BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Industri kepariwisataan Menurut beberapa pakar, hampir semua memahami bahwa kepariwisataan adalah sebagai suatu industri jasa perjalanan ataupun sebagai industri jasa yang menjual keramahtamahan. Industri perjalanan jutaan manusia dalam wujud industri kepariwisataan internasional telah terbukti di banyak negara mampu menggerakkan ekonomi yang saling berkaitan menjadi industri jasa yang telah memberikan kontribusi penting. Mulai dari perekonomian dunia, sampai pada peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat setempat yang berada di sekitar daerah tujuan wisata dalam suatu negara (Sunaryo, 2013: 32-33). Menurut Sunaryo (2013: 34-35) disamping manfaat ekonomi secara nasional, kepariwisataan bermanfaat dalam peningkatan kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat. Kepariwisataan juga berpotensi dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat, khususnya yang berdomisili dan terkait
dengan
kepariwisataan
di
sekitar
daerah
tujuan
wisata.
Kepariwisataan juga mempunyai potensi cukup besar dalam mempererat serta meningkatkan kualitas hubungan antar manusia, antar bangsa sehingga terjalin saling pengertian, sikap saling menghargai, menggalang solidaritas dan nasionalisme. 10
11
Industri kepariwisataan memiliki karakter untuk pemerataan pembangunan wilayah dan pemberdayaan masyarakat, khususnya yang bermukim di wilayah terpencil maupun di pedesaan. Beberapa karakter diantaranya (Sunaryo, 2013: 35-37): a. Untuk dapat mengkonsumsi suatu produk kepariwisataan yang ditawarkan oleh suatu daerah tujuan wisata, industri mengharuskan konsumennya (wisatawan) untuk berkunjung mendatangi lokasi produk pariwisata berada (dihasilkan). Konsekuensi dari tata industri tersebut adalah nilai tambah yang berasal dari pengeluaran wisatawan untuk transportasi, akomodasi, makan dan minum, jasa pelayanan dan sebagainya, akan dirasakan langsung oleh masyarakat dan wilayah daerah tujuan wisata berada. Industri kepariwisataan dapat membantu pemerataan pembangunan di seluruh wilayah terbelakang baik di wilayah perkotaan, pedesaan bahkan kawasan terpencil di pedalaman maupun pulau-pulau kecil. b. Keterkaitan usaha yang panjang, yaitu kegiatan industri kepariwisataan mampu menggerakkan sektor-sektor usaha dan kegiatan terkait, dan terjadi dalam berbagai skala usahanya (kecil sampai dengan besar) yang sangat panjang. Dengan demikian, industri kepariwisataan secara teori akan memiliki kemampuan yang sangat besar dalam menciptakan berbagai dampak ekonomi bagi daerah dan masyarakat yang terkait. Dampak ekonomi langsung dapat terjadi pada hotel, restoran, perusahaan angkutan, perusahaan penerbangan, galleri dan jasa
12
c. keuangan. Dampak tidak langsung pada karyawan hotel, supir angkutan umum, pemerintah (pajak), pompa bensin, iklan percetakan, penjual sayur buah dan bahan makanan. Berdasarkan penjelasan pasal 7 huruf a UU No. 10/2009 tentang kepariwisataan, yang menjadi ruang lingkup mandat pembangunan industri pariwisata di Indonesia meliputi (Sunaryo, 2013: 194-195): a. Struktur industri pariwisata Yang dimaksud dengan struktur industri pariwisata adalah fungsi dan hubungan di dalam kumpulan usaha pariwisata yang diwadahi oleh asosiasi professional yang saling berkoordinasi dan berupaya untuk meningkatkan daya saing kepariwisataan Indonesia. b. Daya saing produk usaha pariwisata Daya saing produk wisata meliputi kualitas barang dan jasa yang mampu dinilai unggul oleh wisatawan, yang akan diukur melalui: sertifikasi, standarisasi dan kompetensi sumber daya manusia (jumlah, kualitas dan kecocokan). Dalam bidang kepariwisataan, wisatawan adalah pihak yang menentukan produk apa yang berdaya saing. Dalam bidang pemasaran pariwisata, bukan standar produk wisata yang menarik, akan tetapi justru yang bernilai unik, berbeda dan lain dari yang biasanya. c. Kemitraan usaha pariwisata Kemitraan usaha dimaksudkan sebagai usaha bersama antar pelaku usaha industri pariwisata dan dengan masyarakat ataupun dengan
13
pemerintah, yang menguntungkan semua pihak yang terlibat. Untuk menghasilkan produk dan jasa pariwisata, yang akan dinilai melalui kemitraan antar pelaku usaha pariwisata, antara pelaku usaha pariwisata dan masyarakat, antara pelaku usaha pariwisata dan pemerintah. d. Kredibilitas bisnis Kredibilitas dimaksudkan sebagai penyelenggaraan usaha yang dilakukan secara terpercaya, adil, terbuka, yang akan diukur melalui: pembayaran pajak, perizinan penyelenggaraan usaha, jejaring usaha dan kepercayaan pasar. Kredibilitas dalam usaha pariwisata pada dasarnya adalah kepercayaan pasar terhadap usaha kepariwisataan. Dari sisi pasar wisatawan, kredibilitas akan diperoleh melalui pelayanan yang konsisten dan bisa dipercaya janji, yang disebut dalam perjanjian formal, telepon, atau pelayanan lebih yang diberikan pada saat keadaan darurat. e. Tanggung jawab terhadap lingkungan Yang dimaksud tanggung jawab terhadap lingkungan alam dan sosial budaya adalah kewajiban penyelenggaraan usaha berdasarkan prinsipprinsip pelestarian lingkungan dan budaya.
2. Kepariwisataan Lingkungan Ekowisata merupakan salah satu implementasi model pembangunan kepariwisataan berlanjut dan berwawasan lingkungan yang pada hakekatnya merupakan konsep perpaduan antara pendekatan konservasi
14
lingkungan dan pengembangan kepariwisataan. Menurut para pakar, salah satu prinsip penting pengembangan ekowisata adalah adanya kebijakan untuk memungut sejumlah prosentase dari pendapatan yang diperoleh dari industri pariwisata yang harus dikembalikan lagi kepada lingkungan yang perlu untuk dilestarikan (dilindungi, dikembangkan dan dimanfaatkan) termasuk untuk peningkatan kesejahteraan sosial-ekonomi dan budaya masyarakat di sekitarnya. Sebuah contoh penerapan di Indonesia, telah dilakukan oleh beberapa resort hotel di Bali yang menjalin kerjasama saling menguntungkan dengan para petani pemilik lahan sekitarnya. Para pemilik lahan diberi pendapatan oleh pengusaha resort dengan catatan para pemilik lahan tidak boleh menebang pohon miliknya yang ada di sekitar hotel, membajak sawah dengan mesin, mengalihfungsikan lahan pertaniannya dan mengijinkan para tamu hotel untuk menggunakan pematang sawahnya untuk aktivitas jalan-jalan wisatawan. Dari kerjasama tersebut, pihak hotel mendapat keuntungan berupa kepuasan tamu terhadap situasi keindahan dan keaslian lingkungan pedesaan, yang akan berpengaruh positif terhadap peningkatan jumlah pengunjung. Dan pihak petani diuntungkan dengan mendapatkan tambahan pendapatan di luar hasil panenan dari pihak hotel (Sunaryo, 2013: 48-49). a. Daya Dukung Lingkungan Dalam
konteks
kepariwisataan,
pengertian
daya
dukung
lingkungan diartikan sebagai suatu kondisi jumlah kedatangan, lama tinggal dan pola perilaku wisatawan di daerah tujuan wisata yang akan
15
memberikan dampak pada masyarakat lokal, lingkungan dan ekonomi masyarakat dalam batas aman untuk keberlanjutannya bagi kepentingan generasi mendatang. Berikut faktor-faktor internal yang menjadi penentu kondisi daya dukung lingkungan dalam suatu destinasi pariwisata (Sunaryo, 2013: 62-66): 1) Daya dukung sosial Struktur sosial dan ketahanan masyarakat memiliki peran penting dalam menentukan tingkat kunjungan daerah tujuan wisata terhadap wisatawan untuk mengunjunginya. 2) Daya dukung budaya Karakteristik dan ketahanan sosial-budaya dari suatu daerah tujuan wisata sangat menentukan dalam menerima dampak dari kunjungan wisatawan. Secara teori, karakteristik sosial budaya yang unik akan memiliki peluang lebih besar dalam menarik jumlah wisatawan untuk datang berkunjung. Namun, ketika tidak disertai dengan pengelolaan
ketahanan
sosial-budaya
yang
baik,
cenderung
menimbulkan dampak yang berupa rusaknya tatanan, perilaku sosialbudaya dan adat serta tradisi masyarakat setempat. 3) Daya dukung fisik Daya dukung lingkungan fisik juga sangat menentukan jumlah maksimum wisatawan yang dapat ditampung oleh suatu daerah tujuan wisata. Aspek lingkungan alam lebih rentan dibandingkan dengan lingkungan buatan dari dampak negatif yang timbul dari
16
aktivitas kepariwisataan. Tingkat keterlanggaran daya dukung lingkungan fisik yang diakibatkan beban kunjungan wisatawan, akan dapat dikendalikan melalui langkah-langkah pembatasan dan pengendalian. Pembatasan dan pengendalian jumlah, lama tinggal serta perbaikan manajemen perilaku kunjungan wisatawan di daerah tujuan wisata. 4) Daya dukung ekonomi Daya
dukung
ekonomi
merupakan
pedoman
pokok
dalam
menentukan besaran investasi pengembangan kepariwisataan di suatu daerah tujuan wisata. Semakin berkembang dan maju perekonomian, maka kondisi industri kepariwisataan di daerah tujuan wisata juga akan semakin kuat. Industri kepariwisataan dapat memberikan manfaat yang maksimal dalam arti ekonomi walaupun dengan biaya dan besaran investasi yang relatif kecil. 5) Daya dukung politik Daya dukung politik mencerminkan harapan, cita-cita dan mandat dari masyarakat pada kinerja kepariwisataan di suatu daerah tujuan wisata. Daya dukung politik dapat berperan secara aktif untuk mendorong pengembangan industri kepariwisataan. Namun di sisi lain, dukungan masyarakat yang rendah bahkan mungkin menentang, menjadi penghalang bagi pengembangan industri kepariwisataan pada daerah tujuan wisata.
17
6) Daya dukung sumber daya lokal Daya dukung lingkungan yang berupa ketersediaan sumber daya lokal di daerah tujuan wisata. Antara lain: tenaga kerja, sumber pendanaan, penyediaan lahan maupun peran aktif para pelaku usaha kepariwisataan dari masyarakat setempat, akan sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan pengembangan kepariwisataan di daerah tujuan wisata. Saat ketersediaan sumber daya lokal mengalami kelangkaan, maka tingkat persaingan untuk pemanfaatannya juga akan semakin meningkat dan kesempatan untuk memanfatkan sumber daya tersebut juga akan tinggi. Sehingga biaya total yang harus dibayar dalam penyelenggaraan kepariwisataan akan semakin besar dan keberlanjutan usaha kepariwisataan akan terganggu. Disamping faktor internal, beberapa faktor eksternal yang berpengaruh pada daya dukung lingkungan suatu daerah tujuan pariwisata adalah (Sunaryo, 2013: 66-67): 1) Jumlah dan karakter wisatawan Karakteristik wisatawan akan berpengaruh besar pada perilaku di daerah tujuan wisata. Interaksi perilaku wisatawan dengan lingkungan masyarakat akan menjadi faktor penting dalam menentukan dampak sosial dan budaya masyarakat lokal. Sebagai contoh, pengunjung yang termasuk dalam kelompok pariwisata (rombongan) cenderung memiliki dampak sosial dan budaya yang jauh lebih besar dari mereka yang termasuk kategori petualang yang
18
biasanya tidak berombongan dalam melakukan perjalanan wisata. Semakin besar perbedaan latar belakang sosial budaya antara masyarakat lokal dan wisatawan, maka akan semakin besar pula dampak perubahannya. Karakteristik wisatawan juga meliputi pola pengeluaran pengunjung, transportasi, latar belakang pendidikan, pendapatan dan tujuan kunjungan. 2) Jenis aktivitas wisatawan Pada aktivitas wisatawan yang tergolong pada wisatawan minat khusus, dalam hal-hal tertentu membutuhkan pengaturan dan cara penanganan secara khusus untuk meminimalkan dampak negatif. Aktivitas wisatawan yang tergolong dalam perjudian misalnya, kalau tidak diatur secara khusus dalam wujud pembatasan tempat akan dapat dengan mudah meningkatkan aktivitas-aktivitas terkait lainnya seperti: prostitusi, narkoba, dan kejahatan, yang akan menjadi ancaman bagi masyarakat setempat. 3) Faktor lainnya Daya dukung infrastruktur yang merupakan ketersediaan berbagai fasilitas
pendukung
ketersediaan
air
tanah,
kepariwisataan. sistem
Infrastruktur
pembuangan
limbah,
seperti: sistem
transportasi, jumlah kamar untuk menampung wisatawan, keamanan, fasilitas kesehatan, fasilitas perbankan dan sebagainya. Infrastruktur berpengaruh pada kenyamanan wisatawan dalam berinteraksi dengan lingkungan di daerah tujuan wisata.
19
b. Kepariwisataan berwawasan lingkungan Wawasan pembangunan yang mengedepankan upaya untuk mewujudkan hubungan interaksi yang saling menguntungkan antara industri kepariwisataan dan lingkungan setempat sering disebut sebagai wawasan pembangunan kepariwisataan yang berlanjut dan berwawasan lingkungan. Pembangunan kepariwisataan yang diselenggarakan di Indonesia adalah pembangunan kepariwisataan yang harus mampu mendapatkan dukungan dan layak secara ekonomi, layak secara etika, dan berkeadilan sosial terhadap masyarakat terkait (Sunaryo, 2013: 42). Kunci keberhasilan implementasi pembangunan kepariwisataan berwawasan lingkungan harus memenuhi paling tidak tiga indikator yaitu (Sunaryo, 2013: 44): 1) Pembangunan kepariwisataan harus mampu membawa keadaan sosial dan ekonomi sekitar menjadi lebih baik. 2) Pembangunan
kepariwisataan
harus
menghindari
penggunaan
sumber daya alam dan buatan secara berlebihan tanpa perhitungan serta sistem sosial yang ada. 3) Keberhasilan pembangunan kepariwisataan yang berlanjut sangat tergantung kepada keterpaduan. Mulai dari perumusan kebijakan, perencanaan sampai dengan proses belajar sosial dari segenap pemangku kepentingan.
20
Untuk
mengukur
keberhasilan
kinerja
pembangunan
kepariwisataan harus paling tidak melalui empat parameter utama, yaitu (Sunaryo, 2013: 45-46): 1) Mampu
berlanjut
secara
lingkungan.
Proses
pembangunan
kepariwisataan harus tanggap dan memperhatikan upaya-upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan (alam maupun sosial, ekonomi dan budaya). Dan seminimal mungkin menghindarkan dampak negatif yang dapat menurunkan kualitas lingkungan dan mengganggu keseimbangan ekologi yang ada. 2) Dapat diterima oleh lingkungan sosial dan budaya setempat. Dalam arti, pembangunan kepariwisataan di suatu daerah tujuan wisata harus dapat diterima secara sosial dan budaya oleh masyarakat setempat. Upaya-upaya pembangunan yang dilaksanakan harus mampu memperhatikan, mengapresiasi nilai-nilai sosial-budaya, adat istiadat dan nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat yang ada di daerah tujuan wisata. 3) Layak dan menguntungkan secara ekonomi. Setiap rencana dan program
kegiatan
pembangunan
kepariwisataan
yang
akan
diselenggarakan harus layak secara ekonomi dan menguntungkan baik bagi negara, daerah maupun bagi masyarakat setempat dalam peningkatan kesejahteraan dan pemberdayaan. 4) Memanfaatkan teknologi yang layak untuk diterapkan di wilayah lingkungan. Dalam proses pembangunan kepariwisataan yang
21
dilaksanakan, jenis teknologi yang digunakan harus sesuai dengan lingkungan, efisien dan memanfaatkan sumber daya lokal dan dapat dimiliki oleh masyarakat setempat secara mudah serta berjangka panjang.
3. Retribusi Daerah Menurut Fisher (1996: 174-175) menerangkan bahwa retribusi merupakan harga yang dikenakan oleh pemerintah untuk layanan atau hak istimewa tertentu dan digunakan untuk membayar seluruh atau sebagian dari biaya penyediaan layanan. Dalam dekade terakhir menjadi semakin penting sehingga harus dibedakan dari pembiayaan layanan melalui pajak umum, dengan tidak ada hubungan langsung antara pembayaran pajak dan pelayanan yang diterima. Contoh umum pembiayaan retribusi di pemerintah daerah yaitu biaya air, biaya kuliah di perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi, biaya rumah sakit umum, biaya parkir, tol jalan raya, kereta bawah tanah atau harga tiket bus, dan biaya masuk taman. Jenis pembiayaan yang dapat dianggap sebagai retribusi adalah biaya langsung untuk penggunaan fasilitas umum atau konsumsi barang atau jasa, biaya yang dibayar untuk hak istimewa melakukan beberapa aktivitas (seperti biaya memancing). Dalam teori, retribusi harus beroperasi sebagai pajak manfaat, dengan biaya individu tergantung baik pada manfaat (penggunaan) dan biaya administrasi. Aturan utama untuk efisiensi ekonomi mengharuskan
22
manfaat marjinal sama dengan biaya marjinal. Salah satu fungsi dari retribusi, adalah untuk membuat konsumen menghadapi biaya sebenarnya dari keputusan konsumsi mereka, dengan tambahan penghasilan untuk pilihan efisien (Fisher, 1996: 181). Menurut Felmann (1949: 93) dalam (Goedhart, 1982: 121) retribusi ialah penerimaan yang diperoleh oleh penguasa publik dari rumah tangga swasta berdasarkan norma-norma umum yang ditetapkan. Berhubungan dengan prestasi-prestasi yang diselenggarakan atas usul dan untuk kepentingan rumah tangga swasta, dan karena berhubungan dengan kepentingan umum, secara khusus dilaksanakan sendiri oleh penguasa publik. Dengan demikian, maka retribusi ditandai dengan adanya prestasi penguasa publik di satu pihak dan prestasi perseorangan swasta di lain pihak. Jadi merupakan perbuatan tukar-menukar. Bedanya dengan harga dari perusahaan negara ialah karena retribusi dipungut bagi prestasi, yang khusus berada dalam bidang penguasa publik dan dilaksanakan berdasarkan kekuasaan penguasa yang berhubungan dengan publik. Dalam Pasal 157 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah dijelaskan, sumber pendapatan daerah terdiri atas berikut ini (Djaenuri 2012: 88): a. Pendapatan Asli Daerah 1) Hasil pajak daerah 2) Hasil retribusi daerah
23
3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. b. Dana Perimbangan 1) Dana bagi hasil 2) Dana alokasi umum 3) Dana alokasi khusus c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah Djaenuri (2012: 88-89) pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayah sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Daerah dapat menetapkan pajak dan retribusi dengan peraturan daerah masing-masing sesuai dengan ketentuan undang-undang. Penentuan tata cara pemungutan pajak dan retribusi daerah, termasuk pengembalian atau pembebasan pajak dan retribusi daerah yang dilakukan berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangundangan
yang
berlaku,
yang
digunakan
untuk
membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
24
Undang-undang yang mengatur tentang retribusi daerah adalah Undang-Undang No.34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Selanjutnya penjabaran atas undang-undang, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2001 tentang retribusi daerah. Dalam Peraturan Pemerintah No.66 Tahun 2001 tentang retribusi daerah yang dimaksud dengan retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentigan orang pribadi atau badan. Dalam Peraturan Pemerintah No.66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, golongan retribusi adalah pengelompokan retribusi yang meliputi retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu (Hamid, 2001): a. Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Obyek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jenis-jenis retribusi jasa umum adalah: 1) Retribusi pelayanan kesehatan 2) Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan
25
3) Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil 4) Retribusi pelayanan pemakaman dan penguburan mayat 5) Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum 6) Retribusi pelayanan pasar 7) Retribusi pengujian kendaraan bermotor 8) Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 9) Retribusi penggantian biaya cetak peta 10) Retribusi pengujian kapal perikanan. b. Retribusi jasa usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Objek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial. Jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah: 1) Retribusi pemakaian kekayaan daerah 2) Retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan 3) Retribusi tempat pelelangan 4) Retribusi terminal 5) Retribusi tempat khusus parkir 6) Retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa 7) Retribusi penyedotan kaskus 8) Retribusi rumah potong hewan 9) Retribusi pelayanan pelabuhan kapal
26
10) Retribusi tempat rekreasi dan olah raga 11) Retribusi penyeberangan di atas air 12) Retribusi pengelolaan limbah cair 13) Retribusi penjualan produksi usaha daerah c. Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan. Dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis-jenis retribusi perizinan tertentu adalah: 1) Retribusi izin mendirikan bangunan 2) Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol 3) Retribusi izin gangguan 4) Retribusi izin trayek Penghitungan dan pelaksanaan pemungutan retribusi yaitu besarnya retribusi yang terutang oleh pribadi atau badan yang menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara mengalikan tarif retribusi dengan tingkat penggunaan jasa. Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum didasarkan pada kebijaksanaan daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan. Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan
27
yang layak. Keuntungan diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan menurut harga pasar. Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi perizinan tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Retribusi Pariwisata Daerah a. Obyek Wisata Daya tarik wisata yang juga disebut objek wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata. Dalam kedudukannya sangat menentukan, maka daya tarik wisata harus dirancang dan dibangun/dikelola secara professional sehingga dapat menarik wisatawan untuk datang. Membangun suatu obyek wisata harus dirancang dengan baik berdasarkan ktriteria tertentu. Umumnya daya tarik suatu objek wisata berdasarkan pada (Suwantoro, 2004: 19-20): 1) Adanya sumber daya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman dan bersih. 2) Adanya akses yang tinggi untuk dapat mengunjunginya. 3) Adanya ciri khusus/spesifikasi yang bersifat langka. 4) Adanya sarana/prasarana penunjang untuk melayani para wisatawan yang hadir.
28
5) Objek wisata alam mempunyai daya tarik tinggi karena keindahan alam pegunungan, sungai, pantai, pasir, hutan, dan sebagainya. 6) Objek wisata budaya mempunyai daya tarik tinggi karena memiliki nilai khusus dalam bentuk atraksi kesenian, upacara adat, nilai luhur yang terkandung dalam suatu objek buah karya manusia pada masa lampau. Berbagai komponen produk kepariwisataan yang penting untuk diperhatikan dalam pengembangan daerah tujuan pariwisata yaitu sebagai berikut (Sunaryo, 2013: 25-31). 1) Atraksi dan daya tarik wisata. Berbagai jenis daya tarik wisata mempunyai kedudukan yang sangat penting, terutama dalam rangka menarik kunjungan wisatawan ke daerah tujuan wisata. a) Daya tarik wisata alam, yaitu daya tarik wisata yang dikembangkan dengan lebih banyak berbasis pada anugrah keindahan dan keunikan yang telah tersedia di alam. Daya tarik wisata alam berupa pantai dengan keindahan pasir putih, gelombang ombak, serta akses pandang terhadap matahari terbit atau tenggelam, laut dengan aneka kekayaan terumbu karang maupun ikan, hutan dan sabana dengan keaslian flora dan fauna, air terjun dengan panorama kecuraman, dan sebagainya. b) Daya tarik wisata budaya, yaitu daya tarik wisata yang dikembangkan dengan lebih banyak berbasis pada hasil karya atau hasil ciptaan manusia. Baik berupa peninggalan budaya
29
maupun nilai budaya yang masih hidup dalam kehidupan suatu masyarakat.
Wisata
budaya
meliputi
upacara/ritual,
seni
pertunjukan, seni sastra maupun seni rupa yang dimiliki suatu masyarakat. Seperti situs (warisan budaya yang berupa benda, bangunan, kawasan, stuktur, dan sebagainya), museum, desa tradisional, monumen nasional, sanggar seni dan festival. c) Daya tarik wisata minat khusus, yaitu daya tarik wisata yang dikembangkan dengan lebih banyak berdasar pada aktivitas untuk pemenuhan keinginan wisatawan secara khusus. Daya tarik wisata minat khusus meliputi pengamatan satwa tertentu, memancing, berbelanja, kesehatan dan penyegaran badan, menghadiri pertemuan, dan aktivitas wisata minat khusus lain yang terkait dengan kegemaran seorang wisatawan. 2) Akomodasi Akomodasi adalah berbagai jenis fasilitas dan kelengkapan yang dapat digunakan oleh wisatawan untuk beristirahat dan bersantai dengan nyaman serta menginap selama melakukan kunjungan ke suatu tujuan wisata. Fasilitas akomodasi pariwisata biasanya dilengkapi dengan fasilitas pelengkap seperti penginapan/hotel yang dilengkapi restoran, kolam renang atau bar.
30
3) Akses dan transportasi Adalah segenap fasilitas dan angkutan (darat, laut, udara) yang memungkinkan dan memudahkan wisatawan untuk mengunjungi suatu daerah tujuan wisata. 4) Fasilitas pendukung Yaitu keseluruhan fasilitas umum yang berupa prasarana fisik seperti: pelabuhan, bandara, jaringan telekomunikasi, bank, rumah sakit. 5) Kelembagaan dan sumber daya manusia Yaitu keseluruhan unsur organisasi atau institusi pengelola kepariwisataan dan termasuk sumber daya manusia pendukung yang tekait dengan manajemen pengelolaan, baik unsur pemerintah, swasta/industri dan masyarakat. Contoh kelembagaan misalnya: dinas pariwisata beserta keseluruhan unit pelaksana teknisnya, persatuan hotel dan restoran Indonesia, maupun masyarakat yang terkait dengan kepariwisataan, baik sebagai tenaga kerja, pelaku usaha. b. Wisatawan Menurut Sunaryo (2013: 3) wisatawan adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan perjalanan untuk tujuan wisata, seperti untuk berekreasi, berbisnis maupun untuk memenuhi kebutuhankebutuhan khusus yang lain. Wisatawan yang sedang melakukan perjalanan wisata, pada intinya adalah suatu perjalanan yang dilakukan
31
oleh seseorang dalam rangka memenuhi kebutuhan sekunder yang berupa kegiatan untuk berekreasi atau penyegaran kembali setelah merasa lelah dalam rutinitas kehidupan sehari-hari. Kategori perjalanan seorang tamu (visitor) dapat dibedakan lagi menjadi dua golongan, yaitu (Sunaryo, 2013: 5-6): 1) Tamu yang di dalam perjalanannya menginap atau tinggal lebih dari 24 jam di penginapan komersial yang disediakan di daerah tujuan wisata yang dikunjungi. Kategori yang menginap disebut sebagai wisatawan (tourist). 2) Tamu yang di dalam perjalanannya mempunyai lama tinggal kurang dari 24 jam atau tidak menginap di penginapan komersial yang ada di daerah tujuan wisata yang dikunjungi. Kategori tamu yang tidak menginap disebut sebagai pelancong. Pada tahapan analisis penggolongan perjalanan wisata berikutnya, kategori
wisatawan
dapat
dibedakan
lagi
menurut
status
kewarganegaraannya: 1) Wisatawan yang memiliki kewarganegaraan sama dengan daerah tujuan wisata yang sedang dikunjungi, maka wisatawan disebut sebagai wisatawan domestik. Dalam kepariwisataan yang ada di Indonesia, kategori wisatawan domestik sering disebut sebagai wisatawan nusantara (wisnus). 2) Wisatawan
yang
melakukan
kunjungan
mempunyai
status
kewarganegaraan berbeda dengan daerah tujuan wisata yang sedang
32
dikunjunginya, maka kategori wisatawan disebut wisatawan internasional. Dalam kepariwisataan yang ada di Indonesia, kategori wisatawan internasional disebut sebagai wisatawan mancanegara (wisman). Motivasi
yang
mendorong
wisatawan
untuk
melakukan
perjalanan wisata adalah sebagai berikut (Suwantoro, 2004: 17): 1) Dorongan kebutuhan untuk berlibur dan berekreasi 2) Dorongan kebutuhan pendidikan dan penelitian 3) Dorongan kebutuhan keagamaan 4) Dorongan kebutuhan kesehatan 5) Dorongan atas minat terhadap kebudayaan dan kesenian 6) Dorongan kepentingan keamanan 7) Dorongan kepentingan hubungan kerja 8) Dorongan kepentingan politik Menurut Sunaryo (2013: 8) besaran kunjungan wisatawan disamping sebagai sumber perolehan devisa, juga berfungsi sebagai pemerataan pembangunan, menumbuhkan berbagai lapangan usaha dan penyerapan tenaga kerja yang terkait dengan kepariwisataan atau sebagai penggerak untuk meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto. Selain bermanfaat pada aspek pembangunan ekonomi, usaha kepariwisataan bagi suatu negara juga akan berdampak positif pada aspek pembangunan non ekonomi seperti: memupuk rasa cinta tanah
33
air, persatuan bangsa, meningkatkan kebangggaan identitas serta persahabatan antar suku maupun antar bangsa. Berdasarkan penjelasan Spillane tahun 1987, industri pariwisata mempunyai beberapa sifat khusus, salah satunya yaitu produksi dan konsumsi terjadi pada waktu yang bersamaan. Tanpa wisatawan yang menggunakan jasa wisata, tidak akan terjadi kegiatan produksi dan konsumsi wisata. Dengan adanya kegiatan konsumsi baik dari wisatawan mancanegara maupun domestik, maka akan memperbesar pendapatan yang diterima oleh pemilik usaha di industri pariwisata. Dari pembayaran atas pelayanan yang diterima oleh wisatawan, akan meningkatkan jumlah penerimaan pajak dan retribusi bagi pemerintah daerah tujuan wisata setempat (Arlina, 2013). c. Produk Domestik Regional Bruto Jawa Tengah Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun berjalan. Sedangkan Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar. Produk Domestik Regional Bruto menurut harga berlaku digunakan untuk mengetahui kemampuan sumber daya ekonomi, pergeseran, dan struktur ekonomi suatu daerah. Sedangkan Produk Domestik Regional Bruto harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun
34
atau pertumbuhan ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh faktor harga (Sutrisno, 2013). Menurut Badan Pusat Statistik, cara penyajian Produk Domestik Regional Bruto disusun dalam dua bentuk, yaitu: Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan, merupakan jumlah nilai produksi atau pengeluaran atau pendapatan yang dihitung menurut harga tetap. Dengan cara menilai kembali atau mendefinisikan berdasarkan harga-harga pada tingkat dasar dengan menggunakan indeks harga konsumen. Dari perhitungan, tercermin tingkat kegiatan ekonomi yang sebenarnya melalui Produk Domestik Regional Bruto riilnya. Sedangkan Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku adalah jumlah nilai tambah bruto yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah. Nilai tambah yaitu nilai yang ditambahkan kepada barang dan jasa yang dipakai oleh unit produksi dalam proses produksi. Nilai yang ditambahkan sama dengan balas jasa atas penggunaan faktor produksi dalam proses produksi. Pemerintah daerah yang salah satu tugasnya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memerlukan pendapatan asli daerah sebagai bentuk kemandirian di era otonomi daerah. Pendapatan asli daerah sebagai tolak ukur pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto dari tahun ke tahun (Novianto, 2013).
35
5. Dampak Pariwisata Terhadap Lingkungan Menurut para pakar kepariwisataan, aktivitas kepariwisataan yang ada di suatu destinasi berpeluang menimbulkan dampak positif dan juga dampak negatif terhadap lingkungan yang bersifat fisik (Sunaryo, 2013: 74-76). Dampak positif kegiatan kepariwisataan terhadap lingkungan adalah : a. Mengkonservasi cagar alam, seperti: taman nasional maupun hutan lindung yang digunakan untuk pertunjukan pariwisata. b. Melindungi cagar budaya, seperti: peninggalan ilmu budaya maupun arsitektur bangunan yang dimanfaatkan untuk pertunjukan wisata. c. Memperbaiki kualitas lingkungan di destinasi. Disebabkan karena harapan wisatawan pada dasarnya adalah menghendaki kualitas lingkungan yang memuaskan di destinasi yang dikunjungi. d. Pengembangan lingkungan di destinasi, yaitu pemanfaatan suatu kawasan untuk kegiatan kepariwisataan akan mendorong programprogram pengembangan lingkungan seperti penataan lingkungan menjadi lebih indah dan menarik. e. Perbaikan infrastruktur, yaitu pengembangan pemanfaatan suatu kawasan untuk kegiatan kepariwisataan akan mendorong programprogram pengembangan infrastruktur yang dibutuhkan. Misalnya: bandara, jalan, jembatan, penataan saluran limbah, dan sebagainya. f. Peningkatan kesadaran lingkungan.
36
Sedangkan dampak negatif pada lingkungan fisik jika kegiatan kepariwisataan tidak dikelola dengan baik, diantaranya adalah: a. Pencemaran air tanah, seperti tercemarnya air tanah yang ada di sekitar hotel dan resort oleh limbah deterjen dan limbah dapur. b. Pencemaran udara, pada prinsipnya industri pariwisata merupakan industri yang relatif tidak menghasilkan limbah. Namun ketika tidak dikelola dengan baik, pemanfaatan kendaraan yang berlebihan untuk transportasi wisata dapat menimbulkan polusi udara yang berupa kandungan karbin di udara yang berlebihan. c. Kebisingan
udara,
penggunaan
kendaraan
untuk
kegiatan
kepariwisataan. Baik yang berupa: mobil, pesawat, motor boats maupun sepeda motor, ketika tidak dikelola dengan baik sangat berpotensi menimbulkan polusi kebisingan. d. Polusi pemandangan, disebabkan oleh perencanaan pembangunan hotel yang tidak baik, penataan fasilitas saluran listrik, telepon dan fasillitas lainnya yang tidak baik, pemasangan iklan yang tidak baik, persoalan sampah yang tidak baik. e. Kerusakan lingkungan, berupa pemanfaatan lahan dan pengembangan kepariwisataan yang berlebihan, tidak terkontrol akan menimbulkan hilangnya berbagai satwa, maupun kerusakan pantai, gua, maupun hutan. f. Bencana lingkungan, perencanaan tata guna lahan untuk kegiatan kepariwisataan yang tidak baik, seperti dalam rangka pembangunan
37
fasilitas hotel, jalan, jembatan maupun resort wisata bisa menyebabkan bencana banjir, longsor tanah, erosi dan bentuk bencana yang lain. g. Kerusakan situs dan peninggalan sejarah. Berbagai situs dan peninggalan sejarah juga dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata, ketika tidak dikelola dengan baik akan rentan terjadi kerusakan seperti terjadinya corat-coret, pengkikisan dan bahkan kemusnahan. h. Persoalan tata guna lahan, yaitu pemanfaatan lahan untuk kegiatan kepariwisataan yang tidak memperhitungkan manfaat sepenuhnya dari lahan tersebut, akan menyebabkan kerugian pemanfaatan lahan untuk kegiatan sektor yang lain, seperti untuk pertanian, perkebunan, perikanan dan sebagainya.
38
B. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Pariwisata Dan Penerimaan Daerah No Penulis dan Judul Metodologi Hasil 1. Pleanggra, 2012 Time Series tahun Variabel jumlah obyek Analisis Pengaruh 2006-2010, Cross wisata, variabel jumlah Jumlah Obyek Section di 35 wisatawan, dan variabel Wisata, Jumlah Kabupaten/Kota Jawa pendapatan perkapita Wisatawan, Dan Tengah dinyatakan signifikan, Pendapatan Jenis Data Sekunder berpengaruh positif Perkapita Terhadap Variabel Dependen: terhadap pendapatan Pendapatan a. Pendapatan retribusi obyek pariwisata. Retribusi Obyek Retribusi Daerah Variabel dummy wilayah, Pariwisata 35 Variabel Independen: menunjukan hanya ada 3 Kabupaten/Kota Di a. Jumlah Obyek Kabupaten/Kota yaitu Jawa Tengah. Wisata Kabupaten Purbalingga, b. Jumlah Wisatawan Kota Surakarta dan Kota c. Pendapatan Magelang yang memiliki Perkapita perkembangan tingkat pendapatan retribusi obyek Alat Analisis: Analisis Regresi Linear pariwisata sama tinggi Berganda. dengan kabupaten Magelang. Model Analisis: Log Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + µi 2. Rahma, 2013 Time Series tahun Variabel jumlah Pengaruh Jumlah 1997-2011 kunjungan wisatawan, Kunjungan Jenis Data Sekunder variabel jumlah obyek Wisatawan, Jumlah Variabel Dependen: wisata dan variabel Obyek Wisata Dan a. Penerimaan Sektor pendapatan perkapita Pendapatan Pariwisata berpengaruh positif dan Perkapita Terhadap Kabupaten Kudus signifikan terhadap Penerimaan Sektor Variabel Independen: penerimaan sektor Pariwisata Di a. Jumlah Kunjungan pariwisata di kabupaten Kabupaten Kudus. Wisatawan Kudus. b. Jumlah Obyek Wisata c. Pendapatan Perkapita Alat Analisis: Analisis Regresi Linear Berganda. Model Analisis: Y = b0 + X1 + X2 + X3 +e
39
Tabel 2.1 Lanjutan 3.
Sutrisno, 2013 Pengaruh Jumlah Obyek Wisata, Jumlah Hotel, Dan Produk Domestik Regional Bruto Terhadap Retribusi Pariwisata Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah.
4.
Arlina, 2013 Analisis Penerimaan Daerah Dari Industri Pariwisata Di Provinsi DKI Jakarta Dan FaktorFaktor Yang Mempengaruhinya.
Time Series tahun 2007-2011 Jenis Data Sekunder Variabel Dependen: a. Retribusi Pariwisata Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah Variabel Independen: a. Jumlah Obyek Wisata b. Jumlah Hotel c. Produk Domestik Regional Bruto Alat Analisis: Analisis regresi dengan common effect model dan metode GLS. Model Analisis: PR = αi + β1 JOit + β2 JHit + Produk Domestik Regional Brutoit + e Time Series tahun 2002-2010 Jenis Data Sekunder Variabel Dependen: a. Penerimaan Daerah Dari Industri Pariwisata Variabel Independen: a. Jumlah Wisatawan b. Investasi Produk Domestik Regional Bruto c. Nilai kurs USD d. Faktor keamanan Alat Analisis: Analisis regresi dengan pendekatan ordinary least square (OLS). Model Analisis: LogY = a + b1 LogW + b2 LogI + b3 LogK + b4 M + ei
Variabel jumlah obyek wisata, variabel jumlah hotel, variabel Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan retribusi kabupaten/kota di Jawa Tengah. Variabel jumlah obyek wisata, jumlah hotel, dan Produk Domestik Regional Bruto secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Jawa Tengah.
Variabel jumlah wisatawan nusantara dan mancanegara merupakan variabel yang paling berpengaruh. Variabel investasi di industri pariwisata berpengaruh negatif dan tidak signifikan. Variabel nilai kurs USD berpengaruh positif dan signifikan. Variabel faktor keamanan berpengaruh positif dan tidak signifikan.
40
Tabel 2.1 Lanjutan 5.
Aji, 2013 Analisis FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Wonogiri Dalam Era Desentralisasi Fiskal.
Time Series tahun 2006-2011 Jenis Data Sekunder Variabel Dependen: a. Penerimaan Pajak Daerah Variabel Independen: a. Jumlah Wisatawan b. Jumlah industri c. Daya Listrik Alat Analisis: Analisis regresi linier berganda, uji asumsi klasik dan uji hipotesis
Variabel jumlah wisatawan dan daya listrik berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah Kabupaten Wonogiri. Variabel jumlah industri tidak berpengaruh signifikan.
41
C. Kerangka Pemikiran Kerangka berpikir merupakan landasan peneliti dalam mengembangkan penelitian. Dalam penelitian ini bertujuan untuk menganalisis jumlah obyek wisata, jumlah wisatawan dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap retribusi daerah di Provinsi Jawa Tengah. Kerangka berpikir yang peneliti gunakan sebagai berikut: Jumlah obyek wisata di Jawa Tengah
Jumlah wisatawan yang berkunjung di Jawa Tengah
Pendapatan retribusi daerah di Jawa Tengah
Produk Domestik Regional Bruto Jawa Tengah Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Pengaruh Jumlah Obyek Wisata Dan Jumlah Wisatawan Terhadap Retribusi Daerah
Retribusi daerah merupakan salah satu sumber penerimaan bagi pemerintah daerah. Pendapatan asli daerah merupakan penerimaan daerah yang bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Retribusi daerah terdiri dari retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan
42
retribusi perizinan tertentu. Sektor pariwisata berperan dalam menyumbang perekonomian dari retribusi jasa usaha. Jumlah wisatawan dan jumlah obyek wisata mempengaruhi pendapatan retribusi pariwisata melalui retribusi tempat rekreasi dan olahraga. Retribusi tempat rekreasi merupakan salah satu komponen retribusi daerah sebagai penerimaan daerah. Penerimaan daerah merupakan tolak ukur pertumbuhan ekonomi yang dapat dilihat dari pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto. Produk Domestik Regional Bruto yang besar tentu karena pertumbuhan ekonomi yang berkembang. Ekonomi berkembang dari retribusi daerah karena sektor jasa yang berkembang.
D. Hipotesis Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jumlah obyek wisata diduga berpengaruh positif dan signifikan terhadap retribusi daerah di Provinsi Jawa Tengah. 2. Jumlah wisatawan diduga berpengaruh positif dan signifikan terhadap retribusi daerah di Provinsi Jawa Tengah. 3. Produk Domestik Regional Bruto diduga berpengaruh positif dan signifikan terhadap retribusi daerah di Provinsi Jawa Tengah.