BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembangunan Ekonomi Ilmu
Ekonomi
Pembangunan
mengacu
pada
masalah-masalah
perkembangan ekonomi di negara-negara terbelakang. Kendati studi perembangan ekonomi telah menarik perhatian para ahli ekonomi sejak Kaum Merkantilis dan Adam Smith sampai Marx dan Keynes, namun mereka hanya tertarik pada masalah yang pada hakiakatnya bersifat statis dan umumnya lebih dikaitkan dengan kerangka acuan lembaga budaya atau sosial Eropa Barat. Baru pada tahun empat puluhan khususnya setelah Perang Dunia II, para ahli ekonomi mulai mencurahkan pemikirannya pada masalah negara terbelakang. Perhatian mereka di dalam ekonomi pembanguna lebih didorong oleh gelombang kebangkitan politik yang melanda bansa Asia dan Afrika sesudah Perang Dunia II. Keinginan negara ini untuk melancarkan pembangunan ekonomi yang lebih cepat dibarengi dengan kesadaran bangsa-bangsa di negara maju bahwa “kemiskinan di suatu tempat merupakan bahaya bagi kemakmuran dimanapun,” telah membangkitkan minat pada subyek ini. Akan tetapi, minat bangsa maju dalam menghapus kemiskinan negara terbelakang tidaklah lahir dari motif kemanusiaan. Alasan utama adalah perang dingin antara Rusia dan Barat. Masing-masing berusaha mendapatkan dukungan dan kesetiaan dari negara terbelakang dengan imbalan bantuan yang melimpah. (Jhingan, 2000;3).
9 Universitas Sumatera Utara
2.2 Teori Pembangunan Ekonomi Jhingan (2000;81) memaparkan beberapa teori pembangunan ekonomi yang lahir di Eropa Barat sebagai berikut: 1.
Teori Adam Smith Adam Smith adalah ahli ekonomi klasik yang dianggap paling terkemuka.
Adam Smith meyakini berlakunya doktrin “hukum alam” dalam persoalan ekonomi. Ia menganggap setiap orang sebagai hakim yang paling tahu akan kepentingannya sendiri. Dalam mengembangkan kepentingan pribadinya itu, orang akan memerlukan barang-barang keperluan hidupnya sehari-hari. Dalam melakukan ini setiap individu dibimbing oleh suatu “kekuatan yang tidak terlihat”. Pembagian kerja adalah titik permulaan dari teori Adam Smith, yang meningkatkan produktifitas tenaga kerja. Ia menghubungkan kenaikan itu dengan: (1) meningkatkan keterampilan pekerja; (2) penghematan waktu dalam memproduksi barang; (3) penemuan mesin yang sangat menghemat tenaga. 2.
Teori Malthus Thomas Robert Malthus, nama yang selalu dikaitkan dengan teori terkenal
kependudukan, sangat memperhatikan teori pertumbuhan yang jelas dan sistematis ketimbang berbagai teori yang ada pada jamannya. Gagasan tentang pembangunan ekonomi terdapat pada Buku II berjudul “The Progress of Wealth” dari bukunya Principles of Political Economy yang diterbitkan Tahun 1820. Konsep pembangunan Malthus tidak menganggap proses pembangunan ekonomi terjadi dengan sendirinya. Malahan proses pembangunan ekonomi memerlukan berbagai usaha yang konsisten di pihak rakyat. Dia tidak
10 Universitas Sumatera Utara
memberikan gambaran adanya pergerakan menuju keadaan stasioner tetapi menekankan bahwa perekonomian mengalami kemerosotan beberapa kali sebelum mencapai tingkat tertinggi dari pembangunan. Jadi menurut Malthus proses pembangunan adalah suatu proses naik-turunnya aktifitas ekonomi lebih daripada sekedar lancer tidaknya aktifitas ekonomi. 3.
