BAB II Tinjauan Pustaka
2.1. Diabetes Melitus 2.1.1. Defenisi Diabetes Melitus Diabetes Melitus menurut ADA 2010 adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua – duanya.(1) Klasifikasi DiabetesMelitus menurut PERKENI. 1. Diabetes mellitus tipe 1 ( destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute) 2. Diabetes mellitus tipe 2 ( bervariasi mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relative sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin) 3. Diabetes Melitus tipe lain a. Defek genetik fungsi sel beta b. Defek genetik kerja insulin. c. Penyakit endokrin pancreas. d. Karena obat atau zat kimia. e. Infeksi. f. Sebab imunologi yang jarang. g. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM 4. Diabetes Melitus Gestational.
7 Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Kriteria diagnosis Diabetes Melitus. 1. Gejala klasik Diabetes Melitus + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. 2. Gejala klasik Diabetes mellitus + kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. 3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L). TTGO yang dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air 250 -350 yang dihabiskan dalam 5 – 15 menit.(12). Pemeriksaan HbA1c (> 6,5) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis Diabetes Melitus, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandarisasi.(1)
2.2. Dislipidemi Dislipidemi adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kenaikan kadar trigliserida serta penurunan HDL.Molekul lipid harus terikat pada molekul protein supaya lipid dapat larut dalam darah yang disebut apoprotein. Senyawa lipid dengan apoprotein disebut lipoprotein. Ada 5
8 Universitas Sumatera Utara
jenis lipoprotein yaitu kilomikron,very low density lipoprotein (VLDL), intermediate density lipoprotein (IDL), low density lipoprotein (LDL), high density
lipoprotein
(HDL).Dalam
proses
terjadinya
aterosklerosis
semuanya mempunyai peran yang penting dan erat kaitannya satu sama lain. Dislipidemi dapat dibagi dalam bentuk dislipidemi primer akibat kelainan genetik dan dislipidemi sekunder yang terjadi akibat suatu penyakit misalnya hipertiroidisme, sindrom nefrotik, diabetes melitus dan sindrom metabolik.(13) Kriteria dislipidemi menurut NCEP ATP III(14) 1. Total cholesterol mg/dL (mmol/L) <200
(5,2)
desirable
200-239
(5,2 - 6,2)
borderline high
>240
(6,2)
high
2. LDL cholesterol mg/dL (mmol/L) <100
(2,6)
optimal
100-129
(2,6 - 3.3)
near optimal/above optimal
130-159
(3,4 - 4,1)
borderline high
160-189
(4,2 – 4,9)
high
≤190
(5,0)
very high
3. HDL cholesterol mg/dL(mmol/L) <40 (1.0)
(males)
low
<50 (1,3)
(females)
high
≥60 (1,5)
high
4. Trigliserides (mg/dL) <150
(1,6)
normal
150-199
(1,6 – 2,1)
borderline high
200-499
(2,2 – 5,4)
high
≥500
(5,5)
very high
9 Universitas Sumatera Utara
2.3. DM tipe 2 dan Dislipidemi. Salah satu faktor resiko terjadinya Penyakit Jantung Koroner (PJK) pada DM tipe 2 adalah dislipidemi. Dislipidemi pada DM tipe 2 ditandai dengan meningkatnya kadar trigliserida dan menurunnya kadar HDL kolestrol.(13,14,15) Kadar LDL kolesterol pada penderita diabetes didominasi oleh bentuk yang kecil dan padat (small dense LDL). Partikel LDL kecil yangpadat ini secara intrinsik lebih bersifat aterogenik daripada partikel LDL yang lebih besar.Selanjutnya karena ukurannya yang lebih kecil, kandungan di dalam plasma lebih besar jumlahnya, sehingga lebih meningkatkan resiko aterogenik. Trias dari abnormalitas profil lipid ini disebut dengan istilah dislipidemia diabetik.(15) Riffat Sultana di Pakistan melakukan penelitian lipid profile yang menderita DM tipe 2 selama 1 – 8 tahun, berumur 40 – 80 tahun menemukan bahwa peningkatan total kolesterol ≥200 mg/dl setelah menderita DM tipe 2 selama 4 tahun, peningkatan LDL > 150mg/dl setelah 6 tahun, peningkatan trigliserida > 160mg/dl setelah 4 tahun.(16) Kadar kolesterol serum yang tinggi dan trigliserida dalam sirkulasi yang tinggi dapat menyebabkan pembentukan aterosklerosis.Kolesterol dan trigliserida yang dibawa di dalam darah terbungkus dalam protein pengangkut lemak yang disebut lipoprotein. Lipoprotein densitas tinggi (HDL) membawa lemak
untuk diuraikan, dan dikenal bersifat protektif
melawan aterosklerosis. Sedangkan LDL dan lipoprotein yang bersifat sangat rendah ( very low density lipoprotein, VLDL) membawa lemak masuk ke sel tubuh, termasuk sel endotel arteri.
