BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyelidikan Tanah Penyelidikan tanah dilapangan adalah pokok untuk memutuskan apakah suatu usulan pekerjaan rekayasa layak/patut dan cukup secara ekonomis untuk direncanakan. Penyelidikan tanah sangat perlu untuk menganalisa keamanan atau kasus keruntuhan pekerjaan – pekerjaan yang ada, untuk memilih bahan – bahan dan menentukan metode konstruksi untuk direncanakan yang kemudian dilaksanakan Penyelidikan tanah dilakukan untuk mengetahui parameter – parameter tanah yang dalam hal ini antara lain adalah komposisi tanah (soil properties), sifat – sifat teknis tanah (soil engineering) serta kandungan mineralogi dalam tanah. Pengetahuan akan parameter – parameter tanah tersebut sangat diperlukan untuk perencanaan awal struktur bangunan – bangunan sipil. Metoda metoda penyelidikan lapangadaahan sangat luas dalam lingkungan proyek rekayasa dan macam macam lapangan. Pada umumnya, beberapa penyelidikan akan akan dimulai dengan mengumpulkan dan mempelajari semua data tentang keadaan tanah dan kondisi geologi di lapangan. Pada banyak daerah, keadaan pengetahuan setempat, catatan percobaan lubang galian, lubang bor dan lain lain disekitarnya serta perilaku struktur yang ada yang kesemuanya ini akan sangat membantu. Jika keterangan yang ada tidak cukup atau tidak pasti, maka keadaan lapangan diperiksa secara detail.
II - 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Pekerjaan Sondir Pekerjaan sondir dilakukan untuk mendapatkan data tingkat kekuatan tanah/ kekerasan tanah lapisan tanah, pekerjaan ini dilakukan dengan alat sondir atau Cone Penetrometer Tes (CPT). Hasil cone penetration test disajikan dalam bentuk diagram sondir yang mencatat nilai tahan konus dan friksi selubung, tes ini dapat menentukan lapisan lapisan tanah berdasarkan pada korelasi tahanan ujung konus dan daya lekat tanah setiap kedalam sondir, kemudian dapat digunakan untuk mengetahui elevasi tanah lapisan keras dan menghitung daya dukung pondasi yang diletakkan pada tanah tersebut. Interpretasi hasil sondir didapat dengan mengkorelasikan nilai nilai tahanan konus (qc) dan friction dengan konsistensi tanah lempung dan kepadatan suatu lapiasn pasir seperti yang disajikan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Hubungan Antara Konsistensi Tanah dengan Tekanan Konus dan Undrained Cohesion (Terzaghi et al, 1996)
Konsistensi tanah Very Soft Soft Medium Stiff Stiff Very Stiff Hard
2.1.2 Pengeboran
Tekanan Konus qc ( kg/cm2 ) < 2,50 2,50 – 5,0 5,0– 10,0 10,0– 20,0 20,0– 40,0 > 40,0
Undrained Cohesion ( T/m2 ) < 1,25 1,25 – 2,50 2,50 – 5,0 5,0 – 10,0 10,0 – 20,0 > 20,0 CLAY
SAND
N-SPT
Relative N-SPT Konsistensi Density Pengeboran dapat dilakukan dengan mesin atau manual, pemboran dilakukan 0-4 Very Loose <2 Very Soft 4 - 10 Loose 2-4 Soft dengan tujuan untuk mendapatkan sampel tanah undistrubed ( tidak terganggu). 10 - 30 Medium 4-8 Medium 30 -50 Dense 8 - 15 Stiff Sedangkan maksud dilakukan pekerjaan pemboran adalah guna >50 Very Dense 15 - 30 Very Stiff > 30 Hard PI 0 0
TINGKAT PLASTISITAS
JENIS TANAH
Tidak plastis Plastisitas Rendah Plastisitas Sedang
Pasir Lanau (Silt) Silty – Clay
II - 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
mengidentifikasikan kondisi lapisan tanah sampai pada kedalaman yang ditetapkan, sehingga dapat digunakan dalam perencanaan pondasi pada stabilisasi lereng.Sampel tanah yang didapat pada pemboran ini digunakan untuk mencari parameter paremeter tanah melalui serangkaian tes laboratorium. Selain itu juga dilakukan tes SPT atau Standard Penetration Test yang diperlukan untuk menentukan konsistensi atau density tanah dilapangan, berikut disajikan korelasi nilai N-SPT dan properties tanah. Tabel 2.2 Hubungan Antara N – SPT dan Properties Tanah (Terzaghi et al, 1996) Sand
Clay
N - SPT
Relative Density
N - SPT
Konsistensi
0-4
Very Loose
<2
Very Soft
4 - 10
Loose
2-4
Soft
10 - 30
Medium
4-8
Medium
30 - 50
Dense
8 - 15
Stiff
> 50
Very Dense
15 - 30
Very Stiff
> 30
Hard
2.2 Pengujian Laboratorium Pengujian laboratorium dari sampel tanah dilakukan untuk menghasilkan penggolongan tanah, indeks properti, satuan berat, dan kekuatan. Tabel 2.3 menunjukkan pengujian laboratorium yang biasa digunakan untuk menghasilkan parameter indeks dan properti lain yang digunakan untuk rancang bangun tanah. Tabel 2.3 sesuai dengan ASTM dan AASHTO pengujian standar. Apalagi Tabel 2.3 juga memberikan metode lain dalam pengujian, seperti untuk mengevaluasi II - 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
galian yang dipadatkan, mencairkan kepekaan, potensi keruntuhan, dan potensi mengembang, yang mungkin ada untuk beberapa kasus pada proyek . Tabel 2.3 Standard Pengujian Untuk Tanah Secara Umum (Lazarte, 2003)
2.2.1 Indeks Properties Tanah Pada kebanyakan proyek, properti tanah dasar ditentukan melalui penyelidikan tanah dan pengujian laboratorium: 1. Klasifikasi tanah (semua tanah), 2. Analisis ayakan (tanah tanpa kohesi),
II - 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3. Kandungan halus (yang dicampur dengan butiran halus dan tanah berbutir kasar), 4. Natural moisture (kebanyakan pada tanah berbutir halus), 5. Batas Atterberg (tanah berbutir halus), 6. Kandungan organik. 1.
Satuan Unit Berat Tanah
Satuan unit berat tanah merupakan parameter yang penting menganalisa karena kekuatan ketidakstabilan secara langsung dipengaruhi unit berat. Unit berat pada tanah berbiji-biji dan beberapa tanah berbutir halus dapat diperkirakan dari uraian tanah dalam hubungan dengan uraian dari kepadatan relatif (Dr) (Gambar 2.1) atau korelasi lain (Kulhawy dan Maine, 1990). Dalam Gambar 2.1, γd/γw adalah perbandingan unit berat kering tanah dengan unit berat air. Untuk tanah jenuh, kandungan air di tempat (wn) harus disatukan untuk perhitungan unit berat jenuh (γsat) [γsat = γd ( 1 + wn )]. Unit berat tanah tanpa kohesi dapat diperkirakan dari korelasi dengan nilai N-SPT.
Gambar 2.1 Korelasi dari sudut geser efektif sebagai fungsi klasifikasi tanah, kepadatan relatif dan unit berat. ( U.S. Navy, 1982, Kullhawy dan Mayne, 1990) II - 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. Batas Konsistensi Tanah Batas konsistensi tanah atau yang biasa disebut Atterberg Limit merupakan hal yang penting dan selalu dilakukan pada saat penyelidikan. Penyelidikan ini khusus dilakukan pada tanah berbutir halus dan dikarenakan batas-batas ini tidak meupakan sifat - sifat fisika yang jelas maka dipakai cara empiris untuk menentukanya. Kegunaan batas atterberg dalam perencanaan adalah memberikan gambaran secara garis besar akan sifatsifat tanah yang bersangkutan. Tanah yang batas cairnya tinggi biasanya mempunyai sifat teknik yang buruk yaitu kekuatan kekuatanya rendah, sedangkan compressiblity nya tinggi sehingga sulit dalam hal pemadatanya. Batas-batas konsistensi tanah dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 2.2 Batas Konsistensi Tanah (Terzaghi et al, 1996)
1. Batas cair (LL) adalah kadar air tanah antara keadaan cair dan keadaan plastis. 2. Batas plastis ( PL) adalah kadar air pada batas bawah daerah plastis. 3. Indeks plastisitas (PI) adalah selisih antara batas cair dan batas plastis, dimana tanah tersebut dalam keadaan plastis, atau PI = LL - PL
II - 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.4 Hubungan Nilai Indeks Plastisitas dengan Jenis Tanah Menurut Atterberg (Terzaghi et al, 1996) PI
TINGKAT PLASTISITAS
JENIS TANAH
0
Tidak Plastis
Pasir
0 < PI < 7
Plastisitas Rendah
Lanau (silt)
7 - 17
Plastisitas Sedang
Silt - Clay
> 17
Plastisitas Tinggi
Lempung (Clay)
3. Analisa Saringan Dan Hidrometer Analisa saringan dan hidrometer diperlukan untuk klasifikasi tanah berdasarkan ukuran butirnya. Pemeriksaan analisis saringan dan hidrometer ini untuk menentukan penyebaran butiran / gradasi dari suatu sampel tanah dengan menggunakan saringan dan hidrometer sehingga dapat diketahui jenis tanah berdasarkan diameter butirnya. Analisa saringan dilakukan dengan cara mengayak dan menggetarkan contoh tanah melalui satu set alat ayakan. Dimana lubang lubang ayakan tersebut makin kecil secara berurutan, kemudian hasil dari analisa saringan tersebut diplotkan pada kurva distribusi ukuranbutiran. Diameter butiran digambarkan dalam skala logaritmik, dan persentase dari butiran yang lolos ayakan digambarkan dalam skala hitung biasa. Sedang pada analisis hidrometer pemeriksaan ini untuk memperpanjang atau melanjutkan batas kurva distribusi ukuran butiran / gradasi dan untuk memperkirakan ukuran yang lebih kecil dari saringan No.200, pemeriksaaan dengan analisa hidrometer didasarkan pada prinsip sedimentasi butir butir tanah dalam air, tiap partikel partikel tanah akan mengendap dengan kecepatan yang II - 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
berbeda beda. 2.2.2 Engineering Properties Tanah 1. Kuat Geser Tanah Tanpa Kohesi Kuat geser tanah tanpa kohesi dapat diwakili dengan terdrainase, sudut efektif dari pergeseran internal (Φ’). Nilai dari sudut pergeseran biasanya diperkirakan dari korelasi hasil pengujian tanah (SPT dan CPT). Nilai dari sudut pergeseran sebagai fungsi dari parameter ditentukan dari SPT dan CPT pada tabel 2.5 Tabel 2.5 Korelasi hasil sudut geser antara SPT dan CPT pada tanah tanpa kohesi (Kullhawy and Maine, 1990)
2. Kuat Geser Tanah Berbutir Halus Pada tanah berbutir halus, kuat yang dikerahkan adalah fungsi dari ukuran pembebanan dalam hubungannya dengan kemampuan tanah untuk mengalirkan kelebihan tekanan pori-pori air dan sifat dasar tanah. Tanah berbutir halus dapat memperlihatkan kuat geser dalam kondisi terdrainase dan tak terdrainase. Kuat tanah terdrainase terjadi ketika tidak ada kelebihan tekanan pori-pori air yang dihasilkan selama pembebanan (pori-pori air dibuang selama pembebanan) dan perubahan volume diijinkan untuk terjadi. Kuat geser tak terdrainase pada saat II - 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
