BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Umum Perkerasan/lapis keras adalah suatu struktur yang dapat melindungi tanah dari
beban roda kendaraan serta mampu mendukung beban berulang dari lalu lintas kendaran tanpa mengalami deformasi yang besar (Hardiyatmo, H. C., 2011). Dalam melaksanakan fungsinya, kinerja perkerasan dapat ditinjau dari dua aspek. Kedua aspek tersebut adalah aspek stuktural dan aspek fungsional. Aspek stuktural berkaitan dengan kemampuan perkerasan dalam menerima beban lalu lintas kendaraan, sedangkan aspek fungsional berkaitan dengan kenyamanan dan keamanan berkendara. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya beban repetisi yang diterima perkerasan, kinerja dari suatu perkerasan akan berkurang (Gambar 2.1). Pengurangan kinerja atau serviceability pada perkerasan terjadi baik dari aspek struktural maupun fungsional.
Gambar 2.1 Grafik Penurunan kinerja perkerasan
6
Salah satu faktor yang berkaitan dengan aspek fungsional jalan adalah skid resistance. Dalam penelitiaannya Sjahdanulirwan dan Dachlan (2013) menyatakan bahwan sejalan dengan bertambahnya beban lalu lintas nilai skid resistance mengalami penurunan. Skid resistance merupakan salah satu aspek fungsional jalan berkaitan dengan keamanan berkendara. Terdapat perbedaan penurunan nilai skid resistance pada perkerasan beraspal (Laston/Asbuton) dan perkerasan beton. Nilai skid resistance pada awal masa layan perkerasan beton semen lebih tinggi dibandingkan perkerasan beraspal (Laston/Asbuton), namun penurunan nilai skid resistance pada perkerasan
beton semen lebih signifikan dibandingkan dengan
perkerasan beraspal (Laston/Asbuton).
Gambar 2.2 Perbandingan skid resistance pada Perkerasan beton semen pracetak dan perkerasan beton aspal Sumber: Sjahdanulirwan, M. Dan Dachlan, A. T. 2013
7
Penurunan yang terjadi pada nilai skid resistance disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya. Nilai skid resistance pada perkerasan di pengaruhi oleh beberapa hal seperti tekstur makro dan mikro perkerasan, properti ban, kecepatan dan lingkungan. 2.2.
Skid Resistance Pada Permukaan Perkerasan Dalam menjalankan fungsinya perkerasan harus memiliki beberapa kriteria
yaang harus dipenuhi. Kriteria-kriteria tersebut ditinjau baik dari segi fungsional maupun struktural. Salah satu kriteria fungsional pada perkerasan yang harus di perhatikan adalah tahanan gesek permukaan. Tahanan gesek pada permukaan perkerasan biasa disebut dengan gesekan perkerasan atau pavement friction. Pavement friction merupakan gaya yang menahan gerak relatif antara roda kendaraan dan permukaan perkerasan. Gaya penahan ini dihasilkan melalui putaran roda atau luncuran di atas permukaan perkerasan. (Hall, J. W., et al, 2009) Seperti di ilustrasikan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Diagram gaya yang terjadi pada rotasi ban kendaraan Sumber: Hall, J . W., et al. 2009
8
Gesekan pada perkerasan (pavement friction) dipengaruhi beberapa faktor. Menurut Hall, J. W., et al, (2009) faktor-faktor ini dibagi menjadi empat kategori yaitu: karakteristik permukaan perkerasan, parameter pengoperasian kendaraan, properti ban, dan lingkungan. Pada Tabel 2.1 Faktor-faktor tersebut dijabarkan dengan faktor yang paling berpengaruh diberi cetak tebal. Tabel 2.1 Faktor yang mempengaruhi gesekan perkerasan (pavement friction)
Karakteristik Permukaan Perkerasan Tekstur mikro Tekstur makro Tekstur mega atau unevenness Properti material Temperatur
Parameter Pengoperasian Kendaraan Slip speed Kecepatan kendaraan Gerak pengereman Driving Maneuver
Properti Ban Foot Print Desain tapak dan kondisinya Komposisi karet dan kekerasannya Tekanan udara Beban Temperatur
Lingkungan Iklim Angin Temperatur Air ( hujan, kondensasi) Salju dan es Kontaminan Anti skid material (garam, pasir) Tanah, pasir, runtuhan
Sumber: Modifikasi dari Wallman dan Astrom (2001) dalam Hall, J .L., et al. (2009)
Pavement friction paling lemah berada pada saat pekerasan basah. Menurut Henry, J. J. (2000) gesekan pada perkerasan basah (wet pavement friction) merupakan gaya yang dihasilkan ketika ban meluncur pada permukaan perkerasan yang basah. Gesekan pada perkerasan basah (wet pavement friction) biasa disebut sebagai tahanan gelincir (skid resistance). Skid Resistance (tahanan gelincir) adalah gaya yang dihasilkan antara muka jalan dan ban untuk mengimbangi majunya gerak kendaraan jika dilakukan pengereman. (Sukirman, S. , 1999).