10 Universitas Sumatera Utara
Proses aterosklerosis diawali oleh oksidasi LDL pada lapisan subendotel arteri menyebabkan berbagai reaksi inflamasi, yang akhirnya menarik monosit dan neutrofil ke area lesi. Sel – sel darah putih ini melekatke lapisan endotel oleh molekul adhesive, dan melepaskan mediator inflamasi lain yang menarik makin banyak sel darah putih ke area tersebut dan selanjutnya merangsang oksidasi LDL. Kemudian monosit bergerak masuk ke dinding arteri, yang merupakan tempat pematangan menjadi makrofag dan mengubah LDL menjadi sel buih. LDL teroksidasi bersifat sitotoksik untuk sel pembuluh darah, yang selanjutnya merangsang respon inflamasi dimana proses inflamasi memainkan peran penting dalam tahapan aterosklerosis. 2.3.1. Patofisiologi dislipidemi pada diabetes. Pada penderita DM tipe 2 sering diiringi dislipidemi.Penyakit kardiovaskular semakin banyak terjadi pada penderita DM. Tetapi hubungan antara diabetes dan arteriosklerosis belum dapat dimengerti sepenuhnya. Berbagai kelainan metabolik yang sering terjadi pada pasien dengan DM mempengaruhi produksi dan pembuangan lipoprotein plasma. Kerusakan
kerja
insulin
dan
keadaan
hiperglikemia
akan
menyebabkan perubahan lipoprotein plasma pada pasien dengan DM. Pada DM tipe 2, obesitas atau kekacauan metabolisme yang resisten terhadap
insulin
dapat
menjadi
penyebab
dislipidemia,
selain
hiperglikemia itu sendiri. Dislipidemi akan menimbulkan stress oksidatif umumnya terjadi pada resistensi insulin/metabolik sindrom dan DM tipe 2. Keadaan ini
11 Universitas Sumatera Utara
terjadi akibat gangguan metabolisme lipoprotein yang sering disebut “lipid triad” meliputi: 1. peningkatan kadar VLDL atau trigliserida 2. Penurunan kadar HDL kolesterol 3. Terbentuknya
small
dense
LDL
yang
lebih
bersifat
aterogenik. 2.3.2. Metabolisme lipoprotein(2) Lipoprotein pada penderita DM tipe 2 akan mengalami 3 proses yang merugikan yang mempunyai hubungan erat dengan lebih mudahnya terjadi aterosklerosis: 1. Proses glikosilasi menyebabkan
peningkatan
lipoprotein
yang
terglikosilasi
dengan akibat mempunyai sifat lebih toksik terhadap endotel serta menyebabkan katabolisme lipoprotein menjadi lebih lambat. 2. Proses oksidasi Mengakibatkan peningkatan oxidized lipoprotein . Peningkatan kadar
lipoprotein
peroksida,
baik
LDL
maupun
HDL,
mempermudah rusaknya sel dan terjadinya aterosklerosis. Lipid peroksida pada DM cenderung berlebihan jumlahnya dan akan menghasilkan beberapa aldehid (malondehid) yang memiliki daya perusak tinggi terhadap sel – sel tubuh.
