BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspek Umum Infeksi Pernafasan Infeksi pada sistem pernafasan di deskripsikan sesuai dengan areanya. Pernafasan atas atau saluran pernafasan atas (upper airway), yang meliputi hidung dan faring. Sistem pernafasan bawah meliputi bronkus, bronkeolus (bagian reaktif pada saluran pernafasan karena ototnya yang halus dan kemampuan untuk mambatasi), dan alveolus (Hartono dan Rahmawati, 2012). Infeksi pernafasan menyebar dari satu struktur ke struktur lain karena terhimpitnya membran mukus yang membentuk garis lurus pada seluruh sistem. Akibatnya infeksi sistem pernafasan meliputi beberapa area dari pada struktur tunggal, walaupun efeknya berpengaruh pada banyak penyakit (Hartono dan Rahmawati, 2012). 2.1.1 Definisi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Saluran pernafasan merupakan jalur pemaparan yang paling penting pada lingkungan industri. Berbagai jenis zat padat terbawa dalam udara lingkungan kerja. Efek paparan zat melalui saluran pernafasan sangat beragam, tergantung pada konsentrasi dan lamanya pemaparan serta status kesehatan orang yang terpapar (Mulia, 2005). Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yaitu infeksi akut yang menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran nafas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura) (indonesia sehat, 2010).
8
9
2.1.2 Etiologi Ispa Infeksi pada paru-paru, bisa di sebabkan oleh semua jenis bakteri, virus, atau jamur. Pada orang yang sedang lemah, pneumonia bisa merupakan komplikasi dari infeksi ringan seperti influenza dan campak (Utomo, 2005). Menurut Mossad (dalam Aswan, 2008)
menjelaskan bahwa Infeksi
saluran pernafasan akut merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis virus, bakteri dan riketsia serta jamur (Departemen Kesehatan, 2004). Virus merupakan penyebab tersering Infeksi Saluran Pernapasan Atas Akut (ISPA-A). Virus penyebab ISPA meliputi rhinovirus, coronavirus, influenza virus, parainfluenza virus, adenovirus, respiratory sincytial virus (RSV), dan coxsackievirus. Menurut publikasi World Health Organization (WHO) (dalam Aswan, 2008), penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa di negara berkembang, Streptococcus pneumoniae dan Haemophylus influenzae merupakan bakteri penyebab tersering pneumonia dan selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi aspirat paru atau spesimen darah penderita pneumonia (Departemen Kesehatan, 2004). Menurut Hartono dan Rahmawati tahun (2012) jumlah penderita infeksi pernafasan akut kebanyakan pada anak. Etiologi dan infeksinya mempengaruhi umur anak, musim, kondisi tempat tinggal, dan masalah kesehatan yang ada.
10
1. Agen penginfeksi Sistem pernafasan menjadi terpengaruh oleh bermacam-macam organisme terinfeksi. Banyak infeksi disebabkan oleh virus, terutama respiratory synctial virus (RSV). Agen lain melakukan serangan pertama atau kedua melibatkan grup A B-Hemolytic streptococcus, staphylococci, Haemophilus influenzae, Chlamydia trachomatis, mycoplasma, dan pneumococci. 2. Umur Bayi umur di bawah 3 bulan mempunyai angka infeksi yang rendah, karena fungsi pelindung dari antibodi keibuan. Infeksi meningkat pada umur 3-6 bulan, pada waktu ini antara hilangnya antibodi keibuan dan produksi antibodi bayi itu sendiri. Sisa infeksi dari virus berkelanjutan pada waktu balita dan prasekolah. Pada waktu anak-anak berumur 5 tahun, infeksi pernafasan yang di sebabkan virus akan berkurang frekuensinya, tetapi pengaruh infeksi mycoplasma pneumoniae dan A B-Hemolytic streptococcus akan meningkat. Jumlah jaringan limfa meningkat seluruhnya pada masa anak-anak dan diketahui berulang-ulang meningkatkan kekebalan pada anak yang sedang tumbuh dewasa. Beberapa agen virus membuat sakit ringan pada anak yang lebih tua tetapi menyebabkan sakit yang hebat di sistem pernafasan bagian bawah atau batuk asma pada balita. Sebagai contoh, batuk rejan secara relatif pada trakeabronkhitis tidak berbahaya pada masa kanak-kanak namun merupakan penyakit serius pada masa pertumbuhan.
