BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Kebiasaan 1. Pengertian Kebiasaan adalah perilaku yang sering kita ulang-ulang baik secara sengaja atapun tidak sengaja dan perilaku atau kebiasaan tersebut sudah kita lakukan sejak kecil hingga dewasa (Irfan, 2008). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Kebiasan (folkways) merupakan suatu bentuk perbuatan berulangulang (bentuk yang sama) dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan jelas dan dianggap baik dan benar
(KBBI, 2008). Kebiasaan menurut para
psikolog didefinisikan sebagai perilaku mendapatkan keterampilan-keterampilan gerak dan kemampuan untuk mempergunakan secara sadar. 2. Macam-macam Kebiasaan Seorang psikolog menyatakan bahwa kebiasaan itu terbagi dalam tiga kelompok, yaitu : 1. Kebiasaan yang bersifat otomatis seperti gerakan berjalan dan yang sejenis dengannya. Kebiasaan ini sangat menyerupai dengan gerakan reflek, hanya saja ada beberapa hal yang membedakan antara keduanya. Kebiasaan otomatis ini kadang kala berlaku dan muncul sebagai hasil dari proses pengamatan dan berfikir yang kemudian kebiasaan itu terbentuk dengan sendirinya. Hal ini jelas berbeda dengan apa yang sering kita sebut dengan
8
gerakan refleks yang keberadaannya justru tanpa adanya pengaruh pada perasaan serta tanpa disertai proses berfikir sama sekali. 2. Kebiasaan gerak indra tubuh. Dalam kebiasaan ini, perasaaan sedikit memerankan perannya, seperti kebiasaan makan, berpakaian dan apa yang menyerupai kebiasaan itu. Dalam hal ini, penglihatan seseorang terhadap makanan akan mendorong ia untuk memakannya. Begitulah pula pada saat seseorang melihat peralatan makan yang ada dihadapannya, maka penglihatannya akan merangsangnya untuk menggunakan peralatan itu. Sama halnya pada saat ia memandang perhiasan, maka akan ada dorongan untuk memakainya. 3. Kebiasaan gerakan berfikir. Kebiasaan ini berbeda dengan 2 jenis yang disebutkan diatas. Pendoronganya adalah pikiran atau sesuatu yang yang bersifat maknawi (bukan materi). Contoh kebiasaan ini seperti kebiasaan berbicara atau berorasi. Seseorang punya kebiasaan seperti ini akan berupaya untuk memilih kalimat dan kata-kata yang sekiranya pantas yang kemudian proses ini mengubahnya menjadi suatu kebiasaan yang ia lakukan pada saat berbicara. Contoh kebiasaan ini sangat banyak, yaitu segala kebiasaan yang motif pendorongnya membutuhkan daya nalar dan kemampuan untuk memilih. Kebiasaan lain yang bisa dikelompokkan kedalam kebiasaan berpikir adalah kebiasaan beretika dan kebiasaan sosial. Contoh kebiasaan ini cukup banyak. Misalnya kebiasaan menjaga kebersihan bersikap jujur, menjalani hidup
dengan baik, serta segala bentuk kebiasaan yang memiliki korelasi dengan etika berperilaku dan kebiasaan sosial yang menjadi ciri tersendiri bagi manusia. 3. Faktor – faktor yang mempengaruhi. Kebiasaan dipengaruhi 3 faktor, yaitu faktor lingkungan. Lingkungan atau tempat tinggal (misalnya rumah) mempengaruhi kita dalam beraktivitas yang akhirnya membentuk suatu kebiasaan. faktor usia. Walaupun ini bukan faktor penentu, usia dapat mempengaruhi kebiasaan seseorang. Pengalaman dalam bersosialisasi / pergaulan. Jika seseorang memiliki kematangan emosional yang baik, maka akan terbentuk pribadi yang baik yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan setempat, sehingga dimanapun kita berada dapat terjalin keharmonisan dalam pergaulan dengan masyarakat yang mempengaruhi perilaku kita dalam masyarakat yang mengarah pada kebiasaan. 4. Tahapan – tahapan Membentuk Kebiasaan Ada beberapa tahapan dalam membentuk kebiasaan. a. Memfokuskan perhatian. Kebiasaan seseorang muncul dari perhatian seseorang, yang mana perhatian tersebut akan difokuskan untuk perilaku dan tujuan tertentu yang kemudian perilaku tersebut akan diulang-ulang. b. Mengulang-ulang dan praktik. Kebiasaan terbentuk dari suatu perilaku tertentu yang secara sengaja dilakukkan berulang-ulang dan dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk perbuatan (bukan hanya pikiran) c. Menunaikan pekerjaan tanpa berfikir / merasa. Sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan akan membuat seseorang itu akan melakukan suatu pekerjaaan
tanpa harus berpikir lagi karena pekerjaan tersebut sudah terbiasa dilakukan, sehingga sudah diluar kepala.
B.
Merokok 1. Batasan Menurut Moeliono, pada hakikatnya merokok adalah menghisap rokok, sedangkan rokok adalah gulungan tembakau yang bersalut daun sirih atau kertas (Poerwodarminta, 1996). Menurut Aditama tahun 1992, merokok adalah kebiasaan yang tidak baik, karena dapat menimbulkan berbagai penyakit jantung yang kemungkinan besar dapat berakibat fatal pada penderitanya. Menurut Levy, Dignan, dan Shirrets mendefinisakan merokok sebagai suatu kegiatan menghisap sejumlah bahan yang terdapat dalam sebatang rokok atau sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisap serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang yang ada disekitrnya (Utari, 2003). 2. Penyebab Merokok Locken menyatakan bahwa keputusan seseorang merokok atau tidak secara keseluruhan dapat merupakan fungsi dari kombinasi berbagai keyakinan akan akibat-akibat tingkah laku merokok, baik yang bersifat positif maupun negatif. Akibat positifnya dapat menghilangkan rasa stress, memudahkan dalam berinteraksi, membawa kearah penerimaan kalompok teman sebaya, memberikan kesibukan, relaksasi, menolong untuk konsentrasi, dan sebagainya. Sedangkan akibat
negatifnya
antara
lain
mengganggu
orang
lain,
meningkatkan
ketergantungan pada rokok, penyebab buruknya pernapasan, meningkatkan
tekanan darah, kemungkinan terkena kanker, bau tidak enak, dsb. (Christanto, 2005) Zaitun Mu’tadin, S.Psi, Msi, (Witjanti, 2003) mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebiasaan merokok. Faktor tersebut adalah : a) Pengaruh Orangtua. Salah satu alasan orang-orang yang sudah menjadi perokok, mereka berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia. Orangtuanya tidak begitu memerhatikan dan sering memberikan hukuman fisik yang keras. Yang paling kuat pengaruhnya adalah bila orangtua sendiri perokok berat, anak-anaknya mungkin sekali untuk mencontohnya. b) Pengaruh teman. Berbagai fakta mengungkapkan, makin banyak temanteman kita yang sudah pada merokok, makin besar kemungkinan kita jadi perokok juga. c) Faktor kepribadian. Seseorang umumnya mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun, satu sifat kepribadian yang bersifat hanya mencoba-coba pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) seperti ini justru mengarahkan kepada hal-hal yang negatif. d) Pengaruh iklan. Melihat iklan di media cetak dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan sering kali membuat seseorang terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut. Menurut Sarafino (dalam Witjanti, 2003) faktor-faktor yang mempengaruhi merokok, yaitu :
a) Faktor Sosial. Kebiasaan merokok berasal dari teman dekat, khususnya dengan jenis kelamin sama. Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai dorongan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan kata lain menusia mempunyai dorongan sosial. Dengan adanya dorongan sosial tersebut, manusia akan mencari orang lain untuk mengadakan interaksi. Didalam interaksi sosial, individu akan menyesuaikan diri dengan yang lain atau sebaliknya, sehingga perilaku individu tidak dapat lepas dari lingkungan sosialnya. b) Faktor Psikologis. Ada beberapa alasan psikologis yang menyebabkan seseorang
merokok,
yaitu
untuk
relaksasi/ketenangan,
mengurangi
kecemasan/ketegangan. c) Faktor Biologis. Faktor genetik dapat mempengaruhi seseorang untuk mempunyai ketergantungan terhadap rokok.
3. Tipe Perokok Adapun tipe perokok dapat digolongkan menjadi : Perokok ringan, perokok sedang, perokok berat, dan perokok sangat berat. Dikatakan sebagai perokok ringan bila mengkonsumsi rokok sekitar 10 batang per hari dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi, dikatakan sebagai perokok sedang bila mengkonsumsi rokok 11-21 batang per hari dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi, dikatakan sebagai perokok berat bila mengkonsumsi rokok sekitar 21-30 batang per hari dengan selang waktu sejak bangun pagi sekitar 6-
30 menit, dan dikatakan sebagai perokok sangat berat bila mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang per hari dan selang merokoknya 5 menit setelah bangun pagi ( Mu’tadin, 2002). Menurut Danusantoso (1995) membedakan tipe perokok berdasarkan perilakunya, yaitu: Perokok aktif, adalah seseorang yang mempunyai perilaku merokok, dan Perokok pasif, adalah seseorang yang tidak merokok tetapi berada didekat perokok. Sitopoe (1997) membedakan tipe perokok menjadi: Perokok ringan, yaitu apabila merokok berselang-seling; Perokok sedang, yaitu apabila merokok setiap hari dalam kuantum kecil; Perokok berat, yaitu apabila merokok lebih dari satu bungkus setiap hari; dan berhenti merokok, yaitu yang mulanya merokok kemudian berhenti dan tidak pernah merokok lagi.
4. Tahapan Merokok Laventhal dan Clearly mengungkapkan ada empat tahap dalam merokok, yaitu: Tahap Preparatory tahap dimana seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat, atau dari hasil bacaan, sehingga menimbulkan niat untuk merokok; Tahap Initiation atau tahap perintisan merokok, yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan ataukah tidak terhadap perilaku merokok; Tahap Becoming A Smoker, yaitu tahap apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak empat batang per hari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok; dan Tahap Maintaining Of Smoking, yaitu tahap bahwa merokok sudah menjadi salah satu bagian dari
cara pengaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek yang menyenangkan.
C.
Hipertensi 1. Batasan Menurut WHO (1999) Hipertensi adalah tekanan darah yang berada diatas 160/95 mmHg (Halim, 2001). The Six Report of The Joint National Committee on
Detection,
Evaluation,
and
Treatment
of
High
Blood
Pressure
mendefinisikan Hipertensi sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah normal tinggi sampai hipertensi maligna (Ruhyanudin, 2006) atau tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan diastolic diatas 90 mmHg (Brunner dan Suddarth, 2001) 2. Klasifikasi Klasifikasi tekanan darah tinggi banyak ragamnya, tetapi perlu diketahui klasifikasi menurut etiologinya. Tekanan darah tinggi dibagi menjadi 2, yaitu: 1) Hipertensi Essensial atau hipertensi primer Adalah sebagai suatu bentuk tekanan darah tinggi yang tidak diketahui penyebabnya. (Ruhyanudin, 2006). 2) Hipertensi Sekunder Adalah tekanan darah tinggi yang penyebabnya diketahui. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal (Ruhyanudin, 2006).
Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sesuai rekomendasi dari “The Six Report of The Joint National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure” sebagai berikut :
Tabel 1.1 Klasifikasi Tekanan Darah Orang Dewasa Usia 18 Tahun keatas No. 1. 2.
Kategori Normal
Sistolik (mmHg) < 130
Diastolik (mmHg) < 85
Normal Tinggi
130-139
85-89
Stadium 1 (ringan)
140-159
90-99
Stadium 2 (sedang)
160-179
100-109
Stadium 3 (berat)
180-209
110-119
≥210
≥120
Hipertensi 3.
Stadium 4 (sangat berat)
Sumber : (Brunner dan Suddarth, 2001) Klasifikasi hipertensi menurut WHO berdasarkan tekanan diastolik, yaitu: 1) Hipertensi derajat I, yaitu jika tekanan diastoliknya 95-109 mmHg. 2) Hipertensi derajat II, yaitu jika tekanan diastoliknya 110-119 mmHg.
3) Hipertensi derajat III, yaitu jika tekanan diastoliknya lebih dari 120 mmHg. 3. Penyebab Hipertensi sering menyerang pada mereka yang berusia 40 tahunan keatas. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolic terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau menurun drastis. Faktor lain yang mempengaruhi prevalensi hipertensi antara lain ras, obesitas, asupan garam yang tinggi, adanya riwayat hipertensi dalam keluarga. (Susalit, 2001). Gangguan emosi, konsumsi alkohol yang berlebihan, rangsangan kopi yang berlebihan, kebiasaan merokok, dan obat-obatan yang merangsang dapat berperan disini. Tetapi penyakit ini sangat dipengaruhi faktor keturunan. Penyakit ini lebih banyak menyerang wanita daripada pria. (Brunner dan Suddarth, 2001) Gaya hidup yang tidak aktif (malas berolahraga) juga dapat memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang yang memiliki kepekaan yang diturunkan. (Ruhyanudin, 2006) 4. Gejala Pada sebagian besar penderita hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, cepat lelah. Retina merupakan bagian tubuh yang secara langsung bisa menunjukkan adanya efek dari hipertensi terhadap arteriola (pembuluh darah kecil). Dengan
anggapan bahwa perubahan yang terjadi didalam retina mirip dengan perubahan yang terjadi didalam pembuluh darah lainnya didalam tubuh, seperti ginjal (Ruhyanudin, 2006).
5. Pengelolaan Hipertensi Pengelolaan hipertensi bertujuan untukmencegah terjadinya morbiditas dan mortallitaspenyerta dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Efektivitas pengelolaan hipertensi ini ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan, dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi. (Brunner dan Suddarth, 2001) Prinsip Pengelolaan penyakit hipertensi meliputi : 1).Pendekatan secara non-farmakologis/ Terapi tanpa obat Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan definitive untuk
penderita
hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. (Parsudi, 1992) Terapi tanpa obat meliputi : a) Penurunan berat badan b) Pembatasan masukan garam dari 10 gr/hari menjadi 5 gr/hari c) Pembatasan konsumsi alkohol d) Menghentikan merokok e) Olahraga aerobik, seperti : jalan cepat, jogging, bersepeda f) Diet rendah lemak jenuh
g) Merubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar kolesterol tinggi.
2).Tindakan farmakologis/ Terapi dengan obat Joint of National Committee VI merekomendasikan obat anti hipertensi pilihan pertama ada 4 macam, yaitu : a) Diuretika thiazide biasanya merupakan obat pertama yang diberikan untuk mengobati hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah. Diuretik menyebabkan hilangnya kalium melalui air kemih, sehingga kadang diberikan tambahan kalium atau obat penahan kalium (Ruhyanuddin, 2006) b) Beta Blocker bekerja dengan menghambat kerja hormone stress,
yaitu
adrenalin terhadap jantung dan pembuluh darah. Efek samping rasa lelah dan lesu, kaki lemah, dan tangan terasa dingin. (Parsudi, 1992) c) Antagonis Kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan mekanisme yang benar-benar berbeda (Ruhyanuddin, 2006). Efek samping terjadinya hipotensi, denyut jantung yang tidak teratur, pusing, edema (Smeltzer&Bare, 2001) d) Penghambat ACE (ACE Inhibitor)
Menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri (Ruhyanudin, 2006). Efek samping adalah terjadi penurunan tekanan darah drastis, batuk. Pendekatan yang direkomendasikan adalah dengan modifikasi step care sebagai berikut (Parsudi, 1992) : 1) Step I Obat pilihan pertama : Diuretika, Beta Blocker, Antagonis Kalsium, Penghambat ACE. 2) Step 2 : Alternatif yang bisa ditempuh pada Step 2 a) dosis obat pertama dinaikkan b) didanti jenis lain dari obat pilihan pertama c)
ditambah obat ke 2 jenis lain, dapat berupa Diuretika, Beta Blocker,
Antagonis Kalsium, Penghambat ACE, Alfa Blocker, Alfa 2 Antagonis Sentral, Reserpin, atau vasodilator. 3) Step 3 : a) ditambah obat ke-3 dan ke-4 b) Re-evaluasi dan konsultasi Apabila pasien sedang dalam pengobatan antihipertensi, pengukuran tekanan darah wajib dilakukan untuk menentukan apakah obat tersebut efektif dan untuk mengetahui adanya perubahan tekanan darah yang memerlukan penggantian pengobatan. (Brunner dan Suddarth, 2001).
D.
Pengaruh Kebiasaan Merokok Terhadap Kejadian Hipertensi Kebiasaan merokok dapat menyebabkan tekanan darah meningkat (hipertensi). Hal ini dapat terjadi karena peningkatan tekanan darah ditunjang oleh pemekatan darah dan penyempitan pembuluh darah perifer akibat dari kandungan bahan kimia, terutama gas karbon monoksida dan nikotin serta zat kimia lain yang terdapat didalam rokok (Sitepoe, 1997). Merokok dapat menyebabkan gangguan jantung, yakni terjadi penigkatan tekanan darah (hipertensi). Dalam setiap rokok mengandung unsure-unsur kimia, diantaranya yang paling berperan disini adalah Nikotin dan gas Karbonmonoksida (CO). Nikotin dalam asap rokok sekitar 0,5-3ng. Nikotin penyebab ketagihan merokok dan juga merangsang pelepasan kathekolamin/adrenalin yang memacu kerja jantung dan tekanan darah. Jantung tidak diberikan istirahat dan tekanan darah semakin meningkat, sehingga berakibat timbulnya hipertensi. Nikotin juga menyebabkan berkelompknya trombosit (sel pembekuan darah), sehingga darah menggumpal dan akhirnya menyumbat pembuluh darah. Tiap batang rokok mengandung ssekitar 3-6% gas CO. Gas CO bersifat mengikat Hb dalam sel darah merah lebih kuat daripada Oksigen, mengakibatkan darah menjadi pekat menjadikan aliran darah menjadi lambat, sehingga jantung dipaksa untuk bekerja lebih keras, yang dapat menyebabkan suatu keadaan tekanan didalam pembuluh darah meningkat. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan Renin. Renin merangsang pembentukan Angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi
Angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi Aldosteron oleh korteks adrenal yang menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan penigkatan volume intravaskuler, yang akhirnya mencetuskan keadaan hipertensi (Smeltzer & Bare, 2002)
E. Kerangka Teori Faktor yang mempengaruhi: 1.Pengaruh orangtua 2.Pengaruh teman
Faktor yang mempengaruhi: 1.Umur 2.Ras 3.Obesitas 4.Asupan garam yang tinggi 5.Riwayat hipertensi dalam keluarga 6.Gangguan emosi 7.Alkohol berlebihan 8.Rokok/tembakau 9.Malas olahraga
Keyakinan terhadap efek : -Positif -Negatif
Tahap : -Preparatory -Initiation -Becoming a smoker -Maintaining of smoking
Kebiasaan Merokok
Hipertensi
Tahapan Merokok
Faktor yang mempengaruhi: -Lingkungan -Usia -Pengalaman r bersosialisasi
Kebiasaan
Gambar 1. Kerangka Teori Sumber : (Witjanti, 2003), (Brunner&Suddarth, 2002) F.
Keranngka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
Kebiasaan merokok
Hipertensi
Gambar 2. Kerangka Konsep
G.
Variabel Penelitian 1.
Varibel Independen (bebas) Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen (variabel terikat) atau disebut sebagai variabel yang mempengaruhi. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kebiasaan merokok.
2.
Variabel Dependen (terikat) Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian adalah hipertensi.
H.
Hipotesis Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi.