11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Signalling Theory Informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan sangat penting dalam signalling theory terhadap keputusan investasi pihak di luar perusahaan. Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaimana pasaran efeknya. Informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi.
Informasi yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan memberikan signal bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar (Jogiyanto, 2000). Pada waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima informasi tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan menganalisis informasi tersebut sebagai signal baik (good news) atau signal buruk (bad news).
12
Jika pengumuman informasi tersebut sebagai signal baik bagi investor, maka terjadi perubahan dalam volume perdagangan saham. Laporan keuangan merupakan salah satu jenis informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat menjadi signal bagi pihak di luar perusahaan, terutama bagi pihak investor. Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat berupa informasi akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan laporan keuangan dan informasi non-akuntansi yaitu informasi yang tidak berkaitan dengan laporan keuangan.
Laporan tahunan hendaknya memuat informasi yang relevan dan mengungkapkan informasi yang dianggap penting untuk diketahui oleh pengguna laporan baik pihak dalam maupun pihak luar. Semua investor memerlukan informasi untuk mengevaluasi risiko relatif setiap perusahaan sehingga dapat melakukan diversifikasi portofolio dan kombinasi investasi dengan preferensi risiko yang diinginkan. Jika suatu perusahaan ingin sahamnya dibeli oleh investor maka perusahaan harus melakukan pengungkapan laporan keuangan terbuka dan transparan.
2.1.2 Stakeholders Theory Stakeholders merupakan semua pihak baik internal maupun eksternal yang mempunyai hubungan yang bersifat mempengaruhi maupun dipengaruhi, bersifat langsung maupun tidak langsung oleh perusahaan. Batasan stakeholders tersebut mengisyaratkan bahwa perusahaan hendaknya memperhatikan stakeholders, karena mereka adalah pihak yang dipengaruhi dan mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung atas aktivitas serta kebijakan yang diambil oleh perusahaan. Jika perusahaan tidak memperhatikan stakeholders bukan tidak
13
mungkin akan menuai protes dan dapat mengeleminasi legitimasi stakeholders (Adam C. H, 2002 dalam Hadi, 2011). Menurut teori stakeholders, manajemen organisasi diharapkan melakukan kegiatan yang dianggap penting oleh stakeholders. Teori ini mengatakan bahwa seluruh stakeholders mempunyai hak untuk disediakan informasi tentang bagaimana kegiatan organisasi memengaruhi mereka, bahkan mereka memilih untuk tidak menggunakan informasi tersebut dan bahkan ketika mereka tidak bisa secara langsung melakukan peran konstruktif dalam kelangsungan hidup organisasi (Deegan, 2004 dalam Yuniarti, 2007).
Membantu manajemen perusahaan mengerti lingkungan stakeholders mereka dan melakukan pengelolaan dengan lebih efisien diantara keberadaan hubunganhubungan lingkungan perusahaan mereka merupakan tujuan utama dari teori stakeholders. Akan tetapi tujuan yang lebih luas stakeholders adalah untuk membantu manajemen perusahaan dalam memaksimalkan nilai dari dampak aktivitas-aktivitas
mereka,
dan
meminimalkan
kerugian-kerugian
bagi
stakeholders.
Pihak manajerial
dari
teori
stakeholders
berpendapat
bahwa kekuatan
stakeholders untuk memengaruhi manajemen perusahaan harus dilihat sebagai fungsi dari tingkat pengendalian stakeholders atas sumber daya yang dibutuhkan organisasi (Watts dan Zimmerman, 1986 dalam Putra, 2012). Ketika para stakeholders berusaha untuk mengendalikan sumber daya organisasi, maka orientasinya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Kesejahteraan tersebut terwujud dengan semakin tingginya return yang dihasilkan perusahaan.
14
2.1.3
Teori Piramida
Konsep piramida corporate social responbility (CSR) yang dikembangkan oleh Archie B. Carrol memberi justifikasi teoritis dan logis mengapa sebuah perusahaan perlu menerapkan CSR bagi masyarakat sekitarnya. Dalam pandangan Carrol, CSR adalah puncak piramida yang erat terkait dan bahkan identik dengan tanggung jawab filantropis . Berikut adalah penjelasannya Saidi dalam Stephanus (2012): 1.
Tanggung jawab ekonomis. Kata kuncinya adalah: make a profit. Motif utama perusahaan adalah menghasilkan laba. Laba adalah fondasi perusahaan. Perusahaan harus memiliki nilai tambah ekonomi sebagai prasyarat agar perusahaan dapat terus hidup dan berkembang.
2.
Tanggung jawab legal. Kata kuncinya adalah: obey the law. Perusahaan harus taat hukum. Dalam proses mencari laba, perusahaan tidak boleh melanggar kebijakan dan hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
3.
Tanggung jawab etis. Perusahaan memiliki kewajiban untuk menjalankan praktik bisnis yang baik, benar, adil dan fair. Norma-norma masyarakat perlu menjadi rujukan bagi perilaku organisasi perusahaan.
4.
Tanggung jawab filantropis. Selain perusahaan harus memperoleh laba, taat hukum dan berperilaku etis, perusahaan dituntut agar dapat memberi kontribusi yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas kehidupan semua. Kata kuncinya adalah: be a good citizen.
15
Berdasarkan tanggungjawab sosial, bisnis merupakan organisasi global non profit yang menyediakan bisnis dengan informasi, perangkat, pelatihan, jasa penasihat yang bertujuan untuk mengintegrasikan CSR ke dalam strategi dan bisnis mereka. CSR memiliki beberapa keuntungan (Kotler dan Lee dalam Stephanus (2012): 1.
Meningkatkan penjualan dan pangsa pasar.
2.
Mengeluarkan posisi merek.
3.
Meningkatkan reputasi dan citra perusahaan.