11
3. Ukuran Ukuran anatomi mempengaruhi respon infeksi sistem pernafasan. Diameter saluran pernafasan terlalu kecil pada anak-anak akan menjadi sasaran radang selaput lendir dan peningkatan produksi sekresi. Disamping itu jarak antara struktur dalam sistem yang pendek pada anak-anak, walaupun organisme bergerak dengan cepat ke bawah sistem pernafasan yang mencakup secara luas. Pembuluh Eustachius relatif pendek dan terbuka pada anak kecil dan anak muda yang membuat pathogen mudah untuk masuk ke telinga bagian tengah. 4. Daya tahan Kemampuan untuk menahan organisme penyerang di pengaruhi banyak faktor. Kekurangan sistem kekebalan pada anak beresiko terinfeksi. Kondisi lain yang mengurangi daya tahan adalah malnutrisi, anemia, kelelahan dan tubuh yang menakutkan. Kondisi yang melemahkan pertahanan pada sistem pernafasan dan cenderung yang menginfeksi melibatkan alergi (seperti Alergi rhinitis), asma, kelainan jantung yang di sebabkan tersumbatnya paru-paru, dan cystic fibrosis. Partisipasi hari perawatan, khususnya jika pelaku perokok, juga meningkat kemungkinan terinfeksi (Blumer, 1998). 5. Variasi musim Banyaknya patogen pada sistem pernafasan yang muncul dalam wabah selama bulan musim semi dan dingin, tetapi infeksi mycoplasma sering muncul pada musim gugur dan awal musim semi. Infeksi yang berkaitan dengan asma (seperti asma bronchitis) frekuensi banyak muncul selama cuaca dingin. Musim dingin dan semi adalah tipe “Musim RSV”.
12
2.1.3
Faktor Risiko Menurut depkes 2006 (dalam Gertrudis, 2010) Faktor risiko yang
meningkatkan morbiditas dan mortalitas pneumonia yaitu: a.
Faktor yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas Berbagai publikasi melaporkan tentang faktor risiko yang meningkatkan
morbiditas dan mortalitas pneumonia. Jika dibuat daftar faktor risiko tersebut adalah seperti berikut : 1) Faktor risiko yang meningkatkan insidens pneumonia a) Umur < 2 bulan - Laki-laki b) Gizi kurang c) Berat badan lahir rendah d) Tidak mendapat ASI memadai e) Polusi udara f) Menempatkan kandang ternak dalam rumah g) Kepadatan tempat tinggal h) Imunisasi yang tidak memadai i) Membedung anak (menyelimuti berlebihan) j) Defisiensi Vitamin A 2) Faktor risiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia a) Umur < 2 bulan b) Tingkat sosio ekonomi rendah c) Gizi kurang d) Berat badan lahir rendah
13
e) Tingkat pendidikan ibu yang rendah f) Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah g) Kepadatan tempat tinggal h) Imunisasi yang tidak memadai i) Menderita penyakit kronis 2.1.4
Pencegahan Pencegahan dengan vaksinasi, belum ditemukan cara yang efektif dan
memuaskan. Telah di kembangkan vaksinasi terhadap virus influensa dengan menggunakan virus yang telah dilemahkan atau di matikan. Vaksinasi dilakukan dengan cara meneteskan pada mukosa hidung atau cara parenteral larutan vaksin dalam air. Hati-hati pada orang yang alergi terhadap protein telur. Sasaran vaksinasi kelompok masyarakat yang mudah terjadi penyulit bila terjadi wabah influensa (lanjut usia, bayi, anak-anak kecil dan lain-lain) (Amin, 2000). 2.1.5
Pengobatan Tidak tersedia terapi yang spesifik. Terapi simtomatik meliputi antipiretik,
analgesik, dekongestan lokal, tetes hidung larutan saline, dan humidifikasi udara. Hindari salisilat pada anak-anak karena adanya risiko sindrom Reye (Shulman, 2001).
