BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Diabetes Mellitus Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik
dimana penderita diabetes tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin secara efektif sehingga terjadilah kelebihan gula di dalam darah dan baru dirasakan setelah terjadi komplikasi lanjut pada organ tubuh (Misnadiarly, 2006). Diabetes mellitus sering disebut dengan the great imitator, yaitu penyakit yang dapat menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai komplikasi. Penyakit ini timbul secara perlahan-lahan, sehingga seserang tidak menyadari adanya berbagai perubahan dalam dirinya (Maulana, 2008). Tiga hal klasik mengenai gelaja diabetes mellitus adalah poliuri, polidipsi, dan polifagi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 md/dL, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Oleh karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita akan mengalami urinasi yang sering (poliuri) dan penderita merasa haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi). Akibat dari menurunnya kemampuan insulin mengelola kadar gula dalam darah maka sering terjadi keadaan dimana walaupun kadar gula darah tubuh dalam keadaan normal namun
5
tubuh merespon lain sehingga penderita dipaksa untuk makan untuk mencukupi kadar gula darah yang bisa direspon oleh insulin (polifagi). Diabetes sendiri terdiri dari dua jenis yang masing-masing dapat diobati dengan cara tersendiri, yaitu: a.
Diabetes mellitus yang tergantung pada insulin (Diabetes Tipe I) Diabetes mellitus tipe I dicirikan dengan hilangnya sel
pada pulau-pulau
Langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa. Saat ini, diabetes tipe I hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin dan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah.
b. Diabetes mellitus yang tidak tergantung pada insulin (Diabetes Tipe II) Diabetes tipe II ini disebabkan oleh kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin. Pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari normal. Dengan pola hidup sehat, yaitu mengonsumsi makanan bergizi seimbang dan olahraga teratur biasanya penderita berangsur pulih. Penderita juga harus dapat mempertahankan berat badan yang normal. Namun, bagi penderita stadium terakhir, kemungkinan akan diberikan suntikan insulin. Perbedaan dari kedua tipe diabetes mellitus ini diperlihatkan pada tabel 2.1.
6
Tabel 2.1. Perbedaan Diabetes Mellitus Tipe I dan Diabetes Mellitus Tipe II Diabetes Mellitus tipe I Diabetes Mellitus tipe II Penderita menghasilkan sedikit insulin
Pakreas tetap menghasilkan insulin,
atau sama sekali tidak menghasilkan
kadang kadarnya lebih tinggi dari
insulin.
normal. Terapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadinya kekurangan insulin relatif.
Umumnya terjadi sebelum usia 30
Bisa terjadi pada anak-anak dan
tahun, yaitu anak-anak dan remaja.
dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun.
Para ilmuwan percaya bahwa faktor
Faktor risiko untuk diabetes tipe II
lingkungan (berupa infeksi virus atau
adalah obesitas dimana sekitar 80-90%
faktor gizi pada masa kanak-kanak atau
penderita mengalami obesitas.
dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal ini, diperlukan kecenderungan genetik. 90% sel penghasil insulin (sel )
Diabetes mellitus tipe II juga cenderung
mengalami kerusakan permanen.
diturunkan secara genetik dalam
Terjadinya kekurangan insulin yang
keluarga.
berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur. Sumber : Maulana, 2008
7
2.2.
Pengobatan Diabetes Mellitus Tujuan utama pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan kadar
gula darah dalam kisaran yang normal, maka kemungkinan terjadinya komplikasi sementara atau jangka panjang semakin berkurang. Pengobatan diabetes mellitus meliputi : a.
Pengobatan Non-Farmakologi Pengobatan non farmakologi ini dapat dilakukan dengan beberapa cara
seperti pengaturan pola makan yang diperlukan bagi semua penderita diabetes mellitus terutama pembatasan lemak total dan lemak jenuh untuk mencapai normalisasi kadar glukosa dan lipid darah. Bila terdapat resistensi insulin, gerak badan secara teratur (jalan kaki, bersepeda, olah raga) dapat menguranginya. Hasilnya insulin dapat dipergunakan secara lebih baik oleh sel tubuh dan dosis pada pada umumnya dapat diturunkan.
b.
Pengobatan Farmakologi Bila pengobatan non farmakologi tidak atau kurang efektif untuk
menormalkan glukosa darah, perlu digunakan Obat Hipoglikemik Oral (OHO) diantaranya golongan sulfonilurea, biguanida, thiazolidindion, dan glukosidase inhibitor. Obat-obatan yang termasuk dalam jenis sulfonilurea diperlihatkan pada tabel 2.2.
8
Tabel 2.2. Jenis Sulfonilurea Sub Golongan Jenis Sulfonamida Jenis Tolbutamid
Nama Dagang Karbutamid (invenol®, Nasan®) Tolbuta (Artosin®, Rastinon®)
Klorpropamid (Diabetoral®) Jenis Glibenklamid Glibenklamid (Euglucon®)
Rumus H2N
SO 2
NH C
NH C 4 H 9
O
H3C
SO2
NH C NH C4H9 O
Cl
SO2
NH C
NH C3H7
O Cl O C
NH
CH2 CH2
SO2 NH C
NH
O OCH3
Glisoksepid (Prodiaban®)
H3C O O N
C
NH
CH2 CH2
SO2 NH C NH N O
Sumber : Hingkua, 2004
Pengobatan dengan Obat Hipoglikemik Oral (OHO) sering kali menimbulkan efek samping bagi penderita seperti ketergantungan terhadap obat hipoglikemik yang disertai dengan peningkatan dosis apabila tidak dapat mengontrol kadar gula darah dengan baik, mual, diare, sakit perut, sakit kepala, dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk menanggulangi hal tersebut dicarikan pengobatan cara lain dengan memanfaat tumbuh-tumbuhan yang dapat mengobati diabetes mellitus salah satunya Momordica charantia. Pada penelitian ini, akan diketahui pada fraksi apakah buah Momordica charantia tersebut memberikan hasil yang signifikan dalam menurunkan kadar gula darah.
9
2.3
Tumbuhan Paria Tumbuhan paria dikenal oleh semua orang karena buahnya yang pahit dan
dapat ditemukan di pasar-pasar setiap saat tanpa mengenal musim. Kedudukan tumbuhan paria dalam urutan taksonomi diperlihatkan dalam tabel 2.3. Tabel 2.3. Urutan Taksonomi Tumbuhan Paria Kingdom
Plantae
Divisi
Magnoliophyta
Kelas
Magnoliopsida
Ordo
Cucurbitales
Famili
Cucurbitaceae
Genus
Momordica
Spesies
Momordica charantia
Sumber : www.en.wikipedia.org/wiki/bittermellon/
Genus Momordica terdiri dari 45 spesies dan tersebar di wilayah tropika. Sebagian besar spesiesnya terdapat di benua Afrika yang berudara panas, sedangkan di Asia hanya terdapat sekitar 5-7 spesies, tiga diantaranya terdapat di Malaysia. M. charantia mungkin pertama kali dibudidayakan di bagian timur India dan selatan Cina. Pada saat ini, M. charantia tersebar di berbagai wilayah tropika baik sebagai tumbuhan yang dibudidayakan maupun tumbuh secara liar. (Achmad, 2007). M. charantia adalah tumbuhan herba berumur kurang lebih satu tahun yang tumbuh menjalar dan merambat. Tumbuhan yang merupakan sayuran buah ini mempunyai daun yang berbentuk menjari dengan bunga yang berwarna
10
kuning. Permukaan buahnya berbintil-bintil dan rasa buahnya pahit. M. charantia sangat mudah dibudidayakan dan tumbuhnya tidak tergantung pada musim. Persyaratan tumbuh dari M. charantia dalam budidaya, yaitu : a.
Membutuhkan drainase tanah yang cukup baik
b.
Memerlukan tanah yang gembur dan banyak mengandung bahan organik
c.
Memerlukan PH antara 5 - 6
d.
Ketinggian antara 1 meter hingga 1500 meter dpl.