4.
Meningkatkan kemampuan perusahaan untuk menarik, memotivasi dan memuaskan karyawan.
5.
2.2
Meningkatkan daya tarik investor.
Profitabilitas
Tujuan yang ingin dicapai setiap perusahaan ialah memperoleh laba atau keuntungan yang maksimal. Dengan memperoleh keuntungan yang maksimal perusahaan dapat berbuat banyak untuk kepentingan perusahaan dan karyawan serta lingkungan. Untuk mengukur kinerja keuntungan dari suatu perusahaan dapat menggunakan rasio profitabilitas. Kasmir (2011) berpendapat bahwa rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mendapatkan keuntungan. Rasio ini juga menunjukkan tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini dapat terlihat dari laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Maka rasio profitabillitas adalah rasio yang menunjukkan efektivitas perusahaan dalam memperoleh keuntungan. Menurut Kasmir (2011), tujuan penggunaan rasio profitabilitas adalah sebagai berikut:
16
1.
Untuk mengetahui atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode tertentu.
2.
Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang.
3.
Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4.
Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
5.
Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
6.
Dan tujuan lainnya.
Sementara itu menurut Kasir (2011), manfaat yang dapat diperoleh dari rasio profitabilitas adalah sebagai berikut : 1.
Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode.
2.
Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang.
3.
Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4.
Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
5.
Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
6.
Manfaat lainnya.
17
Menurut Kasmir (2011) jenis-jenis rasio profitabilitas adalah sebagai berikut:
1. Return on Investment Menurut Kasmir (2011), return on investment merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. Return on investment juga merupakan suatu ukuran tentang efektifitas manajemen dalam mengelola investasinya. Disamping itu, return on investment menujukkan produktivitas dari seluruh dana perusahaan, baik modal pinjaman maupun modal sendiri. Semakin kecil rasio ini berarti semakin kurang baik dalam pengelolaan seluruh kegiatan operasi perusahaan, demikian pula sebaliknya. Rumus untuk mencari rasio ini adalah sebagai berikut:
Return on investment =
............................................................ (2.1)
Keterangan EAIT = Earning After Interestand Tax (laba sesudah dikurangi bunga dan pajak)
2. Return on equity Menurut Kasmir (2011), return on equity merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini, berarti semakin baik. Artinya posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian pula sebaliknya. Rasio ini dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Return on equity =
....................................................................... (2.2)
18
Keterangan: EAIT = Earning After Interest and Tax (laba sesudah dikurangi bunga dan pajak).
3. Laba per lembar saham biasa (earning per share of common stock) Rasio laba perlembar saham biasa disebut juga rasio nilai buku. Menurut Kasmir (2011) rasio ini merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham. Rasio yang rendah menandakan manajemen belum berhasil untuk memuaskan pemegang saham, sebaliknya dengan rasio yang tinggi kesejahteraan pemegang saham meningkat atau dapat dikatakan tingkat pengembalian yang tinggi. Rumus untuk mencari rasio ini adalah sebagai berikut:
Laba per lembar saham biasa =
2.3 2.3.1
................ (2.3)
Economic Value Added (EVA) Pengertian Economic Value Added (EVA)
Economic value added (EVA) merupakan indikator tentang adanya penambahan nilai dari suatu investasi setiap tahun pada suatu perusahaan. EVA adalah nilai tambah ekonomis yang diciptakan perusahaan dari kegiatan atau strateginya selama periode tertentu dan merupakan salah satu cara untuk menilai kinerja keuangan (Pangabean, 2005). Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang definisi economic value added (EVA) yang berbeda-beda yaitu sebagai berikut: Economic value added (EVA) adalah suatu tolak ukur yang menggambarkan jumlah absolut dari nilai pemegang saham (shareholder value) yang diciptakan
19
atau dirusak pada suatu periode tertentu, biasanya satu tahun (Tunggal, 2001). Economic value added (EVA) adalah salah satu cara untuk menilai kinerja keuangan. Economic value added (EVA) merupakan indikator tentang adanya penambahan nilai dari suatu investasi (Widjadja, 2008). Hal tersebut diatas serupa dengan pengukuran keuntungan konvensional, tetapi dengan satu perbedaan penting, EVA mengukur biaya seluruh modal. Angka nilai bersih dalam Laporan Laba Rugi hanya mempertimbangkan jenis biaya modal yang mudah dilihat – bunga- sementara mengabaikan biaya ekuitas. Meskipun menaksir biaya ekuitas merupakan proses subyektif, pengukuran kinerja yang mengabaikan biaya seperti itu tidak dapat mengungkapkan bagaimana perusahaan yang sukses telah menciptakan nilai bagi pemiliknya. Perbedaan lain antara EVA dengan angka keuntungan konvensional adalah EVA tidak dipaksakan oleh prinsip akuntansi yang diterima umum.
2.3.2
Manfaat Economic Value Added (EVA)
Manfaat yang dapat diperoleh perusahaan dalam menggunakan EVA sebagai tolak ukur dalam penilaian kinerja dan penciptaan nilai perusahaan. (Widjadja, 2008 ): a.
Sebagai penilaian kinerja keuangan perusahaan karena penilaian kinerja tersebut difokuskan terhadap penciptaan nilai.
b.
EVA akan membuat perusahaan lebih memperhatikan kebijakan struktur modal.
c.
EVA membuat manajemen berpikir dan bertindak seperti pemegang saham yaitu memilih investasi yang memberikan tingkat pengembalian maksimum
20
dan meminimumkan biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat dimaksimalkan. d.
EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kegiatan atau proyek yang memberikan pengembalian lebih tinggi daripada biaya-biaya modalnya.