2.2 Kondisi Fisik Rumah Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Rumah atau tempat tinggal manusia dari zaman ke zaman mengalami perkembangan. Pada zaman purba manusia bertempat tinggal di gua-gua,
14
kemudian berkembang, dengan mendirikan rumah tempat tinggal di hutan-hutan dan di bawah pohon. Sampai pada abad modern ini manusia sudah membangun rumah (tempat tinggalnya) bertingkat dan di lengkapi dengan peralatan yang serba modern. Sejak zaman dahulu pula manusia telah mencoba mendesain rumahnya, dengan ide mereka masing-masing yang dengan sendirinya berdasarkan kebudayaan masyarakat setempat dan membangun rumah mereka dengan bahan yang ada setempat (local material) pula. Setelah manusia memasuki abad modern ini meskipun rumah mereka di bangun dengan bukan bahan-bahan setempat, tetapi kadang-kadang desainnya masih mewarisi kebudayaan generasi sebelumnya (Notoatmodjo, 2003). Rumah merupakan ekspresi dan cerminan jiwa pemilik sekaligus penghuni rumah. Baik tidaknya, terawat dan tertata tidaknya sebuah rumah menggambarkan kondisi penghuni rumah. Cukup dengan melihat beberapa bagian rumah tinggal seperti halaman, tampak depan, dan ruang tamu, akan tergambar sifat penghuninya, rajin dan rutin merawat rumahnya atau tidak (wardana, 2005). Adapun kriteria rumah sehat yang tercantum dalam Residental Environment dari WHO (1974), antara lain: 1.
Harus dapat melindungi dari hujan, panas, dingin, dan berfungsi sebagai tempat istirahat.
2.
Mempunyai tempat-tempat untuk tidur, masak, mandi, mencuci, kakus, dan kamar mandi.
3.
Dapat melindungi dari bahaya kebisingan dan bebas dari pencemaran.
4.
Bebas dari bahan bangunan yang berbahaya.
15
5.
Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh dan dapat melindungi penghuninya dari gempa, keruntuhan, dan penyakit menular.
6.
Memberi rasa aman dan lingkungan tetangga yang serasi.
Sementara itu, kriteria rumah sehat menurut Winslow, antara lain: 1.
Dapat memenuhi kebutuhan fisiologis.
2.
Dapat memenuhi kebutuhan psikologis.
3.
Dapat menghindarkan dari terjadinya kecelakaan.
4.
Dapat menghindarkan terjadinya penularan penyakit.
Di indonesia, terdapat suatu kriteria untuk rumah sehat sederhana (RSS), yaitu: 1.
Luas tanah antara 60-90 meter persegi.
2.
Luas bangunan antara 21-36 meter persegi.
3.
Memiliki fasilitas kamar tidur, WC (kamar mandi), dan dapur.
4.
Berdinding batu bata dan diplester.
5.
Memiliki lantai dari ubin keramik dan langit-langit dari triplek.
6.
Memiliki sumur atau air PAM.
7.
Memiliki fasilitas listrik minimal 450 watt.
8.
Memiliki bak sampah dan saluran air kotor (Chandra, 2007).
2.2.1
Faktor-Faktor Yang Perlu Diperhatikan Dalam Membangun Rumah Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang perlu di
perhatikan dalam membangun suatu rumah adalah sebagai berikut: 1) Faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, biologi maupun lingkungan sosial. Maksudnya membangun suatu rumah harus memperhatikan tempat dimana rumah itu didirikan. Di pegunungan ataukah di tepi pantai, di desa ataukah di
16
kota, di daerah dingin ataukah di daerah panas, di daerah dekat gunung berapi (daerah gempa) atau di daerah bebas gempa dan sebagainya. Rumah di daerah pedesaan, sudah barang tentu disesuaikan kondisi sosial budaya pedesaan, misalnya bahannya, bentuknya, menghadapnya dan lain sebagainya. Rumah di daerah gempa harus dibuat dengan bahan-bahan yang ringan namun harus kokoh, rumah di dekat hutan harus dibuat sedemikian rupa sehingga aman terhadap serangan-serangan binatang buas. 2) Tingkat kemampuan ekonomi masyarakat. Hal ini dimaksudkan rumah buangan berdasarkan kemampuan keuangan penghuninya, untuk itu maka bahan-bahan setempat yang murah misal bambu, kayu atap rumbia dan sebagainya adalah merupakan bahan-bahan pokok pembuatan rumah. Perlu dicatat bahwa mendirikan rumah adalah bukan sekedar berdiri pada saat itu saja, namun diperlukan pemeliharaan seterusnya. Oleh karena itu, kemampuan pemeliharaan oleh penghuninya perlu dipertimbangkan. 3) Teknologi yang dimiliki oleh masyarakat. Pada dewasa ini teknologi perumahan sudah begitu maju dan sudah begitu modern. Akan tetapi teknologi modern itu sangat mahal dan bahkan kadang-kadang tidak dimengerti oleh masyarakat. Rakyat pedesaan bagaimanapun sederhananya, sudah mempunyai teknologi perumahan sendiri yang dipunyai oleh masyarakat tersebut dimodifikasi.
Segi-segi
yang
merugikan
kesehatan
dikurangi,
dan
mempertahankan segi-segi yang sudah positif. 4) Kebijaksanaan (peraturan-peraturan) pemerintah yang menyangkut tata guna tanah.
17
2.2.2
Syarat-Syarat Rumah Sehat Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa syarat-syarat rumah yang sehat
yaitu: 1. Bahan bangunan a. Lantai: ubin atau semen adalah baik, namun tidak cocok untuk kondisi ekonomi pedesaan. Lantai kayu sering terdapat pada rumah-rumah orang yang mampu di pedesaan, dan ini pun mahal. Oleh karena itu, untuk lantai rumah pedesaan cukuplah tanah biasa yang di padatkan. Syarat yang penting disini adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Untuk memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat di tempuh dengan menyiram air kemudian di padatkan dengan benda-benda yang berat, dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang penyakit. b. Dinding: tembok adalah baik, namun disamping mahal, tembok sebenarnya kurang cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasinya tidak cukup. Dinding rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan, lebih baik dinding atau papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup, maka lubang-lubang pada dinding atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi, dan dapat menambah penerangan alamiah. c. Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan, maupun di pedesaan. Di samping atas genteng adalah cocok untuk daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya sendiri. Namun demikian, banyak masyarakat pedesaan yang tidak mampu
18
untuk itu, maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng ataupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga menimbulkan suhu panas di dalam rumah. d. Lain-lain (tiang, kaso, dan reng): kayu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di pedesaan. Menurut pengalaman bahan-bahan ini tahan lama. Tapi perlu diperhatikan bahwa lubang-lubang bambu merupakan sarang tikus yang baik. Untuk menghindari ini maka cara memotongnya harus menurut ruas-ruas bambu tersebut. Apabila tidak pada ruas, maka lubang pada ujungujung bambu yang dugunakan untuk kaso tersebut di tutup dengan kayu. 2. Ventilasi Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 didalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Disamping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk bakteribakteri patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit). Fungsi kedua dari pada ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu
19
mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap di dalam kelembaban (humudity) yang optimum. Ada 2 macam ventilasi, yakni: a) Ventilasi alamiah, dimana aliran udara di dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang pada dinding dan sebagainya. Di pihak lain ventilasi alamiah ini tidak menguntungkan, karena juga merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah. Untuk itu harus ada usaha-usaha lain untuk melindungi kita dari gigitan-gigitan nyamuk tersebut. b) Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas angin, dan mesin pengisap udara. Tetapi jelas alat ini tidak cocok dengan kondisi rumah di pedesaan. Perlu diperhatikan di sini bahwa sistem pembuatan ventilasi harus dijaga agar udara tidak membalik lagi, harus mengalir. Artinya di dalam ruangan rumah harus ada jalan masuk dan keluarnya udara. 3. Cahaya Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya di dalam rumah akan menyebabkan silau, dan akhirnya dapat merusakkan mata. Cahaya dapat dibedakan menjadi 2, yakni:
20
a) Cahaya alamiah, yakni matahari, cahaya ini sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya baksil TBC. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Seyogianya jalan masuk cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15% samapai 20% dari luas lantai yang terdapat di dalam ruangan rumah. Perlu diperhatikan di dalam membuat jendela di usahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini, di samping sebagai ventilasi, juga sebagai jalan masuk cahaya. Lokasi penempatan jendelapun harus diperhatikan dan di usahakan agar sinar matahari lama menyinari lantai (bukan menyinari dinding). Maka sebaiknya jendela itu harus di tengah-tengah tinggi dinding (tembok). Jalan masuknya cahaya alamiah juga di usahakan dengan genteng kaca. Genteng kacapun dapat dibuat secara sederhana, yakni dengan melubangi genteng biasa waktu pembuatannya, kemudian menutupnya dengan pecahan kaca. b) Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya. 4. Luas bangunan rumah Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan perjubelan (overcrowded). hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi O2 juga bila salah satu anggota keluarga
21
terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain. Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5-3 m2 untuk tiap orang (tiap anggota keluarga). 5. Fasilitas-fasilitas di dalam rumah sehat Rumah yang sehat harus mempunyai fasilitas-fasilitas sebagai berikut: a) Penyediaan air bersih yang cukup. b) Pembuangan tinja. c) Pembuangan air limbah (air bekas). d) Pembuangan sampah. e) Fasilitas dapur. f) Ruang berkumpul keluarga Untuk rumah di pedesaan lebih cocok adanya serambi (serambi muka atau belakang). Disamping fasilitas-fasilitas tersebut, ada fasilitas lain yang perlu diadakan tersendiri untuk rumah pedesaan, yakni: a) Gudang, tempat menyimpan hasil panen. Gudang ini dapat merupakan bagian dari rumah tempat tinggal tersebut, atau bangunan tersendiri. b) Kandang ternak. Oleh karena itu ternak adalah merupakan bagian hidup para petani, maka kadang-kadang ternak tersebut ditaruh di dalam rumah. Hal ini tidak sehat, karena ternak kadang-kadang merupakan sumber penyakit pula. Maka sebaiknya demi kesehatan, ternak harus terpisah dari rumah tinggal, atau dibikinkan kandang tersendiri.
22
2.2.3
Lingkungan Perumahan / Pemukiman Dan Hubungannya Dengan
Kesehatan Di dalam program kesehatan lingkungan, suatu pemukiman/perumahan sangat
berhubungan
dengan
kondisi
ekonomi,
sosial,
pendidikan,
tradisi/kebiasaan, suku, geografi, dan kondisi lokal. Selain itu lingkungan perumahan/pemukiman di pengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat menentukan kualitas lingkungan perumahan tersebut, antara lain fasilitas pelayanan, perlengkapan, peralatan yang dapat menunjang terselenggaranya kesehatan fisik, kesehatan mental, kesejahteraan sosial bagi individu dan kelurganya (Mukono, 2000). Pengertian perumahan merupakan kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan sarana pembinaan keluarga yang di lengkapi dengan prasarana dan sarana lingkunan. Sedangkan pemukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup baik kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang mendukung perikehidupan. Untuk menciptakan satuan lingkungan pemukiman diperlukan kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, sarana dan prasarana lingkungan yang memenuhi kesehatan (Mukono, 2000). 2.2.4
Aspek Kesehatan Dari Perumahan Menurut mukono (2000), perumahan harus menjamin kesehatan
penghuninya dalam arti luas. Oleh sebab itu di perlukan syarat perumahan sebagai berikut:
23
a) Memenuhi kebutuhan fisiologis Secara fisik kebutuhan fisiologis meliputi kebutuhan suhu dalam rumah yang optimal, pencahayaan yang optimal, perlindungan terhadap kebisingan, ventilasi memenuhi persyaratan, dan tersedianya ruang yang optimal untuk bermain anak. Suhu ruangan dalam rumah yang ideal adalah berkisar antara 18-200c, dan suhu tersebut dipengaruhi oleh: suhu udara luar, pergerakan udara dan kelembaban udara ruangan. Pencahayaan harus cukup baik waktu siang maupun malam hari. Pada malam hari pencahayaan yang ideal adalah penerangan listrik. Pada waktu pagi hari di harapkan semua ruangan mendapatkan sinar matahari. Intensitas cahaya pada suatu ruangan pada jarak 85 cm diatas lantai maka intensitas penerangan menimal tidak boleh kurang dari 5 foot-candle. Pertukaran hawa (ventilasi) yaitu proses penyediaan udara segar dan pengeluaran udara kotor secara alamiah atau mekanis harus cukup. Berdasarkan peraturan bangunan nasional, lubang hawa suatu bangunan harus memenuhi aturan sebagai berikut: 1) Luas bersih dan jendela/lubang hawa sekurang-kurangnya 1/10 dari luas lantai ruangan. 2) Jendela/lubang hawa harus meluas kearah atas sampai setinggi minimal 1,95 m dari permukaan lantai. 3) Adanya lubang hawa yang berlokasi di bawah langit-langit sekurangkurangnya 0,35% luas lantai ruang yang bersangkutan.
24
Kepadatan penghuni merupakan luas lantai dalam rumah di bagi dengan jumlah anggota keluarga penghuni tersebut. Berdasarkan higiene sanitasi Depkes RI, 1993, maka kepadatan penghuni dikategorikan menjadi memenuhi standar (2 orang per 8 m2) dan kepadatan tinggi (lebih 2 orang per 8 m2 dengan ketentuan anak <1 tahun tidak di perhitungkan dan umur 1-10 tahun di hitung setengah). Pengaruh buruk berkurangnya ventilasi adalah, berkurangnya kadar oksigen, bertambahnya kadar gas CO2, adanya bau pengap, suhu udara ruangan naik, dan kelembaban udara ruangan bertambah. b) Memenuhi kebutuhan psikologis Kebutuhan psikologis berfungsi untuk menjamin “privacy” bagi penghuni perumahan. Perlu adanya kebebasan untuk kehidupan keluarga yang tinggal dirumah tersebut secara normal. Keadaan rumah dan sekitarnya diatur agar memenuhi rasa keindahan sehingga rumah tersebut menjadi pusat kesenangan rumah tangga dan memungkinkan hubungan yang serasi antara orang tua dan anak. Adanya ruangan tersendiri bagi remaja dan ruangan untuk berkumpulnya anggota keluarga serta ruang tamu. Selain itu dibutuhkan kondisi untuk terpenuhinya sopan santun dalam pergaulan dilingkungan perumahan. c) Perlindungan terhadap penularan penyakit Untuk mencegah penularan penyakit diperlukan sarana air bersih, fasilitas pembuangan air kotor, fasilitas penyimpanan makanan, menghindari adanya intervensi dari serangga dan hama atau hewan lain yang dapat menularkan penyakit. Agar dalam keadaan tidur tetap sehat diperlukan luas kamar tidur sekitar 5 meter persegi per kapita per luas lantai.
25
d) Perlindungan/pencegahan terhadap bahaya kecelakaan dalam rumah Agar terhindar dari kecelekaan maka konstruksi rumah harus kuat dan memenuhi syarat bangunan, desain pencegahan terjadinya kebakaran dan tersedianya alat pemadam kebakaran, pencegahan kecelakaan jatuh, dan kecelakaan mekanis lainnya (Mukono, 2000). 2.2.5
Beberapa faktor dari rumah yang berpengaruh terhadap kesehatan Faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan manusia (Mukono, 2000)
adalah: a. Kualitas bangunan rumah meliputi kualitas bahan dan konstruksinya serta dan denah rumah. b. Pemanfaatan bangunan rumah yang secara teknis memenuhi syarat kesehatan, tetapi apabila peruntukannya tidak sesuai maka akan mengganggu kesehatan. c. Pemeliharaan bangunan akan mempengaruhi terjadinya penyakit. Selain yang tersebut di atas, rumah sehat harus memiliki unsur tersebut dibawah ini: a. Komponen bangunan rumah seperti atap, dinding, jendela, pintu, lantai, dan pondasi. b. Fasilitas kelengkapan bangunan rumah seperti sarana air bersih, selokan, kakus, tempat pembuangan sampah, dan fasilitas penerangan. c. Penataan bangunan rumah seperti perencanaan ruang, dan konstruksi bangunan rumah. d. Aturan membangun dan kerukunan bertetangga serta perawatan rumah.
26
2.3 Sosial Ekonomi Sejalan dengan perubahan dan perkembangan sosial ekonomi, penyakitpenyakit yang termasuk kelompok kardiovaskuler dan sistem pernapasan yang non-infeksi juga semakin berkembang. Berbagai faktor resiko telah di identifikasi seperti faktor kegemukan, kebiasaan merokok, konsumsi pangan tertentu. Beberapa faktor lingkungan seperti halnya pencemaran udara juga berperan, seperti NOx, karbonmonoksiada, sulfurdioksida, dan lain-lain. Manganese aerosol dalam atau yang dikeluarkan beberpa industri, juga di duga dapat menyebabkan pneumonia dan bronkhitis (Achmadi, 2005). Antara pertumbuhan ekonomi dengan kesehatan terdapat hubungan yang erat. Orang yang mempunyai status kesehatan yang baik memungkinkan untuk menghasilkan jasa yang bernilai ekonomi tinggi. Sebaliknya orang yang memiliki status kesehatan yang buruk akan kehilangan waktu yang bisa menghasilkan jasa yang bernilai ekonomi tinggi sehingga mengakibatkan kerugian yang tinggi pula. Hal di atas sesuai dengan pendapat Argadiredja (2003), bahwa tubuh yang tidak sehat akan sangat mempengaruhi besarnya pendapatan mereka pada hari itu. Bila mereka tidak dapat bekerja karena sakit , berarti pemasukan mereka pada hari itu tidak ada. Sakit yang berkepanjangan mengakibatkan mereka terbebani secara finansial karena harus berobat (Achmadi, 2005). Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi ekonomi, khususnya pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntungan nonmaterial yang diterima oleh seseorang. Namun demikian, secara luas kemiskinan juga kerap di definisikan sebagai kondisi yang ditandai oleh serba kekurangan:
27
kekurangan pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, dan kekurangan transportasi yang di butuhkan oleh masyarakat (Suharto, 2009). Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi juga mempengaruhi kesehatan, dengan kata lain kemiskinan juga dapat menyebabkan kesakitan. Menurut Argadiredja (2003) berikut hubungan antara ekonomi dengan kesehatan berdasarkan laporan WHO (Wiku, 2010). a. Kemiskinan menyebabkan kesakitan 1) Sebanyak 70% variasi angka kematian bayi yang terjadi di dalam dan antarnegara selama ini disebabkan oleh perbedaan dalam tingkat pendapatan penduduknya. 2) Setengah dari beban penyakit menular terkonsentrasi di kelompok 20% termiskin. 3) Secara global, kelompok 20% termiskin mengalami tingkat kematian tiga setengah kali lebih besar dan empat kali jumlah DALYs (Disability Adjusted Years) yang hilang di bandingkan kelompok 20% terkaya dan ini equivalen dengan lebih dari 10.000.000 kematian per tahun. 4) Penyakit menular menjadi penyebab utama dari 60% kematian dan kehilangan DALYs (Disability Adjusted Years) dari kelompok miskin. b. Kesakitan menyebabkan kemiskinan 1) Studi mutakhir di Afrika menunjukan bahwa pertumbuhan pendapatan perkapita di negara tersebut berkurang sekitar 0,7% pertahun karena HIV/AIDS.
28
2) Malaria telah menyebabkan hilangnya GNP sebesar 20% di Sub Saharan Afrika. 3) Studi di Asia Timur menunjukan
bahwa 50% penyebab terjadinya krisis
keungan keluarga miskin di picu oleh sakit yaitu fatal akibat TBC, HIV, dan Malaria. 4) Kurang gizi pada anak, utamanya pada anak 0-3 tahun, dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan otak dan fisik yang tidak optimal yang telah dewasa menyebabkan anak tersebut tidak sehat dan tidak cerdas sehingga tidak akan mampu bersaing secara kompetitif. Ellis
(1984:242-245)
menyatakan
bahwa
dimensi
kemiskinan
menyangkut aspek ekonomi, politik dan sosial-psikologi. Secara ekonomi, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Sumberdaya dalam konteks ini menyangkut tidak hanya aspek finansial, melainkan pula semua jenis kekayaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas (Suharto, 2009).
29
2.4 Kerangka Berpikir 2.4.1
Kerangka Teori Penyakit ISPA
Perkembangan agent penyakit ISPA: 1. Bakteri 2. Virus 3. Jamur
Biologi
Resiko terpapar penyakit ISPA
Fisik
Lingkungan rumah
Perkembangan agen penyakit
Mempengaruhi resiko terpaparnya penyakit
Kemungkinan berkembang biaknya agen penyakit ISPA
Sosial ekonomi
1. Ventilasi rumah 2. Lantai 3. Kepadatan hunian 4. Pencahayaan alami
Pengetahuan ibu
Pendidikan ibu
Pendapata n keluarga
30
2.4.2
Kerangka Konsep
Kondisi fisik rumah
Penyakit Ispa Sosial ekonomi
pendidikan ibu pengetahuan ibu
Keterangan :
= Variabel Dependen (Y)
= Variabel Independen (X)
= Variabel Perancu
= Hubungan Antar Variabel
31
2.5 Hipotetis Penelitian 1. Ada hubungan antara kondisi ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun 2013. 2. Ada hubungan antara kondisi lantai dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun 2013. 3. Ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun 2013. 4. Ada hubungan antara pencahayaan alami dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun 2013. 5. Ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun 2013.