BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Vektor Penular Penyakit Interaksi manusia dengan lingkungan telah menyebabkan kontak antara
mikroorganisme dengan manusia. Sering terjadi, mikroorganisme yang tinggal di tubuh inang kemudian berpindah ke manusia karena manusia tidak mampu menjaga kebersihan lingkungannya (Anies, 2006). Perpindahan mikroorganisme (agent) suatu penyakit dari lingkungan ke manusia dapat diperantarai oleh vektor. Vektor merupakan arthropoda yang dapat memindahkan/menularkan suatu infeksius agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan (host). Semua vektor termasuk dalam filum arthropoda, namun tidak semua arthropoda berperan sebagai vektor. Arthropoda yang termasuk kedalam vektor antara lain nyamuk, lalat, kecoa, pinjal dan lain sebagainya (Slamet, 2011). Selain vektor, terdapat juga penular penyakit yang disebut dengan vehicle. Perbedaan antara vehicle dengan vektor yaitu vehicle merupakan benda mati seperti air, tanah, udara yang dapat menularkan penyakit sedangkan vektor merupakan makhluk hidup. Beberapa cirri morfologi vektor arthropoda yang penting yaitu seluruh tubuhnya beruas-ruas yang berhubungan dengan sendi-sendi membentuk bagian kaki, perut, dada dan kepala. Seluruh tubuhnya juga dilindungi oleh selaput keras yang disebut dengan kitin (Komariah, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.1.1
Sistem Vektor Penyakit Arthropoda sebagai vektor yang mampu menularkan penyakit dapat
berperan sebagai vektor penular dan sebagai intermediate host (Slamet, 2011). 2.1.1.1 Arthropoda Sebagai Vektor Penular Arthropoda sebagai penular berarti arthropoda sebagai media yang membawa agent penyakit dan menularkannya kepada inang (host). Vektor dikategorikan atas 2 yaitu : a. Vektor Mekanik Vektor mekanik merupakan vektor yang membawa agent penyakit dan menularkannya kepada inang melalui kaki-kakinya ataupun seluruh bagian luar tubuhnya dimana agent penyakitnya tidak mengalami perubahan bentuk maupun jumlah dalam tubuh vektor. Arthropoda yang termasuk ke dalam vektor mekanik antara lain kecoa dan lalat. b. Vektor Biologi Vektor biologi merupakan vektor yang membawa agent penyakit dimana agent penyakitnya mengalami perubahan bentuk dan jumlah dalam tubuh vektor. Vektor Biologi terbagi atas 3 berdasarkan perubahan agent dalam tubuh vektor, yaitu : -
Cyclo Propagative Cyclo propagative yaitu dimana infeksius agent mengalami perubahan bentuk dan pertambahan jumlah dalam tubuh vektor maupun dalam tubuh host. Misalnya, plasmodium dalam tubuh nyamuk anopheles betina.
-
Cyclo Development
Universitas Sumatera Utara
Cyclo development yaitu dimana infeksius agent mengalami perubahan bentuk namun tidak terjadi pertambahan jumlah dalam tubuh vektor maupun dalam tubuh host. Misalnya, microfilaria dalam tubuh manusia. -
Propagative Propagative yaitu dimana infeksius agent tidak mengalami perubahan bentuk namun terjadi pertambahan jumlah dalam tubuh vektor maupun dalam tubuh host. Misalnya, Pasteurella pestis dalam tubuh xenopsila cheopis.