12 Universitas Sumatera Utara
3. Karbamilasi Residu lisin apoprotein akan mengalami karbamilasi dan berakibat katabolisme LDL terhambat. Diabetes Melitus dan aterosklerosis.
2.4. Diabetes Melitus dan eterosklesosis Diabetes
Melitus
merupakan
faktor
resiko
utama
penyakit
kardiovaskular. Penderita DM tipe 2 mempunyai resiko terhadap penyakit kardiovaskular 2 – 5 kali dibandingkan dengan penderita non DM. Kelainan makrovaskular merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada penderita DM tipe 2.Komplikasi makrovaskular terutama terjadi akibat aterosklerosis.Komplikasi makrovaskular ikut berperan dan menyebabkan gangguan aliran darah, penyulit komplikasi jangka panjang dan peningkatan mortalitas.Dari beberapa studi, 80% penderita Diabetes Melitus meninggal akibat aterosklerosis dan dari jumlah tersebut 75% meninggal akibat penyakit jantung koroner sedangkan 25% sisanya meninggal akibat stroke dan penyakit pembuluh darah perifer.(2) Penyebab aterosklerosis pada DM tipe 2 bersifat multifaktorial yang melibatkan interaksi kompleks dari berbagai keadaan seperti hiperglikemi, hiperlipidemi, stress oksidatif, hiperinsulinemi. Pada DM terjadi kerusakan pada lapisan endotel dan dapat disebabkan secara langsung oleh tingginya kadar glukosa darah, metabolit glukosa atau tingginya kadar asam lemak dalam darah yang sering dijumpai pada penderita DM. Akibat kadar glukosa darah yang tinggi mengakibatkan
13 Universitas Sumatera Utara
terjadinya
proses
glikasi
lipid
dan
protein
yang
mengakibatkan
peningkatan AGE (advanced glycation end product) sehingga terjadi kerusakan sel – sel endotel. AGE memegang peran yang cukup signifikan dalam proses terjadinya berbagai komplikasi diabetes. Interaksi antara AGE dalam sirkulasi dengan RAGE (reseptor for advanced glycation endproducts) akan meningkatkan produksi ros (reactive oxygen species) intraseluler, yang selanjutnya akan mengaktifasi NF-kB, sehingga ekspresi sitokin akan meningkat. Hiperglikemia meningkatkan resiko kardiovaskular melalui berbagai mekanisme pada tingkat jaringan , sel dan biokimia yang nantinya akan menimbulkan stress oksidatif. Stres oksidatif akan mengaktifasi protein kinase C (PKC), reseptor adanced glycated end product (RAGE) menyebabkan vasokontriksi, aktivasi respon peradangan dan thrombosis. Proses peradangan merupakan penyebab aterosklerosis. Resistensi insulin berhubungan dengan disfungsi endotel pada DM, yang
menunjukkan
peranannya
sebagai
penyebab
terjadinya
aterosklerosis.Hal ini disebabkan peninggian free fatty acids (FFA) dari jaringan adiposa ke sel endotel. Pada sel endotel kelainan makrovaskular didapatkan peninggian pemasukan FFA yang menyebabkan peninggian oksidasi FFA oleh mitokondria. Hal ini menyebabkan produksi ROS berlebihan sehingga terjadi stres oksidatif seperti keadaan hiperglikemia.
14 Universitas Sumatera Utara
Penyebab meningkatnya resiko aterosklerosis pada diabetes(17) 1. Peningkatan insidens faktor –faktor resiko lain, misalnya hipertensi dan hiperlipidemi.
2. Diabetes itu sendiri merupakan faktor resiko independen untuk aterosklerosis. 3. Diabetes tampaknya bekerja secara sinergistis dengan faktor resiko lain untuk meningkatkan resiko aterosklerosis. Karena itu, eliminasi faktor resiko lain dapat mengurangi resiko aterosklerosis pada diabetessebagai penyebab terjadinya aterosklerosis.
