BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pola Makan Seimbang Pola makan adalah perilaku seseorang atau sekelompok orang dalam
memenuhi kebutuhan zat gizi yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi, sosialbudaya dan pendidikan. Pola makan seimbang adalah kebiasaan makan yang memenuhi kebutuhan semua zat gizi, seperti zat tenaga (karbohidrat dan lemak), zat pembangun (protein) dan zat pengatur (vitamin dan mineral). Pola makan seimbang haruslah bervariasi dan seimbang dari kuantitas maupun kualitas makanan itu sendiri. Bervariasi yang dimaksud yaitu di dalam porsi makanan ada semua zat gizi dan kuantitasnya seimbang, sehingga tidak ada satu jenis zat gizi yang berlebihan dalam porsi makanan. 2.1.1 Pola Makan Seimbang Pada Anak Sekolah Dasar Pola makan yang baik pada anak usia sekolah dibentuk dari sejak dini, yang dapat dimulai saat anak diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dengan mengenalkan padanya makanan yang mengandung zat gizi walaupun pada saat itu anak belum mengerti manfaat dari hal tersebut. Pembentukan pola makan pada anak dimulai dari pola makan di dalam keluarga, jika orangtua suka makan sayur dan buah, anak pasti suka, begitupun sebaliknya. Pola makan pada anak usia sekolah sudah mendekati pola makan pada orang dewasa, dengan pemilihan makanan yang bervariasi dan dibentuk semenarik mungkin sehingga anak dapat menerapkan kebiasaan pola makan yang sehat sampai dewasa.
25
Makanan yang dikonsumsi secara seimbang zat gizinya oleh anak usia sekolah sesuai kebutuhan dan kecukupan dapat membuat pertumbuhan dan perkembangan fisik yang optimal, peningkatan kecerdasan intelektual dan menurunkan resiko penyakit degeneratif di masa mendatang. Makanan seimbang adalah setiap makanan yang dimakan oleh anak terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah yang jadwal makannya tiga kali sehari makanan utama, dua kali selingan dan susu cukup dua kali sehari. Gizi seimbang untuk anak sekolah harus memenuhi zat gizi makro dengan karbohidrat 45-65 persen total energi, protein 10-25 persen total energi dengan perbandingan protein hewani dan nabati = 2:1, lemak 25-40 persen total energi, selain itu harus memenuhi kebutuhan zat gizi mikro seperti halnya vitamin dan mineral (Devi, 2012). Beberapa zat gizi diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal : 1. Energi dan protein dapat diperoleh dari makanan pokok seperti nasi, mi, roti dan biskuit, sedangkan protein dapat diperoleh dari lauk pauk seperti ikan, daging, ayam, telur, tempe, tahu, dan kacang-kacangan. Dengan tercukupinya kebutuhan energi dan protein sesuai kebutuhan dapat mencegah terjadinya gizi kurang dan kegemukan pada anak. 2. Vitamin A, C, B1 dapat diperoleh dari sayuran, buah dan kacangkacangan. Dengan terpenuhinya zat gizi tersebut dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi, mencegah kebutaan dan meningkatkan konsentrasi belajar.