2.1.1.2 Arthropoda Sebagai Intemediate Host Arthropoda sebagai intermediate host artinya arthropoda berperan hanya sebagai tuan rumah ataupun tempat perantara agent infeksius tanpa memindahkan ataupun menularkan agent infeksius tersebut ke tubuh inang (host). 2.1.2
Pengendalian Vektor Vektor merupakan makhluk hidup yang perlu untuk dikendalikan. Dalam
Permenkes RI no 374/MENKES/PER/III/2010 mengenai pengendalian vektor terdapat 3 metode pengendalian vektor yaitu: -
Pengendalian secara fisik dan mekanik Metode pengendalian fisik dan mekanik adalah upaya-upaya untuk mencegah, mengurangi, menghilangkan habitat perkembangbiakan dan populasi vektor secara fisik dan mekanik. Contohnya: modifikasi dan manipulasi lingkungan tempat perindukan (3M, pembersihan lumut, penanaman bakau, pengeringan, pengalihan/ drainase, dll), pemasangan kelambu, memakai baju lengan panjang,
Universitas Sumatera Utara
penggunaan hewan sebagai umpan nyamuk (cattle barrier), pemasangan kawat. -
Pengendalian secara biologi Pengendalian secara biologi yitu pemanfaatan predator yang menjadi musuh vektor dan bioteknologi sebagai alat untuk mengendalikan vektor. Misalnya, predator pemakan jentik (ikan, mina padi,dan lain sebagainya), pemanfaatan bakteri, virus, fungi, manipulasi gen
( penggunaan vektor jantan mandul dan lain
sebagainya) -
Pengendalian secara kimia Pengendalian secara kimia merupakan pengendalian vektor dengan menggunakan pestisida kimia. Misalnya, penggunaan kelambu berinsektisida, larvasida dan lain sebagainya
2.2
Gambaran Umum Mengenai Kecoa Kecoa adalah salah satu vektor mekanik dan merupakan serangga tertua
dari beberapa serangga tertua di dunia. Hal tersebut dibuktikan melalui penemuan fosil kecoa yang diperkirakan berasal dari 200 juta tahun yang lalu. Kemampuan kecoa untuk bertahan dalam berbagai lingkungan dari waktu ke waktu menunjukkan bahwa kecoa merupakan serangga yang mampu beradaptasi dengan cepat terhadap tempat tinggal dan kondisi kehidupannya
(Ramsay dan
Thomasson, 2009). Kecoa banyak ditemukan di dalam rumah ataupun bangunan-bangunan di negara tropis termasuk di Asia Tenggara. Pada umumnya kecoa memiliki kemiripan bentuk satu dengan yang lainnya, hanya ukuranyalah yang
Universitas Sumatera Utara
membedakan satu dengan yang lainnya. Kecoa menyukai tempat-tempat sempit dimana tubuhnya dapat menyentuh permukaan atas dan bawah tempat tersebut. Setelah masuk ke dalam gedung, kecoa dapat ditemukan sembunyi di celah-celah, dan mudah bergerak di antara lantai, kamar, dinding berongga, lubang akses listrik, pipa, dan saluran air. Dalam ruang makan, biasanya kecoa dapat ditemukan di bawah rak piring, meja, dan pada tempat-tempat terkumpulnya sisa-sisa makanan, seperti di bagian bawah dan belakang kulkas, kompor serta peralatanperalatan lain (Rozendaal, 1997). Kecoa sangat tertarik terhadap makanan dan air. Meskipun, mereka dapat bertahan dalam waktu yang lama tanpa makanan, tapi mereka tetap membutuhkan air untuk dapat tetap bertahan hidup. Kecoa yang baru menetas akan mati dalam tiga hari tanpa air, sedangkan kecoa dewasa dapat bertahan hingga 20-30 hari tanpa air meskipun selama waktu tersebut mereka tidak dapat bereproduksi. Oleh karena ketahanan kecoa hidup tanpa makanan, maka kecoa tidak akan menyerah dan keluar dari gedung dikarenakan kelaparan, namun sanitasi yang baik dan lingkungan yang bersih akan mencegah populasi kecoa meningkat (Rozendaal, 1997). 2.3
Kecoa rumah (Periplaneta americana)
2.3.1
Klasifikasi
Menurut Gupta (2002), kecoa rumah dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum
: Arthropoda
Subfilum
: Mandibulata
Kelas
: Insekta
Subkelas
: Pterygota
Universitas Sumatera Utara
Divisi
: Exopterygota
Ordo
: Orthoptera
Genus
: Periplaneta
Spesies
: (Periplaneta americana)
2.3.2
Morfologi Secara umum, kecoa rumah adalah serangga dengan bentuk tubuh oval,
pipih dorso-ventral. Kepalanya tersembunyi di bawah pronotum yang dilengkapi dengan sepasang mata majemuk dan satu mata tunggal, antena panjang, sayap dua pasang, dan tiga pasang kaki. Pronotum dan sayap licin, tidak berambut dan tidak bersisik, berwarna coklat sampai coklat tua (Robby, 2012). Kecoa memiliki 3 bagian tubuh utama yaitu kepala (caput), thorax (dada) dan abdomen (perut). Pada segmen thorak terdapat 3 pasang kaki dengan tipe alat kaki yang memiliki ukuran dan bentuk yang sama dimana tipe alat kaki seperti ini digunakan untuk berlari sedangkan tipe mulut kecoa adalah menggigit dan mengunyah (Gupta, 2002). Kecoa rumah (Periplaneta americana) memiliki panjang sekitar 3,81 cm, berwarna coklat kemerahan, memiliki tanda di dada, dam memiliki sayap sempurna. Meskipun jarang menggunakan sayapnya, kecoa rumah (Periplaneta americana) yang ditemukan di daerah selatan lebih suka beterbangan. Kecoa rumah dewasa ternyata mampu terbang dengan jarak yang lebih panjang. Pronotum pada jenis kecoa ini dikelilingi oleh berbagai pola berwarna gelap dan memusat yang teratur (Ramsay dan Thomasson, 2009). Kecoa rumah betina mampu menghasilkan kapsul telur yang panjangnya 79 cm dan lebarnya 46 cm setiap minggunya. Kecoa rumah betina biasanya
Universitas Sumatera Utara
membawa sebuah kapsul telur sekitar sehari lalu kemudian disimpan di tempat yang aman. Masa inkubasi berlangsung selama 1-2 bulan. Nimfa kecoa rumah (Periplaneta americana) dengan nimfa kecoa oriental (Blatella orientalis) sulit dibedakan. Namun nimfa kecoa rumah Kecoa rumah (Periplaneta americana) lebih kecil dari kecoa dewasa, coklat keabu-abuan dan belum memiliki sayap sempurna (Ramsay dan Thomasson, 2009).
Gambar 2.1. (Periplaneta americana) (Beckman, 1996)
2.3.3
Perilaku Kecoa rumah (Periplaneta americana) biasanya hidup dekat dengan
kehidupan manusia. Kecoa rumah (Periplaneta americana) cenderung hidup di daerah tropis namun jika di daerah dingin, kebanyakan kecoa rumah (Periplaneta americana) hidup di bagian rumah atau gedung yang hangat, lembab dan terdapat banyak makanan. Kecoa rumah (Periplaneta americana) biasanya hiidup berkelompok. Mereka termasuk hewan nokturnal, yaitu hewan yang aktif pada malam hari dan suka bersembunyi di balik retakan dinding atau lemari, di dekat saluran air, di kamar mandi, di dalam alat-alat elektronik, dan kandang hewan,
Universitas Sumatera Utara
serta banyak lagi yang lainnya. Kecoa rumah juga menyukai tempat-tempat yang gelap (Ramsay dan Thomasson, 2009). Kecoa rumah (Periplaneta americana) memakan banyak jenis makanan termasuk segala makanan yang biasanya dikonsumsi oleh manusia. Namun, mereka lebih suka makanan yang mengandung gula. Menurut Amalia dan Harahap (2010), kecoa rumah (Periplaneta americana) suka memakan susu, keju, daging, selai kacang, kelapa bakar dan coklat yang manis. Jenis makanan yang paling disukai oleh kecoa rumah (Periplaneta americana) yaitu selai kacang dan kelapa bakar. 2.3.4
Biologi
2.3.4.1 Sistem Reproduksi Dalam buku Public Health Pest Control (Ramsay dan Thomasson, 2009), kecoa rumah (Periplaneta americana) adalah serangga dengan metamorfosa tidak lengkap, hanya melalui tiga stadium (tingkatan), yaitu stadium telur, stadium nimfa dan stadium dewasa yang dapat dibedakan jenis jantan dan betinanya. Kecoa rumah betina biasanya mampu bertahan hidup selama 200 hari.
Gambar 2.2. Siklus Hidup Kecoa (Ramsay dan Thomasson, 2009)
Universitas Sumatera Utara
Telur kecoa rumah (Periplaneta americana) dilindungi oleh kapsul yang diliputi oleh selaput keras yang menutupinya kelompok telur kecoa tersebut dikenal sebagai “Ootheca”. Kapsul telur tersebut tipis dan berwarna coklat kekuningan. Kapsul telur tersebut terbentuk dalam 48 jam. Kecoa rumah betina selalu membawa kapsul telur tersebut ke tempat-tempat yang aman, dan tersembunyi. Telur Kecoa rumah akan menetas setelah 28 hari pada suhu kamar. Nimfa dapat menetas bahkan ketika kapsul telur masih melekat pada kecoa rumah betina. Perkembangan nimfa menjadi kecoa dewasa tergantung pada suhu dan kelembaban. Nimfa melewati tujuh tahap instar sebelum menjadi dewasa. Proses ini dapat terjadi dalam waktu 1 bulan sampai dengan 6 bulan. Kecoa rumah dewasa telah memiliki sayap utuh dan hanya kecoa rumah betina yang mengeluarkan pheromone yaitu sejenis zat untuk menarik perhatian kecoa rumah jantan. 2.3.4.2 Penciuman Kecoa rumah (Periplaneta americana) memiliki indera penciuman yang sangat baik. Indera penciuman ini berasal dari sepasang antenna yang berada di bagian kepala (caput) dimana antena berfungsi untuk menemukan sumber makanan, memandu jalan, mendeteksi cahaya dan pada kecoa rumah (Periplaneta americana) betina yang mengeluarkan pheromone sex untuk melakukan perkawinan. Selain itu, pheromone berfungsi untuk mempertahankan suatu koloni kecoa rumah
(Periplaneta americana) untuk selalu tetap bersama-sama.
Universitas Sumatera Utara
2.3.4.3
Grooming Grooming
diartikan
sebagai
tingkah
laku
kecoa
rumah
(Periplaneta americana) untuk membersihkan diri sendiri dengan menjilatinya, sehingga sifat tersebut dapat dimanfaatkan untuk mempemudah masuknya racun kedalam tubuh kecoa rumah (Periplaneta americana). 2.3.4.4 Habitat Habitat kecoa (resting and breeding place) adalah temapat-tempat yang lembab, hangat, dan gelap. Tempat-tempat tersebut dapat berupa celah-celah disekitar tempat pembuangan air di dapur, tempat pembuangan sampah, gudang makanan, lemari makanan, toilet, dan septic tank. Kecoa rumah (Periplaneta americana) menghendaki tempat-tempat yang memiliki suhu dan kelembaban yang tinggi seperti di dapur, di dalam bangunan, basement, saluran air, dan pipa-pipa. 2.4
Dampak Kecoa Bagi Kesehatan Dalam Rozendaal, (1997) dikatakan bahwa kecoa memberikan efek
negatif
lebih terhadap manusia dibandingkan dengan serangga lain. Mereka
cenderung memuntahkan makanan yang sudah dicerna sebagian dan terus menerus mengeluarkan feses ketika sedang makan. Kebiasaan tersebut yang berperan sebagai pembawa penyakit seperti disentri basillus, demam typoid, kolera, polio, disentri amuba, diare, infeksi saluran kencing, dan infeksi hati. Di beberapa Negara, terdapat orang-orang yang alergi terhadap keberadaan kecoa. Kecoa merupakan hewan pemakan bangkai yang hidup melalui sampah makanan dan makanan manusia yang manis seperti roti, sereal, daging, dan keju yang sering dikontaminasi oleh kaki mereka yang sebelumnya telah makan
Universitas Sumatera Utara
bangkai ataupun feses hewan lain. Kecoa juga suka makan ataupun merusak benda-benda lain seperti benda berbahan kulit, lem kertas, buku, kain, karya seni, dokumen penting, dan perangko. Kecoa juga tertarik terhadap peralatan elektrik, saluran ke luar dan peralatan tersebut
detector asap dimana cairan tubuhnya dapat merusak
(Rozendaal, 1997).
Makanan manusia yang dilewati oleh kecoa, yang dijatuhi oleh bagian tubuhnya ataupun terdapat kecoa mati dapat terkontaminasi oleh agen penyakit yang dibawa kecoa melalui tubuhnya. Kotoran kecoa dan aroma-kelenjar sekresi, merusak palatabilitas dari makanan manusia. Kecoa lebih tertarik pada tempattempat makanan yang menyebabkan pewarnaan tambahan dan kontaminasi, paket makanan, dapur dan celah-celah dimana kecoa berkumpul (Rozendaal, 1997). 2.5
Cara Pengendalian Kecoa Menurut Depkes RI (2002), cara pengendalian kecoa dapat ditujukan
terhadap kapsul telur dan kecoa yaitu: 1. Pembersihan kapsul telur yang dilakukan dengan cara : Mekanis yaitu mengambil kapsul telur yang terdapat pada celah-celah dinding, celah-celah almari, celah-celah peralatan, dan dimusnahkan dengan membakar/dihancurkan. 2. Pemberantasan kecoa Secara fisik atau mekanis dengan : a. Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul atau tangan. b. Menyiram tempat perindukkan dengan air panas. c. Menutup celah-celah dinding.
Universitas Sumatera Utara
Secara Kimiawi : Pemberantasan menggunakan
bahan
kecoa kimia
secara
kimiawwi
(insektisida)
dengan
dilakukan formulasi
dengan spray
(pengasapan), dust (bubuk), aerosol (semprotan) atau bait (umpan). Selanjutnya kebersihan merupakan kunci utama dalam pemberantasan kecoa yang dapat dilakukan dengan cara-cara seperti sanitasi lingkungan, menyimpan makanan dengan baik dan intervensi kimiawi (insektisida, repellent, attractan). Strategi pengendalian kecoa ada 4 cara (Depkes RI, 2002) : 1. Pencegahan Cara ini termasuk melakukan pemeriksaan secara teliti barangbarang atau bahan makanan, serta menutup semua celah-celah, lubang atau tempat-tempat tersembunyi yang bisa menjadi tempat hidup kecoa dalam dapur, kamar mandi, pintu dan jendela, serta menutup atau memodifikasi instalasi pipa sanitasi. 2. Sanitasi Cara yang kedua ini termasuk memusnahkan makanan dan tempat tinggal kecoa antara lain, membersihkan remah-remah atau sisasisa makanan di lantai atau rak, segera mencuci peralatan makan setelah dipakai, membersihkan secara rutin tempat-tempat yang menjadi persembunyian kecoa seperti tempat sampah, di bawah kulkas, kompor, furniture, dan tempat tersembunyi lainnya. Jalan masuk dan tempat hidup kecoa harus ditutup, dengan cara memperbaiki pipa yang bocor, membersihkan saluran air (drainase), bak cuci piring dan washtafel.
Universitas Sumatera Utara
Pemusnahan tempat hidup kecoa dapat dilakukan juga dengan membersihkan lemari pakaian atau tempat penyimpanan kain, tidak menggantung atau segera mencuci pakaian kotor dan kain lap kotor. 3. Trapping Perangkap kecoa yang sudah dijual secara komersil dapat membantu untuk menangkap kecoa dan dapat digunakan untuk alat monitoring. Penempatan perangkap kecoa yang efektif adalah pada sudut-sudut ruangan, di bawah washtafel dan bak cuci piring, di dalam lemari, di dalam basement dan pada lantai di bawah pipa saluran air. 4. Pengendalian dengan insektisida Insektisida yang banyak digunakan untuk pengendalian kecoa antara lain : Clordane, Dieldrin, Heptachlor, Lindane, golongan organophosphate majemuk, Diazinon, Dichlorvos, Malathion dan Runnel. Penggunaan bahan kimia (insektisida) ini dilakukan apabila ketiga cara di atas telah dipraktekkan namun tidak berhasil. Disamping itu bisa juga diindikasikan bahwa pemakaian insektisida dapat dilakukan jika ketiga cara tersebut di atas (pencegahan, sanitasi, trapping) dilakukan dengan cara yang salah atau tidak pernah melakukan sama sekali. Celah-celah atau lubang-lubang dinding, lantai dan lain-lain merupakan tempat persembunyian yang baik. Lubang-lubang yang demikian hendaknya ditutup/ditiadakan atau diberi insektisida seperti Natrium Fluoride (beracun bagi manusia), serbuk Pyrethrum dan Rotenone, Chlordane 2,5 %, efeknya baik dan tahan lama sehingga
Universitas Sumatera Utara
kecoa akan keluar dari tempat-tempat persembunyiannya. Tempattempat tersebut kemudian diberi serbuk insektisida dan apabila infestasinya sudah sangat banyak maka pemberantasan yang paling efektif adalah dengan fumigasi. Selain insektisida kimia, terdapat juga insektisida nabati yang dikenal juga dengan insektisida botani yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang mempunyai kelompok metabolit sekunder yang mengandung beribu-ribu senyawa bioaktif seperti alkaloid, fenolik, dan zat kimia sekunder lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai alternatif lain dalam pengendalian serangga khususnya serangga yang termasuk vektor (Sarjan, 2007). Insektisida nabati merupakan bahan alami, bersifat mudah terurai di alam (biodegradable) sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia maupun ternak karena residunya mudah hilang. Oleh sebab itu, insektisida
nabati
diharapkan
dapat
menjadi
salah
satu
solusi
yang
dipertimbangkan dalam upaya pengendalian vektor di masa yang akan datang (Naria, 2005). 2.6
Gambaran Umum Mengenai Daun Mint (Mentha spp) Pada beberapa tahun terakhir ini, minyak essensial dan ekstrak herbal
menarik banyak minat peneliti dikarenakan potensi mereka sebagai sumber senyawa antioksidan alami dan biologis aktif. Minyak essensial dan ekstrak herbal banyak memiliki kandungan pitosteron, asam fenolat, triterpenes, flanovoid, antosianin, saponin dan karotenoid (Gardiner, 2000). Dalam buku Jansky dan Stern (2008), daun mint merupakan salah satu tumbuhan yang mengandung minyak essensial. Minyak essensial terkandung di
Universitas Sumatera Utara
dalam daun mint sering disebut dengan minyak mint. Daun mint telah dimanfaatkan oleh manusia selama lebih dari 2000 tahun. Beberapa jenis daun mint seperti Mentha piperita L, Mentha arvensis L, dan Menta spicata (spearmint) sering dibudidayakan untuk menghasilkan minyak essensial yang digunakan untuk tujuan pembuatan minuman keras dan penganan industri, bumbu, produksi parfum, serta pengobatan. Selain sangat bermanfaat bagi tujuan tersebut, daun mint juga dapat dimanfaatkan sebagai repellent ataupun penolak terhadap serangga karena mengandung minyak atsiri yang merupakan zat yang tidak disukai oleh serangga. Famili daun mint terdiri dari sekitar 4000 spesies, yang tersebar hampir diseluruh dunia. Kebanyakan daun mint mengandung minyak aromatik terbanyak pada batang dan daunnya. Naidu dkk (2012) telah melakukan penelitian mengenai kandungan kimia dan aktivitas antioksidan dari Mentha spicata yang merupakan salah satu spesies dari daun mint (Mentha spp). Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa ekstrak Menta spicata yang mengandung flavonoid dan asam lemak metil ester dapat menjadi faktor yang berkontribusi bagi scavenging potential. Oleh karena itu sangat penting untuk mengeksplorasi lebih lanjut karakterisasi dan pemurnian ekstrak spearmint (Mentha spicata) untuk memahami mekanisme yang mendasari potensi antioksidan yang mengurangi radikal bebas. Minyak Mentha spicata kaya akan carvone yang berbau khas spearmint. Tanaman tersebut dalam bentuk segar ataupun kering beserta dengan minyaknya umum digunakan dalam makanan, kosmetik, penganan, permen karet, pasta gigi dan pada industri obat-obatan (Lawrence, 2007). Daun, bunga dan batang dari Mentha spp sering digunakan sebagai teh herbal atau sebagai zat aditif dalam
Universitas Sumatera Utara
campuran rempah-rempah komersial yang digunakan dalam makanan sebagai penguat aroma dan rasa (Moreno dkk, 2002). Minyak essensial dari spesies mentha juga baik sebagai antimikroba dan antioksidan (Dafefera dkk, 2003). Tanaman ini dimanfaatkan sebagai stimulan, karminatif, antispasmodic, obat perut, dan diuretik serta digunakan dalam pengobatan rematik, sakit gigi, dan nyeri otot. Mint memiliki sifat antioksidan karena adanya konstituen aktif seperti menton, mentol, Rosmarinic acid dan carvone (Padmini dkk, 2010). 2.7
Spearmint (Mentha spicata)
2.7.1
Klasifikasi Spearmint ( Mentha spicata)
Divisi :
Magnoliophyta
Kelas :
Magnoliopsida
Ordo :
Lamiales
Family :
Lamiaceae
Genus :
Mentha
Species:
Mentha spicata
Spearmint (Mentha spicata) merupakan salah satu spesies dari daun mint (Mentha spp). Di China, spearmint juga dikenal dengan nama greent mint. Spearmint pertama kali diperkenalkan di China pada tahun 1950an yang dibawa oleh Jepang dari Eropa ( Liu dan Lawrence dalam Lawrence, 2007). Di Inggris, spearmint terkenal pada abad ke-18 sebagai salah satu komponen dalam saus yang dikonsumsi dengan daging domba. Bahkan spearmint juga ditemukan dalam mitos Yunani Kuno. Dipercayai bahwa Pluto memiliki kekasih yang benar-benar cantik. Pluto khawatir dan cemburu jika dewa-dewa lain yang menghormati terhadap kecantikannya. Maka, oleh sebab itu, untuk
Universitas Sumatera Utara
melindungi dan menyatakan cintanya, Pluto mengubah wanita tersebut menjadi gunung, yang dinamakan dengan Gunung Minthe (Kokkini dalam Lawrence, 2007). Spearmint dibawa ke Amerika oleh orang Inggris sebagai tanaman hias. Pada awal abad ke-17 spearmint kemudian dimanfaatkan sebagai obat-obatan di Massachusetts, lebih dari 100 tahun. Seperti daun peppermint, spearmint pun menyebar ke New York, Ohio, Michigan, Indiana dan Wisconsin ( Lawrence, 2007 ). Mentha spicata tumbuh tegak dengan tinggi 30-90 cm, bentuk daunnya lanset dan melebar serta pinggirnya bergerigi tajam. Bunganya berwarna merah sampai ungu. Namun di Indonesia, tumbuhan ini tidak berbunga dan tumbuh menjalar (Hadipoentyanti dkk, 1993)
Gambar 2.3. Spearmint ( Mentha spicata ) ( Chirinka, 2012 )
2.7.2
Minyak Spearmint ( Spearmint oil ) Minyak mint merupakan salah satu minyak essensial yang mengandung
minyak atsiri. Minyak atsiri mint dapat diperoleh dengan mengisolasi daun mint. Secara umum kandungan kimia minyak atsiri mint terdiri dari mentol (50%),
Universitas Sumatera Utara
menton (10-30%), mentil asetat (10%), dan derivat monoterpen lain seperti pulegon, piperiton, dan mentafuran (Hindriyani,2007). Pada umumnya, komposisi dari minyak mint antara lain L-Limonene, LMenthone, D-Menthofuran, D-Isomenthone, L-Menthyl acetate, L-Menthol, Germacrene D, Dementholized oil, Myrcene, cis-Dihydrocarvone, L-Carvone, 3Octanol, D-Pulegone,
dan Piperitenone, L-Linalool. Tidak semua spesies
memiliki seluruh komposisi tersebut. Demikian juga dengan kandungan minyak mint yang berbeda-beda antara satu spesies dengan spesies yang lainnya (Lawrence, 2007). 2.8 Insektisida Minyak Mint Dalam buku Lawrence 2007, telah banyak dilakukan survei mengenai manfaat minyak mint. Dan sebagai tambahannya, minyak mint telah diteliti aktivitas insektisidanya meskipun minyak mint bukanlah satu-satunya minyak essensial yang bersifat insektisida (Saxena dan Koul, 1978; Ahmed dan Eapen, 1986; Garg dan Banerjee, 1997; Regnault-Roger, 1997). Minyak mint memang jarang dikomersialisasikan sebagai insektisida namun terdapat beberapa penelitian mengenai efek toksisitas minyak mint tersebut terhadap hewan non mamalia sebagai studi komparatif. Misra dan Kumar (1983) mengevaluasi penggunaan minyak peppermint terhadap kumbang tepung merah (Tribolium castaneum). Mereka menemukan bahwa penggunaan minyak sebagai fumigan yang mengakibatkan nilai LC50 (konsentrasi yang mematikan bagi 50% dari spesies test) terhadap larva instar pada minyak yang pertama, kedua, ketiga, dan kelima adalah 0,76 ml, 2, 14 ml, 11 ml, 88 ml, dan 20,4 ml per masing-masing volume 100 cc . Selain itu, ditemukan
Universitas Sumatera Utara
bahwa nilai LC50 untuk kumbang dewasa setelah pemaparan 24 jam dan 48 jam adalah masing-masing 3.04 ml dan 3.21 ml per 100 cc. Tingkat toksisitas sebesar 90% diperoleh untuk larva instar pertama ketika mereka terkena 4,0 cc = 100 ml, meskipun telurnya tidak terpengaruh. Tripathi dkk (2000) juga meneliti toksisitas minyak dari spesies Mentha dan beberapa konstituen mereka sebagai fumigan terhadap T. castaneum dan juga terhadap kumbang pulsa, Callosobruchus maculatus. Minyak mintnya diperoleh dari M.canadensis,M. aquatica var. citrata, M. piperita, dan M. spicata dengan pengujian fraksi tinggi pada menton, mentol, linalool, asetat linalyl, menthofuran, limonene, dan carvone. Didapatkan hasil bahwa C. Maculatus lebih sensitif terhadap minyak mint dan komponen
lain bila digunakan sebagai fumigan
daripada T.castaneum yang lebih efektif dengan menthol sebagai fumigan. M. canadensis dan M. piperita, minyak menton, asetat linalyl, dan menthofuran juga merupakan Fumigan efektif. Mentha spicata adalah larvasida yang paling efektif namun juga bersifat toksik terhadap kumbang dewasa sementara carvone merupakan zat paling toksik terhadap kumbang dewasa. Nath dkk (1986) menyatakan bahwa minyak spearmint merupakan penolak terbaik kedua setelah minyak kulit kayu manis, dengan konsentrasi paparan dari 45-180 cc /ppm. Minyak Mentha spicata ditemukan mutagenik. Nilai LD50 untuk (konsentrasi mematikan untuk 50% dari spesies uji) M. pulegium oil (76% pulegone) dan M. spicata oil (32% carvone) adalah 2,09 ml dan 1,12 ml. Sebagai perbandingan, LD50 untuk pulegon, menton, dan carvone yaitu 0,17, 1,29, dan 0,67 ml. Pulegon dan carvone telah terbukti inhibitor terhadap
Universitas Sumatera Utara
acetylcholinesterase (Miyazawa dkk, 1997), yang dapat dikaitkan dengan aktivitas insektisida mereka. Hori (1999) menemukan bahwa minyak spearmint, peppermint, lavender, menghambat pergerakan stimulasi aktivitas yang menetap yang disebabkan oleh daya tolak mereka. Namun, perlu dicatat bahwa minyak spearmint atau peppermint tidak beracun untuk kutu, tetapi hanya sebagai penolak. Pathak dkk (2000) menemukan bahwa minyak Mentha spicata paling beracun untuk
nyamuk
anopheles
jantan
dewasa.
Namun
demikian,
penulis
merekomendasikan bahwa kombinasi lavender (Lavandula xintermedia Emeric ex Loisel), Rosemary (Rosmarinus officinalis L.), dan Mentha spicata dapat digunakan baik untuk mengusir dan mengendalikan gangguan yang disebabkan oleh serangga. 2.9
Repellent Repellent merupakan bahan-bahan yang mempunyai kemampuan menolak
atau menjauhkan serangga dari manusia sehingga dapat dihindari gangguangangguan dari serangga terhadap manusia. Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh repellent seperti tidak mengganggu pemakai dan orang sekitarnya, tidak menimbulkan iritasi dan tidak beracun (Kardinan, 1999). Repellent dikategorikan baik adalah apabila ; a.
Melindungi pengguna selama beberapa jam dari gangguan hama atau serangga walaupun berada pada tempat yang banyak hama atau serangga
Universitas Sumatera Utara
b.
Tidak menimbulkan keracunan, gatal-gatal ataupun alergi terhadap kulit pengguna
c.
Tidak berbau kurang sedap
d.
Tidak membahayakan atau merusak pakaian maupun perlengkapan individu seperti tali, jam tangan, dan lain sebagainya.
e.
Efektif terhadap berbagai macam bentuk gangguan hama arthropoda
f.
Stabil bila terpapar oleh matahari. Repellent yang dilekatkan pada kulit juga haru tidak mudah luntur atau hilang oleh keringat, terkena hujan atau tercuci.
2.10
Kerangka Konsep
Berat serbuk daun spearmint (Mentha spicata) 0 gram ( Kontrol )
Efek repelensi terhadap kecoa rumah (Periplaneta americana)
2 gram 4 gram 6 gram 8 gram
2.11
Kelembaban dan Suhu Udara Ruangan
Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu :
Ha
: Terdapat perbedaan rata-rata jumlah kecoa rumah (Periplaneta americana) yang melewati serbuk daun spearmint (Mentha spicata).
Universitas Sumatera Utara