. 2.5. Aterosklerosis dan inflamasi Aterosklerosis berasal dari bahasa Yunani „athero‟ berarti pasta dan „sclerosis‟ yang berarti pengerasan.Aterosklerosis adalah kondisi pada arteri besar dan kecil yang ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit dan makrofag pada tunika intima (lapisan sel endotel) dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos). Arteri yang paling sering terkena adalah arteri koroner, aorta, arteri serebral.(18) Inflamasi merupakan mekanisme pertahanan yang kompleks sebagai reaksi terhadap masuknya gen yang merugikan ke dalam sel ataupun organ dalam melenyapkan atau setidaknya melemahkan agent tersebut, memperbaiki kerusakan sel, atau jaringan dan memulihkan hemostasis. Aterosklerosis merupakan suatu proses inflamasi yang terjadi melalui beberapa tahap yang dimulai dengan adanya cedera pada sel endotel. Cedera pada sel endotel mengakibatkan aktivasi endotel. Endotel yang teraktivasi akan mensekresi molekul adesi leukosit seperti vascular 15 Universitas Sumatera Utara
cell adhesion molecules (VCAM-1), intercellularadhesion molecules (ICAM-1) dan E selektin, yang memfasilitasi perlekatan leukosit pada endotel. Adanya perlekatan ini, leukosit atau mnonosit ini akan berdiapedesis diantara sel – sel endotel untuk masuk ke dalam tunika intima, migrasi ini memerlukan gradient kemoatraktan. Monosit ini selanjutnya
mengalami
diferensiasi
menjadi
makrofag
dan
mengekspresikan reseptor – reseptor scavenger yang mengikat partikel – partikel lipoprotein yang termodifikasi misalnya LDL teroksidasi. Proses ini menyebabkan terbentuknya foam cell (sel busa) yang menandai adanya lesi arterial atau fatty streak. Sel busa ini mensekresi beberapa sitokin inflamasi lokal pada lesi menyebabkan inflamasi dan kerusakan jaringan
2.6. CRP CRP adalah suatu protein fase akut yang terdapat dalam serum normal walaupun dalam jumlah yang sedikit. Dalam keadaan tertentu dengan reaksi radang atau kerusakan jaringan baik disebabkan oleh penyakit infeksi maupun yang bukan infeksi, kadar CRP dapat meningfkat sampai 100 kali. CRP pertama kali dideskripsikan oleh Tillet dan Francois di Institut Rockefeller pada tahun 1930.Mereka mengekstraksi protein dari serum pasien penderita Pneumonia pneumococcus.Dinamakan CRP karena mengikat C-polisakarida dari pneumococcus. Kemudian ditemukan bahwa protein muncul diplasma selama kondisi infeksi atau inflamasi.
16 Universitas Sumatera Utara
CRP merupakan anggota keluarga pentraxin protein, terdiri dari 5 protomers, 206 asam amino dengan Berat Molekul (BM) 23 kDa.Dengan ion Ca++ mengikat berbagai protein dan mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik. Dalam plasma individu normal, median konsentrasi CRP sekitar 1 mg/L. Pada individu dengan penyakit akut sitokin terutama IL1 merangsang hati untuk memproduksi CRP dan kadarnya dalam plasma meningkat 300 mg/L atau lebih.(19) CRP dalam plasma diproduksi oleh hati terutama dipengaruhi oleh IL6.CRP juga merupakan marker inflamasi yang diproduksi dan dilepas oleh hati dibawah rangsangan sitokin – sitokin seperti IL6, IL1, TNFα. Nilai CRP stabil untuk jangka waktu yang lama, bilamana terjadi stimulus yang akut dapat terjadi peningkatan hingga 1000 kali dari nilai normalnya.Kadarnya CRP juga meningkat pada penyakit jantung. Dalam kurun waktu yang relative singkat (6 – 8 jam) setelah terjadinya reaksi inflamasi, infeksi maupun kerusakan jaringan, kadar CRP meningkat tajam dan mempunyai waktu paruh 19 jam. Kadar CRP akan kembali ke kadar asalnya dalam 2 minggu setelah proses inflamasi, infeksi maupun kerusakan jaringan tersebut hilang. Oleh karena itu CRP sangat berguna untuk menegakkan diagnostik inflamasi maupun penyakit infeksi.
2.6.1. CRP dan aterosklerosis Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa CRP juga berperan langsung dalam proses patologis pada pembentukan lesi aterosklerosis. Mekanisme CRP dalam meningkatkan resiko aterosklerosis.
17 Universitas Sumatera Utara
- CRP menginduksi pergerakan molekul adhesi oleh sel – sel endotel seperti intracellular adhesion molecule-1(ICAM-1), vascular cell adhesion
molecule-1
(VCAM-1)
daan
E
selektin,
yang
merangsang peranan penting dalam migrasi monosit dan limfosit T
dalam
dinding
pembuluh
darah
dan
perkembangan
aterosklerosis. - CRP menstimulasi pelepasan ion superoksidase dan aktifitas tissuefaktor
tidak
hanya
invitro
tetapi
juga
invivo.
CRP
menginduksi PAI-1 dan aktifitasnya di dalam sel endotel manusia yang
merupakan
penanda
kegagalan
fibrinolisis
dan
aterosklerosis.CRP menginduksi apoptosis dalam sel –sel otot polos pembuluh darah koroner manusia, juga meningkatkan aterogenesis. - CRP juga meningkatkan kerentanan sel – sel endotel sehingga terjadi kerusakan sel – sel yang lisis. Ini adalah mekanisme yang dapat menyebabkan erosi plak atau reseptor dan menyebabkan terjadinya akut koroner sindrom yang terlibat dalam mekanisme perlawanan, bagian dari “innate defence”
CRP dan DM tipe 2. Inflamasi
mempunyai
peranan
penting
dalam
pathogenesis
diabetes.Hal inin ditunjukkan bahwa IL6 dan CRP sebagai penenda yang sensitive untuk inflamasi yang berhubungan dengan hiperglikemia,
18 Universitas Sumatera Utara
resistensi insulin dan DM tipe 2.DM tipe 2 merupakan penyakit system kekebalan tubuh bawaan. IL6 merupakan sitokin proinflamasi diproduksi oleh jaringan termasuk aktivasi leukosit, adiposit dan sel endotel.CRP adalah protein fase akut berasal dari IL6 melalui biosintesa hati.Pada binatang percobaan dilakukan penelitian metabolism glukosa, secara invivo diberikan human recombinant IL6 menyebabkan glukoneogenesis yang diikuti adanya hiperglikemia. Respon metabolik yang sama juga diamati pada manusia setelah pemberian recombinant IL6 subkutan. Penelitian cross sectional juga menyatakan peran inflamasi sebagai etiologi diabetes begitu juga dengan penelitian yang lain menunjukkan peningkatan kadar IL6 dan CRP pada sindrom resistensi insulin dan DM tipe 2.
2.7. High Sensitivity C-Reactive Protein. Gambaran utama dari inflamasi dan kerusakan jaringan adalah terjadinya peningkatan kadar protein phase akut, yang dihasilkan oleh hati, dan produksinya diatur oleh sitokin (IL1, IL6, dan TNF-α). Sitokin dihasilkan oleh makrofag yang teraktivasi dan sel endotel. Inflamasi atau peradangan adalah proses biologis yang terjadi sebagai respon terhadap stimulus yang timbul dari zat – zat (patogen sel yang rusak, toxin, iritasi) yang menimbulkan ancaman bagi kelangsungan hidup sel (organism secara keseluruhan). Ini melibatkan sistem kekebalan tubuh/immune sistem yang memproduksi leukosit untuk menghancurkan stimulus yang berbahaya dan sistem vaskular.
19 Universitas Sumatera Utara
Aterosklerosis disebabkan faktor – faktor kegagalan sistem kekebalan tubuh / immune system untuk melawan dan menghancurkan LDL, radikal bebas, infeksi, dan atau agent yang berbahaya lainnya yang dideteksi sebagai benda asing atau yang berhubungan dengan kondisi penyakit. Karena ketidakmampuan leukosit (monosit dan limfosit T) untuk menghancurkan molekul – molekul asing sehingga memicu respon imun menyebabkan inflamasi pada arteri.Sel – sel inflamasi menghasilkan radikal bebas, yang berperan dalam degradasi sel. Lesi aterosklerotik dapat asimtomatik selama bertahun – tahun dan menghilang dengan waktu atau kemajuan ke tahap penyakit dimana manifestasi klinis dapat diamati
sebagai
angina
pektoris
tidak
stabil
dan
infark
miokard.Aterosklerosis adalah penyakit kronik karena berlangsung selama bertahun – tahun dan bersifat kumulatif. Karena peran inflamasi pada aterosklerosis terjadi peningkatan kadar protein phase akut yaitu CRP. CRP merupakan marker inflamasi yang diproduksi dan dilepas oleh hati dibawah rangsangan sitokin – sitokin seperti IL6, IL1, TNFα. Pengukuran konsentrasi CRP untuk penilaian resiko PJK dapat diukur dengan HsCRP. Hs-CRP merupakan pemeriksaan yang dapat mengukur konsentrasi CRP yang sangat rendah sehingga bersifat lebih sensitif. Pemeriksaan ini dianjurkan untuk orang – orang yang memiliki riwayat penyakit jantung, dislipidemi, diabetes, hipertensi, obesitas. Menurut AHA nilai cut-off terhadap resiko penyakit CVD adalah:
20 Universitas Sumatera Utara
1. Nilai HsCRP < 1.0 mg/L
resiko rendah
2. Nilai HsCRP 1.0 – 3.0 mg/L resiko sedang 3. Nilai HsCRP > 3.0 mg/L
resiko tinggi
Di Negara Amerika, Eropa dan Asia telah menggunakan Cutpoints ini. American Heart Association (AHA) merekomendasikan penggunaan marker inflamasi termasuk hs-CRP sebagai screening untuk resiko kardiovaskular. Pengukuran hs-CRP harus dilakukan pada penderita dengan kondisi metabolik yang stabil tanpa adanya faktor inflamasi atau infeksi yang jelas. Hasil pengukuran hs-CRP dinyatakan dengan satuan mg/L. Jika pemeriksaan menunjukkan hasil > 10 mg/L harus dicari adanya infeksi atau sumber inflamasi yang dapat mengaburkan prediksi terjadinya penyakit jantung koroner. Shilpa dkk melakukan penelitian pada penderita DM tipe 2 dengan profil lipid yang normal menurut kriteria NCEP ATP III (total kolesterol <200mg%, LDL<100mg%, HDL > 60mg% dan trigliserida <150mg%). Sampel dikelompokkan atas 3 kelompok berdasarkan tingkat resiko terjadinya CVD, menurut kriteria American Heart Association (AHA) yaitu kelompok low risk dengan hs-CRP<1mg/L, kelompok moderate risk dengan hs-CRP 1-3mg/L, kelompok high risk dengan hs-CRP>3mg/L. Didapatinya bahwa pada DM tipe 2 dimana profil lipid normal ternyata jumlah kasus dengan low risk sebanyak 7 kasus, moderate risk sebanyak 32 kasus, high risk sebanyak 21 kasus.Didapatinya juga, bahwa dibanding dengan kelompok kontrol yang merupakan orang sehat dengan umur dan
21 Universitas Sumatera Utara
jenis kelamin yang sesuai, ternyata secara total kadar hs-CRP meningkat secara bermakna (p<0,001) pada DM tipe 2 tanpa dislipidemia (4,8±0,2) dibanding dengan orang sehat (0,9±0,1).(9) Menurut penelitian Palvasha dkk di Rawalpindi meneliti kadarhsCRP pada penderita DM dibandingkan dengan orang sehat. Didapatinya bahwa kadar hs-CRP berbeda bermakna (p<0,001) antara penderita DM (5,09±0,16mg/L) dibandingkan kontrol orang sehat (1, 0±0,26mg/L).(10) Rajarajeswari D dkk di Nellore melakukan penelitian hs-CRP pada penderita baru DM tipe 2 dibandingkan dengan orang sehat dimana umur dan jenis kelamin yang sesuai. Didapatinya bahwa kadar hs-CRP berbeda bermakna
(p<0,0001)
antara
penderita
DM
tipe
2
(1,68±0,852)
dibandingkan kontrol orang sehat (0,14±0,068)..(11) Pemeriksaan hs-CRP Pemeriksaan immunoturbidimetri.
hs-CRP
dilakukan
Pemeriksaan
CRP
dan
dengan hs-CRP
prinsip merupakan
pemeriksaan yang bertujuan sama yaitu menentukan konsentrasi CRP pada tubuh. Perbedaannya terletak pada sensitivitasnya dimana hs-CRP dapat mengukur CRP yang jauh lebih rendah yaitu 0,1 mg/L. Konsentrasi dari CRP ditentukan secara kuantitatif dimana dapat mengukur kadar sampai < 0,1 – 0,2 mg/L sehingga disebut high sensitivity CReactiveProtein(20).. Metode berdasarkan reaksi antara antigen (Ag) antibody (Ab) dalam larutan buffer dan diikuti dengan pengukuran intensitas sinar dari suatu cahaya yang diteruskan melalui proses imuno presipitasi yang terbentuk dalam fase cair.
22 Universitas Sumatera Utara
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan hsCRP: 1. lupus erythematosus 2. merokok 3. infeksi akut atau penyakit inflamasi kronik (infeksi saluran pernafasan atas dan bawah) 4. infeksi akut gastrointestinal 5. infeksi saluran kemih 6. .osteoarthritis 7. rheumatoid arthritis. 8. gout 9. asma bronchial. 10. gangguan fungsi hati. Keadaan – keadaan diatas adalah proses infeksi dan inflamasi yang dapat merangsang respon fase akut. Adanya infeksi dan inflamasi akan membuat sitokin terutama IL1,IL6 dan TNFα merangsang hati untuk memproduksi CRP
23 Universitas Sumatera Utara
2.8. Kerangka konsep
DM Type 2
DM Type 2 + Dislipidemia
Dislipidemia
gangguan metabolisme lipoproteinpe VLDL (trigliserida),pe↘ HDL,terbentuknya small dense LDLproses oksidasi,glikosilasi,glikoksidasistr es oksidatifROSaterosklerosis
pe↗ KGDproses glikasi proteinAGEsinteraksi AGEs dan RAGEme↗ NfkBsitok in me↗ aterosklerosis
hs-CRP hs-CRP
hs-CRP
24 Universitas Sumatera Utara
2.9. Batasan operasional. 2.9.1. Ketentuan dan kriteria : Ketentuan dan kriteria dislipidemi dalam penelitian ini adalah berdasarkan kriteria NCEP ATP III. Dianggap dislipidemi jika didapati salah satu dari parameter dibawah ini. 1.Total kolesterol kolesterol >199 mg/.dL 2.Trigliserida>149 mg/dL 3.LDL>129 mg/dL. 4.HDL<40mg/dL. 2.9.2Kriteria diagnostik diabetes: Diagnosa DM tipe 2 dalam penelitian ini menggunakan kriteria ADA yaitu diagnosa DM tipe 2 ditegakkan jika :HbA1c > 6,5. 2.9.3. Kriteria CVD dalam penelitian ini adalah menurut American Heart Association (AHA): 1. Nilai hs-CRP < 1.0 mg/L resiko rendah 2.Nilai hs-CRP 1.0 – 3.0 mg/L resiko sedang 3.Nilai hs-CRP >3.0 mg/L resiko tinggi.
25 Universitas Sumatera Utara