9
Skid resistance merupakan nilai gesekan yang terjadi antara permukaan perkerasan dan roda kendaraan. Nilai gesekan ini tergantung pada: tekstur mikro dan makro permukaan jalan, properti dari ban, kecepatan kendaraan dan kondisi cuaca. (Beaven and Tubey, L.W., 1978 pada Yero, S., et al, 2012). Menurut Hardiyatmo, H. C. (2011) Tahanan gelincir (skid resitance) berfungsi untuk mengakomodasi pengereman dan gerakan membelok kendaraan. Oleh sebab itu, skid resistance merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam menciptakan keamanan berkendara Skid resistance pada pemukaan perkerasan dapat diukur melalui beberapa cara dengan meninjau parameter tertentu. Dalam penelitiannya Rahman, H. (1998) mengukur skid resistance permukaan perkerasan dengan meninjau dua parameter dari sudut pandang perkerasan, parameter tersebut yaitu: a. Parameter Skid Resistance Permukaan Langsung Parameter skid resistance permukaan berikut diperoleh langsung dari hasil pengukuran lapangan yang disesuaikan dengan prinsip dasar terjadinya gaya gesek antara ban dan permukaan perkerasan. Beberapa parameter hasil pengukuran langsung yang umum dipergunakan antara lain: 1)
Sideway Force Coefficient (SFC), diukur dengan menggunakan
kombinasi sepeda motor (sidecar), dimana roda sampingnya dikunci dengan sudut 20 derajat dari arah perjalanan. Gaya antara ban dan lapisan permukaan perkerasan kemudian diukur didefenisikan sebagai SFC. 2)
Braking Force Coefficient (BFC), diukur dengan mengunci roda
kendaraan yang bergerak dan mengukur torsi pengreman pada saat slip terjadi. Dari pengukuran torsi tersebut, gaya antara ban dan lapisan
10
permukaan perkerasan diukur didefinisikan sebagai BFC. (Croney, 1992 dalam Rahman, H., 1998) b. Parameter Skid Resistance Permukaan Tak Langsung Pada pengukuran skid resistance menggunakan parameter tak langsung nilai skid resistance dicari dengan menggunakan persamaan baku yang diperoleh dari hasil penelitian terdahulu mengenai korelasi antara parameter langsung dan tak langsung. Parameter tak langsung ini terdiri dari: 1)
Tekstur Mikro (Microtexture) Microtexture adalah karakteristik permukaan dalam skala kecil dari
agregat dan mortar, biasanya digambarkan dengan dua kondisi ekstrim (sesuai Tabel 2.2), yaitu kesat dan licin. Jenis klasifikasi tekstur ini sesungguhnya merupakan faktor utama dalam menciptakan kekuatan adhesi antara ban karet dan permukaan perkerasan. Tabel 2.2 Kondisi Tekstur dan Kategori Kecepatan No.
Ilustrasi
Skala Tekstur Makro Mikro
Kecepatan Tinggi Rendah
1.
Kasar
Kesat
Baik
Sedang
2.
Kasar
Kesat
Buruk
Buruk
3.
Halus
Kesat
Sedang
Baik
4.
Halus
Licin
Buruk
Buruk
Sumber: Rahman, H. (1998)
2)
Tekstur makro (Macrotexture) Macrotexture adalah profil permukaan yang terlihat oleh mata dan
biasanya dibagi menjadi dua kondisi ekstim (sesuai Tabel 2.2) yaitu halus dan kasar. Macrotexture memegang peranan penting pada jalan dengan
11
kecepatan tinggi dalam menciptakan kekesatan yang baik antara ban karet dan permukaan perkerasan, akibat tersedianya saluran drainase yang baik, Sehingga ban karet selalu berhubungan dengan permukaan perkerasan. 3)
Polished Stone Value (PSV) Polished Stone Value menggambarkan presentase batuan yang
terpoles dari batuan induk pada pemolesan tertentu. Di lapangan, nilai ini akan menggambarkan kekuatan dari agregat melawan efek pemolesan dari arus lalu lintas. Pada pelaksanaanya, uji PSV dilakukan dengan memoles agregat dengan roda karet yang berputar dengan tambahan air dan bahan pemoles. Dalam hal ini PSV mensimulasikan kondisi agregat pada permukaan perkerasan setelah terekspos dan terpoles oleh arus lalu lintas. Dalam mengukur skid resistance terdapat beberapa alat yang biasa digunakan. Alat-alat tersebut memiliki metode operasi dan kecepatan yang berbedabeda seperti Tabel 2.3. Tabel 2.3 Alat-alat Pengukur Skid Resistance
Alat ASTM E-274 Trailer British Portable Tester Dagonal Braked Vehicle (DBV) DFTester DWW Trailer Griptester IMAG Japanese Skid Tester Komatsu Skid Tester
Mode Operasional Locked wheel Slider Locked wheel Slider Fixed slip Fíxed slip Variable fixed slip Locked wheel Variable fixed slip
% Slip (yaw angle) 100 100 100 100 86 14.5 0-100
30-90 10 65 0-90 30-90 30-90 30-90
United States United Kingdom U.S.(NASA) Japan The Netherlands Scotland France
100 10-30
30-90 30-60
Japan Japan
Kecepatan (km/jam)
Negara Manufaktur
Sumber: Hendry, J. J. (2000)
12
Tabel 2.3 Alat-alat Pengukur Skid Resistance (Lanjutan)
Alat
LCPC MuMeter Norsemeter Oscar Norsemetel ROAR Norsemeter SALTAR Odoliograph Polish SRT-3 Runway Fïction'Ièster Saab Friction Tester (SFT) SCRIM Skiddometer BV-8 Skiddometer BV-l I Stradograph StuttgarterReibungsmesser (SRM)
Mode Operasional Locked Wheel Side force Variable slip, fixed slip Variable slip, fixed slip Variable slip Side force Locked wheel Fixed slip Fixed slip Side force Locked wheel Fixed.slip Sidc force Locked wheel, fixed slip
% Slip (yaw angle)
Kecepatan (km/jam)
Negara Manufaktur
100 13(7.5 o) 0-90
40-90 20-80 30-90
France United Kingdom Norwey
0-90
30-90
Norwey
0-90 34 (20O) 100 15 15 34 (20o) 100 20 21 (12o) 100,20
30-60 30-90 30-90 30-90 30-90 30-90 30-90 30-90 30-90 30-90
Norwey Belgium Japan United State Sweden United Kingdom Sweden Sweden Denmark Germany
Sumber: Hendry, J. J. (2000)
2.3.