Teori Mill John Stuart Mill, dikenal sebagai anak ajaib pada jamannya. Dia belajar
bahasa Yunani pada umur tiga tahun, ilmu hitung dan sejarah umur enam tahun, bahasa Latin umur delapan tahun, logika umur dua belas tahun, ilmu ekonomi umur tiga belas tahun, filsafah Politik Benthamite umur lima belas tahun. Mill menganggap pembangunan ekonomi sebagai fungsi dari tanah, tenaga kerja, dan modal. Sementara tanah dan tenaga kerja adalah dua factor produksi yang asli, modal adalah “persediaan yang dikumpulkan dari produk-produk tenaga kerja sebelumnya.” Peningkatan kesejahteraan hanya mungkin bila tanah dan modal mampu meningkatkan produksi lebih cepat dibanding angkatan kerja. Kesejahteraan terdiri dari peralatan, mesin, dan keterampilan tenaga kerja. Tenaga kerja produktif inilah yang merupakan pencipta kesejahteraan dan akumulasi modal. Laju akumulasi modal adalah fungsi dari bagian angkatan kerja yang dipekerjakan secara produktif. Laba yang diterima dengan mempekerjakan tenaga kerja tidak produktif hanyalah semata-mata pengalihan pendapatan, tenaga kerja tidak produktif tidak menghasilkan kesejahteraan ataupun pendapatan. Hanya tenaga kerja produktif yang dapat melakukan konsumsi produktif.
11 Universitas Sumatera Utara
Mill percaya pada teori penduduk Malthus. Yang dia maksudkan dengan penduduk hanyalah golongan pekerja. Karena itu dia mengkhawatirkan pertumbuhan jumlah tenaga kerja produktif yang bekerja atas dasar upah. Dia yakin pembatasan penduduk merupakan hal yang penting untuk memperbaiki kelas pekerja sehingga mereka dapat menikmati hasil kemajuan teknologidan akumulasi modal. Dia menganjurkan pembatasan kelahiran sebagai lawan pengendalian moral. 4.
Teori Karl Marx Dalam teorinya, Marx mengatakan bahwa setiap struktur kelas masyarakat
terdiri dari kelas ‘pemilik tanah” dan “bukan pemilik tanah”.
Karena cara
produksi tunduk pada perubahan maka evolusi masyarakat akan terjadi apabila kekuatan produksi bertentangan dengan struktur kelas masyarakat. Hubungan pemilikan akan berubah menjadi belenggu karena kekuatan produksi itu. Marx menggunakan teori ini lebih dari sebagai basis ekonomi bagi “perjuangan kelas” di dalam kapitalisme, dan atas dasar teori nilai lebih inilah ia membangun suprastruktur analisis pembangunan ekonominya. Perjuangan kelas semata-mata
hasil dari penumpukan nilai lebih di tangan segelintir kaum
kapitalis. Kapitalis menurut Marx terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu para pekerja yang menjual “tenaga buruh” dan para kapitalis yang memiliki “alat-alat produksi”. 5.
Teori Keynes Teori Keynes tidak menganalisis masalah-masalah negara terbelakang.
Sebaliknya teori ini berkaitan dengan negara kapitalis maju. Keynes mengatakan
12 Universitas Sumatera Utara
pendapatan total merupakan fungsi dari pekerjaan total dari sebuah negara. Semakin besar pendapatan nasional, semakin besar volume pekerjaan yang dihasilkannya, demikian sebaliknya. Volume pekerjaan tergantung pada permintaan efektif. Permintaan efektif menentukan tingkat keseimbangan pekerjaan dan pendapatan. Permintaan efektif ditentukan pada titik saat harga permintaan agregat sama dengan harga penawaran agregat. Sejauh menyangkut kekhawatiran akan masa depan kapitalisme, Keynes bersifat optimis. Dia boleh dibilang menjadi “Nabi Boom”. Keynes menganggap kapitalisme sebagai suatu mekanisme yang mempunyai kekenyalan dan daya adaptasi yang besar dalam membentuk dirinya sendiri menurut keadaan. Keynes membangun teori kebangkrutan kapitalisnya (stagna jangka panjang) berdasarkan over produksi umum, konsumsi rendah yang kronis dan merosotnya efisiensi marginal modal di masa depan. Sebagai penyesalannya ia mengusulkan “tindakan pemerintah yang terencana”.