Dari beberapa analisa bahan gizi yang ada dalam M. charantia didapat kandungan gizi seperti yang tercantum dalam tabel 2.4. Tabel 2.4. Kandungan gizi tiap 100 gram daun dan buah M. charantia Zat gizi
Buah M. charantia
Daun M. charantia
Air
91,2 gram
80 gram
Kalori
29 gram
44 gram
Protein
1,1 gram
5,6 gram
Lemak
1,1 gram
0,4 gram
Karbohidrat
0,5 gram
12 gram
Kalsium
45 mg
264 mg
Zat besi
1,4 mg
5 gram
Fosfor
64 mg
666 mg
Vitamin A
18 SI
5,1 mg
Vitamin B
0,08 mg
0,05 mg
Vitamin C
52 mg
170 mg
Folasin
-
88 mg
Sumber : Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian
11
Mengenai gambar dari bunga, daun, dan buah dari tumbuhan M. charantia diperlihatkan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1. Bunga, Daun, dan Buah Tumbuhan Paria (Momordica charantia) Sumber : http://www.tropilab.com/momordica-cha.html
Beberapa jenis tumbuhan paria (M. charantia) yang ada dan sering dibudidayakan antara lain : a.
Paria Gajih Paria ini paling banyak dibudidayakan dan paling disukai. Paria seperti
ysng diperlihatkan pada gambar 2.2 ini biasa disebut paria putih atau paria mentega. Bentuk buahnya panjang dengan ukuran 30-50 cm diameter 3-7 cm, berat rata-rata antara 200-500 gram/buah. Paria ini berasal dari India dan Afrika.
Gambar 2.2. Paria Gajih
12
Sumber : Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian
b.
Paria Hijau Paria hijau berbentuk lonjong, kecil dan berwarna hijau dengan bintil-
bintil agak halus. Paria ini banyak sekali macamnya, diantaranya paria ayam, paria kodok, paria alas atau paria ginggae. Dari berbagai jenis tersebut paling banyak ditanam adalah paria ayam. Buah paria ayam mempunyai panjang 15 - 20 cm. Sedangkan paria ginggae buahnya kecil hanya sekitar 5 cm. Rasanya pahit dan daging buahnya tipis. Paria hijau ini mudah sekali pemeliharaannya, tanpa lanjaran atau para-para tumbuhan paria hijau ini dapat tumbuh dengan baik.
c.
Paria Import Jenis paria ini berasal dari Taiwan. Benih Paria ini merupakan hibrida
yang final stock sehingga jika ditanam tidak dapat menghasilkan bibit baru. Jika dipaksakan juga akan menghasilkan produksi yang jelek dan menyimpang dari asalnya. Di Indonesia terdapat tiga varietas yang telah beredar yaitu Known-you green, Known-you no. 2, dan Moonshine. Perbedaan ketiga jenis paria import ini adalah mengenai permukaan kulit kecepatan tumbuh, kekuatan penampilan, bentuk buah, ukuran buah.
d.
Paria Belut Paria jenis ini memang kurang populer. Bentuknya yang memanjang
seperti belut panjangnya antara 30 -110 cm dan berdiameter 4-8 cm. Paria belut seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.3 ini tidak termasuk Momordica sp, 13
melainkan tergolong jenis Trichosanthus anguina L. Meskipun demikian orang lebih terbiasa memasukkan paria belut ini masuk kedalam jenis paria.
Gambar 2.3. Paria Belut Sumber : Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian
2.3.1. Kajian Farmakologi Tumbuhan M. charantia telah digunakan dalam pengobatan tradisional di banyak negara untuk berbagai penyakit seperti antidiabetes, antimalaria, sakit saluran pencernaan, ginjal, dan sebagainya. Oleh karena itu, selama beberapa dekade terakhir banyak penyelidikan farmakologi telah dilakukan terhadap tumbuhan ini. Kajian antidiabetes terhadap buah ini telah banyak dilakukan (Grover, 2004), dan telah memperlihatkan aktivitas hipoglikemia pada hewan normal (Sarkar et al.,1996); aktivitas antihiperglikemia pada hewan diabetes yang diinduksi aloksan (Singh et al., 1989; Kar et al., 2003); atau hewan diabetes yang diinduksi streptozotosin (Ahmed et al., 2001; Grover et al., 2002), dan hewan diabetes
secara
genetik
(Miura
et
al.,
2001).