jenuh, tanah berbutir halus terjadi ketika terdapat kelebihan tekanan pori-pori air selama pembebanan (tidak terjadi pengeringan pori-pori air selama tanah dibebani) dan tanah tidak mengalami perubahan volume. Untuk konsolidasi normal, tanah berbutir halus jenuh, terjadi peningkatan tekanan pori selama pembebanan, pengurangan tekanan efektif dalam tanah dan hingga pengurangan kuat tanah tak terdrainase, sedangkan pengurangan tekanan pori-pori air selama pembebanan peningkatan tekanan efektif dalam tanah dan bersesuaian dengan peningkatan kekuatan geser tak terdrainase. Tabel 2.6 Korelasi antara hasil SPT dan CPT dan kekuatan kondisi tak terdrainase
tanah berbutir halus (Sumber: Kulhawy dan Maine, 1990)
II - 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.7 Parameter Elastis Tanah (Meyerhoff, 1956)
. Tabel 2.8 Korelasi dengan parameter indeks dan sejarah preconsolidation untuk lempung. (Sumber: Kulhawy dan Maine, 1990)
2.3 Klasifikasi Tanah Klasifikasi tanah sangat diperlukan untuk membenikan gambaran sepintas mengenai sifat-sifat tanah didalam perencanaan dan pelaksanaan suatu konstruksi. Dalam mekanika tanah telah banyak dibuat metode pengklasifikasian sesuai dengan dasar yang dipakai untuk mendasani metode yang dibuat. Walaupun terdapat berbagai sistem pengklasifikasian tanah, tetapi tidak satupun dari sistem II - 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
sistem tersebut yang memberikan penjelasan yang tegas mengenai segala kemungkinan pemakaiannya. Adapun beberapa metode klasifikasi tanah yang ada antara lain: 1. Klasifikasi Tanah Sistem ASHTO 2. Klasifikasi Tanah Sistem UNIFIED
2.3.1 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO Sistem klasifikasi tanah sistem AASHTO pada mulanya dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public Road Administration Classification System. Guna mengklasifikasikan tanah untuk pemakaian lapisan dasar jalan raya. Sistem ini pada mengklasifikasikan tanah kedalam delapan kelompok, A-1 sampai A-7. Kelompok A-1 dianggap yang paling baik yang sesuai untuk lapisan dasar jalan raya. Setelah diadakan beberapa kali perbaikan , sistem ini dipakai oleh The American Association of State Highway Officials (AASHTO) dalam tahun 1945. Bagan pengklasifikasian sistem ini dapat dilihat seperti pada tabel 2.9a. di bawah. Tabel 2.9.a Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO (Hary Christady, 2002)
II - 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.9.b Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO (Hary Christady, 2002)
2.3.2 Klasifikasi Tanah Sistem UNIFIED Sistem klasifikasi tanah yang paling terkenal di kalangan para ahli teknik tanah dan pondasi adalah klasifikasi sistem UNIFIED. Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh Casagrande dalam tahun 1942 untuk dipergunakan pada pekerjaan pembuatan lapangan ternagn yang dilaksanakan oleh The Army Corps Engineers. Sistem ini telah dipakai dengan sedikit modifikasi oleh U.S. Bureau of Reclamation dan U.S Corps of Engineers dalam tahun 1952. Dan pada tahun 1969 American Society for Testing and Material telah menjadikan sistem ini sebagai prosedur standar guna mengklasifikasikan tanah untuk tujuan rekayasa. Sistem UNIFIED membagi tanah ke dalam dua kelompok utama: 1. Tanah berbutir kasar adalah tanah yang lebih dan 50% bahanya tertahan pada ayakan No. 200. Tanah butir kasar terbagi atas kerikil dengan simbol G (gravel), dan pasir dengan simbol S (sand). 2. Tanah butir halus adalah tanah yang lebih dan 50% bahannya lewat pada saringan No. 200. Tanah butir halus terbagi atas lanau dengan simbol M (silt), II - 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
lempung dengan simbol C (clay), serta lanau dan lempung organik dengan simbol O, bergantung pada tanah itu terletak pada grafik plastisitas. Tanda L untuk plastisitas rendah dan tanda H untuk plastisitas tinggi. Adapun simbol simbol lain yang digunakan dalam klasisfikasi tanah ini adalah : W = well graded (tanah bergradasi baik) P = poor graded (tanah bergradasi buruk) L = low plasticity (plastisitas rendah) (LL < 50) H = high plasticity (plastisitas tinggi) ( LL > 50) Untuk lebih jelasnya klasifikasi sistem UNIFIED dapat dilihat pada bagan gambar 2.3.a dan gambar 2.3.b dibawah.
II - 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.3.a Klasifikasi Tanah Sistem UNIFIED (Hary Christady, 2002)
II - 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.3.b Klasifikasi Tanah Sistem UNIFIED (Hary Christady, 2002)
II - 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.4 Pengertian terowongan Terowongan adalah struktur bawah tanah yang mempunyai panjang lebih dari lebar penampang galiannya, dan mempunyai gradien memanjang kurang dari 15%. Terowongan umunya tertutup di seluruh sisi kecuali di kedua ujungnya yang terbuka pada lingkungan luar. Terowongan umumnya dibuat melalui berbagai jenis lapisan tanah dan bebatuan sehingga metode konstruksi pembuatan terowongan tergantung dari keadaan tanah. Metode konstruksi yang lazim digunakan dalam pembuatan terowongan antara lain : Cut and Cover System, Pipe Jacking System (Micro Tunneling), Tunneling Bor Machine (TBM), New Austrian Tunneling Method (NATM), dan Immersed-Tube Tunneling System. Menurut Paulus P Raharjo (2004) bahwa terowongan transportasi bawah kota merupakan grup tersendiri diantara terowongan lalu –lintas, dapat berupa terowongan kereta
api
maupun terowongan
jalan raya.
Dalam
tahap
konstruksinya, terowongan memerlukan pengawasan yang lebih, karena adanya sedikit kesalahan metode atau sequence of work dapat mengakibatkan keruntuhan tunnel. Pelaksanaan galian terowongan dapat dikerjakan dengan bantuan alat-alat berat (excavator dengan perlengkapan-perlengkapan clampshell, backhoe, shovel, dan juga crawler loader), sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dalam waktu relatif cepat dan memperkecil kemungkinan runtuh
2.5 Klasifikasi Terowongan Ditinjau berdasarkan kegunaan terowongan, Made Astawa Rai (1988) membagi terowongan menjadi 2 bagian, yaitu : II - 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Terowongan lalu – lintas ( traffic tunnel ) a. Terowongan kereta api Adalah terowongan yang merupakan terowongan paling penting diantara terowongan lalu – lintas.
b. Terowongan jalan raya Terowongan yang dibangun untuk kendaraan bermotor karena pesatnya pertambahan lalu – lintas jalan raya bersamaan dengan berkembangnya industri kendaraan bermotor.
c. Terowongan pejalan kaki Terowongan ini termasuk dalam grup terowongan jalan (road tunnel) tetapi penampangnya lebih kecil, jari – jari belokannya pendek dan kemiringannya besar (lebih besar dari 10%). Terowongan ini biasanya digunakan dibawah jalan raya yang ramai atau dibawah sungai dan kanal sebagai tempat menyebrang bagi pejalan kaki.
d. Terowongan navigasi Terowongan ini dibuat untuk kepentingan lalu-lintas air di kanalkanal dan sungai-sungai yang menghubungkan satu kanal atau sungai ke kanal lainnya. Disamping itu juga dibuat untuk menembus daerah pegunungan untuk memperpendek jarak dan memperlancar lalu – lintas air.
II - 17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.4 Terowongan subway (Paulus Rahardjo, 2002) e. Terowongan transportasi dibawah kota f. Terowongan transportasi ditambang bawah tanah Terowongan ini dibuat sebagai jalan masuk kedalam tambang bawah tanah yang digunakan untuk lalu – lintas para pekerja tambang, mengangkut peralatan tambang, mengangkut batuan dan bijih hasil penambangan. 2. Terowongan angkutan a. Terowongan stasiun pembangkit listrik air Air dialihkan atau dialirkan dari sungai atau reservoir untuk digunakan sebagai pembangkit listrik disebuah stasiun pembangkit yang letaknya lebih rendah. Terowongan ini dapat dikategorikan pada suatu grup utama berdasarkan kegunaannya. b. Terowongan penyediaan air Terowongan ini hampir sama dengan terowongan stasiun pembangkit listrik air, perbedaannya hanya pada fungsi kedua terowongan tersebut. Fungsi dari terowongan penyediaan air adalah menyalurkan air dari mata air ketempat penyimpanan air di dalam kota atau membelokkan air ke tempat penyimpanan tersebut. II - 18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
c. Terowongan untuk saluran air kotor Terowongan ini dibuat untuk membuang air kotor dari kota atau pusat industri ke tempat pembuangan yang sudah disediakan.
d. Terowongan yang digunakan untuk kepentingan umum Terowongan ini biasanya dibuat di daerah perkotaan untuk menyalurkan kabel listrik dan telepon, pipa gas dan air, dan juga pipa – pipa lainnya yang penting, dibuat dibawah saluran air, jalan raya, jalan kereta api, blok bangunan untuk memudahkan inspeksi secara kontinyu, pemeliharaan dan perbaikan sewaktu – waktu kalau ada kerusakan. Berdasarkan lokasinya terowongan dibagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut: a. Underwater Tunnels Terowongan yang dibangun dibawah dasar muka air. Pada umunnya dibangun dibawah dasar dan sungai atau laut. Perhitungannya lebih kompleks, selain ada tekanan tanah.juga terdapat tekanan air yang besar. b. Mountain Tunnels Terowongan jenis ini adalah salah satu terowongan yang mempunyai peran penting ketika suatu daerah memiliki topografi yang beragam, sehingga perlu adanya terowongan yang dibangun menembus sebuah bukit maupun gunung.
II - 19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
c. Tunnels at Shallow Depth and Water City Streets Jaringan transportasi di Negara-negara maju seperti Amerika, Inggris, dan Jepang banyak yang menerapkan tipe terowongan ini. Terowongan jenis ini sangat cocok untuk dibangun di perkotaan. Baik itu untuk transportasi maupun saluran drainase kota. Berdasarkan material yang dipakai, Paulus P Raharjo (2004) menjelaskan terdapat 3 jenis terowongan, yaitu: 1. Terowongan Batuan (Rock Tunnels) Terowongan batuan dibuat langsung pada batuan massif dengan cara pemboran atau peledakan. Terowongan batuan umumnya lebih mudah dikonstruksikan daripada terowongan melalui tanah lunak karena pada umumnya batuan dapat berdiri sendiri kecuali pada batuan yang mengalami fracture. 2. Terowongan melalui tanah lunak (Soft Ground Tunnels) Terowongan melalui tanah lunak dibuat melalui tanah lempung atau pasir atau batuan lunak (soft rock) . Karena jenis material ini runtuh bila digali, maka dibutuhkan suatu dinding atau atap yang kuat sebagai penahan bersamaan dengan proses penggalian. Umumnya digunakan shield (pelindung) untk memproteksi galian tersebut agar tidak runtuh. Teknik yang umum digunakan pada saat ini adalah shield tunneling Pada terowongan melalui tanah lunak ini, lining langsung dipasang dibelakang shield bersamaan dengan pergerakan maju dari mesin pembor terowongan (Tunnel Boring Machine).
II - 20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3. Terowongan gali – timbun (Cut and Cover Tunnel) Terowongan ini dibuat dengan cara menggali sebuar trench pada tanah, kenudian dinding dan atap terowongan dikonstruksikan di dalam galian. Sesudah itu galian ditimbun kembali dan seluruh struktur berada dibawah timbunan tanah. (Sumber : Rai Made Astawa Rai : Teknik Terowongan: 1988) 2.6 Metode Konstruksi Terowongan Terowongan adalah struktur bawah tanah yang mempunyai panjang lebih dari lebar penampang galiannya, dan mempunyai gradien memanjang kurang dari 15%. Terowongan umunya tertutup di seluruh sisi kecuali di kedua ujungnya yang terbuka pada lingkungan luar. Beberapa ahli teknik sipil mendefinisikan terowongan sebagai sebuah tembusan di bawah permukaan yang memiliki panjang minimal 0.1 mil, dan yang lebih pendek dari itu dinamakan underpass. 2.6.1 Tinjauan Geoteknik Dari sudut tinjauan geoteknik, konstruksi terowongan melibatkan dua disiplin ilmu : Mekanika Tanah dan Mekanika Batuan. Jarang sekali terowongan melalui tanah saja, meskipun pembuatan terowongan pada tanah umumnya merupakan masalah yang sulit. Pelaksanaan konstruksi terowongan dapat mengakibatkan ketidakpastian. Dalam pembuatan terowongan, situasi dapat muncul dalam kondisi ketidakpastian, sekalipun telah didahului dengan penyelidikan pendahuluan tentang kondisi tanah dan batuan. Hal mana dapat menyebabkan pembengkakan biaya, waktu dan tenaga kerja. Tentu saja
II - 21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
semakin luas dan mendalam penyelidikan geoteknik yang dilakukan, maka semakin kecil resikonya. Memang telah dikembangkan solusi secara teoretis untuk menghitung tegangan dan regangan pada lining terowongan pada kondisi yang ideal, tetapi seorang perancang perlu memperhatikan keadaan real dan mengadopsi keadaan ini pada tingkat yang mendekati kenyataan. Pandangan geoteknik pada umumnya mengkombinasikan penelaahan teoretis dan pengetahuan empirik yang diperoleh dari observasi dan pengukuran pada terowongan yang sedang dilaksanakan.
2.6.2 Aspek Geologi Teknik Geologi adalah faktor terpenting untuk mengetahui jenis, bentuk dan biaya terowongan. Misalnya rute, desain dan konstruksi dari terowongan sangat bergantung
kepada
pertimbangan
geologi.
Sebagai
konsekuensinya,
pelaksanaan terowongan sering mempunyai ketidakpastian yang tinggi karena kondisi bawah tanah sepanjang rute terowongan tidak pernah lengkap, serinci apapun penyelidikan geoteknik dilakukan. Sebelum konstruksi terowongan umumnya dilakukan penyelidikan geologi teknik dan geoteknik menggunakan cara pemboran, in situ testing, adits maupun pilot tunnel. Adits untuk eksplorasi sebelum penerowongan umumnya tidak dilakukan kecuali salah satu bagian terowongan dipandang berbahaya atau suatu ketidakpastian telah dipastikan. Pada pemboran, inti dari bor harus selalu disimpan untuk membantu interpretasi dari masalah geoteknik pada saat pelaksanaan terowongan. Pilot tunnel adalah cara terbaik untuk menyelidiki lokasi terowongan dan
II - 22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
harus digunakan apabila terowongan berukuran besar hendak dilaksanakan pada daerah yang memiliki kondisi geologi yang kritis. Pilot tunnel juga merupakan cara untuk mengatasi masalah air. Bila rembesan kedalam terowongan diperkirakan tinggi, maka batuan atau tanah dapat terlebih dahulu diproteksi dengan cara grouting. Informasi yang dapat diandalkan pada muka terowongan merupakan keadaan yang amat penting. Kondisi ini dapat dicapai misalnya dengan membor horizontal antara dua buah shaft atau dengan pemboran langsung didepan muka terowongan pada tiap interval tertentu. Pada kondisi tanah atau batuan yang amat jelek, pemboran dalam arah miring kedepan dari muka terowongan kadang – kadang dilakukan sejarak 10 – 30 m. Meskipun cara ini sangat menghambat kemajuan penerowongan, tetapi kepastian penyelesaiannya lebih terjamin. Pemboran keatas dan kesamping dari muka terowongan membantu memberikan informasi akan adanya sesar, bagian lemah dari batuan ( weak seams) atau rongga.
2.6.3 Konsep Umum Teknologi Metode Konstruksi Terowongan Cara pelaksanaan atau metode konstruksi terowongan memberikan kontribusi yang besar terhadap tegangan yang bekerja dan prilaku dari massa tanah atau massa batuan yang digali untuk terowongan. Khususnya masalah yang timbul pada konstruksi terowongan lebih merupakan masalah lapangan daripada saat perancangan. Teknologi yang tersedia massa kini telah membuat konstruksi terowongan cukup aman dan berhasil dengan baik sebagaimana konstruksi sipil yang besar lainnya. Orang lebih percaya bahwa masalah pemilihan
II - 23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
konstruksi terowongan lebih merupakan masalah ekonomis dan ketersediaan alat dan tenaga daripada masalah ketidakpastian. Telah ada solusi teoretis untuk menentukan tegangan dan regangan yang akan bekerja. Tetapi karakteristik dari material tanah dan batuan tidaklah mudah seehingga konsep teoretis tidaklah memuaskan. Dalam hal ini keterpaduan antara perbedaan teoretis dan lapangan semakin diperlukan. Kondisi geologi merupakan faktor pengendali dalam pelaksanaan konstruksi terowongan, dimana untuk suatu proyek dapat memberikan variasi yang cukup besar. Identifikasi yang memadai untuk kondisi geologi ini umumnya sulit dan memerlukan biaya yang besar sehingga modifikasi saat konstruksi harus diantisipasi. Syarat utama untuk konstruksi terowongan adalah : 1. Dapat dilaksanakan dengan aman. 2. Pelaksanaan konstruksi tidak boleh mengakibatkan kerusakan pada bangunan sipil atau instalasi penting lainnya. 3. Konstruksi terowongan harus dapat memiliki sistem pemeliharaan yang seminim mungkin. 4. Dalam jangka waktu yang lama harus dapat menahan beban yang bekerja, dalam hal ini yang terutama adalah tekanan tanah dan tekanan air. Unsur – unsur utama dalam studi untuk konstruksi terowongan yang harus dipertimbangkan adalah : 1. Penggalian Yaitu metode untuk menggali material, pada umunya tergantung pada kekuatan dan kekerasan material.
II - 24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. Penjagaan terhadap galian/ bukaan Perlu tidaknya suatu proteksi terhadap kemungkinan longsor tanah atau batuan kedalam lubang terowongan.Metode yang dapat diterapkan disini misalnya pembuatan dinding diafragma untuk galian terbuka, penggunaan shortcrete dan penjangkaran bila perlu dan lain – lain. 3. Perbaikan tanah/ batuan Pada penggalian terowongan untuk tanah maupun batuan tidak kompeten, perbaikan tanah atau batuan mungkin diperlukan. Diantara teknik perbaikan adalah dengan jet grouting atau dengan dewatering. 4. Pengaruh konstruksi terowongan terhadap struktur disekitar terowongan. Pengaruh dari konstruksi terowongan terhadap bangunan disekitarnya adalah keseimbangan baru yang mengakibatkan penurunan permukaan tanah dan pergerakan lateral didekat lubang galian. 2.6.4 Kondisi Tanah dan Batuan Kondisi tanah dapat menguntungkan yaitu bila penggalian terowongan tidak mengakibatkan kesulitan yang berarti, tetapi dapat juga tidak menguntungkan karena dapat membahayakan para pekerja, mengakibatkan kelambatan kerja dan penambahan biaya dan dapat pula mengakibatkan penurunan tanah dipermukaan secara berlebihan. Kondisi yang tidak menguntungkan ini harus memperoleh perhatian utama dan umumnya perlu dilakukan dengan perbaikan tanah terlebih dahulu. 2.6.5 Terowongan pada Massa Batuan Batuan kompeten adalah batuan intact yang keras yang tidak membutuhkan sokongan pada penggalian terowongan, tetapi kekerasannya menjadi bahan
II - 25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
pertimbangan untuk teknik penggaliannya. Sedangkan batuan tidak kompeten memiliki sifat diskontinu yang dapat berupa joints dan sesar. Batuan ini dapat bervariasi dari batuan lunak hingga keras tergantung kepada jenis mineral dan pelapukannya. 2.6.6 Terowongan pada Tanah Tanah yang kokoh dapat memberikan kondisi yang mengunutngkan karena atap terowongan dapat dibiarkan tanpa sokongan untuk beberapa waktu. Sebaliknya kondisi tanah lembek tidak menguntungkan karena mudah runtuh atau mengalir menutup rongga galian. Pada kondisi tanah yang buruk, dapat terjadi squeezing atau penciutan lubang galian, ravelling yaitu tanah atau batuan rontok secara bertahap, running yaitu keruntuhan massa tanah atau batuan, dan flowing atau tanah mengalir ( karena muka air tanah yang tinggi dan air cenderung membawa material tanah bersama - sama ke lubang galian. Sedangkan terowongan pada batuan dapat mengalami tegangan residual yang besar, running, squeezing dan juga sweeling. Umumnya tanah dalam teknologi terowongan termasuk dalam soft ground. Pada pelaksanaan terowongan terjadi peralihan atau pergerakan. Disamping itu, lapisan tanah berubah karakterisiknya pada saat terbuka ke udara. Tingkat kesulitan dan biaya untuk konstruksi terowongan pada tanah amat ditentukan oleh stand-up time dan posisi dari muka air tanah. Diatas muka air tanah, stand-up time ditentukan oleh kuat geser dan kuat tarik material, sedangkan dibawah muka air tanah, stand-up time ditentukan oleh permeabilitasnya. Terzaghi membedakan tanah dengan firm ground, ravelling ground, running ground, flowing ground, squeezing ground. Penjelasan dari klasisfikasi Terzaghi diberikan pada tabel 3. Sistem klasifikasi ini lebih mudah untuk pelaksana
II - 26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
terowongan. Adanya boulder dalam tanah akan merupakan suatu kesulitan tersendiri karena shield tunnelling tidak dapat mengatasinya. Batu yang besar dalam tanah juga akan menyebabkan kesulitan karena tidak dapat diatasi dengan ekskavator sehingga harus dihancurkan dengan cara diledakkan.
II - 27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.10 Klasifikasi Tanah untuk Terowongan (Terzaghi, 1950) Klasifikasi
Perilaku Karena bagian depan galian kuat, maka Firm tidak diperlukan penyokong sementara, dan lining permanen dipasang sebelum adanya tanah Gumpalan atau bongkahan tanah mulai keluar dari daerah lengkungan atau dinding terowongan setelah tanah Raveling Slow digali, mengarah pada loosening atau retakan yang getas ( tanah retak pada Raveling, Fast permukaan, melawan tanah yang squeezing). Pada tanah yang beraveling cepat, proses mulai Raveling pada beberapa menit, sebaliknya terjadi pada tanah yang beraveling lambat.
Squeezing
Cohesive
Running,
Running
Running
Flowing
Swelling
Tipe Tanah Tanah lepas diatas air tanah, lempung keras, marl, ppasir semen, kerikil
Sisa tanah atau pasir dengan sedikit bahan pengikat akan mempercepat raveling dibawah muka air tanah dan memperlambat di atas muka air tanah. Kecepatan raveling pada lempung keras bergantung pada derajat pembebanan.
Adanya tanah yang ter-squeezing Tanah dengan kekuatan atau friksi yang extrudes plastically pada kecil. Rata - rata terowongan squeezenya tergantung terjadi tanpa retak yang terlihat atau pada derajat pembebanan. hilangnya kontinuitas dan tanpa Terjadi terlihat sampai kedalaman sedang bertambahnya kadar air. pada Kekentalan, lempung konsistensi plastic yield dan aliran mengarah sangat lunak pada sampai sedang. Pada pembebanan. lempung kaku sampai keras akan terjadi kombinasi antara raveling pada permukaan dan squeezing di bawah permukaan. Material granular tanpa kohesi Material granular bersih tidak tabil dan kering. lereng kurang lebih 30 - 35. Pada Adanya kohesi pada pasir lereng basah atau yang lebih curam material ini sementasi lemah pada runtuh beberapa tanah sampai lereng menjadi hampir rata. granular membuat terjadinya raveling sesaat sebelum material Campuran tanah dan air yang Lanau, runtuh, pasir yang atau butiran mengalir ke kasar dibawah disebut cohesive dalam terowongan seperti cairan muka air tanah tanpa running. kental. adanya lempung Material itu dapat masuki dari balik yang mempunyai kohesi dinding dan dapat mengalir dengan dan plastisitas. deras Dapat terjadi pada dan mengisi penuh terowongan lempung sensitif jika pada merupakan tanah yang beberapa kasus. disturbed (terganggu) Tanah menyerap air, memperbesar Lempung dengan highly volume, dan secara perlahan preconsolidated, terowongan mempunyai indeks menjadi lebih luas. plastisitas lebih kurang 30, biasanya mengandung montmorillionite.
II - 28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.
Air tanah
Masalah yang sangat serius pada saat penggalian terowongan adalah aliran air yang bersifat tiba – tiba dalam jumlah yang besar.Air tanah dan tekanan rembesan Adalah faktor utama yang menyebabkan aliran lumpur, ravelling dan squeezing. Air tanah juga merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan sebagai penyebab korosi pada konstruksi lining terowongan. Pada pembuatan terowongan dibawah muka air seperti penyeberangan melalui bawah sungai dan bawah laut, bocoran harus dihindarkan karena jumlah air yang dapat memasuki lubang terowongan tidak dapat ditahan. Demikian juga tekanan hidrostatis harus diperhitungkan dalam perencanaan lining. 1. Temperatur Temperatur pada lubang galian umumnya bukan masalah kecuali jika kedalaman lubang galian melebihi 150 m dibawah permukaan, maka temperatur yang tinggi mulai berpengaruh pada pekerja. Pelaksanaan konstruksi terowongan pada umumnya tidak berada pada kedalaman tersebut kecuali untuk konstruksi terowongan bawah laut. 2. Gempa Getaran gempa adalah juga faktor penting yang harus dipertimbangkan pada perencanaan lining dan sistem penyokong. Pengaruh gaya gempa ini relatif lebih kecil dibandingkan pada struktur yang berada diatas permukaan tanah. Terowongan biasa digunakan untuk lalu lintas kendaraan (umumnya mobil atau kereta api) maupun para pejalan kaki atau pengendara sepeda. Selain itu, ada pula terowongan yang berfungsi mengalirkan air untuk mengurangi banjir atau untuk
II - 29
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
dikonsumsi, terowongan untuk saluran pembuangan, pembangkit listrik, dan terowongan yang menyalurkan kabel telekomunikasi. Dalam penggalian terowongan ada beberapa metode yang umum digunakan,akan tetapi metode penggalian terowongan yang akan dipilih disesuaikan oleh keadaaan alam sekitar dengan segala pertimbangan dan analisis, Rai Made Astawa Rai (1988), membagi beberapa metode penggalian terowongan yang biasa diterapkan dilapangan sebagai berikut :
2.6.7 Metode full face Metode full face adalah suatu cara dimana seluruh penampang terowongan digali secara bersamaan. Metode ini sangat cocok untuk terowongan yang mempunyai ukuran penampang melintang kecil hingga terowongan dengan diameter 3 meter. Cara penggaliannya yaitu dimana seluruh bidang muka setelah dibor untuk tempat detonator kemudian diledakkan seluruh bidang muka. Ini umumnya dilakukan pada adit yang mempunyai diameter kecil yaitu kurang dari 10 feet. a.
Keuntungan : 1. Pekerjaan akan lebih cepat karena penampang permukaan terowongan digali secara bersamaan, 2. Proses tunneling dapat dilakukan dengan kontinyu.
b. Kerugian : 1. Banyak membutuhkan alat – alat mekanis 2. Metoda ini tidak dapat digunakan apabila kondisi tanah tidak stabil, 3. Hanya untuk terowongan dengan lintasan pendek.
II - 30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.6.8 Metode Heading and Bench Metode “ Heading” and “ Bench” adalah cara penggalian dimana bagian atas penampang terowongan digali terlebih dahulu sebelum bagian bawah penampangnya. Setelah penggalian bagian atas mencapai panjang 3 – 3,5 meter (heading), penggalian bawah penampang dikerjakan ( bench cut) sampai membentuk penampang terowongan yang diinginkan. Ini diterapkan bila bridging capacity rendah terutama pada ditch yang mempunyai diameter besar
Gambar 2.5 Metoda “heading” dan ”bench” Keuntungan : 1. Memungkinkan pekerjaan pengeboran dan pembuangan sisa peledakan dilakukan secara simultan, 2. Metoda ini efektif untuk pekerjaan terowongan dengan penampang besar dan dengan lintasan yang relative panjang 2.6.9 Metoda Drift
Gambar 2.6 Metoda drift
II - 31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Metode “drift” adalah suatu metode yang menggali terlebih dahulu sebuah lubang bukaan berukuran kecil sepanjang lintasan terowongan yang kemudian diperbesar sampai membentuk penampang yang direncanakan. Metode ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu : -
Top Drift
-
Centre Drift
-
Bottom Drift
-
Side Drift
(a) Top Drift Metode ini banyak digunakan pada penggalian endapan di tambang. Metode ini tidak jauh berbeda dengan medode “ heading and bench”.
Gambar 2.7 Metoda top drift
(b) Centre Drift Metode ini dimulai dengan penggalian lubang berukuran 2,5m x 2,5m – 3m x 3m dari portal ke portal. Perluasannya dimulai setelah penggalian “center drift” selesai.
Gambar 2.8 Metoda Centre drift
II - 32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
a. Keuntungan : 1. Metoda ini menguntungkan karena memberikan sistem ventilasi yang baik, 2. Tidak memerlukan penyangga sementara yang rumit karena ukurannya cukup kecil, 3. Mucking
dapat
dilakukan
bersamaan
dengan
penggalian. b. Kerugian : 1. Pekerjaan perluasannya harus menunggu center drift selesai secara keseluruhan, 2. Alat bor harus dipasang dengan pola tertentu. (c)
Bottom drift
Pada metode ini, penggalian dimulai dengan membuka bagian bawah penampang. Pembuatan lubang-lubang bahan peledak untuk membuka bagian atas penampang dilakukan dengan mem-bor dari bottom drift vertikal ke atas.
Gambar 2.9 Metoda Bottom drift
II - 33
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
(d) Side Drift Pada metode ini dua “drift” digali sekaligus pada sisi-sisi penampang, sepanjang lintasan terowongan. Proses selanjutnya adalah penggalian bagian “arch” yang diikuti dengan pemasangan penyangga sementara.
Keuntungan : a. Proses pekerjaan lining dapat dilakukan sebelum penggalian bagian tengah selesai b. Cocok untuk penggalian terowongan besar dan dengan kondisi tanah yang buruk.
Gambar 2.10 Metoda side drift 2.6.10 Metoda Pillot Tunnel Pilot tunnel digali paralel pada jarak kurang lebih 25 meter dari sumbu terowongan yang akan direncanakan dengan ukuran 2 x 2 m2 – 3 x 3 m2. Penggalian pada terowongan utama sendiri dilakukan dengan metode “drift”. (Sumber : Rai Made Astawa Rai : Teknik Terowongan: 1988) Pilot tunnel adalah cara terbaik untuk menyelidiki lokasi terowongan dan harus digunakan bila terowongan berukuran besar akan dilaksanakan pada jalur yang mempunyai kondisi geologi yang kritis. Degan membuat pilot tunnel maka
II - 34
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
berbagai masalah yang akan ditemui pada pelaksanaan penggalian pada skala yang lebih besar dapat diantisipasi sedini mungkin. Keuntungan : 1. Cocok
untuk
penggalian
terowongan
besar
dengan
medan
yang/kondisi geologi ktiris. 2. Tingkat resiko pada kondisi geologi yang kritis dapat diminimalisir.
2.6.11 Metode Sumuran Vertical Sumuran adalah suatu terowongan yang digali secara vertikal (yang menyerupai sumur besar), dimana pada dinding atau dasar sumur tadi dapat digali lubanglubang ke arah horizontal. Metode ini dilaksanakan dengan membuat lubang vertikal tegak lurus sampai pada terowongan yang akan digali. Dengan dibuatnya satu lubang yang memotong lintasan terowongan akan didapatkan paling sedikit tiga buah heading face
2.7 Metode Pelaksanaan Terowongan pada Tanah Lunak Secara garis besar terdapat dua metode pelaksanaan terowongan pada tanah lunak, yaitu metode gali timbun ( cut and cover ) dan metode shield tunelling. Pembangunan terowongan pada tanah lunak awalnya menggunakan metode gali timbun, tetapi dalam situasi tertentu metode tersebut tidak dapat dilaksanakan, yaitu jika diatas terowongan hendak dibangun terdapat struktur bangunan atau struktur lain yang keberadaanya tidak dapat dihilangkan saat pelaksanaan konstruksi. Disamping itu metode gali timbun hanya dapat dilaksanakan pada kedalaman yang terbatas karena konstruksi penahan tanah akan terlalu mahal.
II - 35
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Cara pelaksanaan metode gali timbun yang demikian membutuhkan suatu sistem konstruksi penahan galian yang dalam, misalnya dengan menggunakan soldier pile atau penggunaan diinding diafragma. Bila galian amat dalam umumnya dibutuhkan penjangkaran. Ketebalan dinding diafragma disesuaikan dengan rancangan terowongan. Tujuannya adalah untuk memikul beban vertikal, beban lateral dan gempa dan untuk memotong lapisan aquifer guna mencegah aliran air tanah masuk kedalam lubang galian. Untuk mengatasi masalah adanya bangunan diatas terowongan dan galian yang amat dalam tersebut maka dikembangkanlah metode shield tunnelling agar pekerjaan dapat dilaksanakan lebih mudah. Shield merupakan suatu struktur baja yang umumnya berbentuk silindris, didalam mana penggalian tanah tersebut dilakukan dan lining dipasang. Shield tersebut bergerak maju menggali tanah dengan pendorongan dengan dongkrak pada lining yang sudah dipasang. Sesudah dongkrak mendorong shield kedepan hingga habis dongkrak ditarik kembali ke posisi maju dan segmen – segmen lining dipasang dibelakangnya. Penggalian tanah dilakukan dengan cutter head. Metode manual dengan menggunakan shield juga dengan muka terbuka dan penggalian dilakukan dengan tangan/ manual atau alat penggali mekanis. Metode ini cocok dilakukan pada kondisi tanah yang baik atau bila dijumpai adanya gravel yang sukar digali dengan metode shield tunnelling. 2.8 Metode Selubung Terowongan (Shield tunneling method) Metode menggali terowongan dengan menggunakan selubung yang semula dilakukan secara manual oleh para pekerja dalam suatu selubung, berkembang menjadi suatu proses mekanis dengan telah dikembangkannya.metode penggalian
II - 36
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
terowongan dengan menggunakan selubung baja dan rotary cutter disk yang dilengkapi dengan mata-mata pahat pemotong (cutter bits). Pada peralatan dan mesin selubung terowongan ini didorong ke depan dengan menggunakan dongkrak (jack), bagian depan terowongan digali dan segmensegmen yang berupa ruas-ruas dirakit menjadi cincin lapisan di belakang mesin pembuat
terowongan.
Proses
tunneling
ini
disebut
"metode
selubung
terowongan." Pada tahun 1980-an, metode selubung terowongan diadopsi di negara-negara Amerika, Jerman dan Perancis. Pada tahun 1936, metode ini digunakan untuk pertama kalinya dalam pembangunan terowongan kereta api Kanmon di Jepang. Pada tahun 1960, metode selubung terowongan dengan menggunakan selubung tertutup diterapkan dalam penggunaan praktis, dan metode ini digunakan di berbagai bidang, termasuk terowongan kereta bawah tanah (subway), pekerjaan saluran air limbah, tenaga listrik, telekomunikasi, jalan, dan sungai bawah tanah. Saat ini, metode ini telah menjadi salah satu metode yang paling banyak digunakan untuk konstruksi infrastruktur perkotaan. Pengunaan Shield Tunnelling adalah mahal, tetapi metode ini menawarkan keuntungan dari segi kecepatan, mengatasi masalah air, mengurangi settlement dipermukaan tanah dan lain lain. Metode ini sangat cocok digunakan pada tanah lunak. Awalnya pembuatan terowongan pada tanah lunak menggunakan metode seperti halnya dilakukan pada penambangan yaitu penggalian secara manual dan menggunakan penyokong dari kayu agar tanah tidak runtuh. Tahun 1818 adalah awal dari perkembangan TBM dimana shield (pelindung) berupa lapisan penyokong dari baja dapat bergerak maju dengan bantuan dongkrak. Pada bagian muka dapat dilakukan penggalian.
II - 37
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Setelah penggalian selesai, shield dapat bergerak maju dan pada bagian yang telah digali dibuat lapisan pelindung permanen/ lining. Perkembangan ini berlanjut hingga saat ini terdapat dua jenis TBM untuk Shield Tunelling yaitu TBM dengan mesin slurry (slurry faced TBM) dan EPB (Earth Pressure Balance) 2.8.1 Slurry Faced TBM Mesin penggali terowongan dengan menggunakan bubur (slurry) yang disemprotkan sehingga tanah yang digali dapat dicampur dan dibawa kepermukaan dengan pipa. Setelah proses penggalian, lining dapat dipasang dibelakangnya. 2.8.2 Earth Pressure Balance ( EPB) Dengan teknologi yang semakin canggih, Sato Kogyo dari Jepang berhasil mendesain TBM dengan EPB pada tahun 1963 dengan prinsip bahwa bagian muka terowongan distabilisasi dengan tekanan yang seimbang dengan tekanan di muka terowongan. Hasil galian dibawa menggunakan ban berjalan ( belt – conveyor ) dalam sebuah pipa dengan prinsip pemindahan material dari daerah bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Sistem EPB yang dipakai adalah untuk pembuatan terowongan dibawah tekanan air tanah.
Gambar 2.11 Earth Pressure Balance TBM ;1 cutterhead, 2 compress soil compartment, 3 and 4 hidraulic, 5 belt conveyor, 6 robotic for install lining segment, 7 installed segment lining (www.google.com) II - 38
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.9 Pengembangan Teknologi Selubung Terowongan (Shield Tunnel) Pembangunan dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi di atas permukaan tanah di kota-kota yang padat seringkali sulit untuk dilaksanakan karena adanya sejumlah permasalahan yang timbul seperti terbatasnya persediaan ruang yang ada dan kemacetan lalu lintas. Metode shied tunneling ini, adalah metode pelaksanaan pekerjaan konstruksi terowongan yang tidak memerlukan pekerjaan "menggali dan mengurug", telah menjadi salah satu metode yang paling penting dari pekerjaan konstruksi bawah tanah di daerah metropolitan di Jepang Teknologi selubung terowongan ini telah membuat kemajuan (advances) secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir, sehingga memungkinkan mekanisasi dan otomatisasi penanganan lapisan segmen dan penguatannya serta meningkatkan keselamatan konstruksi. Upaya-upaya untuk meningkatkan metode-metode kerja dan proses-proses pelaksanaan agar lebih cepat waktunya dan konstruksi yang lebih efisien telah dicapai kemajuan luar biasa yang bertujuan untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi secara lebih ekonomis dengan jangka waktu lebih
singkat.
Dalam
rangka
memenuhi
kebutuhan
diversifikasi/
penganekaragaman untuk terowongan berdiameter lebih besar dan lebih dalam, terowongan dengan penampang bukan lingkaran dan percabangan, penggabungan dan perluasan terowongan, upaya-upaya sedang dilakukan untuk mengembangkan berbagai variasi teknologi canggih untuk mengatasi berbagai tantangan teknis. 1. Lebih dalam dan lebih besar a. Terowongan Jalan: Untuk The Tokyo Bay Aqualine Express Way, yang mulai beroperasi pada Desember 1997, metode selubung terowongan ini digunakan untuk pertama
II - 39
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
kalinya di Jepang untuk pembangunan sebuah terowongan jalan raya cepat (expressway). Di Tokyo, saat ini pembangunan jaringan jalan raya (expressway) sedang berlangsung. Rute sentral melingkar jalan raya cepat metropolitan, satu bagian jalan tersebut yang terletak sekitar 8 km dari pusat kota Tokyo adalah salah satu dari tiga rute jalan raya cepat melingkar yang saat ini sedang dibangun. Metode selubung terowongan digunakan untuk sebagian besar konstruksi bagian pertemuan jalan pada beberapa jalan raya cepat tersebut. b. Terowongan pembuangan dan pengelak banjir (Flood discharge and flood detention tunnel) Sebagai sarana untuk menjamin keamanaan dari hujan lebat dan banjir lokal didaerah perkotaan, banyak terowongan besar yang dirancang untuk mengatur atau mengendalikan banjir telah dibangun di bawah permukaan tanah. Untuk menahan tekanan air internal dengan lapisan primer saja, beberapa teknologi berkaitan dengan desain lapisan segmen secara rasional, kehalusan permukaan internal, kekedapan air pada sambungan-sambungan segmen dan sejenisnya untuk mengatasi kondisi yang sangat parah, seperti luasnya penampang terowongan, kedalaman bawah tanah, dan tekanan air yang tinggi telah dikembangkan dan diimplementasikan. 2.10 Tunnel Boring Machine (TBM) Tunnel boring machine (TBM) adalah alat penggali terowongan. Karena bentuk mesin yang menyerupai silinder, permuka terowongan yang terbentuk jadi seperti lingkaran. TBM dapat digunakan pada batuan lunak hingga batuan keras. Diamater alat ini bervariasi mulai dari semeter hingga 19 meter.TBM dilengkapi dengan mata bor yang tersebar di permukaan kepala bor. Kepala bor yang
II - 40
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
berbentuk
silinder
ini
kemudian
berputar
dan
menggerus
batuan.
TBM digunakan sebagai alternatif metode drilling and blasting (D&B). Drilling and blasting merupakan metode konvensional untuk membuat terowongan yang terdiri dari beberapa tahap dengan drilling (membor) dan blasting (meledakkan) sebagai dua tahap paling utama. TBM terutama digunakan untuk keperluan konstruksi sipil (terowongan kereta api, terowongan bawah laut) dan tambang bawah tanah. Terowongan yang digali dengan TBM akan langsung memiliki permukaan rata hingga tidak lagi diperlukan pekerjaan finishing. Kekurangan terbesar TBM ada di biaya kapital (capital cost). Harga TBM ukuran besar jelas sangat mahal, belum lagi kendala transportasi dan infrastruktur penunjang yang perlu pula disiapkan di lapangan. Sejarah TBM bermula pada 1825, setelah versi awal mesin ini sukses menggali terowongan Thames di Inggris. Tentu saja pada waktu itu mesin ini masih sederhana. Setelah terowongan digali, proses finishing masih perlu dilakukan.Sedang TBM terbesar dibuat oleh Herrenknecht AG of Schwanau, perusahaan asal Jerman. Mesin ini memiliki diameter 19 meter, digunakan untuk menggali terowongan Gotthard Base sepanjang 57 km. 2.10.1 Komponen Pada TBM Modern Sebuah TBM adalah suatu sistem yang tidak dapat berdiri sendiri. TBM yang lengkap dapat mencapai panjang 300 yang terdiri alat pemotong, pengambil material, sistem pengemudi, gripping, penggali, pembor, pengontrol dan penyokong tanah, pemasang lining, alat pemindah material, sistem ventilasi dan sumber tenaga. Semua ini akan mempercepat proses pembuatan terowongan, sedangkan pekerjaan rel, pembangkit tenaga dan saluran ventilasi dikerjakan pada bagian belakang TBM sebagi pekerjaan lanjutan.
II - 41
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Penggali tanah TBM menggali tanah dengan memutar kumpulan gigi dengan tekanan melawan tanah. Gigi pengeruk tanah itu terbuat dari baja alloy yang dilapis wolfram, untuk menggeruk tanah dengan cara merobek. Mesin yang digunakan pada tanah lunak mempunyai daya putar pada bagian pemotong yang lebih besar dibanding mesin pada batuan. Mesin EPB memungkinkan daya putar yang lebih besar lagi. Cutter Wheels secara sepintas memang mempunyai bentuk tidak beraturan, Tetapi bila diteliti, terlihat bahwa pemutarnya disusun secara radial untuk memotong alur yang terpisah dan diletakkan disepanjang keliling cutter head untuk memberikan gaya dorong yang memberikan keseimbangan. Bentuk cutter head adalah desain bentuk yang penting karena beban penyeimbang pada cutter dan power train adalah faktor utama untuk keawetan komponen.
2. Pembuang Hasil Galian Saat proses penggalian, material langsung jatuh kedalam ember yang berputar, lalu masuk keluar terowongan. Pada beberapa terowongan digunakan sistem ban berjalan untuk membuangnya jika TBM didesain untuk tanah dibawah muka air tanah. Hal tersebut tidak dapat dilakukan karena adanya perbedaan tekanan air tanah dengan bagian dalam terowongan. 2.11 Unsur – Unsur Perancangan Terowongan Konstruksi terowongan dapat melalui tanah atau batuan.Khususnya disini akan dibahas terowongan melalui tanah. Pelaksanaan konsrtuksi terowongan pada tanah berlangsung dengan penggalian dan pembuangan tanah dimuka terowongan dengan pemasangan lining dibelakangnya untuk menahan atap,
II - 42
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
dinding terowongan dan lantai terowongan. Pada tanah yang baik, konstruksi penyangga sementara dapat dilakukan, tetapi pada kondisi tanah yang buruk, perbaikan tanah dilakukan misalnya dengan menggunakan tekanan udara, dewatering atau grouting tergantung jenis tanah dan kondisi air sekelilingnya. Dua kriteria yang menentukan keberhasilan konstruksi terowongan pada tanah adalah kemampuan lining untuk menahan beban dan deformasi serta penurunan tanah permukaan akibat penggalian. Penurunan tanah dipermukaan adalah akibat deformasi yang terjadi disekitar galian dan tergantung pada cara pelaksanaan, kecepatan penggalian dan tegangan awal pasa tanah (Peck,1969) 2.11.1 Tegangan Pada lining Terowongan pada tanah umumnya ditahan dengan lining dari beton atau plat baja. Perilaku lining merupakan masalah kompleks dari interaksi tanah struktur. Secara ideal, perilaku ini tergantung kepada kekauan lining, jenis tanah dan sifat deformasinya karena faktor tersebut berpengaruh terhadap tegangan tanah yang akan terjadi. 2.11.2 Lining yang Fleksibel Pada lining yang berbentuk lingkaran yang fleksibel,dengan mengasumsi tidak ada gangguan pada tanah, maka dalam kondisi ideal, distribusi tegangan vertikal dan tegangan horizontal menyerupai ellips. 2.11.3 Lining yang Kaku Bila lining adalah kaku, maka secara ideal tidak akan terjadi deformasi akibat penggalian sehingga tidak terjadi perubahan tegangan atau redistribusi tegangan pada tanah. Perbedaan antara tegangan verikal dan horizontal akan mengakibatkan momen lentur pada lining. Dalam kenyataan, kekakuan relatif
II - 43
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
pada lining terletak pada kedua kondisi diatas. Kompleksitas tegangan akan lebih besar lagi jika bentuk lubang galian menyerupai tapal kuda atau bentuk yang lain. Untuk diskusi lebih mendalam mengenai hal ini, Peck (1969) dan Cording et al (1975) memberikan suatu catatan yang cukup lengkap. 2.11.4 Konstruksi Lining Beban yang dipikul oleh sistem penahan (support system) tergantung pada kondisi tanah saat pemasangannya. Bila tanah telah mencapai keseimbangan, maka lining ini tidak akan mencapai beban yang terlalu berarti, sebaliknya bila lining dipasang sebelum kondisi keseimbangan tercapai, hal ini akan menjadi suatu kondisi batas yang baru terhadap keadaan tersebut atau terhadap tegangan dan regangan mula – mula. Kondisi ini akan mengakibatkan bahwa tegangan yang bekerja pada lining bukanlah merupakan tegangan yang mula – mula sebelum dilakukan penggalian. Lining terowongan atau suatu sistem pendukung dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen. Studi untuk konstruksi ini terdiri dari dua langkah : Pertama, studi ini mengevaluasi apa yang diharapkan terjadi terhadap lining ini sepanjang perubahan kondisi yang terjadi dalam massa pelaksanaan. Langkah kedua adalah penyelidikan untuk menentukan bagaimana peristiwa tersebut akan terjadi. Suatu sistem dinding penahan dapat berfungsi berbeda – beda pada satu saat dan saat lain. Arah dan besarnya beban yang besar dapat berubah dari waktu ke waktu. Persyaratan pokok
pada
lining
permanen
adalah
kekuatan,
stabilitas,
ketahanan,
pengendalian rembesan dan deformasi sepanjang umur terowongan. Suatu lining harus memenuhi syarat – syarat : cukup kaku, dapat dipasang berdasarkan teknologi yang ada dan memberikan kekedapan yang cukup. Dalam hal tertentu
II - 44
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
seperti lining yang dibuat dibawah air laut, maka konstruksi lining harus dapat menahan korosi. Konstruksi lining dapat bersifat tidak permanen seperti penggunaan shortcrete atau bersifat permanen seperti penggunaan busur plat baja atau segmen beton. Dalam hal digunakan baja, kebocoran dapat diatasi dengan cara las tetapi kerugian plat baja adalah karena korosif. Sedangkan aplikasi segmen beton untuk lining dapat dicapai dengan sistem bolt dan seal bitumen. 2.12 Respon Tanah Pada Pelaksanaan Galian Konstruksi Terowongan Respon umum dari tanah akibat penggalian terowongan adalah bahwa tanah akan cenderung menutup bukaaan yang terjadi karena pada bukaan tanah itulah tanah mengalami pelepasan tegangan (stress release). Lebih lanjut, bila tanah mempunyai permeabilitas tinggi dan terowongan berada dibawah muka air tanah, maka air tanah akan mengalir masuk kedalam terowongan. Berdasarkan konsep ini, respon tanah menjadi bergantung pada teknik pelaksanaan terowongan. 2.12.1 PerubahanTegangan Penggalian terowongan mengubah kondisi tegangan terhadap keadaan awal pada tanah dan batuan yang semula berupa massa yang berada dalam keseimbangan dalam medan gravitasi. Akibat dari galian yang terjadi pelepasan tegangan (stress release) yang menyebabkan redistribusi tegangan mula – mula sehingga terjadi regangan dan deformasi baru. Pembuatan terowongan mengakibatkan perubahan secara kontinu atau bertahap sehingga mencapai keseimbangan yang lain. Kondisi final beruoa suatu kondisi hidrolik yang baru dan deformasi yang mengakibatkan perubahan tegangan awal.
II - 45
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada penggalian terowongan umumnya timbul suatu zona teganga yang berubah. Umumnya akan ada peningkatan dari tegangan vertikal didepan galian yang bergerak maju pada proses penggalian. Perubahan keadaan tegangan yang disebabkan oleh penggalian tidak dapat terjadi tanpa adanya deformasi pada massa tanah atau batuan. Meskipun digunakan lining, deformasi tetap akan terjadi. Deformasi ini umumnya berubah sebagai fungsi waktu dan merupakan kondisi yang amat kompleks. Terjadinya deformasi disekitar lubang galian akan dapat mengakibatkan penurunan dari tanah permukaan. Cara pelaksanaan, urutan pelaksanaan dan bentuk lubang galian memberikan pengaruh besar kepada tegangan – tegangan pada tanah. 2.12.2 Perubahan Hidrolik Penggalian menyebabkan perubahan pada tekanan air pori disekitarnya. Karena terowongan juga berada pada lingkungan bertekanan atmosfer, maka aliran air akan mengarah pada lubang galian. Sebagai konsekuensinya tekanan air tanah akan merupakan variabel yang baru yang harus dipertimbangkan. 2.12.3 Perubahan Sifat Material Penggalian juga mengakibatkan perubahan pada material itu sendiri misalnya penggunaan ledakan dan shield tunnelling dapat mengubah kuat geser tanah dan batuan. Kebanyakan terowongan pada tanah harus ditopang pada beberapa tahap selama masa konstruksi. Seiring penopangan ini diperlukan untuk kondisi permanen dan untuk meyakinkan bahwa penggalian dapat dilanjutkan. Adalah tidak mungkin dan tidak dianjurkan untuk mencegah total pergerakan yang akan terjadi. Dalam beberapa hal deformasi itu dibutuhkan untuk mencapai
II - 46
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
distribusi tegangan tertentu yang diinginkan. Seorang perencana harus mementukan pergerakan minimum untuk mencapai keseimbangan dan dapat ditolerir. 2.13 Penurunan dan Pergerakan Lateral Akibat Konstruksi Terowongan dengan Shield Tunnelling Prediksi dari penurunan dan pergerakan lateral akibat konstruksi terowongan pada tanah lunak dengan Shield Tunnelling merupakan suatu pertimbangan penting pada desain terowongan. Pertama, pada pergerakan maju TBM akan melalui tanah yang berbeda dan berubah – ubah kondisi dan jenisnya. Kedua, tanah akan dipengaruhi oleh kondisi geologi tetapi sekaligus dipengaruhi oleh teknik pelaksanaan terowongan. Tuntutan terhadap desain bahwa besarnya pergerakan tersebut harus dapat diperkirakan, oleh sebab itu agar desain memberikan suatu hasil yang diinginkan, prediksi penurunan dan pergerakan lateral perlu dilakukan. Secara umum terdapat lima tahapan deformasi akibat pengunaan shield tunnelling, yaitu : 1. Penurunan Awal Terjadi pada lokasi yang jauh didepan mesin shield. Pada tanah pasir, penurunan tersebut disebabkan oleh turunnya muka air tanah. 2. Deformasi tanah pada bagian muka galian Penurunan ini berlangsung seketika karena ketidakseimbangan tegangan antara penyokong terowongan dengan tanah atau air pada bagian muka terowongan. Deformasi pada bagian ini dapat direduksi bila menggunakan metode compensation grouting.
II - 47
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3. Penurunan diatas posisi shield yang bekerja Penurunan ini terjadi apabila rongga galian besar akibat problem kontrol alinyemen shield. 4. Penurunan setelah konstruks rongga terbentuk 5. Penurunan jangka panjang Terjadi sebagai akibat peningkatan tekanan air pori sehubungan dengan gerakan shield mendorong tanah. Hal ini akan menjadi lebih serius jika penggalian dilakukan pada lempung lunak dengan tegangan air pori ekses terjadi dan berdissipasi untuk mencapai keseimbangan jangka panjang. Akibat penggalian terowongan pergerakan lateral juga dapat terjadi. Hashimoto et al (1999) mengamati konstruksi terowongan pada tanah lunak dan mendapatkan bahwa sebelum face dari shield berada pada posisi tersebut, terjadilah pergerakan ke arah dalam. Pada tanah yang teguh hal ini tidak terjadi. Tetapi pada saat shield menembus posisi tersebut, pergerakan lateral kearah luar dan selanjutnya pada saat posisi shield melewatinya terjadi kembali pergerakan kearah dalam akibat adanya tail void antara lining dan tanah yang digali. Pada saat ini prediksi pergerakan lateral pada tanah belum banyak dilakukan kecuali jika digunakan metode elemen hingga. Umumnya deformasi disekitar terowongan berupa suatu depresi yang simetris. Pola penurunan tanah bergantung pada jenis tanah, diameter
terowongan
serta
kedalaman
dibawah
terowongan
dan
cara
konstruksinya. Dengan asumsi bahwa pelaksanaan konstruksi yang baik maka beberapa analisis (Peck, 1969; O Reilly dan New 1982; Fujita, 1989) menunjukkan bahwa pada arah melintang dari sumbu terowongan terjadi
II - 48
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
penurunan seketika yang mengikuti distribusi Gaussian dalam bentuk formula berikut :
Dimana : S max = Penurunan maksimum pada titik pusat terowongan (m) y = Jarak horizontal diukur dari titik pusat (m) i = Jarak horizontal yang diukur dari titik pusat terowongan ke inflection point (m) VL = Kehilangan volume akibat penggalian terowongan (%) D = diameter terowongan (m) Zo = Kedalaman pusat terowongan dari permukaan terowongan (m) K = Parameter empirik untuk lempung 0.5 dan untuk pasir dan kerikil 0.35 (Mair dan Taylor, 1997) O Reilly dan New (1982) merekomendasikan harga i dengan menggunakan pendekatan fungsi linier terhadap kedalaman titik pusat dari permukaan tanah (Zo) dan tidak bergantung pada metode penggalian terowongan. Besar harga i tersebut adalah K x Zo.
2.14 Masalah Pada Konstruksi Terowongan dan Teknik Perbaikan Tanah 2.14.1 Beberapa masalah pada pelaksanaan terowongan Beberapa masalah pada konstruksi terowongan diantaranya :
II - 49
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Penurunan dipermukaan tanah akibat galian terowongan 2. Masalah masuknya air kedalam terowongan 3. Keruntuhan dimuka terowongan 4. Pergerakan dari struktur dibawah tanah 5. Bocoran pada lining Penurunan permukaan tanah pada terowongan didekat permukaan dapat mengakibatkan kegagalan struktur diatasnya. 2.12.1 Perbaikan Tanah Beberapa metode perbaikan tanah sering menyertai pekerjaan pembuatan terowongan. Diantaranya yang dapat disebutkan disini adalah pengendalian air tanah (dewatering), penggunaan udara bertekanan (compressed air) dan grouting. 1. Dewatering Dewatering (pengendalian air tanah) adalah amat penting diperlukan dalam pelaksanaan terowongan pada tanah lunak, karena adanya air dapat mengakibatkan keruntuhan tanah pada lubang galian. Penggunaan pompa sangat ekonomis pada teknik dewatering. Selain itu juga, dapat digunakan pada daerah galian yang besar. Pada tanah kepasiran, pompa dapat digunakan untuk mengalirkan air dimuka terowongan. Cara sederhana dewatering misalnya dengan menggunakan sistem well – point yang dapat diterapkan pada tanah lanau berpasir atau pada tanah kepasiran. Caranya adalah dengan menanam wellpoint pada dua sisi saluran yang hendak digali atau dibuat terowongan. Efektivitas well-point bergantung pada lebar terowongan, karena daya hisap alat ini untuk menurunkan air hanya berkisar 4,5
II - 50
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
– 7,0 m saja sehingga hanya digunakan untuk sistem gali timbun. Bila elevasi terowongan
lebih dalam, maka dewatering dengan sistem well-point harus
dibuat secara bertahap. Untuk kedalaman yang lebih besar, maka harus digunakan cara deep well. Deep well memiliki diameter lebih besar daripada well – point. Penanaman deep well ini dapat mencapai 30 m dan menurunkan air hingga ¾ kedalamannya. 2. Udara bertekanan ( Compressed Air) Dengan adanya peralatan modern pada pembuatan terowongan pada tanah lunak, penggunaan udara bertekanan tidak perlu diperhatikan, tetapi sesungguhnya teknik udara bertekanan merupakan cara efektif untuk menstabilkan tanah dan mengontrol air tanah, terutama pada tanah berpasir dibawah air tanah atau pada tanah lempung berkohesi tinggi. Pada tanah berbutir (granuler) penggunaan udara bertekanan dapat
mengimbangi air pada bagian depan terowongan,
sehingga dapat mencegah masuknya air. 3. Grouting Tujuan grouting selain untuk perbaikan sifat teknis tanah adalah juga mengontrol air tanah. Terdapat beberapa tipe grouting untuk perbaikan tanah ditempat dalam persiapan penggalian terowongan. Kemampuan tanah untuk digrout tergantung kepada nilai permeabilitasnya. Cara grouting adalah sangat efektif karena : Meningkatkan kekuatan geser tanah lunak dan tanah lepas dan mencegah keruntuhan selama pembuatan terowongan. Menurunkan permeabilitas tanah Memperkecil kebutuhan untuk dewatering
II - 51
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Stabilisasi pada tanah berpasir yang cenderung mengalami ravelling dalam keadaan kering dan mengalami running pada kondisi dibawah muka air.
Gambar 2.12 Shield Tunnel (www.google.com)
Gambar 2.13.a Tunnel Boring Machine (www.google.com)
II - 52
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.13.b Tunnel Boring Machine (www.google.com)
2.15 Finite Element Method (FEM) Finite Element Method (FEM) atau biasanya disebut Finite Element Analysis (FEA), adalah prosedur numeris yang dapat dipakai untuk menyelsaikan masalah-masalah dalam bidang rekayasa (engineering), seperti analisa tegangan pada struktur dan pada kasus – kasus rekayasa geoteknik. Metode ini digunakan pada masalah-masalah rekayasa dimana exact solution/analytical solution tidak dapat menyelsaikannya. Inti dari FEM adalah membagi suatu benda yang akan dianalisa, menjadi beberapa bagian dengan jumlah hingga (finite). Bagianbagian ini disebut elemen yang tiap elemen satu dengan elemen lainnya dihubungkan dengan nodal (node). Kemudian dibangun persamaan matematika yang menjadi reprensentasi benda tersebut.
II - 53
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Proses pembagian benda menjadi beberapa bagian disebut meshing. Untuk menggambarkan dasar pendekatan FEM perhatikan gambar 1. Gambar 1 adalah gambar sebuah plate yang akan dicari distribusi temperaturnya. Bentuk geometri plate di ”meshing” menjadi bagian-bagian kecil bentuk segitiga untuk mencari solusi yang berupa distribusi temperatur plate. Sebenarnya kasus ini dapat diselsaikan dengan cara langsung yaitu dengan persamaan kesetimbangan panas (heat balance equation). Namun untuk geomtri yang rumit seperti engine block diperlukan FEM untuk mencari distribusi temperatur.
Gambar 2.14 Meshing pada plate. (Sumber: A First Course in Finite Elements. Jacob Fish & Ted Belytschko) II - 54
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.16 Langkah Dasar dalam Metode Elemen Hingga Langkah-langkah dasar dalam finite element analysis adalah sebagai berikut: Processing Phase 1. Membuat dan menentukan daerah yang akan diselesaikan menggunakan elemen hingga, kemudian menguraikan masalah menjadi nodal-nodal dan elemen-elemen. 2. Mengasumsikan bentuk fungsi untuk menggambarkan sifat fisik dari sebuah elemen, yang merupakan pendekatan fungsi kontinyu yang diasumsikan untuk menggambarkan solusi dari sebuah elemen. 3. Menyelesaikan persamaan untuk sebuah elemen 4. Menyatukan elemen-elemen untuk menghadirkan keseluruhan masalah. Membentuk matrik kekakuan global discretize. 5. Terapkan kondisi batas, kondisi awal dan pembebanan. Solution Phase Memecahkan satu set persamaan aljabar linier atau non linier secara cepat untuk mendapatkan hasil nodal seperti nilai perpindahan pada nodal-nodal yang berbeda atau nilai temperatur pada nodal-nodal yang berbeda dalam masalah perpindahan panas Postprocesssing Phase Pada sesi ini kita akan mendapatkan informasi penting lainnya. Seperti nilai tegangan (stress) dalam analisa statik, distribusi kecepatan meknika fluida, distribusi temperatur dan lain-lain.
II - 55
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.17 Program Plaxis
PLAXIS (Finite Element Code For Soil and Rock Analysis) adalah program elemen hingga untuk aplikasi geoteknik dimana digunakan model – model tanah untuk dilakukan simulasi terhadap perilaku dari tanah. Program Plaxis merupakan paket program untuk dgunakan dalam analisis deformasi dan stabilitas dua dimensi dalam rekayasa geoteknik. Aplikasi geoteknik umumnya membutuhkan model konstitutif tingkat lanjut untuk memodelkan prilaku tanah maupun batuan yang non linier, bergantung pada waktu serta anisotropis. Selain itu, karena tanah adalah maerial multifase, maka diperlukan prosedur – prosedur khusus untuk melakukan analisis tehadap tekanan hidrostatis dan tekanan hidrostatis dalam tanah. Meskipun pemodelan dari material tanah sendiri merupakan hal yang penting, namun banyak proyek terowongan yang juga harus mengikutsertakan pemodelan struktur dan interaksi anatara struktur dan tanah. Plaxis dilengkapi beberapa fitur untuk menghadapi berbagai aspek struktur dan geoteknik yang kompleks.
PLAXIS
2D
menyediakan
berbagai
analisa
teknik
tentang
deformasi/displacement, tegangan-tegangan yang terjadi pada tanah, dan lain-lain. Program ini dirancang untuk dapat melakukan pembuatan geometri yang akan dianalisa. Parameter tanah yang digunakan pada Program PLAXIS diantaranya yaitu :
a) Berat Volume Tanah Kering / dry soil weight (γ dry) b) Berat Volume Tanah Basah / wet soil weight (γ wet) c) Permeabilitas Arah Horizontal / horizontal permeability (kx) d) Permeabilitas Arah Vertikal / vertical permeability (ky) II - 56
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
e) Modulus Young / Young’s Modulus (E), f) Poisson’s Ratio (v) g) Kohesi / Cohesion (c) h) Sudut Geser / Friction Angle (φ) g) Sudut Dilatansi / Dilatancy Angle (ψ) Program komputer ini menggunakan elemen segitiga dengan pilihan 6 nodal atau 15 nodal. Pada analisis ini digunakan elemen segitiga dengan 15 nodal agar dapat mencapai tingkat akurasi yang maksimal. Pemodelan dilakukan pada mode plain – strain. PLAXIS terdiri dari 4 program : 1. Input program 2. Calculation program 3. Output program 4. Curve program 2.18 Pemodelan Material Tanah pada Program Plaxis Plaxis mendukung material berbagai model konstitutif untuk memodelkan prilaku dari material tanah maupun material kontinum lainnya. 2.18.1 Model Linier Elastis Model ini menyatakan Hukum Hooke tentang elastisitas linier isotropis. Model ini meliputi dua buah parameter kekakuan, yaitu modulus Young (E), dan angka poisson (ʊ). Model linier elastis sangat terbatas untuk pemodelan prilaku tanah. Model ini terutama digunakan pada struktur – struktur yang kaku dalam tanah.
II - 57
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.18.2 Model Mohr Coulomb Model yang sangat dikenal ini digunakan untuk pendekatan awal terhadap prilaku tanah secara umum. Model mohr coulomb merupakan model elastisyang terdiri dari lima buah parameter yaitu E dan v untuk memodelkan elastisitas tanah dan sebagai sudut dilatansi. dan c untuk memodelkan plastisitas tanah. Model ini merupakan suatu pendekatan ordo pertama dari prilaku tanah dan batuan. Model ini disarankan untuk digunakan dalam analisis awal dari masalah yang dihadapi. Setiap lapisan dimodelkan dengan sebuah nilai
kekakuan rata – rata yang
konstan. Karena kekakuan yang konstan maka perhitungan cenderung cepat dan dapat diperoleh perkiraan awal dari bentuk deformasi model. Disamping kelima parameter dari model tersebut, kondisi tegangan awal dari tanah memegag peranan yang penting dan hampir selu
ruh
deformasi
tanah.
Tegangan
horizontal awal tanah harus ditentukan terlebih dahulu dengan menggunakan nilai ko yang tepat. Model ini membutuhkan total lima buah parameter yang umum digunakan oleh para praktisi geoteknik dan dapat diperoleh dari uji –uji dilaboratorium yang meliputi 1. Modulus Young (E) 2. Angka Poisson (v) 3. Sudut geser () 4. Kohesi (c) 5. Sudut dilatansi () 2.18.3 Model Soft Soil Model ini merupakan model cam – clay yang digunakan untuk memodelkan prilaku tanah lunak seperti lempung terkonsolidasi norma dan gambut. II - 58
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Model ini paling baik digunakan untuk situasi kompresi primer. Model soft soil adalah jens model tanah yang ditujukan khusus untuk analisis kompresi primer dari tanah lempungan yang terkonsolidasi normal. Meskipun kemampuan dari model tanah ini berada dibawah model hardening soil, namun model soft soil tetap dipertahankan dalam versi Plaxis ini. Parameter model soft soil serupa dengan parameter dalam model soft soil creep. Namun demikian karena model soft soil tidak melibatkan waktu maka indeks rangkak termodifikasi * tidak diikutsertakan. Rentang rasio */ K* pada umumnya berkisar antara 3 dan 7.
2.18.4 Model Hardening Soil Model ini merupakan model hiperbolik yang bersifat elastoplastis, yang diformulasikan dalam lingkup plastisitas dari pengerasan akibat friksi (friction hardening plasticity). Model ini telah mengikutsertakan kompresi hardening untuk memodelkan pemampatan tanah yang tidak dapat kembali seperti semula (irreversible) saat menerima pembebanan yang bersifat kompresif. Model ini dapat digunakan untuk memodelkan prilaku tanah pasiran, kerikil serta jenis tanah yang lebih lunak seperti lanau dan lempung. Model hardening soil merupakan model tingkat lanjut untuk memodelkan prilaku tingkat lanjut untuk memodelkan prilaku dari tanah. Seperti pada model mohr coulomb, kondisi tegangan batas dideskripsikan oleh sudut geser , kohesi c dan sudut dilatansi . Namun demikian, kekakuan tanah dideskripsikan lebih akurat dengan menggunakan tiga kekakuan yang berbeda yaitu kekakuan pembebanan triaksial E 50, kekakuan pengurangan beban (unloading) triaksial E ur dan kekakuan pembebanan satu arah E oed. II - 59
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Untuk nilai tipikal dari berbagai jenis tanah dapat digunakan E ur = 3. E 50 dan E oed = E 50. Berbeda dengan model mohr coulomb, model hardening soil mengikutsertakan modulus kekakuan yang tergantung pada tegangan. Hal ini berarti bahwa kekakuan akan meningkat terhadap tegangan. Ketiga kekakuan merupakan nilai yang berhubungan dengan sebuah tegangan acuan yang umumnya diambil sebesar 100 Kpa. Beberapa parameter dasar dari model ini adalah 1. Kekakuan bergantung pada tegangan secara eksponensial (m) 2. Peregangan plastis akibat beban deviator utama (E reff 50) 3. Peregangan plastis akibat beban kompresi primer (E reff oed) 4. Pengurangan/ pemberian beban elastis (E reff ur, v ur) 5. Keruntuhan sesuai model mohr coulomb ( C,,) Dalam kasus khusus pada tanah lunak, penggunaan m =1 adalah cukup realistis. 2.18.5 Model Soft Soil Creep Model ini merupakan model yang diformulasikan dalam lingkup viskoplastisitas. Model ini dapat digunakan untuk memodelkan prilaku tanah lunak yang tergantung pada waktu ( time – dependent ) Seperti lempung terkonsolidasi normal dan gambut. Model hardening soil diatas dapat digunakan untuk semua jenis tanah tetapi model tersebut tidak mengikutsertakan efek viskositas yaitu rangkak/creep dan relaksasi tegangan. Kenyataannya, semua jenis tanah mengalami rangkak dan kompresi primer yang diikuti oleh kompresi sekunder. Kompresi sekunder sangat dominan pada tanah – tanah lunak yaitu lempung yang terkonsolidasi normal, tanah lanau serta gambut sehingga model ini disebut model soft soil creep. Seperti pada model mohr coulomb, kondisi awal tanah yang benar II - 60
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
juga merupakann hal yang penting saat menggunakan model soft soil creep. Untuk model hardening soil dan soft soil creep, penentuan kondisi awal tanah juga melibatkan data masukkan berupa tekanan prakonsolidasi karena model – model ini mengikutsertakan efek dari konsolidasi yang berlebih. Seluruh jenis tanah akan mengalami rangkak, dan kompresi primer yang selalu diikuti oleh kompresi sekunder tertentu. Dengan mengambil asumsi bahwa kompresi sekunder (misalnya selama rentang waktu 10 atau 30 tahun ) sebesar presentase dari kompresi primer, jelas bahwa rangkak akan menjadi penting pada permasalahan yang melibatkan kompresi primer yang besar. Hal ini merupakan situasi yang sangat berbahaya karena kompresi sekunder yang cukup besar tidak didahului oleh peringatan berupa kompresi primer yang besar. Karena hal ini maka perhitungan dengan model rangkak ingin dilakukan. Parameter kekakuan dasar meliputi tiga buah parameter yaitu : 1. K* = Indeks Muai Termodifikasi = (2/2.3) x Cr (1+e) 2. * = Indeks Kompresi Termodifikasi = Cc/ 2.3(1+e) 3. * = Indeks Rangkak Termodifikasi = Ca/ 2.3(1+e) Rentang rasio */ K* pada umumnya berkisar antara 5 dan 10 dan. Rentang rasio */ * pada umumnya berkisar antara 15 dan 25
II - 61
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 62
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 63