2.3 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Schumpeter dalam Jhingan (2000;4) pertumbuhan ekonomi adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk. Professor W.W. Rostow dalam Jhingan (2000;142) membedakan adanya tahap-tahap pertumbuhan ekonomi, yaitu:
13 Universitas Sumatera Utara
1. Masyarakat Tradisional Masyarakat
tradisional
diartikan
sebagai
suatu
masyarakat
yang
strukturnya berkembang di sepanjang fungsi produksi berdasarkan ilmu dan teknologi pra-Newton dan sebagai hasil pandangan pra-Newton terhadap dunia fisika. Struktur sosial masyarakat seperti ini bersifat berjenjang. Hubungan darah dan keluarga memegang peranan penting. Kekuasaan politik berpusat di daerah yang berada di tangan bangsawan pemilik tanah yang didukung oleh sekelompok serdadu dan pegawai negeri. Lebih dari 75% penduduk yang bekerja bergerak di bidang pertanian. Pertanian biasanya menjadi sumber pendapatan utama negara dan bangsawan, yang kemudian dihamburkan untuk pembangunan candi atau monumen lain, pesta penguburan dan perkawinan, atau untuk perang. 2. Prasyarat Tinggal Landas Tahap kedua ini merupakan masa transisi dimana prasyarat-prasyarat pertumbuhan swadaya dibangun dan diciptakan. Manusia- manusia baru yang mau bekerja keras muncul memasuki sektor ekonomi swasta, pemerintah, atau dua-duanya. Manusia baru yang mau menggalakkan tabungan dan mau mengambil resiko dalam mengejar keuntungan modernisasi. Bank dan lembaga lain muncul mengerahkan modal. Investasi meningkat, di bidang perhubungan, pengangkutan, dan di bidang bahan mentah yang mempunyai daya tarik bagi bangsa lain. 3.
Tinggal Landas Tahap tinggal landas merupakan titik yang menentukan di dalam
kehidupan masyarakat “ketika pertumbuhan mencapai kondisi normal....”kekuatan
14 Universitas Sumatera Utara
modernisasi berhadapan dengan adat istiadat dan lembaga-lembaga. Periode tinggal landas diduga tidak memakan waktu lama, hanya kira-kira selama 2 dasawarsa. 4.
Dorongan Menuju Kedewasaan Rostow mendefenisikan sebagai “tahap ketika masyarakat telah dengan
efektif
menerapkan
serentetan
teknologi
modern
terhadap
keseluruhan
sumberdaya mereka”. Ia merupakan suatu tahap pertumbuhan swadaya jangka panjang yang merentang melebihi masa 4 dasawarsa.
2.4 Kemiskinan 2.4.1 Pengertian Kemiskinan Salim (1984;42) menyatakan bahwa kemiskinan adalah suatu keadaan yang menunjukkan kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok. Dengan karakteristik : a. Tidak memiliki faktor produksi sendiri. b. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri. c. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah. d. Banyak diantara mereka tidak mempunyai fasilitas. e. Berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan dan pendidikan yang memadai. Parsudi Suparlan menyebutkan kemiskinan adalah suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah
15 Universitas Sumatera Utara
atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan umum yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Jhingan (2000) mengatakan kemiskinan dan keterbelakangan ekonomi merupakan dua istilah yang sinomin. Suatu negara dikatakan miskin karena ia terbelakang. Ia terbelakang karena ia miskin. Bappenas (2000) mendefinisikan kemiskinan dalam 3 kriteria yaitu: Pertama, berdasarkan Kebutuhan Dasar : Suatu ketidakmampuan (lack of capabilities) seseorang, keluarga, dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup minimum antara lain: pangan, sandang, perumahan, pelayanan kesehatan dan pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Ketidakmampuan ini akan mengakibatkan rendahnya kemampuan fisik dan mental seseorang, keluarga, dan masyarakat dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Kedua, berdasarkan Pendapatan : Suatu tingkat pendapatan atau pengeluaran seseorang, keluarga, dan masyarakat berada di bawah ukuran tertentu (garis kemiskinan). Kemiskinan ini terutama disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset seperti lahan, modal, dan kesempatan usaha. Ketiga, berdasarkan Kemampuan Dasar : Suatu keterbatasan kemampuan dasar seseorang dan keluarga untuk menjalankan fungsi minimal dalam suatu masyarakat. Keterbatasan kemampuan dasar akan menghambat seseorang dan keluarga dalam menikmati hidup yang lebih sehat, maju dan berumur panjang. Juga memperkecil kesempatan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan masyarakat dan mengurangi kebebasan dalam menentukan pilihan terbaik bagi kehidupan pribadi.