3. Kalsium dapat diperoleh dari susu, ikan, kacang-kacangan. Zat besi dapat diperoleh dari ikan, ayam, daging, tempe, oncom, kacangkacangan, sayuran hijau yang dapat membantu pertumbuhan tulang dan mencegah anemia. Menu yang disiapkan untuk anak sekolah harus disesuaikan dengan kebutuhan, kesukaan dan kebiasaan mereka serta bervariasi sesuai dengan selera makan. Hal yang perlu diperhatikan dalam menu makanan anak sekolah yaitu harus selalu ada lima sumber zat gizi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Menu anak sekolah harus memenuhi kecukupan kalori sebanyak 1.550-2.400 kkal per hari. 2.2
Pendidikan Gizi Pendidikan diberikan kepada setiap orang dengan memberikan informasi
untuk meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan. Menurut Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan gizi memiliki pengertian yaitu suatu usaha terencana dengan proses belajar yang dilakukan dengan memberikan informasi tentang gizi, baik dari pola makan maupun pemilihan makanan yang dapat mempertahankan atau meningkatkan status gizi menjadi lebih baik. Tujuan dari pendidikan gizi menurut
WHO secara umum yaitu mendorong terjadinya perubahan perilaku yang positif yang berhubungan dengan makanan dan gizi. Di dalam jurnal tentang pengaruh pemberian pendidikan gizi terhadap peningkatan pengetahuan gizi pada anak sekolah dasar (Candra, 2014) bahwa rata-rata tingkat pengetahuan gizi subjek sebelum dan setelah intervensi pemberian pendidikan gizi adalah sebesar 47,53% (kurang) dan 67,59% (baik). Peningkatan tingkat pengetahuan gizi subjek sebesar 20,06%. Berdasarkan hasil uji statistik paired t test, terdapat perubahan pengetahuan gizi yang signifikan antara sebelum dan setelah intervensi (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa intervensi pendidikan gizi yang diberikan selama sebelas hari memberikan pengaruh terhadap pengetahuan gizi subjek. Adapun hasil penelitian dari jurnal tentang pengaruh edukasi gizi terhadap pengetahuan anak gizi lebih (Thasim, 2013) bahwa sebelum pemberian edukasi gizi sebanyak 41 responden (74,5%) memiliki pengetahuan yang cukup dan meningkat menjadi 51 responden (92,7%) setelah pemberian edukasi. Responden yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 14 responden (25,5%) dan menjadi 4 responden (7,3%) setelah pemberian edukasi. Adanya peningkatan pengetahuan setelah pemberian edukasi sebanyak 1,57. Nilai p. menunjukkan hasil bahwa ada perbedaan antara pengetahuan sebelum dan sesudah pemberian edukasi gizi dengan nilai p. = 0,000 (p.<0,05).
2.2.1
Langkah-langkah Perencanaan Pendidikan Gizi Ada lima langkah merencanakan pendidikan gizi (Supariasa, 2013) yaitu: a. Identifikasi Masalah Dalam langkah identifikasi masalah, dilakukan pengkajian terhadap: 1. Keberadaan dan penyebab masalah. 2. Karakteristik populasi. 3. Kondisi geografis. b. Diagnosis Masyarakat Dalam rangka perencanaan materi dan teknik pendidikan, beberapa hal yang harus diketahui, yaitu: 1. Pengetahuan, sikap dan keterampilan masyarakat. 2. Perilaku spesifik yang berhubungan dengan masalah gizi. 3. Masalah politik, sosial, budaya, ekonomi, kependudukan, pendidikan, dan lain sebagainya. 4. Organisasi sosial yang ada di masyarakat. 5. Tokoh masyarakat atau key person. 6. Tenaga, keuangan, dan fasilitas yang tersedia. c. Penetapan Tujuan Tujuan pendidikan gizi harus dideskripsikan secara jelas agar setiap individu yang terlibat dalam pendidikan gizi memiliki persepsi yang sama. Tentukan juga fokus perilaku yang akan diubah.
d. Pengembangan Rencana Operasional Ada beberapa hal yang perlu dikembangkan secara operasional, yaitu: a. Materi yang akan disampaikan sesuai dengan masalah yang ada. b. Siapa sasaran pendidikan gizi, apakah pengambil kebijakan, guru sekolah, orang tua dan sektor swasta lainnya, seperti perusahaan makanan, restoran, dan rumah sakit. c. Pendidik Pendidik dapat ahli gizi, dietesien, perawat, bidan, dokter, dan penyuluh kesehatan lainnya. d. Saluran Pendidikan gizi dapat dilakukan melalui jalur rumah sakit, puskesmas, sekolah, media elektronik, media cetak, pameran, dan melalui jalur instansi pemerintah. e. Metode Metode
yang
digunakan
dapat
pendekatan
individu,
kelompok, dan massa. f. Evaluasi Evaluasi didasarkan pada tujuan yang telah ditentukan. Oleh sebab itu, tujuan harus dapat diukur. Jenis evaluasi berdasarkan waktu dapat berupa evaluasi jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. e. Pengembangan Kegiatan
Kegiatan pendidikan gizi harus dijabarkan secara perinci dan lengkap. Jenis kegiatan dapat dibagi dalam tiga jenis, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi. 2.2.2
Pendidikan Gizi di Sekolah Dasar Pendidikan gizi dilakukan dari sedini mungkin yang dimulai dari anak
tingkatan sekolah dasar. Menurut Suhardjo (1996), ada beberapa keuntungan melakukan pendidikan gizi di sekolah yaitu: 1.