2.3.3
Keunggulan dan Kelemahan Economic Value Added (EVA)
Keunggulan EVA sebagai penilai kinerja perusahaan adalah dapat digunakan sebagai penciptaan nilai (value creation). Keunggulan EVA yang lain adalah (Widjadja, 2008): a.
EVA memfokuskan penilaian pada nilai tambah dengan memperhitungan beban sebagai konsekuensi investasi.
b.
Konsep EVA adalah alat perusahaan dalam mengukur harapan yang dilihat dari segi ekonomis dalam pengukurannya yaitu dengan memperhatikan harapan para penyandang dana secara adil dimana derajat keadilan dinyatakan dengan ukuran tertimbang dari struktur modal yang ada dan berpedoman pada nilai pasar dan bukan pada nilai buku.
c.
Perhitungan EVA dapat dipergunakan secara mandiri tanpa memerlukan data pembanding seperti standar industri atau data perusahaan lain sebagai konsep penilaian.
d.
Pengaplikasian EVA yang mudah menunjukkan bahwa konsep tersebut merupakan ukuran praktis, mudah dihitung dan mudah digunakan sehingga merupakan salah satu bahan pertimbangan dalam mempercepat pengambilan keputusan bisnis.
21
Selain berbagai keunggulan, konsep EVA juga memiliki kelemahan-kelemahan antara lain (Widjadja, 2008): a.
EVA hanya mengukur hasil akhir (result), konsep ini tidak mengukur aktivitas-aktivitas penentu.
b.
EVA terlalu bertumpu pada keyakinan bahwa investor sangat mengandalkan pendekatan fundamental dalam mengkaji dan mengambil keputusan untuk menjual atau membeli saham tertentu padahal faktor-faktor lain terkadang justru lebih dominan.
2.3.4 Perhitungan Economic Value Added (EVA) Economic value added (EVA) dihitung sebagai berikut: EVA = NOPAT – Capital Charges = NOPAT – (Invested Capital x WACC)................................... (2.4) NOPAT merupakan laba yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan setelah dikurangi pajak yang telah terbebas dari pengaruh hutang dan sebelum beban bunga. Modal yang diinvestasikan (invested capital) sama dengan jumlah ekuitas pemegang saham, seluruh utang jangka pendek dan jangka panjang yang menanggung bunga, utang dan kewajiban jangka panjang lainnya (Young dan O’Byrne, 2001).
2.4
Corporate Social Responbility (CSR)
2.4.1 Sejarah Dan Perkembangan Corporate Social Responsibility Tanggungjawab sosial perusahaan kepada masyarakat bermula di Amerika Serikat, yaitu pada zaman permulaan perkembangan perusahaan besar di akhir
22
abab ke-19. Saat itu perusahaan besar menyalahgunakan kuasa mereka dalam hal diskriminasi harga, menahan buruh dan perilaku lainya yang menyalahi moral kemanusiaan. Hal ini menyebabkan protes masyarakat dan sebagai akibatnya pemerintah melakukan perubahan peraturan perusahaan untuk mengatasi masalah tersebut.Fase kedua evolusi tanggungjawab sosial perusahaan tercetus pada tahun 1930-an, yang diikuti gelombang resesi dunia secara besar-besaran yang mengakibatkan pengangguran dan banyak perusahaan yang bangkrut.
Pada
masa
ini,
dunia
berhadapan
dengan
kekurangan
modal
untuk
inputproduksinya. Buruh terpaksa berhenti bekerja, pengangguran sangat meluasdan merugikan pekerjanya. Saat itu timbul ketidakpuasan terhadap sikapperusahaan
yang
tidak
bertanggung
jawab
terhadap
pekerjanya
(Sukirno,2004). Dalam konteks global, istilah CSR mulai digunakan sejak tahun 1970-an dan semakin populer terutama setelah kehadiran buku Cannibals WithForks: The Triple Bottom Line In 21st Century Business (1998), karya John Elkington. Elkington Mengembangkan tiga komponen penting sustainable development protection, yakni economic growth, enviromental protection, dan sosial equity, yang digagas The World Commission On Environment And Development (WCED) dalam Brundland Report tahun 1987. Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus: 3P (profit, people, dan planet). Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit), melainkan pula memperhatikan kesejahteraan masyarakat (people),dan memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet).
23
Di Indonesia, istilah CSR semakin populer digunakan sejak tahun1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA(Corporaten Social Activity) atau aktivitas sosial perusahaan. Walaupun tidak menamainya CSR, secara faktual aksinya mendekati CSR yang mempresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan. Melalui konsep investasi sosial perusahaan “seat belt”, sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional (Octafiani dalam Riska, 2013). Selain itu, pemilik perusahaan sejatinya bukan hanya shareholders atau para pemegang saham, melainkan pula stakeholders, yakni pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan. Stakeholders dapat mencakup karyawan dan keluarganya, pelanggan, pemasok, masyarakat sekitar perusahaan, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, media massa, dan pemerintah selaku regulator (Octafiani dalam Riska, 2013).
2.4.2 Pengertian Corporate Social Responsibility Pengertian corporate social responsibility, CSR, atau sering kali disebut sebagai tanggung jawab sosial perusahaan telah banyak disampaikan oleh para pakar maupun lembaga internasional. Ada beberapa pengertian CSR menurut pakar ataupun lembaga, sebagai berikut: 1. Darwin dalam Riska (2013) mendefinisikan CSR sebagai mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap
24
lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum. 2. CSR merupakan suatu konsep terintegrasi yang menggabungkan aspek bisnis dan sosial dengan selaras agar perusahaan dapat membantu tercapainya kesejahteraan para Stakeholder, serta dapat mencapai profit maksimum sehingga dapat meningkatkan harga saham (Nugraha dalam Riska, 2013). 3. CSR menurut Sutanto dalam Riska (2013), membagi CSR ke dalam dua golongan besar tanggungjawab sosial, yaitu tanggungjawab internal dan tanggungjawab eksternal. Tanggungjawab internal meliputi tanggungjawab kepada para pemangku kepentingan dalam hal profit dan pertumbuhan. Sedangkan tanggungjawab eksternal menyajikan perusahaan sebagai pembayar pajak dan penyedia pekerjaan yang berkualitas, meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi masyarakat baik dalam bidang bisnis yang sesuai dengan bisnis perusahaan maupun tidak, serta menjaga lingkungan untuk generasi masa depan. 4. Menurut The World Bussiness Council for Sustainable Development (WBCSD) dalam Riska (2013), CSR merupakan komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan, berikut komunitas-komunitas setempat (lokal), masyarakat secara keseluruhan, dalam rangka meningkat kualitas kehidupan.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa CSR merupakan suatu tindakan yang dilakukan perusahaan sesuai dengan kemampuan perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan di sekitar
25
perusahaan itu berada. CSR juga bukan merupakan beban bagi perusahaan, tetapi merupakan modal sosial perusahaan yang dapat berkontribusi untuk keberlanjutan perusahaan dan membantu tercapainya kesejahteraan stakeholders serta dapat meningkatkan profit.
2.4.3 Landasan Hukum Corporate Social Responsibility Landasan hukum yang menyangkut CSR terdapat dalam makalah mengenai CSR oleh Octafiani dalam Riska (2013) sebagai berikut: 1. Keputusan Menteri BUMN Tentang Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) Workshop Kajian Penerapan Pasal 74 Undang-Undang PT Nomor 40 Tahun 2007, dikemukakan bahwa peraturan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan, pada awalnya hanya mengikat Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dengan aktivitas sosial yang lebih dikenal dengan istilah Program Kemitraan dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL). PKBL pada dasarnya terdiri dari dua jenis, yaitu program penguatan usaha kecil melalui pemberian pinjaman dana bergulir dan pendampingan (disebut Program Kemitraan) serta program pemberdayaan (disebut Program Bina Lingkungan). 2.
Undang-Undang PT Nomor 40 tahun 2007 yang berisi peraturan mengenai diwajibkannya melakukan CSR. Direksi yang bertanggung jawab bila ada permasalahan hukum yang menyangkut perusahaan dan CSR.
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, tentang Penanaman Modal, baik penanaman modal dalam negeri, maupun penanaman modal asing. Dalam penjelasan pasal 15 huruf b menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
26
“tanggung jawab sosial perusahaan” adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat “. 4.
Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi Nomor 22 Tahun 2001, disebutkan pada Pasal 13 ayat 3 (p): “Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) wajib memuat paling sedikt ketentuan-ketentuan pokok yaitu: (p) pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat.
2.4.4 Model Corporate Social Responsibility Model atau pola CSR yang umum diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di indonesia menurut Said dan Abidin dalamRiska (2013) yaitu: 1. Keterlibatan langsung, perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. Menjalankan tugas ini, biasanya perusahaan menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public affair manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation. 2. Melalui yayasan atau organisasi sosial milik perusahaan, perusahaan mendirikan sendiri yayasan dibawah perusahaan atau groupnya. Model ini merupakan adopsi yang lazim dilakukan di negara maju. Perusahaan menyediakan dana awal, dan rutin atau dana abadi yang dapat digunakan untuk operasional yayasan.
27
3. Bermitra dengan pihak lain, perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan lembaga atau organisasi non pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau media masa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya. 4. Mendukung atau bergabung dalam satu konsorium, perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu.
2.4.5 Ruang Lingkup Corporate Social Responsibility Menurut Rahmatullah dan Kurniati (2011), pada dasarnya CSR bukanlah entitas departemen atau divisi yang sifatnya parsial, atau hanya berfungsi dalam pendongkrakan citra sebagai bagian dari jurus jitu marketing perusahaan, sehingga nilai perusahaan di mata stakeholders lain khususnya menjadi positif. Pada hakikatnya CSR adalah nilai atau jiwa yang melandasi aktivitas perusahaan secara umum, dikarenakan CSR menjadi pijakan komprehensif dalam aspek ekonomi, sosial, kesejahteran dan lingkungan. Tidak etis jika nilai CSR hanya diimplementasikan untuk memberdayakan masyarakat setempat, di sisi lain kesejahteraan karyawan yang ada di dalamnya tidak terjamin, atau perusahaan tidak disiplin dalam membayar pajak, suburnya praktik korupsi dan kolusi, atau mempekerjakan anak. Menurut Jack Mahoney dalam Riska (2013), menegaskan bahwa melalui praktek etis dunia usaha modern, ruang lingkup CSR dapat dibedakan menjadi atas empat yaitu:
28
1.
Keterlibatan perusahaan dalam kegiatan-kegiatan sosial yang berguna bagi kepentingan masyarakat luas.
2.
Keuntungan ekonomis yang diperoleh perusahaan.
3.
Memenuhi aturan hukum yang berlaku, baik yang berkaitan dengan kegiatan dunia usaha maupun kehidupan sosial masyarakat pada umumnya.
4.
Menghormati hak dan kepentingan stakeholders atau pihak yang terkait yang mempunyai kepentingan langsung maupun tidak langsung.
Pada sisi lain Brodshaw dan Vogel dalam Riska (2013), menyatakan bahwa ada tiga dimensi dari garis besar ruang lingkup CSR yaitu: 1. Corporate philantrophy adalah usaha-usaha amal yang dilakukan perusahaan, dimana usaha-usaha amal ini tidak berhubungan secara langsung dengan kegiatan normal perusahaan. Usaha-usaha amal ini dapat berupa tanggapan langsung perusahaan atas permintaan dari luar perusahaan atau juga berupa pembentukan suatu badan tertentu, seperti yayasan untuk mengola usaha amal tersebut. 2. Corporate Responsibility adalah usaha-usaha sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan ketika sedang mengejar profitabilitas sebagai tujuan perusahaan. 3. Corporate Policy adalah berkaitan erat dengan bagaimana hubungan perusahaan dengan pemerintah yang meliputi posisi suatu perusahaan dengan adanya berbagai kebijaksanaan pemerintah yang mempengaruhi baik bagi perusahaan atau masyarakat secara keseluruhan.
29
2.4.6 Manfaat Corporate Social Responsibility Menurut Branco dan Rodrigues dalam Riska (2013), membagi dua manfaat CSR bila dikaitkan dengan keunggulan kompetitif (competitive advantage) dari sebuah perusahaan yaitu dari sisi internal maupun eksternal, sebagai berkut: 1. Manfaat Internal CSR, yaitu: a.
Pengembangan aktivitas yang berkaitan dengan sumber daya manusia. Serangkaian aktivitas pengembangan sumber daya manusia dicapai dengan menciptakan para karyawan yang memiliki keterampilan tinggi. Karyawan yang berkualitas akan menyumbang pada sistem manajemen sumber daya manusia yang lebih efektif. Misalnya, dengan meningkatnya loyalitas dan moral dari karyawan.
b.
Adanya pencegahan polusi dan reorganisasi pengelolaan proses produksi dan aliran bahan baku, serta hubungan dengan supplier yang berjalan dengan baik. Muaranya adalah peningkatan performa lingkungan perusahaan.
c.
Menciptakan budaya perusahaan, kapasitas sumber daya manusia, dan organisasi yang baik. Pengintrodusiran CSR diharapkan perusahaan dan kemauan untuk terus belajar. Integrasi antar fungsi di dalam perusahaan diharapkan juga akan terjadi. Selain itu, partisipasi para karyawan di dalam perusahaan dan keterampilan mereka diharapkan meningkat pula.
d.
Kinerja keuangan. Dengan dilakukannya CSR, kinerja keuangan perusahaan menjadi lebih baik. Kualitas lingkungan yang turut disumbangkan oleh korporasi bukan hanya secara langsung mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan, tetapi juga meningkatkan kepemilikan pemodal.
30
2. Manfaat eksternal CSR, yaitu: a.
Penerapan CSR akan meningkatkan reputasi perusahaan sebagai badan yang mengembang dengan baik pertanggung jawaban secara sosial. Hal ini menyangkut pemberian pelayanan yang lebih baik kepada pihak eksternal atau pemangku kepentingan eksternal.
b.
CSR merupakan satu bentuk diferensiasi produk yang baik. Artinya, sebuah produk yang memenuhi persyaratan-persyaratan ramah lingkungan dan merupakan hasil dari perusahaan yang bertanggung jawab ssecara sosial. Untuk itu, diperlukan kesesuaian antara berbagai aktivitas sosial dengan karakteristik perusahaan yang juga khas.
c.
Melaksanakan CSR dan membuka kegiatan CSR itu secara publik merupakan instrumen untuk komunikasi yang baik dengan khayalak. Pada gilirannya semuanya akan membantu menciptakan reputasi dan image perusahaan yang lebih baik. Dengan demikian, akan membantu perusahaan dan para karyawannya dalam membangun keterikatan dengan komunitas secara lebih kohensif dan terintegrasi.
d.
Kontribusi CSR terhadap kinerja perusahaanpun dapat terwujud paling tidak dalam dua bentuk. Pertama, dampak positif yang timbul sebagai insentif (rewards) atas tingkah laku positif dari perusahaan. Kontribusi ini sering disebut sebagai kesempatan (opportunities). Kedua, kemampuan perusahaan untuk mencegah munculnya konsekuensi dari tindakan yang buruk atau dikenal sebagai “jaring pengaman” atau safety nets bagi perusahaan.
31
2.5 Saham Penerbitan saham dari suatu perusahaan merupakan suatu upaya yang dilakukan perusahaan untuk mendapatkan tambahan modal. Tambahan modal tersebut dapat digunakan untuk mendanai kegiatan-kegiatan operasional di dalam maupun di luar perusahaan. Menurut Ang dalam Kusumo (2011), saham adalah surat berharga sebagai bukti penyertaan atau pemilikan individu ataupun intitusi dalam suatu perusahaan. Definisi lain mengenai saham yang dinyatakan oleh Brigham dan Houston dalam Kusumo (2011), menjelaskan bahwa saham adalah tanda kepemilikan perusahaan, kepemilikan saham biasanya disimbolkan dengan saham biasa (common stock).
Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa saham adalah surat berhaga yang menunjukkan bukti bahwa seseorang tersebut adalah bagian dari kepemilikan suatu perusahaan. Menurut Hartono (2010), saham dibedakan menjadi dua jenis yaitu saham biasa dan saham preferen, Saham preferen mempunyai sifat gabungan (hybrid) antara obligasi (bond) dan saham biasa. Seperti bond yang membayar bunga atas pinjaman, saham preferen juga memberikan hasil yang tetap berupa dividen preferen. Seperti saham biasa, dalam hal liquidasi, klaim pemegang saham preferen dibawah klaim pemegang obligasi (bond). Dibandingkan dengan saham biasa, saham preferen mempunyai beberapa hak pembayaran terlebih dahulu jika terjadi liquidasi. Oleh karena itu, saham preferen dianggap mempunyai karakteristik ditengah-tengah antara bond dan saham biasa. Karakteristik saham preferen menurut Hartono (2010) adalah sebagai berikut :
32
1.