Momordica
charantia
memperlihatkan adanya peningkatan jumlah dari sel-sel beta (Ahmed et al., 1998). 14
Pada penelitian yang lain, Momordica charantia juga memperlihatkan suatu aktivitas seperti insulin atau merangsang pankreas dalam mengeluarkan insulin (Higashino et al., 1992). Selain itu, ekstrak etanol dari buah ini juga telah terbukti mampu menurunkan kadar gula darah setingkat dengan efek glibenklamid pada percobaan menggunakan hewan mencit (Virdi et al. 2003). Dalam percobaan klinik, ekstrak buah M. charantia yang menggunakan pelarut air dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah pada diabetes mellitus tipe II (Grover, 2004). Evaluasi dari efek antidiabetik dari buah Momordica cymbalaria, yang merupakan tumbuhan satu genus, terhadap tikus yang diinduksi aloksan telah dilakukan. Hasil dari penelitian ini adalah adanya antihiperglikemik yang signifikan dengan metode oral dari ekstrak air seperti hasil yang ditunjukkan pada efek antihiperglikemia dengan induksi aloksan (Rao, 2003). Ekstrak daun M. charantia juga memperlihatkan aktivitas antibakteri dengan spektrum yang luas. Aktivitas antibakteri ekstrak daun M. charantia diperlihatkan
terhadap
Ascherchia
coli,
Salmonella
paratyphi,
Shigella
dysenterae, dan Streptomyces griseus (Grover, 2004). Pemanis alami (glikosida cucurbitane) yang diisolasi dari buah M. grosvenori memiliki aktivitas antikarsinogenik dengan memperlihatkan efek inhibitor pada virus Epstein-Barr yang diinduksi promoter tumor kulit, 12-O-Tetradecanoylphorbol-13-asetat yang merupakan menyebab tumor (Takasaki, 2003). Buah dari M. charantia dapat memberikan efek menurunkan kadar trigliserida dalam hati secara signifikan dalam fraksi metanol pada tikus (Gamarallage, 2004). Dilaporkan pula bahwa, dari berbagai penyelidikan ternyata ekstrak M. charantia memperlihatkan
15
aktivitas antikanker
terhadap leukimia limfoid, melanoma, kanker payudara,
tumor kulit, kanker prostat, dan lain-lain (Grover, 2004) 2.3.2. Kajian Fitokimia Selain kajian farmakologi, tumbuhan ini juga telah secara intensif dikaji aspek fitokimianya. Berdasarkan kajian pustaka yang telah dilakukan, sekurangkurangnya terdapat 50 senyawa metabolit sekunder dari golongan triterpena aglikon dan triterpena glikosida (Buckingham, 2006). Beberapa senyawa tersebut seperti diperlihatkan pada gambar 2.4 diantaranya adalah 3 , 7 , 23trihidroksicucurbita-5,24-dien-19-al (1); 3 , 7 , 25-trihidroksicucurbita-5,23-dien19-al (2); 3 ,7 -dihidroksi-25-metoksi cucurbita-5,23-dien-19-al (3); 5 ,19epoksi-25-metoksi cucurbita-6,23-dien-3 ,19-diol (4); 5 ,19-epoksi cucurbita6,23-dien-3 ,19,25-triol (5); 5 ,19-epoksi-19-metoksi cucurbita-6,23-dien-3 ,25diol (6); 5 ,19-epoksi-19,25-dimetoksi cucurbita-6,23-dien-3 -ol (7); dan 5 ,19epoksi-25-metoksi cucurbita-6,23-dien-3 –ol (8)
seperti pada gambar 2.4
(Mulholland, 1996).
16
OR OHC
OH
OHC
H
H
HO
HO
OH
OH 2 3
1
R=H R = CH3
OCH3
OR
R'O
H
H O
O HO
HO
4 5 6 7
R CH3 H H CH3
R' H H CH3 CH3
8
Gambar 2.4. Beberapa senyawa metabolit sekunder dari golongan triterpena aglikon dan triterpena glikosida
Salah satu ciri kimia tumbuhan Momordica charantia ialah dihasilkannya berbagai glikosida triterpen jenis kukurbitan, yang ditemukan antara lain pada buah tanaman ini. Dari fraksi n-butanol ekstrak metanol buah segar Momordica charantia ditemukan sejumlah glikosida triterpen jenis kukurbitan, yang diberi nama berturut-turut goyaglikosida-a (9), goyaglikosida-b (10), goyaglikosida-c (11), goyaglikosida-d (12) (Murakami,2001).
17
H3C
CH3
CH3
OCH3
H3C
OH
H
2 OH
H
H 3C
CH
O
H3 C
OO OH
CH3
OCH 3
CH3
H
HO OH
(9)
H3C OH O
O
CH 2OH
CH3
CH3
CH3
OO H3 C
CH3
HO
(10)
OH OH
H3C
H
H3C OCH3 O
O
CH 2OH
CH3
CH3
OCH 3
CH3
OO H3C
CH3
H3C
OH HO OH
OCH3
(11) H
H3C OCH 3 O
O
CH2OH
CH3
CH3
CH3
OO H3C
CH3
HO OH OH
(12)
Gambar 2.5. Glikosida Triterpen Jenis Kukurbitan
18
Kandungan senyawa kimia lainnya di dalam M. charantia berdasarkan penelitian (Begum, 1996), seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.6 diantaranya yaitu momordicin (C31H50O3) (13), momordicinin (C30H46O2) (14), momordicilin (C36H60O3) (15), momordenol (C29H46O2) (16), dan momordol (C26H48O5) (17).
OH
O CH2OCH3
O
O (13)
(14)
O
O
OH
H CH2 O C C CH CH2 CH3
HO
CH3
(16)
(15)
O
H OH
HO
OH
CH2OH (17)
Gambar 2.6. Struktur Senyawa-Senyawa Kimia Dalam M. charantia
19
2.4.
Ekstraksi Metode ekstraksi yang digunakan dalam mengisolasi suatu senyawa dari
bahan alam tergantung pada tekstur, kandungan senyawa, dan sifat senyawa yang ingin diisolasi dalam bahan. Untuk mengisolasi suatu senyawa organik dari bahan alam, diperlukan informasi mengenai sifat-sifat kelompok senyawa yang akan diisolasi. Terdapat dua jenis metode ekstraksi, yaitu ekstraksi cair-padat dan ekstraksi cair-cair. Sedangkan dalam melakukan ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : 2.4.1. Maserasi Teknik ini biasanya digunakan jika kandungan senyawa organik yang ada dalam bahan cukup tinggi dan telah diketahui jenis pelarut yang dapat melarutkan senyawa yang akan diisolasi. Pelarut yang digunakan sebaiknya tidak mudah menguap dan dengan menggunakan metode ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Teknik maserasi hampir sama dengan metode perendaman, pelarut yang digunakan biasanya merupakan pelarut yang dapat melarutkan hampir semua senyawa yang terdapat dalam bahan. 2.4.2. Perkolasi Teknik ini dilakukan dengan cara melewatkan pelarut tetes demi tetes pada bahan yang akan diekstrak sehingga diperlukan pelarut yang lebih banyak. Pelarut yang digunakan tidak mudah menguap dan dapat melerutkan senyawa kimia yang akan diisolasi dengan baik.
20
2.4.3. Soksletasi Teknik ekstrasi ini dilakukan dengan menggunakan alat sokslet (soxhlet extractor) dan merupakan metode ekstraksi panas. Penggunaan alat ini dapat mengekstrak secara kontinu sehingga dapat menghemat pelarut yang digunakan dan dapat melarutkan senyawa yang lebih banyak. Cara kerja alat ini yaitu dengan menggunakan pelarut, lalu uap pelarut yang naik ke bagian atas sokslet yang akan didinginkan oleh pendingin sehingga pelarut akan mengembun kembali dan mengalir ke bawah membasahi bahan. Setelah pelarut mencapai ketinggian tertentu, maka pelarut yang telah mengandung zat terlarut (senyawa-senyawa kimia dari bahan) akan turun kembali ke labu awal. Proses ini berlangsung secara terus-menerus sehingga bahan akan terendam secara kontinu. 2.4.4. Fraksinasi Fraksinasi bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa kimia dalam campuran senyawa dengan menggunakan beberapa metode pemisahan. Fraksinasi dilakukan dengan bertahap. Fraksinasi dapat dilakukan dengan memperhatikan kepolaran pelarut yang digunakan dengan metode cair-cair (merupakan cara sangat sederhana dan umum dilakukan).
2.5.
Uji Aktivitas Antidiabetes Keadaan diabetes dapat diinduksi pada hewan percobaan dengan cara
pankreatomi dan juga secara kimia. Zat-zat kimia yang dapat digunakan sebagai induktor (diabetogen) seperti aloksan, streptozosin, glukagon, diaksosida, larutan glukosa dan sebagainya pada umumnya diberikan secara parenteral. Zat-zat 21
tersebut mampu menginduksi diabetes secara pemanen ataupun sementara dimana terjadi gejala hiperglikemia. Uji efek antidiabetes dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu : a.
Metode Uji Toleransi Glukosa Pada prinsipnya metode ini dilakukan pada hewan percobaan yang telah
dipuasakan selama kurang lebih 20-24 jam, diberikan larutan glukosa secara oral setengah jam sesudah pemberian sediaan obat yang diuji. Pada awal percobaan, sebelum pemberian obat dilakukan pengambilan cuplikan darah. Pengambilan cuplikan darah diulangi setelah perlakuan pada waktu-waktu tertentu.
b. Metode Uji Induksi Aloksan Pada prinsipnya metode ini dilakukan pada mencit yang diberi suntikan aloksan monohidrat dengan dosis 70 mg/Kg berat badan. Penyuntikan dilakukan secara intravena pada ekor mencit. Perkembangan hiperglikemia diperiksa setiap hari. Pemberian obat antidiabetika secara oral yang dapat menurunkan kadar glukosa darah dibandingkan terhadap mencit pada kontrol positif. Penurunan kadar glukosa darah pada kelompok uji diketahui dengan membandingkan hasil yang diperoleh dengan hasil dari kelompok kontrol positif. Semua data yang diperoleh dimuat dalam tabel dan dievaluasi secara statistik dengan menghitung standar deviasinya dan dengan menggunakan ANAVA untuk mengetahui yang berbeda makna.
22
2.6. Karakterisasi Senyawa dalam Fraksi Karakterisasi senyawa dalam fraksi dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantranya uji fitokimia, analisis dengan menggunakan spektrometri IR (Infra Red), analisis menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography). a.
Uji Fitokimia Uji fitokimia dilakukan untuk menentuan golongan senyawa pada suatu
sampel dengan metode pereaksi warna. Dalam metode ini dapat diketahui secara kualitatif golongan senyawa yang terdapat pada masing-masing ekstrak. Senyawa yang diperiksa adalah senyawa golongan alkaloid, flavonoid, kuinon, tanin, steroid dan terpenoid.
b.
Spektrometri IR (Infra Red) Fungsi utama dari spektrometri IR adalah untuk mengenal struktur
molekul khususnya gugus fungsional beserta lingkungannya. Prinsip kerja dari spektrometri IR adalah interaksi antara sinar IR dengan materi dimana suatu molekul akan bervibrasi apabila sinar pada panjang gelombang IR terserap. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, kegunaan spektrometri IR adalah untuk mengenal struktur suatu senyawa organik, terutama gugus fungsional seperti OH, C=O, C=C dan lain-lain. Atau lebih tepatnya dengan melihat spektrum IR suatu senyawa, kita dapat melihat adanya potongan-potongan molekul dalam suatu molekul. Untuk melihat struktur sampel secara keseluruhan dapat dilakukan dengan membandingkan spektrum sampel dengan spektrum standar.
23
c.
HPLC (High Performance Liquid Chromatography) Prinsip dasar dari HPLC adalah perbedaan distribusi molekul – molekul
komponen diantara dua fasa (fasa gerak dan fasa diam) yang kepolarannya berbeda. HPLC menggunakan cairan sebagai fasa gerak. Fasa gerak selain berfungsi sebagai pembawa komponen-komponen campuran menuju detektor, juga dapat berinteraksi dengan solut-solut. Oleh karena itu, fasa gerak dalam HPLC merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan proses pemisahan Sistem kerja dari HPLC, dimana bila eluen bersifat polar, maka sampel yang memiliki sifat kepolaran sama seperti eluen akan terelusi terlebih dahulu sedangkan bila eluen bersifat non polar, maka sampel yang memiliki sifat kepolaran sama seperti eluen akan terelusi terlebih dahulu yang kemudian terdeteksi oleh detektor.
24