Anak-anak mempunyai pemikiran yang terbuka dan pengetahuan yang diterima dapat menjadi dasar pembinaan bagi kebiasaan makannya.
2.
Anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang besar dan ingin mempelajarinya lebih jauh. Tujuan dilakukannya pendidikan gizi di sekolah bagi anak-anak yaitu: 1.
Dapat meningkatkan kesehatan dan tumbuh kembang fisik anak.
2.
Dapat membentuk kebiasaan makan dan pemilihan makanan yang baik bagi anak.
3.
Dapat meningkatkan pengetahuan anak tentang makanan bergizi bagi kesehatan.
4.
Dapat membantu anak dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan
tentang
gizi,
dari
cara
produksi,
pengolahan,
pengawetan, penyimpanan, pemilihan makanan yang ada kaitannya dengan konsumsi zat gizi.
2.3
Media Pendidikan Gizi
Media adalah alat peraga atau suatu perantara komunikasi untuk menyampaikan pesan-pesan dan informasi dari sumber tentang hal apapun kepada penerima. Media yang diketahui dapat berupa media cetak (leaflet, brosur, lembar balik, poster, dll.) dan media elektronik (televisi dan radio). Seiring berkembangnya zaman, teknologi semakin canggih, media dapat dikombinasikan antara yang satu dengan lainnya (multimedia). Media dapat dibuat melalui software komputer dan kemudian dicetak atau dapat ditampilkan dalam bentuk gambar dan video. Media dalam pendidikan gizi sangat penting karena dapat mempermudah penyampaian pesan, memperjelas pesan yang akan disampaikan dan menambah efektivitas proses pendidikan gizi (Supariasa, 2013). Media pendidikan gizi harus menarik, disesuaikan dengan sasaran didik, mudah ditangkap, singkat dan jelas, sesuai dengan pesan yang akan disampaikan dan harus sopan. 2.3.1
Game Puzzle Game atau permainan adalah sesuatu yang identik dengan anak-anak
karena mereka sangat menyenangi hal tersebut. Permainan adalah kegiatan yang memiliki awal dan akhir serta aturan-aturan. Menurut McLuhan (Turner dan West, 2007) bahwa permainan adalah kesenian populer, reaksi sosial, model dari kehidupan psikologi dan sebagai media interpersonal dalam berkomunikasi. Di dalam penelitian Pengaruh Permainan Sebagai Media Promosi Terhadap Perilaku Gizi Seimbang Pada Siswa SMA Negeri 1 Bagan Sinembah (Khoirani,2012) bahwa pengetahuan pelajar sebelum dilakukan promosi kesehatan terbanyak umumnya berada pada kategori baik yaitu sebesar 80,77%,
pengetahuan dengan kategori sedang sebanyak 17,31% dan pengetahuan dengan kategori kurang sebanyak 1,92%. Sesudah dilakukan promosi kesehatan menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan menjadi kategori baik sebanyak 100%. Puzzle adalah salah satu permainan yang membutuhkan ketelitian dan konsentrasi karena harus menyusun sebuah kepingan-kepingan gambar menjadi suatu bentuk yang utuh dan lengkap. Puzzle termasuk permainan yang memiliki nilai edukatif bagi anak-anak karena dapat belajar memahami konsep bentuk, warna, ukuran dan jumlah. Gambar di dalam puzzle harus dibuat dengan sederhana
dan
warna
yang
mencolok
agar
anak-anak
tertarik
untuk
memainkannya. Ada lima jenis Puzzle menurut Hadfield dalam Rahmanelli (2008:30) dalam Situmorang (2012) yaitu: “Spelling Puzzle, Jigsaw Puzzle, The Thing Puzzle, The letter(s) readiness Puzzle, dan Crosswords Puzzle. Di bawah ini akan dijelaskan kelima jenis Puzzle tersebut. a. Spelling Puzzle Spelling puzzle yaitu puzzle yang terdiri dari huruf-huruf acak untuk dijodohkan menjadi kosa kata yang benar sesuai dengan pertanyaan atau pernyataan yang ada. b.
Jigsaw Puzzle Puzzle ini berupa beberapa pertanyaan atau pernyataan untuk dijawab kemudian dari jawaban itu diambil huruf-huruf pertama untuk dirangkai
menjadi sebuah kata yang merupakan jawaban pertanyaan yang paling akhir. c. The Thing Puzzle Puzzle ini berupa deskripsi kalimat-kalimat yang berhubungan dengan gambar-gambar benda untuk dijodohkan. Pada akhirnya setiap deskripsi kalimat akan berjodoh pada gambar yang telah disediakan secara acak. d.
The letter(s) readiness Puzzle The letter(s) readiness puzzle adalah puzzle yang berupa gambargambar disertai dengan huruf-huruf nama gambar tersebut, tetapi huruf itu belum lengkap.
e.
Crossword Puzzle Puzzle ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dengan cara memasukkan jawaban (huruf atau angka) tersebut ke dalam kotakkotak yang tersedia baik secara horizontal maupun vertikal. Puzzle ini sering disebut dengan permainan teka-teki silang (TTS).
2.3.2
Gambar Animasi Animasi dalam etimologi (asal mula kata) bahasa Indonesia berasal dari
kata “Animation”. Animation berasal dari bahasa Yunani “Anima”, yang secara sematics (arti) berarti “napas” dan napas identik dengan “hidup”, hingga animasi secara sederhana adalah “memberi hidup pada sesuatu yang tidak hidup sebelumnya”. Di dalam buku 2D Animation (Gumelar, 2011) ada beberapa teori umum tentang defenisi animasi yaitu:
1.
Animasi adalah menggerakkan benda mati seolah-olah hidup.
2.
Animasi adalah visi gerak yang diterapkan pada benda mati.
3. Animasi adalah tampilan yang cepat dari urutan gambar-gambar 2D ataupun 3D atau model dalam posisi tertentu, untuk menciptakan ilusi gerak (Animation is the rapid display of a sequence of images of 2-D or 3-D artwok or model positions, in order to create an illusion of movement). Di dalam penelitian Efek Pembelajaran Tentang Lingkungan Berbasis Animasi On-Line Pada Transfer Pengetahuan Pada Siswa Sekolah Dasar (Rosen, 2009) bahwa mengintegrasikan animasi BrainPOP ke dalam proses pembelajaran secara signifikan meningkatkan kemampuan untuk mentransfer pengetahuan ilmiah dan teknologi siswa sekolah dasar (ES=1.00, t=11.50, p<.001). 2.4
Pengetahuan Gizi Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang diperoleh dari pengalaman sendiri
atau orang lain. Pengetahuan kesehatan adalah faktor predisposisi, salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku kesehatan pada seseorang. Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berhubungan dengan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, gizi dan lingkungan (Notoatmodjo, 2011). Pengetahuan gizi adalah hasil dari suatu pendidikan gizi yang dapat merubah perilaku gizi seseorang baik dalam pemilihan makanan, pola makan dan kesadaran terhadap kebiasaan makan. Di dalam penelitian Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian
Obesitas Pada Remaja (Anisa, 2012) bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan yang tinggi tentang pola makan sebanyak 47 (50,5%) responden, mayoritas responden dengan tingkat pengetahuan tentang pola makan berkategori baik tidak mengalami obesitas yaitu sebanyak 40 (67,8%). Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai X2 sebesar 22,43 yang lebih besar dari X2 tabel (df=2) yaitu sebesar 5,99 dan p-value sebesar 0,000 < α =0,05 maka disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan tentang pola makan dengan kejadian obesitas. Di dalam jurnal penelitian tentang Hubungan Pengetahuan Gizi terhadap Pola Makan pada Mahasiswa yang Aktif Berolahraga (Iqbal, 2013) yaitu bahwa rata-rata responden memiliki pengetahuan gizi yang cukup baik dengan rincian 28 orang (46,67%) memiliki pengetahuan gizi cukup baik, 10 orang (16,67%) memiliki pengetahuan gizi dalam kategori baik dan 22 orang (36,66%) memiliki pengetahuan gizi dalam kategori kurang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh gambaran mengenai pola makan yang dimiliki oleh responden. Rata-rata responden memiliki pola makan yang cukup baik dengan rincian 50 orang (46,67%) memiliki pola makan dalam kategori cukup baik, 2 orang (3,33%) memiliki pola makan dalam kategori baik dan 8 orang (13,34%) memiliki pola makan dalam kategori kurang. Dari hasil analisis data dengan menggunakan rumus Pearson Korelasi Momen dalam program SPSS 17 didapatkan hasil nilai pearson correlation antara pengetahuan gizi dengan pola makan menunjukkan angka 0,285. Angka tersebut
menunjukkan adanya korelasi dan positif yang artinya adanya hubungan antara pengetahuan gizi terhadap pola makan pada mahasiswa yang aktif berolahraga. 2.5
Anak Sekolah Dasar Anak sekolah dasar adalah anak berumur 6 atau 7 tahun sampai 12 tahun
yang berada pada tahap pendidikan awal. Anak sekolah dasar adalah anak yang tetap mengalami pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, sosial dan intelektual. Anak-anak pada usia ini tetap masih dalam masa pertumbuhan yang biasanya berkaitan dengan peningkatan masukan dan nafsu makan. Perkembangan fisiologik pada anak usia sekolah meningkat secara progresif. Anak-anak mampu melakukan gerakan-gerakan yang lebih kompleks, sehingga memacu mereka untuk mengikuti kegiatan-kegiatan seperti dansa, olahraga, gimnastik dan aktivitas fisik lainnya. Selama awal periode sekolah, persentase lemak tubuh mencapai minimum 16% pada perempuan dan 13% pada laki-laki (Sulistyoningsih, 2012). Menurut Sulistyoningsih (2012) karakteristik kognitif yang dimiliki anak usia sekolah pada perkembangan kognitifnya yaitu: a. Anak sudah mampu memberikan perhatian pada beberapa aspek. b. Anak mulai memiliki alasan rasional dan sistematik. c. Anak mulai mengembangkan rasa percaya diri sendiri, semakin mandiri dan mempelajari perannya dalam keluarga, di sekolah maupun di masyarakat. d. Egosentris anak mulai berkurang, anak mulai dapat menerima pendapat orang lain.