16 Universitas Sumatera Utara
Anwar (1991;6) mengatakan kemiskinan sebagai peubah endogen merupakan derivasi langsung dari pendapatan, baik dalam nilai uang maupun pendapatan bukan nilai uang seperti keamanan, kebebasan maupun kesempatan ekonomi dan lain-lain. Sementara kesempatan dalam ekonomi merupakan fungsi dari sumber daya alam baik jenis maupun kapasitasnya, kapital dalam bentuk kapasitas intelektualnya untuk menghasilkan suatu sikap, teknologi dan kelembagaannya yaitu sebagai fourth prime mover aktor ekonomi. Berbeda halnya dengan kemiskinan jika dilihat sebagai peubah exogeneous, yang dapat menurunkan kapasitas lingkungan. Kemiskinan itu bersifat multi dimensional, artinya karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam maka kemiskinan pun memiliki banyak dimensi. Kemiskinan dapat dilihat dalam dua bentuk, yaitu : a. Kemiskinan Absolut (mutlak), keadaan individu/kelompok masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan yang ditentukan menurut ukuran tertentu. b. Kemiskinan Relatif (nisbi), keadaan kesejahteraan orang atau kelompok dibandingkan dengan kesejahteraan orang atau kelompok lain. Sedangkan dari kebijakan umum, maka kemiskinan tersebut dapat dilihat dari Dimensi Primer, dalam wujud miskin akan asset, organisasi sosial dan politik, pengetahuan serta keterampilan. Dan Dimensi Skunder, wujud miskin tersebut ditunjukkan oleh jaringan sosial, sumber-sumber keuangan dan informasi.
17 Universitas Sumatera Utara
2.4.2
Faktor Penyebab Kemiskinan Studi empiris Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Departemen Pertanian
(1995), yang dilakukan pada tujuh belas provinsi di Indonesia, menyimpulkan bahwa ada enam faktor utama penyebab kemiskinan, yaitu: 1. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia, hal ini ditunjukkan oleh rendahnya pendidikan, tingginya angka ketergantungan, rendahnya tingkat kesejahteraan, kurangnya pekerjaan alternatif, rendahnya etos kerja, rendahnya keterampilan dan besarnya jumlah anggota keluarga. 2. Rendahnya daya fisik, hal ini ditunjukkan oleh rendahnya kualitas dan jumlah produksi dan dan modal kerja. 3. Rendahnya penerapan teknologi, ditandai dengan rendahnya penggunaan input dan mekanisasi pertanian. 4. Rendahnya potensi wilayah yang ditandai oleh rendahnya potensi fisik dan infrastruktur kondisi fisik ini meliputi iklim, tingkat kesuburan, dan topografis wilayah, sedangkan infrastruktur meliputi irigasi transportasi, pasar, kesehatan, pendidikan, pengolahan komoditas pertanian, listrik dan fasilitas komunikasi. 5. Kurang tepatnya kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah dalam investasi dan pengentasan kemiskinan. 6. Kurang berperannya kelembagaan yang ada, kelembagaan tersebut meliputi pemasaran, penyuluhan perkreditan dan sosial. Kemiskinan yang menimpa sekelompok masyarakat berhubungan dengan status sosial ekonominya dan potensi wilayah. Faktor sosial ekonomi yaitu faktor
18 Universitas Sumatera Utara
yang berasal dari dalam diri masyarakat itu sendiri dan cenderung melekat pada dirinya seperti tingkat pendidikan, dan keterampilan yang rendah, tingkat kesehatan yang rendah dan produktifitas yang rendah. Sedangkan faktor yang berasal dari luar berhubungan dengan potensi alamiah, teknologi dan rendahnya aksesibilitas terhadap kelembagaan yang ada. Kedua faktor tersebut menentukan aksessibilitas masyarakat miskin dalam memanfaatkan peluang-peluang ekonomi dalam menunjang kehidupannya. Kemiskinan sesungguhnya merupakan suatu fenomena yang kait-mengait antara satu faktor dengan faktor lainnya. Oleh karena itu untuk mengkaji masalah kemiskinan harus diperhatikan jalinan antara faktor-faktor penyebab kemiskinan dan faktor yang berada dibalik kemiskinan. Todaro (1993) mengatakan, selama ini fertilitas atau tingkat kelahiran yang tinggi sering disalahkan sebagai penyebab utama kemiskinan. Padahal dalam kenyataannya belum tentu. Bahkan dalam beberapa kasus tingkat kelahiran justru berpengaruh positif untuk mengimbangi takanan-tekanan kemiskinan. Di cina misalnya, kepadatan penduduk per are lahan subur lebih tinggi daripada yang ada di India (artinya di Cina, jumlah orang yang menggarap sebidang lahan dalam luas yang sama lebih banyak daripada yang ada di India). Namun produktivitas lahan di Cina justru dua kali lebih tinggi daripada India (hasil dari lahan yang sama oleh petani Cina dua kali lipat daripada yang diperoleh petani India). Jadi masih banyak faktor lain selain fertilitas yang berperan penting untuk menciptakan kemiskinan.