British Pendulum Tester Dalam Penelitian ini untuk mengukur skid resistance digunakan alat British
Pendulum Tester (Gambar 2.4). British Pendulum Tester merupakan alat uji jenis bandul (pendulum) dinamis, digunakan untuk mengukur energi yang hilang pada saat karet di bagian bawah telapak bandul menggesek permukaan yang diuji. Alat ini dimaksudkan untuk pengujian pada permukaan yang datar di lapangan atau laboratorium, dan untuk mengukur nilai pemolesan (polishing value) pada benda uji berbentuk lengkung. (SNI 4427:2008)
13
Gambar 2.4 British Pendulum Tester Sumber: SNI 4427:2008
British Pendulum Tester telah digunakan sejak awal 1960-an, dan versi pertama
dari
standar
ASTM
E-303
yang
menjelaskan
pengoperasianya
dipublikasikan tahun 1961. British Pendulum Tester dioperasiakan dengan melepas pendulum dari ketinggian tertentu sehingga karet menyentuh permukaan dengan jarak tertentu. Ketika pendulum menyentuh permukaan, energi potensial pendulum menjadi energi kinetik maksimum. Saat karet slider bergerak dipermukaan, gesekan yang terjadi mengurangi energi kinetik dari pendulum sebagai ukuran tingkat gesekan. Ketika slider
berhenti menyentuh permukaan energi kinetik yang
berkurang dikonversi menjadi energi potensial saat pendulum menyentuh ketinggian
14
maksimumnya. Perbedaan antara tinggi sebelum pelepasan dan ketinggian yang diperoleh setelah pelepasan sama dengan kehilangan energi kinetik akibat gesekan antara slider dan perkerasan atau sampel. Karena kecepatan rata-rata dari slider relatif tergantung pada perkerasannya dan juga merupakan fungsi dari gesekan, slip speed rata-rata berkurang sejalan dengan bertambahnya gesekan. Bagaimanapun slip speed untuk British Pendulum Tester biasanya diasumsikan 10 km/jam (6mph). British Pendulum Tester dilengkapi dengan skala yang mengukur ketinggian pendulum yang diperoleh, Hasil pembacaan skala tersebut disebut British Pendulum Number (BPN) dengan skala 0 sampai 140. Karena slip speed pada British Pendulum Tester sangat rendah, British Pendulum Number sangat tergantung pada microtexture, oleh karena itu nilai British Pendulum Number dianggap mewakili microtexture. Hal ini sangat berguna karena perhitungan microtexture secara langsung yang sulit dilakukan. (Henry, J. J., 2000) Menurut Henry, J. J. (2000) British Pendulum Tester juga digunakan untuk mengevaluasi sampel yang disubjekkan untuk pemolesan yang dipercepat pada British Wheel dalam menghitung nilai pemolesan agregat. Untuk menjaga keamanan dalam berkendara terdapat nilai minimum British Pendulum Number yang harus dipenuhi. Nilai-nilai tersebut disajikan dalam Tabel 2.4.
15
Tabel 2.4 Nilai minimum untuk skid restistance menggunakan British Pendulum Tester
Kategori
Tipe Lokasi
Minimum Skid Resistance (BPN)
Lokasi yang sulit seperti: Bundaran Belokan berjari-jari <150m pada jalan bebas hambatan A 65 Kemiringan 1:20 atau lebih curam, dengan panjang >100m Lengan Pendekat simpang bersinyal pada jalan bebas hambatan Jalan utama/cepat, menerus dan jalan kelas 1 dan jalan B berlalu lintas berat diperkotaan (>2000 kendaraan per 55 hari) C Lokasi-lokasi lainnya 45 Catatan: Untuk kategori A dan B dimana kecepatan kendaraan tinggi (>95 km/jam) tambahan keperluan adalah kedalaman tekstur minimum adalah 0,65mm Sumber: ROAD RESEARCH LABORATORY (1969). Instructions for using the Portable Skid Resistance Tester.
Satuan nilai kekesatan yang diukur dengan alat BPT adalah British Pendulum Number (BPN), baik untuk permukaan uji datar atau nilai pemolesan untuk benda uji lengkung. Nilai ini mempresentasikan sifat-sifat hambatan atau gesekan (frictional). 2.3.1 Ketentuan Alat Dalam pengukuran menggunakan British Pendulum tester terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi yaitu: British Pendulum Tester yang digunakan harus dalam kondisi sebagai berikut: a. Peralatan pendulum, peluncur dan pengaitnya, mempunyai berat (1500 ± 30)g b. Jarak titik pusat pendulum dari pusat oskilasi (oscillation) adalah (411 ± 5) mm c. Alat uji disetel dan kedudukan kontak karet peluncurnya harus sepanjang 124 mm sampai 127 mm untuk pengujian pada permukaan yang rata, dan
16
sepanjang 75 mm sampai 78 mm untuk pengujian pemolesan pada benda uji berbentuk lengkung d. berat per dan pengatur kontak peluncur pada Gambar 3 atau berat dalam keadaan normal rata-rata (2.500 ± 100) g. Karet Peluncur yang digunakan pada alat British Pendulum Tester harus dalam kondisi sebagai berikut: a. Peluncur terdiri atas lempengan pelat karet ukuran 6 mm x 5 mm x 76 mm yang direkatkan di bagian telapak bandul untuk pengujian pada permukaan datar, atau pelat karet ukuran 6 mm x 25 mm x 32 mm untuk pengujian pemolesan. Karet peluncur terbuat dari karet alam (British) sesuai dengan persyaratan dari Road Research Laboratory (RRL) – British, atau karet sintetis yang sesuai dengan persyaratan dalam AASHTO M 261. b. Peluncur baru harus dikondisikan sebelum digunakan, yaitu dengan mengayunkan batang bandul 10 kali di atas lembaran ampelas dengan ukuran No. 60 (silicon carbide cloth No. 60 atau sejenisnya) tahan air, dalam kondisi kering. c. Keausan pada tepi karet peluncur tidak boleh lebih dari pada 3,2 mm pada kedudukan mendatar atau 1,6 mm pada arah vertikal (Gambar 2.5).
Gambar 2.5 Karet Peluncur dengan Keausan Tepi Maksimum Sumber: SNI 4427:2008
17
2.3.2 Persiapan Alat Sebelum menggunakan British Pendulum Tester terdapat beberapa hal yang harus dipersiapkan antara lain:
Gambar 2.6 Bagian-bagian Pada Alat British Pendulum Tester Sumber: SNI 4427:2008 Keterangan: 1) Piringan skala ukur
9) Pegangan untuk mengangkat alat
2) Tombol pelepas bandul
10) Baut Pengatur naik-turun
3) Lingkaran skala kekesatan
11) Pengunci sepatu (peluncur)
4) Pengunci bandul
12) Karet peluncur untuk koefisien
5) Baut diameter 0,95 cm 6) Pegangan penangkap 7) Baut penyetel kedudukan datar pada kaki depan 8) Baut pengunci naik-turun 9) Pegangan untuk mengangkat alat
kekesatan 13) Baut penyetel kedudukan datar pada kaki belakang 14) Penyipat datar (Water pass) 15) Tombol kontrol untuk kedudukan tegak
18
a. Posisi Mendatar Letakkan alat uji perlahan-lahan di atas lokasi titik yang akan diuji dengan cara mengatur posisi mendatar alat uji secara tepat atau memutar ketiga baut pengatur mendatar (Lihat Gambar 2.6, keterangan No. 7 dan No. 13), sampai posisi gelembung air pada alat ukur penyipat datar (water pass) berada di tengah-tengah. b. Pengaturan Angka Nol Pengaturan angka nol pada skala pengukuran dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Tetapkan batang pendulum atau batang penguji pada posisi belum diturunkan. 2) Turunkan batang pendulum secara hati-hati dengan mengendorkan tombol pengunci naik-turun (No. 8) yang ada di belakang titik pusat pendulum, dan putar baut pengatur naik-turun (No. 10), sehingga bila bandul diayunkan dapat meluncur bebas pada permukaan yang akan diuji. 3) Biarkan peluncur karet menggantung bebas pada permukaan yang diuji. 4) Kencangkan tombol pengunci (No. 8). 5) Tempatkan batang pendulum pada posisi terkunci dan siap untuk diluncurkan, dan putar jarum penunjuk skala ukur berlawanan arah jarum jam sampai menyentuh sekrup pembatas pada batang pendulum. 6) Tekan tombol pelepas bandul (No. 2) sehingga batang pendulum terayun bebas dan segera tangkap kembali saat berayun berbalik ke arah yang
19
berlawanan. Catat angka yang tertera pada skala ukur (No. 1) yang ditunjuk oleh jarum penunjuk. 7) Jika pembacaan belum menunjukkan angka nol, kendorkan tombol pengunci naik-turun (No. 8) dan stel baut pengatur naik-turun (No. 10), ke atas atau ke bawah. 8) Ulangi kembali Butir (5) sampai dengan Butir(7) di atas sehingga jarum pembacaan menunjukkan angka nol pada skala ukur (No. 1). c. Pengaturan Panjang Bidang Kontak Karet Peluncur
Gambar 2.7 Skema Alat Pendulum dan Bidang Kontak Karet Peluncur Sumber: SNI 4427:2008
20
1) Persiapan a) Dalam keadaan posisi batang pendulum menggantung bebas, selipkan pelat pembatas (spacer) di bawah peluncur karet dengan cara mengangkat handel alat. b) Turunkan bandul peluncur sehingga tepi karet peluncur hanya menyentuh permukaan yang akan diuji. c) Kencangkan baut pengunci naik-turun (No. 8, pada Gambar 4), angkat handel alat dan singkirkan pelat pembatas. 2) Pengukuran panjang bidang kontak a) Angkat handel alat dan gerakan batang pendulum ke kanan, turunkan bandul peluncur dan gerakan batang pendulum pelan-pelan ke kiri sehingga karet peluncur menyentuh permukaan uji. b) Tempatkan mistar pengukur panjang bidang kontak di sebelah karet peluncur sejajar arah gerakan bandul pendulum untuk memeriksa panjang bidang kontak. c) Angkat karet peluncur dengan mengangkat handel alat, dan gerakan ke kiri, kemudian turunkan pelan-pelan sampai tepi karet peluncur berhenti pada permukaan uji. d) Jika panjang bidang kontak belum mencapai antara 124 mm dan 127 mm untuk pengujian permukaan yang datar, atau antara 75 mm dan 78 mm untuk benda uji lengkung, atur baut pengatur datar bagian depan (No. 7). Panjang bidang kontak dapat pula diatur dengan meninggikan atau merendahkan batang pendulum dengan mengatur baut pengatur naik-turun (No. 10).
21
e) Jika kedudukan alat uji bergeser dan tidak mendatar akibat pengaturan tersebut di atas, maka ulangi sesuai dengan Butir (1) dan (2). f) Angkat batang pendulum pada posisi siap diluncurkan, putar jarum penunjuk pada posisi menyentuh sekrup pembatas batang pendulum, dan alat siap untuk digunakan. Skema alat pendulum dan bidang kontak karet peluncur ditunjukan pada Gambar 2.7. 2.3.3 Prosedur Pengujian Prosedur pengujian menggunakan British Pendulum Tester antara lain: a. Basahi permukaan uji dengan air yang cukup dan ratakan dengan kuas. Lakukan beberapa kali peluncuran bandul sampai mendapatkan hasil yang konsisten, tetapi tidak perlu dicatat. b. Ukur temperatur pada permukaan yang berdekatan dengan benda uji, dengan cara memberi air atau membasahi permukaan agar kontak penuh dengan dasar termometer, kemudian catat termperaturnya. Bila sudah menunjukkan angka yang tetap, lakukan pengujian. c. Basahi kembali permukaan uji dan lakukan peluncuran batang pendulum sebanyak 4 kali. Basahi kembali setiap kali sebelum peluncuran dan catat hasilnya. 2.4.
Tekstur Pada Permukaan Perkerasan Tekstur pada suatu permukaan perkerasan didefinisikan sebagai deviasi dari
permukaan perkerasan pada sebuah permukaan datar. (Hall, J. W., et al, 2009). Deviasi ini terjadi pada tiga tingkat skala yang jelas. Setiap tingkat dibedakan
22
melalui panjang gelombang () dan jarak dari puncak ke puncak amplitudo (A) dari komponennya. Ketiga tingkatan tekstur ditetapkan tahun 1987 oleh Permanent International Association of Road Congresses (PIARC) dan dibagi menjadi: a. Microtexture {<0,02 in (0,5mm), A= 0,04-20mils (1-500m)}. Kualitas kekasaran
permukaannya
terletak
pada
sub-visible
atau
tingkatan
mikroskopik. Microtexture merupakan fungsi dari properti permukaan dari partikel agregat yang tekandung dalam perkerasan aspal atau beton semen. b. Macrotexture
{=0,02-2
in
(0,5-50mm),
A=
0,005-0,8
in
(0,1-
20mm)}.Kualitas kekasaran permukaan didefiniskan sebagai properti campuran dan metode finishing/texturing (dragging, tinnig, grooving, depth, width, spacing dan orientation) pada permukaan perkerasan beton semen. c. Megatexture {=2-20 in(50-500mm), A= 0,0005-2 in (0,1-50mm)}. Tekstur dengan panjang gelombang sama dengan pertemuan perkerasan dan ban. Megatexture biasanya didefinisikan sebagai distress, deflects, atau waviness pada permukaan perkerasan Panjang gelombang lebih dari batas tertinggi {20in (500 mm)} dari megatexture didefinisikan sebagai roughness atau uneveness (Henry, J. J., 2000). Gambar 2.8 mengilustrasikan ketiga tekstur dan juga roughness yang panjang gelombangnya lebih dari megatexture.
23
Gambar 2.8 Ilustrasi dari berbagai jenis tekstur yang ada pada permukaan perkerasan Sumber: Hall, J. W. et. al, 2009
Setiap jenis tekstur pada permukaan perkerasan memberikan efek pada interaksi perkerasan dan ban. Efek-efek tersebut diilustrasikan pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Pengaruh panjang gelombang tekstur terhadap interaksi perkerasan dan ban Sumber: Loprencipe, Giuseppe dan Giuseppe Cantisani, 2013.
Tekstur pada perkerasan yang memberikan efek pada interaksi perkerasan dan ban, dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mana faktor-faktor tersebut terkait dengan agregat, pengikat, properti campuran pada permukaan perkerasan dan
24
penteksturan yang dilakukan setelah penghamparan atau pengecoran. Faktor-faktor tersebut antara lain: a. Dimensi Agregat Maksimum. Ukuran terbesar dari agregat pada Asphalt Concrete atau agregat yang terekspos pada perkerasan PCC akan mendominasi panjang gelombang macrotexture, jika berjarak rapat atau jarang. b. Tipe Agregat Kasar. Pemilihan tiper agregat kasar akan mengontrol material berbatu, angularitas, faktor bentuk dan durabilitasnya. Tipe agragat kasar sangat berpengaruh pada asphalt concrete dan agragat yang terekspos pada perkerasan PCC. c. Tipe Agregat Halus. Angularitas dan durabilitas dari agregat terpilih akan dipengaruhi oleh material terpilih ataupun material yang dihancurkan. d. Viskositas dan Kandungan Bahan Pengikat. Bahan pengikat dengan viskositas rendah cenderung mengakibatkan bleeding dibandingkan dengan bahan pengikat dengan viskositas tinggi. Selain itu kelebihan bahan pengikat dapat menyebabkan bleeding. Bleeding mengkibatkan pengurangan atau total lepas microtexture dan macrotexture
pada permukaan perkerasan. Karena
bahan pengikat juga menahan partikel agregat pada posisinya, bahan pengikat dengan ketahanan yang baik terhadap pengaruh cuaca sangat dibutuhkan. e. Gradasi Campuran. Gradasi campuran terutama pada perkerasan berpori akan mempengaruhi stabilitas dan rongga udara pada perkerasan. f. Rongga Udara pada Campuran. Penambahan kandungan udara menghasilkan penambahan saluaran air pada perkerasan yang berakibat pada peningkatan gesekan dan peningkatan saluran udara mengurangi noise.