e. Terkait dengan pola makan, anak mulai menyadari pentingnya makanan bergizi untuk pertumbuhan dan kesehatan, meyakini pentingnya waktu makan, serta mulai timbul konflik dalam pemilihan waktu makan. f. Pengaruh lingkungan terhadap anak mulai meningkat. g. Hubungan peer meningkat sangat penting. Anak usia ini sering dianggap sedang memasuki fase Johnny won’t eat (Adriani dan Wirjatmadi, 2014). Sehingga membuat orangtua khawatir setiap kali anak tidak mau makan. Ada beberapa cara untuk membuat anak mau makan, yaitu: 1. Orangtua hendaknya memerhatikan porsi yang pantas untuk anak. Tidak perlu memberi porsi yang langsung banyak, secukupnya saja, apabila anak dapat menghabiskannya berikan dia pujian. 2. Izinkan anak menentukan porsi makannya sendiri, apabila orangtua melihat porsi makan anak sangat kurang, coba cari tahu apa penyebabnya. 3. Sajikan makanan ketika anak sedang lapar. 4. Pola makan orang tua sebaiknya memenuhi anjuran gizi seimbang sehingga dapat diterapkan pada anak-anaknya, karena biasanya anak mengikuti kebiasaan orangtuanya dan juga kebiasaan makan yang baik ditanamkan sejak kecil sehingga dapat terus diterapkan hingga dewasa. 5. Ciptakan suasana yang hangat antara orangtua dan anak, karena hal tersebut dapat meningkatkan nafsu makan anak.
2.5.1
Faktor Yang Memengaruhi Kebiasaan Makan Anak Sekolah Dasar Makan dapat dijadikan media oleh orangtua untuk mendidik anak supaya
dapat menerima, menyukai, memilih makanan yang dikonsumsi yang baik bagi kesehatan dan menentukan jumlah makanan yang cukup dan bermutu untuk dikonsumsi. Pada anak dapat dibina kebiasaan yang baik tentang makan dan melalui cara pemberian makan yang teratur sehingga anak makan sesuai waktu yang sudah lazim ditentukan, sehingga anak tidak terkena penyakit yang berhubungan dengan pencernaan seperti maag. Manusia hidup bermasyarakat atau membentuk kelompok hidup bersama, memiliki pola makan dan kebiasaan makan seperti kelompoknya. Pola budaya, agama, taraf ekonomi, lingkungan alam dan sebagainya. Kebiasaan makan individu, keluarga, dan masyarakat dipengaruhi oleh: 1. Faktor perilaku, seperti cara pandang terhadap makanan. Kemudian dinyatakan dalam bentuk tindakan makan dan memilih makanan. Kejadian ini berulang kali dan dilakukan secara berkelanjutan sehingga menjadi kebiasaan makan. 2. Faktor lingkungan sosial, seperti tingkat pendidikan. 3. Faktor lingkungan ekonomi, seperti pendapatan dan daya beli. 4. Lingkungan ekologi, seperti kondisi tanah, iklim dan lingkungan biologi. 5. Faktor ketersediaan bahan makanan, dipengaruhi oleh kondisi yang bersifat hasil karya manusia seperti sistem pertanian, prasarana dan sarana kehidupan.
6. Faktor
perkembangan
teknologi
seperti
bioteknologi
yang
menghasilkan jenis-jenis bahan makanan yang lebih praktis dan lebih bergizi, menarik dan awet jika disimpan dalam waktu yang lama. Jadi dapat dikatakan bahwa pola makan anak sangat dipengaruhi oleh pola makan keluarganya sendiri atau di lingkungan masyarakat tempat anak tinggal. Oleh karena itu, di lingkungan anak hidup terutama keluarga perlu pembiasaan makan yang memerhatikan kesehatan dan gizi. TV menjadi salah satu media elektronik yang berdampak cukup besar dalam memengaruhi kebiasaan makan anak. Hal ini dikarenakan sangat seringnya anak-anak menonton TV yang terkadang di sela-sela acaranya ada iklan-iklan terutama iklan makanan. Menurut Merryana dan Bambang (2014), pengaruh TV terhadap kebiasaan makan dapat terjadi melalui dua proses, yaitu: 1. Iklan TV akan menyebabkan meningkatnya alokasi pembelian jenis makanan baru yang sebelumnya tidak pernah dikonsumsi. Anak-anak yang konsumsi makannya sangat tergantung pada ketersediaan pangan di rumah akhirnya terkondisi dengan jenis-jenis makanan baru yang sedang dicoba ibunya. Akhirnya, terbentuklah kebiasaan makan dengan komoditas pilihan berdasarkan iklan TV. 2. Makanan dalam iklan TV sering kali ditampilkan dalam rangka menunjang suatu aktivitas. Jadi tidak sekedar memenuhi rasa lapar, karena terlalu banyaknya aktivitas dalam hidup seseorang maka jenisjenis makanan yang menyertai aktivitas itu pun akan semakin banyak
dan bila makanan tersebut bersifat low density nutrients maka ada kemungkinan kasus obesitas akan segera muncul. Pengetahuan tentang makanan sehat dan bergizi dalam memenuhi konsumsi makanan sehari-hari sangat penting, karena pendidikan gizi sulit berhasil bila tidak disertai peningkatan pengetahuan mengenai sikap, kepercayaan dan nilai-nilai dari masyarakat atau keluarga yang akan dijadikan sasaran dan cara mereka menerapkan hal tersebut kepada anak-anaknya. 2.5.2
Perilaku Gizi Yang Salah Pada Anak Sekolah Dasar Ketidaktahuan akan gizi yang baik pada anak ataupun orangtua karena
rendahnya pendidikan gizi tentang makanan yang baik bagi anak menyebabkan perilaku salah dalam mengonsumsi zat gizi. Berikut beberapa perilaku gizi yang salah pada anak sekolah (Devi, 2012). 1.
Tidak Mengonsumsi Menu Gizi Seimbang
Menu gizi seimbang seharusnya menjadi pedoman bagi pola makan anak sekolah. Saat makan harus tersedia makanan yang mengandung zat gizi seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral baik dalam kualitas maupun kuantitasnya. Akan tetapi, masih banyak anak sekolah atau orangtua tidak memperhatikan kelengkapan menu seperti diatas. Misalnya, dalam piring hanya tersedia nasi dengan ikan goreng saja atau nasi dengan telur rebus saja. Berarti zat gizi yang terpenuhi hanya dari karbohidrat, protein dan lemak, tidak ada vitamin dan mineral yang di dapat dari sayur dan buah.
2.
Tidak Sarapan Pagi
Sarapan pagi sangat penting bagi anak sekolah, karena hal tersebut dapat memenuhi energi mereka untuk berkonsentrasi saat belajar, bermain bersama teman dan menggantikan energi yang hilang saat mereka bangun di pagi harinya. Sekarang ini banyak orangtua yang bekerja, yang tidak memiliki waktu untuk menyiapkan sarapan pagi untuk anaknya ke sekolah sehingga banyak anak sekolah yang tidak terbiasa makan pagi ataupun sarapan di waktu yang telat. Akibatnya, kebutuhan gizi anak tidak tercukupi, anak kekurangan tenaga untuk berpikir dan beraktivitas, tidak dapat konsentrasi, cenderung malas, dan badan lemas. Hal ini akan membuat anak sangat tidak nyaman berada di sekolah dan akhirnya anak hanya “bermain-main” saja ketika guru sedang mengajar. 3.
Jajan Tidak Sehat Di Sekolah
Makanan jajanan dalam membantu pasokan kalori tentunya baik, namun keamanan jajanan tersebut dari segi mikrobiologis maupun kimiawi masih dipertanyakan. Apalagi dalam waktu terakhir ini Badan POM telah mengungkapkan temuannya tentang berbagai bahan kimia berbahaya seperti formalin dan bahan pewarna tekstil pada bahan makanan yang ada di pasaran. Sehingga perilaku makan pada anak di usia sekolah harus diperhatikan secara cermat dan serius.
4.
Kurang Mengonsumsi Buah dan Sayur
Anak sekolah di Indonesia pada umumnya kurang mengonsumsi sayuran dan buah. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran anak dan orangtua akan pentingnya zat gizi dari buah dan sayuran. Kurangnya mengonsumsi sayur dan buah merupakan pola makan yang salah, karena tidak memenuhi menu gizi seimbang dan berakibat pada kesehatan anak sekolah. Anak sekolah bisa saja mengalami kekurangan vitamin A, vitamin C, besi, kalsium dan seng yang berakibat pada pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak serta prestasi anak di sekolah. 5.
Mengonsumsi Fast Food dan Junk Food
Fast food dan junk food adalah makanan yang tidak memenuhi gizi seimbang, bahkan berbahaya bagi kesehatan karena padat kalori dan tingginya kandungan lemak terutama asam lemak jenuh yang akan menyebabkan kegemukan dan tingginya kolestrol darah. Tinggi garam menyebabkan aliran dan tekanan darah meningkat yang berakibat pada hipertensi, ginjal dan stroke. Kandungan gula yang tinggi dapat menyebabkan diabetes, karies gigi dan obesitas. 6.
Mengonsumsi Makanan Beresiko
Anak sekolah disadari atau tidak telah mengonsumsi makanan yang menimbulkan resiko terhadap kesehatan mereka. Makanan beresiko tersebut adalah penyedap makanan (MSG), makanan berkafein, makanan yang diberi pengawet, dan bahan pewarna yang dilarang.
2.5.3
Masalah Gizi Pada Anak Sekolah Dasar 1.
Anemia defisiensi gizi
Pada anak yang sering jajan biasanya susah untuk menyantap makanan lain yang tinggi zat gizi lain seperti zat besi, sehingga kandungan zat besi dalam tubuhnya sangat rendah. Hal ini dapat diatasi dengan mengubah pola makan anak secara perlahan dan memberikan suplementasi zat besi. 2.
Defisiensi yodium
Hal ini biasanya terjadi pada anak yang tinggal di daerah endemik gondok dan daerah dataran tinggi yang sumber makanannya rendah zat yodium yang dapat menyebabkan hambatan pada pertumbuhan fisik dan mental anak serta syaraf. 3.
Karies gigi
Pada anak hal ini sering terjadi karena terlau sering mengonsumsi makanan tinggi gula seperti permen dan minuman manis serta perilaku tidak menggosok gigi. 4. Obesitas Obesitas pada anak terjadi karena terlalu tingginya konsumsi karbohidrat dan lemak yang berlebihan setiap harinya yang didukung oleh tidak adanya aktivitas fisik yang dilakukan. Pendidikan gizi tentang gizi seimbang sangat penting untuk mencegah obesitas pada anak, agar anak tetap memiliki berat badan yang normal.
5. Berat badan kurang Terjadinya berat badan kurang pada anak memiliki faktor yang kompleks. Bisa aja anak selalu sakit-sakitan sehingga tidak memiliki selera makan, tidak selalu tersedia makanan dirumah, sering tidak sarapan pagi dan keadaan dirumah saat makan bersama keluarga membuat anak tidak selera makan. 2.6
Kerangka Konsep Pendidikan gizi tentang pola makan seimbang disampaikan melalui game
puzzle dan gambar animasi. Konsep dari game puzzle adalah berisi gambar sumber zat gizi seperti karbohidrat, protein hewani dan nabati, vitamin dan mineral. Gambar tersebut kemudian dibuat dalam suatu puzzle yang nantinya akan disusun oleh anak sekolah. Puzzle dibuat dengan berbagai warna, gambar makanan yang dapat dikonsumsi anak sesuai zat gizinya dan porsi dari setiap zat gizi yang dikonsumsi per harinya. Gambar animasi konsepnya yaitu dibuat gambar seolah-olah bergerak dan dikreasikan dengan tokoh gambar kartun yang disenangi oleh anak-anak. Gambar animasi berisi tentang pola makan seimbang yang perlu dilakukan oleh anak yaitu dalam satu porsi makan mereka harus lengkap semua zat gizi yaitu karbohidrat, protein hewani dan nabati, vitamin dan mineral serta porsi dari setiap zat gizi yang dibutuhkan per harinya. Dari kedua media yang digunakan, dilihat bagaimana peningkatan pengetahuan anak sekolah dasar SDN 067690 Medan tentang pola makan seimbang.
Pendidikan Gizi Melalui Game Puzzle dan Gambar
Pengetahuan Anak Sekolah Dasar
Animasi Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian