para manajer keperawatan senantiasa harus menjamin bahwa pelayanan yang diberikan oleh para pelaksana keperawatan adalah pelayanan yang aman dan mementingkan kenyamanan klien. Selain itu, para manajer perawat seyogyanya menggunakan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan/keperawatan sebagai upaya untuk mewujudkan praktik keperawatan yang berdasarkan pengetahuan dan fakta (knowledge/evidence based nursing practice) (Nurochmah, 2001) Kelancaran pelayanan keperawatan di suatu ruang rawat baik rawat inap maupun rawat jalan dipengaruhi oleh beberapa aspek yaitu : a.
Visi, misi dan tujuan rumah sakit yang dijabarkan secara lokal ruang rawat.
b.
Struktur organisasi local, mekanisme kerja (standar-standar) yang diberlakukan di ruang rawat.
c.
Sumber daya manusia keperawatan yang memadai baik kuantitas mapun kualitas.
d.
Metoda penugasan/pemberi asuhan dan landasan model pendekatan kepada klien yang ditetapkan.
e.
Tersedianya berbagai sumber/fasilitas yang mendukung pencapaian kualitas pelayanan yang diberikan.
f.
Kesadaran dan motivasi dari seluruh tanaga keperawatan yang ada.
g.
Komitmen dari pimpinan rumah sakit (Nurochmah, 2001) Seluruh aspek pelayanan keperawatan di atas sudah lama menjadi
tuntutan suatu sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit agar pelayanan yang diberikan dapat memuaskan klien dan keluarga pengguna jasa pelayanan kesehatan. Tuntutan ini terjadi karena beberapa situasi yang telah terjadi pada dekade terakhir ini menunjukkan bahwa;
a.
Keadaan ekonomi negara telah mempengaruhi aspek ekonomi sistem pelayanan
kesehatan
termasuk
sistem
pembayaran
pelayanan
kesehatan dan asuransi kesehatan. b.
Makin meningkatnya tuntutan terhadap hasil pelayanan kesehatan yang berkualitas.
c.
Ketatnya tuntutan dari profesi keperawatan yang sesuai standar dan pemberdayaan tenaga keperawatan.
d.
Dampak perkembangan IPTEK kesehatan telah meningkatkan tekanan terhadap pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien namun aman bagi konsumen (Swansburg & Swansburg dalam Nurochmah, 2001). Terwujudnya suatu bentuk pelayanan yang profesional ditentukan
oleh berbagai aspek yang perlu diperhatikan oleh setiap pimpinan dan penanggung jawab pelayanan kesehatan demi untuk memnuhi kepentingan masyarakat yang dilayaninya. 3. Asuhan Keperawatan Bermutu Asuhan keperawatan profesional diberikan kepada klien oleh tenaga keperawatan yang memiliki kewenangan dan kompetensi yang telah ditetapkan oleh profesi. Asuhan keperawatan ini seyogyanya berlandskan ilmu pengetahuan, prinsip dan teori keperawatan serta keterampilan dan sikap sesuai dengan kompetensi dan kewenangan yang diemban kepada perawat tersebut. Asuhan keperawatan yang bermutu merupakan asuhan manusiawi yang diberikan kepada klien, memenuhi standar dan kriteria profesi
keperawatan, sesuai dengan standar biaya dan kualitas yang diharapkan rumah sakit serta mampu mencapai tingkat kepuasan dan memenuhi harapan klien. Kualitas asuhan keperawatan sangat ditentukan oleh berbagai faktor antara lain: kondisi klien, pelayanan keperawatan termasuk tenaga keperawatan di dalamnya, sistem manajerial dan kemampuan rumah sakit dalam melengkapi sarana prasarana, serta harapan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan/keperawatan yang diberikan di rumah sakit tersebut. Asuhan keperawatan yang bermutu dan dapat dicapai jika pelaksanaan asuhan keperawatan dipersepsikan sebagai suatu kehormatan yang dimiliki oleh para perawat dalam memperlihatkan sebagai suatu kehormatan yang dimiliki oleh perawat dalam memperlihatkan haknya untuk memberikan asuhan yang manusiawi, aman, serta sesuai dengan standar dan etika profesi keperawatan yang berkesinambungan dan terdiri dari kegiatan pengkajian, perencanaan, implementasi rencana, dan evaluasi tindakan keperawatan yang telah diberikan. Melaksanakan asuhan keperawatan dengan baik seorang perawat perlu memiliki kemampuan untuk (1) berhubungan dengan klien dan keluarga, serta berkomunikasi dengan anggota tim kesehatan lain; (2) mengkaji kondisi kesehatan klien baik melalui wawancara, pemeriksaan fisik maupun menginterpretasikan hasil pemeriksaan penunjang; (3) menetapkan diagnosis keperawatan dan memberikan tindakan yang
dibutuhkan klien; (4) mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah diberikan serta menyesuaikan kembali perencanaan yang telah dibuat. Disamping itu, asuhan keperawatan bermutu dapat dilaksanakan melalui pendekatan metodologis keperawatan. Pendekatan ini dapat berupa pendekatan keperawatan tim, modular, kasus, atau keperawatan primer (Grohar-Murray & DiCroce dalam Nurochmah, 2001). Penetapan pendekatan ini sangat dipengaruhi oleh visi, misi, dan tujuan rumah sakit dan ruang rawat, ketersediaan tenaga keperawatan baik jumlah mapun kualifikasi, fasilitas fisik ruangan, tingkat ketergantungan dan mobilitas klien, tersedianya prosedur dan standar keperawatan, sifat ruangan dan jenis pelayanan keperawatan yang diberikan. Mewujudkan asuhan keperawatan bermutu diperlukan beberapa komponen yang harus dilaksanakan oleh tim keperwatan yaitu (1) terlihat sikap caring ketika harus memberikan asuhan keperawatan kepada klien, (2) adanya hubungan perawat - klien yang terapeutik, (3) kolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain, dan (4) kemampun dalam memenuhi kebutuhan klien, serta (5) kegiatan jaminan mutu (quality assurance). Dengan demikian, upaya pimpinan rumah sakit dan manajerial keperawatan seyogyanya difokuskan pada kelima komponen kegiatan tersebut yang akan diuraikan berikut ini. a. Sikap “caring” perawat Asuhan keperawatan bermutu yang diberikan oleh perawat dapat dicapai apabila perawat dapat memperlihatkan sikap “caring”
kepada klien. Dalam memberikan asuhan, perawat menggunakan keahlian, kata-kata yang lemah lembut, sentuhan, memberikan harapan, selalu berada disamping klien, dan bersikap “caring” sebagai media pemberi asuhan (Curruth, Steele, Moffet, Rehmeyer, Cooper, & Burroughs dalam Nurochmah, 2001). Para perawat dapat diminta untuk merawat, namun meraka tidak dapat diperintah untuk memberikan asuhan dengan menggunakan spirit “caring”. Spirit “caring” seyogyanya harus tumbuh dari dalam diri perawat dan berasal dari hati perawat yang terdalam. Spritit “caring” bukan hanya memperlihatkan apa yang dikerjakan perawata yang bersifat tindakan fisik, tetapi juga mencerminkan siapa dia. Oleh karenanya, setiap perawat dapat memperlihatkan cara yang berada ketika memberikan asuhan kepada klien. “Caring” merupakan pengetahuan kemanusiaan, inti dari praktik keperawatan yang bersifat etik dan filosofikal. “Caring” bukan semata-mata perilaku. “Caring” adalah cara yang memiliki makna dan memotivasi tindakan (Marriner-Tomey dalam Nurochmah, 2001). “Caring”juga
didefinisikan
sebagai
tindakan
yang
bertujuan
memberikan asuhan fisik dan perhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien (Carruth et all dalam Nurochmah, 2001). Sikap ini diberikan memalui kejujuran, kepercayaan, dan niat baik. Prilaku “caring” menolong klien meningkatkan perubahan positif
dalam aspek fisik, psikologis, spiritual, dan sosial. Diyakini, bersikap “caring” untuk klien dan bekerja bersama dengan klien dari berbagai lingkungan merupakan esensi keperawatan. Watson menekankan dalam sikap”caring” ini harus tercermin sepuluh faktor kuratif yaitu: 1) Pembentukan sistem nilai humanistic dan altruistik. Perawat menumbuhkan rasa puas karena mampu memberikan sesuatu kepada klien. Selain itu, perawat juga memperlihatkan kemapuan diri dengan memberikan pendidikan kesehatan pada klien. 2) Memberikan kepercayaan - harapan dengan cara memfasilitasi dan meningkatkan asuhan keperawatan yang holistik. Di samping itu, perawat meningkatkan prilaku klien dalam mencari pertolngan kesehatan. 3) Menumbuhkan sensitifan terhadap diri dan orang lain. Perawat belajar menghargai kesensitifan dan perasaan kepada klien, sehingga ia sendiri dapat menjadi lebih sensitif, murni, dan bersikap wajar pada orang lain. 4) Mengembangan hubungan saling percaya. Perawat memberikan informasi dengan jujur, dan memperlihatkan sikap empati yaitu turut merasakan apa yang dialami klien. 5) Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif klien. Perawat memberikan waktunya dengan mendengarkan semua keluhan dan perasaan klien.
6) Penggunaan sistematis metoda penyalesaian masalah untuk pengambilan keputusan. Perawat menggunakan metoda proses keperawatan sebagai pola pikir dan pendekatan asuhan kepada klien. 7) Peningkatan
pembelajaran
dan
pengajaran
interpersonal,
memberikan asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan personal, dan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan personal klien. 8) Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, dan spritual yang mendukung. Perawat perlu mengenali pengaruhi lingkungan internal dan eksternal klien terhadap kesehatan kondisi penyakit klien. 9) Memberi bimbingan dalam memuaskan kebutuhan manisiawi. Perawat perlu mengenali kebutuhan komperhensif diri dan klien. Pemenuhan kebutuhan paling dasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat selanjutnya. 10) Mengijinkan terjadinya tekanan yang bersifat fenomologis agar pertumbuhan diri dan kematangan jiwa klien dapat dicapai. Kadang-kadang
seseorang
klien
perlu
dihadapkan
pada
pengalaman/pemikiran yang bersifat profokatif. Tujuannya adalah agar dapat meningkatkan pemahaman lebih mendalam tentang diri sendiri. Kesepuluh faktor karatif ini perlu selalui dilakukan oleh perawat agar semua aspek dalam diri klien dapat tertangani sehingga
asuhan keperawatan profesional dan bermutu dapat diwujudkan. Selain itu, melalui penerapan faktor karatif ini perawat juga dapat belajar untuk lebih memahami diri sebelum mamahami orang lain. Keperawatan merupakan suatu proses interpersonal yang terapeutik dan signifikan. Inti dari asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien adlah hubungan perawat-klien yang bersifat profesional dengan penekanan pada bentuknya tinteraksi aktif antara perawat dan klien. Hubungan ini diharapkan dapat memfasilitasi partisipasi klien dengan memotivasi keinginan klien untuk bertanggung jawab terhadap kondisi kesehatannya. b. Hubungan perawat-klien Hubungan perawat dan klien adalah suatu bentuk hubungan terapeutik/profesional dan timbal balik yang bertujuan untuk meningkatkan efektifitas hasil intervensi keperawatan melalui suatu proses pembinaan pemahaman tentang dua pihak yang sedang berhubungan. Hubungan profesional ini diprakasai oleh perawat melaui
sikap
empati
dan
keinginan
berrespon
(“sense
of
responsiveness”) serta keinginan menolong klien (“sense of caring”). Menurut Peplau, dalam membina hubungan profesional ini, kedua pihak seyogyanya harus melewati beberapa tahapan (MarrinerTomey dalam Nurochmah, 2001) yaitu : (1) tahap orientasi ; (2) tahap identifikasi ; (3) tahap eksploitasi ; dan tahap resolusi.
Pada tahap orientasi, setelah saling memperkenalkan diri, perawat berupaya menolong klien mengidentifikasi maslah yang sedang dihadapi klien. Penjelasan, penekanan perlu dikemukakan oleh perawat agar klien menyakini masalah atau beberapa masalah yang perlu diatasi. Tahap identifikasi terjadi ketika klien mampu mampu mengidentifikasi
sesorang
atau
beberapa
orang
yang
dapat
menolongnya. Pada tahap ini perawat memberi kesempatan klien untuk mengkaji lebih jauh perasaan tentang diri, penyakit, dan kemampuan yang dimilikinya. Tujuannnya adalah agar perawat dapat membimbing klien periode penyakitnya sebagai pengalaman yang memungkinkan klien mengenali kembali perasaan dan kekuatan internal yang pernah dimiliki sehingga dapat memberikan kepuasan yang diperlukan klien. Tahap eksploitasi terjadi ketika klien mampu menguraikan nilai dan penghargaan yang dia peroleh dari hubungan profesional dari hubungan profesional antara perawat dan dirinya. Beberapa tujuan baru yang perlu dicapai melalui upaya diri klien dapat dikemukakan oleh perawat, dan kekuatan akan dialihkan oleh perawata kepada klien apabila klien mengalami hambatan akibat ia tidak mampu mencapai tujuan baru tersebut. Tahap akhir dari hubungan profesional perawat - klien adalah tahap resolusi ditandai dengan tercapainya tujuan yang telah ditetapkan dan tidak lagi menjadi prioritas kegiatan klien. Pada tahap ini klien
membebaskan
diri
dari
keterkaitannya
dengan
perawat
dan
menunjukkan kemampuannya untuk bertanggung jawab terhadap kesehatan dirinya. Keempat tahapan dalam hubungaan profesional ini dapat terjadi tumpang tindih antara satu tahapan dengan tahapan berikutnya. Membina hubungan profesional, asuhan keperawatan juga merupakan media edukatif dimana suatu kekuatan internal yang kokoh dari seseorang perawat dapat mempengaruhi klein untuk meningkatkan perilaku dan kepribadian klein selama sakit ke arah kehidupan yang kreatif, konstruktif, dan produktif. Bberapa peran perlu diemban opelh perawat ketika menjalankan dan membina hubungan profesional yaitu: (1) peran sebagai orang asing (“starnger”), (2) narasumber (“resource person”), (3) pendidik (‘teacingrole”), (4) pemimpin (“leadersip role”), dan (5) peran pengganti (“surrogate role”) (Marriner-Tomey dalam Nurochmah, 2001) Keberhasilahn hubungan profesional/terapeutik anatara perawat dan klien sangat menentukan keberhasilan hasil tindakan yang diharapkan. Disamping itu, hubungan profesional yang baik anatara perawat-klien dapat menghindari, memprediksi, dan mengantisipasi berbagai penyulit yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, berbagai peran diatas seyogyanya menjadi fokus perhatian perawat ketika menolong klien melewati tahapan dlam hubungan profesionalnya dengan perawat (Nurochmah, 2001)
c. Kolaborasi/kemitraan Kaloborasi merupakan salah satu model interaksi yang terjadi diantara dan antar praktisi klinik selama pemberian pelayanan kesehatan/keperawatan. Kolaborasi meliputi kegiatan berkomunikasi parallel,
berfungsi
parallel,
bertukar
informasi,
berkoordinasi,
berkonsultasi, mengelola kasus bersama (ko-manajemen), serta merujuk. Kolaborasi merupakan suatu pengakuan keahlian seseorang oleh orang lain di dalam maupun di luar profesi orang tersebut (ANA, 1995). Kaloborasi ini juga merupakan proses interpersonal dimana dua orang atau lebih membuat suatu komitmen untuk berinteraksi secara kontruktif untuk menyelesaikan masalah klien dan mencapai tujuan, target atau hasil yang ditetapkan. Para individu ini mengenali dan mengartikulasikan nilai-nilai yang membuat komitmen ini menjadi terwujud. Kemampuan mewujudkan komitmen untuk berinteraksi secara kontruktif tergantung dari persamaan persepsi, tentang tujuan bersama, kompetensi klinik, dan kemapuan interpersonal, humor, keprcayaan, menghargai dan menghormati pengetahuan dan praktik keilmuan yang berbeda (Hanson & Spross dalam Nurochmah, 2001) Terwujudnya suatu kolaborasi tergantung pada beberapa kreiteria yaitu (1) adanya rasa saling percaya dan menghormati, (2) saling memahami dan menerima keilmuan masing-masing, (3)
memiliki citra diri positif, (4) memiliki kematangan profesional yang setara (yang timbul dari pendidikan dan pengalaman), (5) mengakui sebagai mitra kerja bukan bawahan, dan (6) keinginan untuk bernegosiasi (Hanson & Spross, 1996 dalam Nurocmah). Inti dari suatu hubungan kolaborasi adalah adanya perasaan saling tergantung (interdependensi) untuk kerja sama dan bekerja sama. Bekerja bersama dalam suatu kegiatan dapat memfasilitasi kolaborasi yang baik. Kerjasama mencerminkan proses koordinasi pekerjaan agar tujuan auat target yang telah ditentukan dapat dicapai. Selain itu, menggunakan catatan klien terintegrasi dapat merupakan suatu alat untuk berkomunikasi anatar profesi secara formal tentang asuhan klien. d. Kegiatan menjamin mutu Asuhan keperawatan bermutu hanya dapat dicapai dan dipertahankan apabila disertai dengan kegiatan dan rencana untuk mempertahankan mutu asuhan tersebut. Kegiatan jaminan mutu (“quality assurance”) adalah membandingkan antara standar yang telah ditetapkan dengan tingkat pencapaian hasil. Kegiatan jaminan kualitas pelayanan/asuhan keperawatan merupakan kegiatan menilai, memantau, atau mengatur pelayanan yang berorientasi pada konsumen (klien). Dalam keperawatan, tujuan asuhan bermutu adalah untuk menjamin mutu sambil pada saat yang sama mencapai tujuan institusi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Keberhasilan
pelaksanaan
kegiatan
menjamin
mutu
dipengaruhi oleh beberapa faktor anatara lain dukungan dari manager puncak (pimpinan rumah sakit), terutama terkait dengan dukungan biaya dan sumebr daya manusia. Selain itu, pencapaian kriteria keberhasilan perlu disepakati. Seandainya instuisi menginginkan pelayanan keperawatan adalah pelayanan terbaik di suatu wilayah, maka standar dan kriteria keberhasilannya perlu ditetapkan optimal dan bukan minimal. Kegiatan jaminan mutu dapat meliputi aspek struktur, proses, dan outcome. Kegiatan penilaian dan pemantauan dalam pelayanan keperawatan juga selayaknya diarahkan pada ketiga aspek tersebut. Oleh karena itu, standar pelayanan, kriteria keberhasilan, alat pengukur perlu dikembangkan, dan tahapan dlam pelaksanaan kegiatan menjamin mutu perlu ditetapkan. Strategi untuk kegiatan jaminan mutu antara lain dengan benchmarking
dan
manajemen
kualitas
total
(total
quality
management) (Marquis & Huston dalam (Nurochmah, 2001). Benchmarking atau meneliti praktik terbaik (“best practice research”) adalah kegiatan mengkaji kelemahan tertentu instiusi dan kemudian mengidentifikasi instuisi lain yang memiliki keunggulan dalam aspek yang sama. Kegaiatan dilanjutkan dengan berkomunikasi, menetapkan kesepakatan
kerjasama
kelemahan tersebut
untuk
mendukung
dan
meningkatkan
Manajer pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat pula bekerjasama dengan rumah sakit lain yang tidak saling berkompetensi untuk meningkatkan satu atau beberapa aspek yang dianggap lemah. Kerjasama ini bersifat konfidensial dan hanya meningkatkan aspek yang dianggap masih lemah. Manajemen kualitas total dilakukan berdasarkan harapan bahwa individu merupakan fokus produksi dan pelayanan. Penakanan manajeman kualitas total adalah mengidentifikasi dan melakukan kegiatan dengan benar, cara yang benar, waktu yang sesuai dan mencegah masalah. Strategi menjamin kualitas ini sangat menyerap biaya karena proses ini terus menerus, dan setiap subyek maupun kegiatan diarahkan pada peningkatan secara berkesinambungan. Strategi lain dari kegiatan jaminan mutu ynag bersifat kontemporer adalah penggunaan “critical patways”. Critical pathways adalah menetapkan kemajuanj yang harus dicapai klien sejak saat klien diterima di rumah sakit. Keuntungan cara ini adalah standar pencapaian yang ditetapkan untuk seorang klien dapat diterapkan untuk klien lain yang berdiagnosis sama. Namun, kelemahannya adalah tidak dapat mengakomodasi keunikan individual klien. Selain itu, pendokumentasian critical pathways memerlukan banyak catatan dan pengkajian ulang (Marquis & Huston dalam Nurochmah, 2001). Pelaksanaan kegiatan jaminan mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat pula dilakukan dalam bentuk kegiatan pengendalian
mutu (“quality control”). Kegaiatannya dapat dilaksanakan dalam dua tingkat yaitu tingkat rumah sakit dan tingkat ruang rawat. Tingkat rumah sakit dapat dilaksanakan dengan cara mengembangkan tim gugus kendali mutu yang memiliki program baik jangka pendek maupun jangka panjang. Kegiatan menilai mutu pada tingkat rumah sakit, akan diawali dengan penetapan kriteria pengendalian, mengidentifikasi informasi yang relevan dengan kriteria, menetapkan cara mengumpulakan informasi/data, mengumpulkan dan menganailisis informasi/data, membandingkan informasi dengan kriteria yang telah ditetapkan, menetapkan keputusan tentang kualitas, memperbaiki situasi sesuai hasil yang diperoleh, dan menetapkan kembali cara mengumpulkan informasi (Marquis & Huston dalam Nurochmah, 2001) Ada 10 indikator kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit yaitu : (1) angka infeksi nosokomial, (2) angka kejadian klien jatuh/kecelakaan, (3) tingkat kepuasan klien terhadap pelayanan kesehatan, (4) tingkat kepusan klien terhadap pengelolaan nyeri dan kenyamanan, (5) tingkat kepuasan klien terhadap informasi/pendidikan kesehatan, (6) tingkat kepuasan klien terhadap asuhan keprawtan, (7) upaya mempertahankan integritas kulit, (8) tingkat kepasan perawat, (9) kombinasi kerja anatara perawat profesional dan non profesional, (10) total jam asuhan keperawatan per klien per hari (Marquis & Huston dalam Nurochmah, 2001)
Pada tingkat ruangan, selain ada individu ruangan yang duduk sebagai wakil pada tim gugus kendali mutu rumah sakit, maka seyogyanya dibentuk pula tim ruangan yang disebut tim sirkulasi kualitas. Tim sirkulus kualitas yang terdiri dari tiga sampai empat orang perawat ruangan ini berfungsi untuk mengidentifikasi masalahmasalah pelayanan keperawatan tingkat ruangan, membahas masalah di dalam tim, menyusun beberapa alternatif solusi, dan menyampaikan kepada kepala ruangan untuk ditetapkan solusi yang akan diambil dan dilaksanakan oleh ruangan. Sementara itu, tim ini akan bekerjasama kembali mengidentifikasikan masalah-masalah lain yang terjadi. Siklus kegiatan akan berjalan seperti sebelumnya.
D. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat
penting
(Notoadmodjo, 2003).
untuk
terbentuknya
tindakan
seseorang
2. Tingkatan Pengetahuan Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan (Winkel, 1991) yaitu : a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai pengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk di dalam pengetahuan, tingkatan : mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan
tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja
untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan sebagainya. Contoh : menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita. b. Memahami (Comprehension) Memahami
diartikan
sebagai
suatu
kemampuan
untuk
menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang belum paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari, misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.
c. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi penggunaan kaidah, metode, prinsip dan sebagainya sesuai kontek dan situasi tertentu. d. Analisis (Analysis) Analysis adalah
suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu
materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur tersebut, dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain. Kemampuan abtraks ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja,
seperti
dapat
menggambarkan
atau
membuat
bagan,
membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. e. Sintesis (Syntesis) Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menggabungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formasi baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkasnya dan menyelesaikan terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang ada. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi
berkaitan
dengan
kemampuan
untuk
melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaianpenilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dan anak yang kurang gizi, dapat menanggapi terjadinya diare disuatu tempat, dapat menafsirkan sebab-sebab mengapa ibu-ibu tidak mau ikut penyuluhan dan sebagainya. Berdasarkan pengalaman bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari dengan pengetahuan (Notoatmodjo, 1997). 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). a. Tingkat Pendidikan Kemampuan belajar yang dimiliki manusia merupakan bekal yang sangat pokok. Sudah barang tentu tingkat pendidikan dapat menghasilkan
suatu
perubahan
dalam
pengetahuan
seseorang.
Umumnya personel keperawatan ingin mendapatkan kehidupan yang lebih baik maka dipertahankan oleh program pengembangan SDM yang mencakup pendidikan profesional, teknis dan liberal ( pendidikan umum, seni liberal). Pendidikan akan meningkatkan produktifitas perawat apabila manajemen mengakui bahwa pendidikan dan produktifitas adalah berkaitan. b. Informasi Kurangnya informasi tentang cara-cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit, dan sebagainya akan menurunkan tingkat pengetahuan seseorang tentang
hal tersebut. Di dalam keperawatan pada seorang perawat dalam menerima laporan harian tertulis pada pasien tertentu kebanyakan dari informasi tersebut kurang bermanfaat untuknya karena sedikit keterangan yang berhubungan dengan masalah keperawatan seorang pasien atau asuhan keperawatan yang ditentukan c. Budaya Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang, karena informasi-informasi baru akan disaring kira-kira sesuai tidak dengan budaya yang ada dan agama yang dianut. Budaya mencakup jaringan komunikasi baik formal maupun informal. Budaya mencakup peran yang berhubungan dengan karakteristik seseorang. Suatu kebudayaan berfokus pada kehidupan kerja, ada potensial konflik antara pengumpulan normal individu yang berbeda dan normal kebudayaan yang berlawanan. Budaya yang kuat yang mendorong partisipasi dan keterlibatan karyawan dalam pembagian pembuatan keputusan mempengaruhi kinerja secara positif. d. Pengalaman Pengalaman disini berkaitan dengan umur, dengan tingkat pendidikan seseorang, maksudnya pendidikan yang tinggi pengalaman akan lebih luas sedang umur semakin bertambah.
e. Sosial ekonomi Sosial ekonomi yang rendah berpengaruh pada pengetahuan seseorang tentang tumbuh kembang anak, dalam memenuhi kebutuhan hidup sehat terutama perawatan kebersihan diri dan makanan bergizi.
E. Kerangka Teori
- Faktor Prediposisi 1. Tingkat Pengetahuan 2. Sikap 3. Keyakinan 4. Kepercayaan 5. Nilai agama 6. Mitos 7. Pengalaman - Enabling : 1. Faktor Intern : kecerdasan, persepsi, motivasi, minat, emosi. 2. Faktor Ekstern : objek, orang, kelompok dan hasilhasil kebudayaan
Pelaksanaan Pendokumentasian asuhan keperawatan
- Reinforcing 1. Sikap Perawat 2. Perilaku perawat 3. Lama kerja perawat 4. Pengalaman Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber : faktor-faktor yang berhubungan dengan pendokumentasian asuhan keperawatan (modifikasi : Notoatmodjo, 2003).
F. Kerangka Konsep
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Variabel bebas
Variabel Terikat
Pengetahuan
Masa kerja
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Pendidikan
G. Hipotesis a. Ada hubungan antara pengetahuan dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Rumah Sakit Dr. H. Soewondo Kendal b. Ada hubungan antara masa kerja dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Rumah Sakit Dr. H. Soewondo Kendal c. Ada hubungan antara pendidikan dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Rumah Sakit Dr. H. Soewondo Kendal.