Preferen terhadap preferen. Pemegang saham preferen mempunyai hak untuk menerima dividen terlebih dahulu dibandingkan dengan pemegang saham biasa. Saham preferen juga umumnya memberikan hak dividen kumulatif, yaitu memberikan hak kepada pemegang saham untuk menerima dividen tahun-tahun sebelumnya yang belum dibayarkan sebelum pemegang saham menerima dividennya. Jika saham preferen disebutkan memberi hak dividen kumulatif, maka dividen-dividen tahun sebelumnya yang belum dibayarkan disebut dengan dividens in arrears.
2.
Preferen pada waktu likuidasi. Saham preferen mempunyai hak terlebih dahulu atas aktiva perusahaan dibanding dengan hak yang dimiliki oleh pemegang saham biasa pada saat terjadi liquidasi. Besarnya hak atas aktiva pada saat likuidasi adalah sebesar nilai nominal saham prferennya termasuk semua dividen yang belum dibayar jika bersifat kumulatif. Karena karakteristik ini investor umumnya menganggap saham preferen lebih kecil resikonya dibandingkan dengan saham biasa. Akan tetapi dibandingakan dengan bond, saham preferen dianggap lebih berisiko, karena klaim pemegang saham preferen dibawah klain dari pemegang bond.
Menurut Hartono (2010) macam-macam saham preferen adalah sebagai berikut 1.
Conviertible preferred stock. Untuk menarik minat investor yang menyukai saham, beberapa saham preferen menambah bentuk didalamnya yang memungkinkan pemegangnya untuk menukar saham biasa dengan rasio penukaran yang sudah ditentukan. Saham preferen semacam ini disebut dengan convertible preferred stock.
33
2.
Callable preferred stock. Bentuk lain dari saham preferen adalah memberikan hak kepada perusahaan yang mengeluarkan untuk membeli kembali saham ini dari pemegang saham pada tanggal tertentu dimasa mendatang dengan nilai yang tertentu. Harga tebusan ini biasanya lebih tinggi dari nilai nominal sahamnya.
3.
Floating atau Adjustable-rate preferred stock (ARP). Saham preferen ini merupakan saham inovasi baru di Amerika Serikat yang dikenalkan pada tahun 1982. Saham preferen ini tidak membayar dividen secara tetap, tetapi tingkat dividen yang dibayar tergantung dari tingkat return dari sekuritas tbill (treasury bill).
Saham biasa adalah jenis dari saham yang lainnya. Saham biasa ini memberikan para pemegangnya beberapa hak. Menurut Hartono (2010) beberapa hak yang dimiliki oleh pemegang saham biasa adalah sebagai berikut:
1.
Hak kontrol. Pemegang saham biasa mempunyai hak untuk memilih dewan direksi. Ini berarti bahwa pemegang saham mempunyai hak untuk mengontrol siapa saja yang akan memimpin perusahaannya. Pemegang saham dapat melakukan hak kontrol dalam bentuk menveto dalam pemilihan direksi dirapat tahunan pemegang saham atau memveto pada tindakan-tindakan yang membutuhkan persetujuan pemegang saham.
2.
Hak menerima pembagian keuntungan. Sebagai pemilik perusahaan, pemegang saham biasa berhak mendapatkan bagia dari keuntungan perusahaan. Tidak semua laba dibagikan, sebagian laba kan ditanamkan kembali kedalam perusahaan. Laba yang tidak ditahan dibagikan dalam bentuk dividen. Tidak semua perusahaan membayar dividen. Keputusan
34
perusahan membayar dividen atau tidak dicerminkan dalam kebijaksanaan dividen perusahaan tersebut. Jika perusahaan memutuskan untuk membagi keuntungan dalam bentuk dividen, semua pemegang saham biasa mendapatkan haknya yang sama. Pembagian dividen untuk saham biasa ini dapat dilakukan jika perusahaan sudah membayar dividen untuk saham preferen. 3.
Hak preemptif (preempitive right). Hak ini merupakan hak untuk mendapatkan presentasi pemilikan yang sama jika perusahaan mengeluarkan tambahan lembar saham. Jika perusahaan mengeluarkan tambahan lembar saham, maka jumlah lembar saham yang beredar akan lebih banyak dan akibatnya presentase kepemilikan pemegang saham yang lama akan turun. Hak preemptif memberi prioritas kepada pemegang saham yang lama akan turun. Hak preemtif memberi prioritas kepada pemegang saham lama untuk membeli tambahan saham yang baru, sehingga presentase pemilikannya tidak berubah.
Jenis saham yang lainnya adalah saham treasuri (treasury stock). Saham treasuri adalah saham milik perusahaan yang sudah pernah dikeluarkan dan beredar yang kemudian dibeli kembali oleh perusahaan untuk tidak dipensiunkan tetapi disimpan sebagai treasuri. Menurut Hartono (2010) perusahaan emiten membeli kembali saham beredar sebagai saham treasuri dengan alasan-alasan sebagai berikut: 1.
Akan digunakan dan diberikan kepada manajer-manajer atau karyawankaryawan didalam perusahaan sebagai bonus dan kompensasi dalam bentuk saham.
35
2.
Meningkatkan volume perdagangan dipasar
modal dengan harapan
meningkatkan nilai pasarnya. 3.
Menambahkan jumlah lembar saham yang tersedia untuk digunakan menguasai perusahaan lain.
4.
Mengurangi jumlah lembar saham yang beredar untuk menaikkan laba per lembarnya.
2.6
Return Saham
Return merupakan suatu yang paling ditunggu dan dinanti-nantikan oleh para investor. Hal ini dikarenakan return adalah hasil yang diperoleh dari suatu investasi (Hartono, 2010). Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi atau return eksepektasi yang belum terjadi diharapkan akan terjadi di masa mendatang. Menurut Hartono (2010), return realisasian (realized return) merupakan return yang telah terjadi. Return realisasian dihitung dengan menggunakan data historis. Return realisasian penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan. Return realisasian atau return histori ini juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasian (expected return) dan risiko di masa datang. Return ekspektasian (expected return) adalah return yang diharapkan diperoleh oleh investor dimasa mendatang (Hartono, 2010). Berbeda dengan return realisasian yang sifatnya sudah terjadi, return ekspektasian sifatnya belum terjadi. Return pada dasarnya dibagi menjadi dua jenis yaitu capital gain/loss dan yield. Menurut Hartono (2010), capital gain merupakan selisih dari harga investasi sekarang dengan harga periode yang lalu. Jika harga investasi sekarang lebih tinggi dari harga investasi periode lalu berarti terjadi keuntungan
36
modal (capital gain) dan sebaliknya. Menurut Hartono (2010), yield merupakan presentase penerimaan kas periodik terhadap harga investasi periode tertentu dari suatu investasi. Keuntungan ini biasanya diterima dalam bentuk kas atau setara dengan kas sehingga dapat diuangkan dengan cepat. Salah satu contoh yield adalah dividen. Tidak semua instrumen investasi memberikan komponen return berupa capital gain atau capital loss. Investasi yang dapat memberikan capital gain adalah seperti obligasi dan saham, sedangkan yang tidak memberikan komponen return capital gain adalah seperti sertifikat deposito, tabungan dan sebagainya. Return saham sesungguhnya diperoleh dari capital gain/losss hal ini dikarenakan capital gain/loss adalah suatu hasil yang sudah pasti didapat oleh investor. Capital gain/loss dapat dihitung menggunakan rumus:
x 100% .................................................... (2.5)
Rit =
Keterangan: Rit
: Return saham
Pit
: Harga saham perusahaan i pada waktu ke-t
Pti-1
: Harga saham perusahaan i pada waktu t-1
Menurut Utomo (2007), abnormal return yang didapat investor yang tidak sesuai dengan pengharapan. Abnormal return adalah selisih antara return yang diharapkan dengan return yang didapatkan. Selisih return akan positif jika return yang didapatkan lebih besar dari return yang diharapkan atau return yang dihitung. Sedangkan return akan negatif jika return yang didapat lebih kecil dari return yang diharapkan atau return yang dihitung. Abnormal return dapat terjadi
37
karena adanya kejadian-kejadian tertentu, misalnya hari libur nasional, awal bulan, awal tahun, suasana politik yang tidak menentu, kejadian-kejadian yang luar biasa, stock split, penawaran perdana saham dan lain-lain.
2.7
Hasil Penelitian Terdahulu
Berikut penelitian-penelitian yang sudah dilakukan: 1.
Penelitian yang dilakukan Kusumawati dan Susilowati (2004), menguji rasio profitabilitas terhadap return saham. Dalam penelitian ini digunakan debt to equity ratio, earning per share, net profit margin serta return on asset. Rasio profitabilitas digunakan sebagai variabel independen yang mempengaruhi return saham sebagai variabel dependen. Pada penelitian ini menganalisis return saham pada perusahaan manufaktur yang tercatat pada Bursa Efek Indonesia. Hasil yang didapat pada penelitian ini adalah earning per share memiliki pengaruh yang signifikan terhadap return. Earnig per share memiliki nilai koefesien yang lebih tinggi dari variabel yang lain yaitu sebesar 0,666.
2.
Penelitian lain dilakukan Susilatri (2013) menggunakan rasio profitabilitas sebagai variabel independen ini, menguji return pada perusahaan yang termasuk Kompas-100 pada tahun 2006-2010. Rasio profitabilitas dalam penelitian ini menggunakan ROI, ROE dan EPS. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa ROI dan EPS secara parsial mempengaruhi return.
3.
Getereida (2012), melakukan penelitian dengan menguji pengaruh ROI dan EVA terhadap return saham. Pengujian ini dilakukan pada satu perusahaan
38
yaitu PT. XYZ. Perusahaan ini merupakan perusahaan semen yang terlah terdaftar pada Bursa Efek Indonesia. Hasil dari penelitian ini adalah return on investment (ROI) dan economic value added (EVA) secara bersama-sama mempengaruhi return saham pada perusahaan XYZ. 4.
Pada penelitian yang dilakukan Meira (2007), pegujian terhadap return saham dilakukan menggunkan variabel return on asset (ROA), earning per share (EPS) dan economic value added (EVA) sebagai variabel independen. Pengujian dilakukan terhadap perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta. Hasil dari penelitian ini menunjukkan ROA, EPS dan EVA tidak memiliki pengaruh yang parsial terhadap return saham.
5.
Penelitian yang dilakukan Titisari (2010), menguji pengaruh CSR terhadap return saham yang diukur dengan CAR, baik CSR secara keseluruhan maupun
berdasarkan
parameternya
(environment,
employment,
dan
community). Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah CSR environment dan community berkolerasi positif terhadap return saham. Sedangkan CSR employment berkolerasi negatif terhadap return saham. 6.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Kurnia (2013). Penelitan yang menganalisa pengaruh informasi laba akuntansi dan informasi corporate social responbility terhadap return saham. Kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan ini adalah informasi laba akuntansi berpengaruh secara positif signifikan terhadap return saham. Hal serupa juga terjadi pada informasi corporate social responbility berpengaruh positif signifikan terhadap return saham.
39
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Nama 1 Kusumawati dan Susilowati (2004)
2
Meira (2007)
3
Titisari (2010)
4
Getereida (2012)
5
Susilatri (2013)
6
Kurnia (2013)
Judul Analisis Pengaruh Rasio Profitabilitas Terhadap Return Saham
Variabel Hasil Penelitian Independen : Variabel earning per debt to equity share memiliki pengaruh ratio, earning yang signifikan terhadap per share, net return.Earnig per share memiliki nilai koefesien profit margin yang lebih tinggi dari serta return on variabel yang lain yaitu asset sebesar 0,666. Dependen : Return Saham Independen : ROA, EPS, EVA Dependen : Return Saham
Pengaruh Return on Asset, Earning per Share, dan Econimic Value Added Terhadap Return Saham Pengaruh CSR Independen : Terhadap Kinerja CSR Perusahaan Dependen : Stock Return (CAR)
Pengaruh Return On Investment (ROI) Dan Economic Value Added (EVA) Terhadap Return Saham. Analysis of Effect of Profitability, Leverages and Economic Value Added (EVA) to Stock Return Pengaruh Informasi Laba Akuntansi dan Informasi Corporate Social Responbility Pada Return Saham
ROA, EPS dan EVA tidak memiliki pengaruh yang parsial terhadap return saham.
CSR environment dan community berkolerasi terhadap CAR perusahaan, sedangkan CSR employment berkolerasi negatif terhadap CAR perusahaan. Independen : Return on Investment ROI, EVA (ROI) dan Economic Value Added (EVA) Dependen : secara bersama-sama Return Saham mempengaruhi return saham Independen : ROI dan EPS secara ROI, ROE, EPS parsial mempengaruhi return Dependen : Stock Return Independen : laba akuntansi Laba Akuntansi, berpengaruh secara CSR positif signifikan terhadap return saham. Dependen : Hal serupa juga terjadi return saham pada informasi corporate social responbility berpengaruh positif signifikan terhadap
40
2.8
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya serta permasalahan yang dikemukakan, maka sebagai acuan untuk merumuskan hipotesis, berikut disajikan kerangka pikir yang dituangkan dalam model penelitian seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1.
Return On Investment
Return On Equity
Earning Per Share
Return Saham
Economic Value Added
Corporate Social Responbility
Gambar 2.1 Model Pemikiran
41
Rasio profitabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk melihat seberapa baik perusahaan dalam mendapatkan laba atau profit. Jika suatu perusahaan telah mampu mendapatkan laba yang sesuai dengan yang telah diinvestasikan, maka perusahaan dapat memberikan return yang lebih kepada investor. Dalam rasio profitabilitas terdapat beberapa rasio yang dinilai mampu untuk melihat besarnya return yang akan didapat. Rasio return on equity (ROE), rasio ini mengukur bagaimana perusahaan dapat mengelola modalnya untuk menghasilkan laba atau keuntungan bagi perusahaan. Kemudian ada rasio return on Investment (ROI), analisis dengan rasio ini bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba dengan dana yang telah ditanamkan dalam bentuk aktiva yang digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan. Hal ini dimaksudkan agar perusahaan bisa memberikan return yang juga maksimal kepada investor atau pemegang saham. Karena laba yang telah didapat oleh perusahaan akan dibagi kepada para investor. Maka dengan laba yang laba earning per share (EPS) akan semakin tinggi. Earning per share menunjukkan besarnya laba bersih yang akan dibagi kepada para investor dan pemegang saham.
EVA merupakan tolak ukur untuk keberhasilan manajemen perusahaan dalam menciptakan nilai tambah bagi perusahaan. Asumsinya, jika kinerja manajemen baik/efektif (dilihat dari besarnya nilai tambah yang diciptakan), maka akan berpengaruh pada meningkatnya harga saham. Dengan meningkatnya harga saham maka return saham juga akan terjadi peningkatan. EVA dapat menghitung laba yang sebenarnya didapat (real profit economic). Ini karena penghitungan EVA dilakukan dengan mengurangkan keuntungan operasi perusahaan dengan
42
modal sendiri (cost of equity). EVA memberikan perhitungan yang lebih baik atas nilai tambah yang diberikan perusahaan kepada pemegang saham. Pada dasarnya bagi perusahaan yang menilai corporate social responbility atau tanggung jawab yang merupakan kebijakan dari pemerintah menjadikan tambahan biaya bagi perusahaan. Maka pelaksanaan tanggung jawab sosial ini tidak dilakukan di setiap perusahaan. Hanya beberapa perusahaan saja yang melaksanakan kegiatan ini. Bagi perusahaan-perusahaan yang tidak melaksanakan tanggung jawab sosial, beranggapan bahwa kegiatan tanggung jawab ini hanya memberatkan perusahaan. Karena perusahaan harus mengeluarkan tambahan biaya, yang pada akhirnya akan mengurangi laba perusahaan dan return pada pemegang saham. Namun tidak semua perusahaan yang beranggapan bahwa CSR merupakan tambahan biaya. Bagi perusahaan-perusahaan yang melaksanakan tanggung jawab sosial menilai kegiatan
ini
dilakukan
sebagai
bukti
perusahaan
tidak
hanya
fokus
mensejahterakan shareholder melainkan juga berusaha mensejahterakan pihakpihak stakeholder lain.
2.9
Hipotesis
Berdasarkan teori dan kerangka pikir yang telah dijelaskan maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Ho1= Return on investment tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham. Ha1= Return on investment berpengaruh secara signifikan terhadap return saham. Ho2= Return on equity tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham. Ha2= Return on equity berpengaruh secara signifikan terhadap return saham.
43
Ho3= Earning per share tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham. Ha3= Earning per share berpengaruh secara signifikan terhadap return saham. Ho4= Economic value added tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham. Ha4= Economic value added berpengaruh secara signifikan terhadap return saham. Ho5= Corporate social responbility tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham. Ha5= Corporate social responbility berpengaruh secara signifikan terhadap return saham. Ho6= Return on investment, return on equity, earning per share, economic value added, corporate social responbility tidak berpengaruh secara simultan terhadap return saham. Ha6= Return on investment, return on equity, earning per share, economic value added, corporate social responbility berpengaruh secara simultan terhadap return saham.