25
g. Ketebalan Lapisan. Penambahan tebal lapisan pada perkerasan berpori menghasilkan volume besar untuk pembuangan air. Dilain hal penambahan ketebalan berakibat pada berkurangnya frekuensi dari penyerapan suara puncak. h. Dimensi Teksture. Dimensi dari tining, grooving, grinding dan turf dragging perkerasan PCC memberi pengaruh pada macrotexture dan terlebih lagi gesekan dan noise i. Spasi pada Tekstur. Jarak tranversal tining dan grooving pada perkerasan PCC tidak hanya penambah amplitude
pada panjang gelombang
macrotexture tetapi juga memberi pengaruh pada frekuensi spektrum dari noise. j. Orientasi Tekstur. Penteksturan pada perkerasan PCC bisa diorientasikan secara tranversal, longitudinal dan diagonal dari arah lalu lintas. Orientasi ini memberi pengaruh pada getaran dan noise. k. Isotropik atau anisotropik. Konsistensi pada tekstur permukaan pada setiap arah (isotropik) akan meminimalisir panjang gelombang yang lebih panjang, dengan demikian mengurangi noise. l. Kemiringan Tekstur. Kemiringan positif mengasilkan mayoritas pada puncak profil macrotexture sedangakan kemiringan negarif mengasilkan mayoritas pada lembah profil macrotexture. (Hall, J. W., et al, 2009) Dari beberapa hal yang mempengaruhi tekstur diatas terdapat beberapa faktor yang juga mempengaruhi gesekan pada permukaan perkerasan terlebih lagi skid resistance.
26
Berdasakan beberapa pernyataan diatas dapat disimpulakan bahwa tekstur yang mempengaruhi skid resistance adalah microtexture dan macrotexture. Dalam pengukurannya belum ada alat yang pasti untuk mengukur microtexture di lapangan namun nilai dari British Pendulum Number dapat mewakili microtexture. Untuk pengukuran macrotextur terdapat berbagai alat yang biasa digunakan. Alat-alat tersebut antara lain: a. Electro Optic (laser) Method (EOM) b. Outflow Meter (OFM) c. Circular Texture Meter (CTM) d. Sand Patch Method (SPM) Dalam pengukuran, macrotexture diukur melaui kedalaman tektur yang biasa dinamakan Mean Texture depth dengan satuan mm. Namun, tidak semua peraturan yanga menetapkan nilai minimum kedalaman tesktur. Salah satu negara yang mengatur nilai minimum kedalaman tekstur adalah United Kingdom. Adapun menurut Manual Of Contract Documents For Highway Works yang digunakan United Kingdom nilai minimum dari kedalaman tekstur adalah sebagai berikut:
27
Tabel 2.5 Nilai Minimum untuk Kedalaman Tekstur
Tipe Jalan
Jalan Berkecepatan Tinggi Larangan batas kecepatan 50 mil/jam (80 km/jam)
Jalan Berkecepatan Rendah Larangan batas kecepatan 40 mil/jam (65 km/jam)
Tipe Permukaan Permukaan tipis dengan ketentuan 942 dengan ukuran atas agregat (D) mm Chipped hot rolled asphalt, surface dressing dan lain-lain Permukaan tipis dengan ketentuan 942 dengan ukuran atas agregat (D) mm Chipped hot rolled asphalt, surface dressing dan lain-lain
Rata-rata per 1000 m(mm)
Rata-rata untuk 10 pengukuran (mm)
1,3
1
1,5
1,2
1
0,9
1,2
1
Bundaran pada Jalan Berkecepatan Tinggi Larangan batas kecepatan 50 mil/jam (80 km/jam)
Semua material kasar untuk permukaan
1,2
1
Bundaran pada Jalan Berkecepatan Rendah Larangan batas kecepatan 40 mil/jam (65 km/jam)
Semua material kasar untuk permukaan
1
0,9
Sumber: Manual Of Contract Documents For Highway Works, 2008
2.5.
Sand Patch Method Dalam penelitian ini alat yang akan digunakan adalah Sand Patch Method
(SPM) atau dalam bahasa Indonesia biasa disebut dengan Metode Lingkaran Pasir (Gambar 2.10). Metode Lingkaran Pasir merupakan metode pengukuran rata-rata
28
kedalaman tekstur secara volumetrik menggunakan pasir dengan ketentuan tertentu. Hasil dari pengukuran ini dinamakan dengan rata-rata kedalaman tekstur atau Mean Texture Depth (MTD). Menurut Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3) Metode Lingkaran Pasir dapat digunakan untuk mengukur kedalaman tektur dengan MTD >0,45 mm.
Gambar 2.10 Sand Patch Method 2.5.1
Peralatan
Dalam pengujian tekstur menggunakan Sand Patch Method terdapat beberapa alat dan material yang harus dipenuhi, yaitu: a. Sebuah penggaris atau pita ukur yang berskala
dalam
milimeter
dengan
panjang tidak kurang dari 400mm. Seperti diperlihatkan pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11 Penggaris 400 mm
29
b. Sebuah sikat halus atau kuas. Sikat dan kuas digunakan untuk membersihkan permukaan perkerasan
sebelum
diuji.
Seperti
diperlihatkan pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Sikat dan Kuas
c. Sebuah papan penggaris dengan panjang antara 150 hingga 160 mm untuk membuat lingkaran.
Sebagian
peraturan
seperti
ASTM menggunakan benda berbentuk bulat dengan permukaan karet. Dalam penelitian ini digunakan palu karet (Gambar 2.13).
Gambar 2.13 Palu Karet
d. Sebuah silinder pengukur pasir dengan garis tengah 30-45mm yang mempunyai volume sebelah dalam 450,5ml (Gambar 2.14). Permukaan silinder harus dipotong rata untuk mempermudah pembuangan kelebihan pasir dengan sapuan. Gambar 2.14 Silinder Pengukur Pasir
30
e. Sejumlah pasir kering dan bersih dengan buturan yang bulat, 100% lolos ayakan 600m dan 100% tertahan pada ayakan 300m. Pasir
yang
digunakan
pada
tampak
seperti
Gambar 2.15.
Gambar 2.15 Pasir
2.5.2. Prosedur Pengujian Adapun prosedur pengujian Sand Patch Method adalah sebagai berikut: a. Periksa bahwa daerah yang akan diperiksa cukup kering dan bebas dari kotoran. Sikat setiap material halus dari permukaan yang diperiksa. b. Isi silinder dengan pasir dan ketuk-ketuk secara ringan hingga pasir berhenti memadat. Isi silinder hingga penuh dan sapu rata dengan hati-hati permukaan silinder dengan papan penggaris c. Tuangkan pasir dengan bentuk kerucut pada tengah-tengah daerah yang akan diperiksa (dalam keadaan berangin disarankan menggunakan ban atau penyekat angin yang mengelilingi pasir tersebut). d. Dengan menggunakan papan penggaris, sebarkan pasir dalam bentuk lingkaran hingga cekungan-cekungan permukaan diisi rata sehingga bagian atas batuan perkerasan. (lihat Gambar 2.16). Bagian atas dari batuan yang lebih besar harus persis terlihat melalui lapisan pasir. e. Ukurlah garis tengah jejak lingkaran, dua kali, arah dari kedua kira-kira yang tagak lurus terhadap yang pertama. Ambil harga rata-rata dari pengukuran ini untuk memberikan harga D, yang merupakan garis tengah lingkaran pasir
31
. (1) Volume pasir yang telah ditentukan dituangkan pada permukaan jalan (2) Pasir dihamparkan membentuk suatu lingkaran.
NB: Ukuran chip yang tidak biasa harus diabaikan bila meratakan pasir
Gambar 2.16 Prosedur pengujian Sand Patch Method
f. Setelah nilai D didapat dimasukkan ke persamaan 2.1, sehingga didapat nilai kedalaman tekstur atau Mean Texture Depth (MTD).
MTD Dimana:
2.6.
4V 1000 D 2
(2.1)
MTD = Mean Texture Depth
(mm)
V
= Volume pasir
(cm3)
D
= Diameter sand patch
(mm)
Penelitian Terdahulu Seperti yang dituliskan terdahulu terdapat berbagai hal yang mempengaruhi
skid resistance. Oleh sebab itu banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara skid resistance dengan berbagai hal yang berkaitan dengannya. Beberapa penelitan tersebut antara lain: 32
a. Yero,S. A. , Mohd. Rosli Hainin dan Haryati Yacoob. 2012, The Correlation Between Texture Depth, Pendulum Test Value And Roughness Index Of Various Asphalt Surfaces In Malaysia Penelitian ini meneliti hubungan antara kedalaman tekstur, nilai pendulum dan indeks kekasaran pada berbagai jenis lapis permukaan aspal di Malaysia. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian pada 6 ruas jalan dengan berbagai jenis perkerasan. Sepuluh titik sampel diuji pada setiap ruas jalan. Pada setiap sampel dilakukan pengujian sebanyak tiga kali. Menurut penelitian ini, di Malaysia pada setiap jenis perkerasan kenaikan nilai ratarata kedalaman tekstur sebanding dengan kenaikan nilai skid resistance. Perkerasan surface dressing memberikan kenaikan nilai yang signifikan dibandingkan dengan SMA dan ACW. Sedangkan korelasi antara nilai ratarata kedalaman tekstur dan indeks kekasaran sangat lemah dengan koefisien variasi rendah, sedangkan untuk ACW dan SMA sama sekali tidak ada korelasinya. Gambar 2.17 menunjukan bagaimana hubungan antara nilai skid resistance dan kedalaman tekstur pada jenis perkerasan yang diuji.
Gambar 2.17 Hubungan antara nilai skid resistance dan kedalaman tekstur pada penelitian Yero,Suleiman A. , Mohd. Rosli Hainin dan Haryati Yacoob
33
b. Saplioğlu, M, E., et al., 2012, Investigation Skid Resistance Effects On Traffic Safety At Urban Intersections, Penelitian ini meneliti tentang efek skid resistance pada keamanan berkendara di persimpangan. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa untuk melakukan pengujian skid resistance pada persimpangan harus di pilih sampel dengan variasi jenis perkerasan yang sama. Hasil dari penelitian pada paper ini menunjukkan bahwa skid resistance berpengaruh pada tingkat kecelakaan pada persimpangan. Selain skid resistance rata-rata kedalaman tekstur juga berpengaruh pada tingkat kecelakaan.
Gambar 2.18 Hubungan antara nilai skid resistance dan tingkat kecelakaan pada persimpangan. Oleh Saplioğlu, M, E., et al.
c. Kelvin, Y. P. , Tien Fang dan Yoo Sang. 2005, Effect Of Pavement Surface Texture On British Pendulum Test Penelitian ini membahas mengenai efek tekstur permukaan pada British Pendulum Tester secara lebih mendalam dengan membandingkan percobaan laboratorium dan simulasi metode elemen hingga. Disini didapat
34
bahwa pada tekstur closely packed pengukuran skid resistance tergantung pada luas area kontak pada aggregat dan jarak antar aggregat. Sedangkan pada tekstur sparsely packed atau tekstur kasar, pengukuran skid resistance menunjukan variasi yang signifikan sebagai efek samping antara peluncur pendulum dan permukaan bertekstur kasar. d. Ahadi, M. R. And K. Nasirahmadi. 2013, The Effect of Asphalt Concrete Micro & Macro Texture on Skid Resistance Penelitian ini membahas tentang bagaimana pengaruh tekstur mikro dan makro pada skid resistance perkerasan aspal beton. Dalam penelitian ini didapat bahwa penambahan persen bitumen pada perkerasan dengan gradasi rapat berpengaruh pada pengurangan nilai skid resistance. Digunakan total 72 sampel untuk kedua jenis sampel ( gradasi rapat dan gradasi terbuka). Untuk setiap gardasi terdapat dua jenis sampel yaitu sampel grade 4 dan 5. Dimana masing-masing diuji untuk kadar aspal optimum dengan persen bintumen 4, 4.5, 5, 5.5, 6 dan 6.5. Jadi dapat disimpulkan untuk setiap grade dan kadar aspal diuji 3 sampel. Sampel dengan gradasi rapat merupakan microtexture. Sampel dengan gradasi terbuka memberi respon lebih baik terhadap skid resistance. Hal ini berkaitan dengan sampel bergradasi terbuka memiliki pori yang sesuai dengan kondisi basah. Sampel dengan gradasi terbuka merupakan macrotexture.
35
Gambar 2.19 Diagram batang nilai skid resistance pada sampel bergradasi rapat. Oleh Ahadi, M. R. And K. Nasirahmadi
Gambar 2.20 Diagram batang nilai skid resistance pada sampel bergradasi rapat. Dengan kadar aspal optimum. Oleh Ahadi, M. R. And K. Nasirahmadi
36
Gambar 2.21 Diagram batang nilai skid resistance pada sampel bergradasi terbuka. Oleh Ahadi, M. R. And K. Nasirahmadi
Gambar 2.22 Diagram batang nilai skid resistance pada sampel bergradasi terbuka. Dengan kadar aspal optimum. Oleh Ahadi, M. R. And K. Nasirahmadi
37
e. Ramadan, K. Z. Dan Iyad M. Muslih. 2013, Skid Resistance As A Safety Measure In Jordan Penelitian ini menjelaskan bagaimana pengaruh skid resistance terhadap tingkat kecelakaan serta meninjau volume kendaraan, material yang digunakan dan properti desain campuran lainnya pada nilai skid resistance. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran kedalaman tekstur dalam menguji skid resistance. Dalam penelian ini didapat hubungan berbanding terbalik antara nilai skid resistance dan tingkat kecelakaan. Semakin rendah nilai skid resistance semakin tinggi tingkat kecelakaan. f. Sjahdanulirwan, M. dan A. Tatang Dachlan. 2013, Kajian Kekesatan Permukaan Perkerasan Jalan Beton Aspal, Beton Semen, Dan Beton Karet Dalam penelitian ini dijabarakan penelitian-penelitian terdahulu berkaitan dengan skid resistance pada perkerasan beraspal dan perkerasan beton semen. Dalam penelitian ini didapat bahwa kekesatan permukaan perkerasan pada perkerasan beton semen (pracetak) maupun perkerasan beraspal panas (Laston/Asbuton) yang baru cenderung menurun dengan meningkatnya beban lalu lintas. Penurunan kekesatan pada permukaan perkerasan beton semen (tanpa karet) 1,6 kali lebih cepat daripada perkerasan beton aspal (Laston/Asbuton). Namun demikian permukaan beton semen memiliki nilai kekesatan yang jauh diatas beton aspal. Penurunan kekesatan permukaan Asbuton campuran panas 1,8 kali relatif lebih cepat daripada Laston. g. Rahman, H. 1998, Tinjauan Parameter Polished Stone Value (PSV) dan Hubungannya Dengan Kekesatan Permukaan Perkerasan.
38
Dalam penelitian ini dibandingkan nilai kekesatan permukaan perkerasan dengan pengujian langsung dilapangan menggunakan Locked Wheel dengan nilai kekesatan yang diprediksi menggunakan PSV dari agregat yang digunakan. Selain membandingkan kekesatan menggunakan dua parameter tersebut, pada penelitian ini juga dibandingkan nilai kekesatan pada permukaan perkerasan yang menggunakan macroseal dan tanpa macroseal. Hasil dari penelitian ini didapat nilai kekesatan pada perkerasan tanpa macroseal yang diukur langsung 2,5 kali dari yang dihitung melalui parameter PSV. Sedangkan pada permukaan menggunakan macroseal pengukuran nilai kekesatan secara langsung 1,2 kali lebih besar dari yang dihitung melalui parameter PSV. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa nilai pengukuran kekesatan yang sesuai dengan hasil pengukuran langsung, baru dapat dicapai bila volume rata-rata kendaraan komersial adalah sekitar 1400 perhari, pada permukaan seksi perkerasan tanpa lapis macroseal, yang tidak terlalu jauh berbeda dengan nilai kekesatan yang sebenarnya terjadi.
39
Tabel 2.6 Tabulasi penelitian skid resistance dan variabel lainnya pada penelitian terdahulu
Variabel
Tekstur Permukaan
Keamanan Berkendara
Umur Perkerasan
Jenis Perkerasan
Peneliti
Yero, S., et al.
Kedalaman Tekstur dan Roughness
Kelvin, Yang P., et al.
Tekstur Permukaan
Ahadi, M. R. Et al.
Tektur Mikro dan Makro
Sjahdanulir wan, M., dkk.
Rahman, H.
SMA, SD,ACW Tingkat kecelakaan pada Persimpang an
Saplioğlu, M, E., et al.
Ramadan, Khaled. Z., et al.
Polished Stone Value (PSV)
Tingkat Kecelakaan Terdiri dari 3 dan 5 variasi waktu
Laston, Asbuton, Beton Semen Pengujian PSV
40