19 Universitas Sumatera Utara
Karl marx (1818-1883), dalam Supriatna (2000) mengatakan bahwa timbulnya kemiskinan disebabkan oleh adanya perbedaan kekuasaan, posisi, dan legitimasi dalam sistem sosial. Wiradi dalam Hagul (1986) mengemukakan bahwa masalah kemiskinan di pedesaan merupakan resultan dari beberapa faktor antara lain: pertumbuhan penduduk, rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan rendahnya produktifitas. Salim (1984) menyatakan bahwa kemiskinan tersebut melekat atas diri penduduk miskin karena mereka tidak memiliki asset produksi dan kemampuan untuk meningatkan produktivitas. Mereka tidak memiliki asset produksi karena mereka miskin, akibatnya mereka terjerat dalam lingkaran kemiskinan tanpa ujung dan pangkalnya. Lebih jauh Suyanto (1995;23) menyebutkan ada beberapa faktor penyebab kemiskinan yang terjadi dalam suatu masyarakat, seperti : a. Kemiskinan karena Kolonialisme; kemiskinan ini terjadi karena penjajahan yang dilakukan oleh suatu bangsa terhadap bangsa lain, sehingga bangsa yang dijajah menjadi tertindas baik bidang ekonomi, politik dan sebagainya. Misalnya Indonesia yang ditindas oleh Belanda. b. Miskin karena tradisi sosio-kultural; hal ini berkaitan dengan suku bangsa tertentu yang kental kebudayaannya seperti suku kubu di Sumatera dan suku Dayak di pedalaman Kalimantan. c. Miskin karena terisolasi; seseorang menjadi miskin karena tempat tinggalnya jauh dari keramaian sehingga sulit berkembang. d. Kemiskinan struktural; kemiskinan struktural ialah kemiskinan yang
20 Universitas Sumatera Utara
ditenggarai atau didalihkan bersebab dari kondisi struktur atau tatanan kehidupan yang tidak menguntungkan. Kemiskinan ini juga disebabkan oleh persaingan yang tidak seimbang antar negara atau daerah yang mempunyai keunggulan komperatif dengan daerah sekitarnya yang tidak mempunyai keunggulan komparatif. Faktor penyebab kemiskinan adalah keterkaitan hubungan antara status sosial ekonomi masyarakat dengan potensi wilayah suatu daerah yang menyebabkan daerah tersebut miskin. Dalam konteks penelitian ini faktor penyebab kemiskinan tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut : •
Produktivitas tenaga kerja rendah sebagai akibat rendahnya teknologi
•
Tidak meratanya distribusi kekayaan terutama tanah
•
Rendahnya taraf pendidikan
•
Rendahnya taraf kesehatan
•
Terbatasnya lapangan kerja
•
Rendahnya kualitas SDM dan rendahnya produktivitas
•
Sarana dan prasarana termasuk kelembagaan yang kurang baik
2.4.3 Penanggulangan Kemiskinan Pada umumnya, ketika orang berbicara tentang kemiskinan, yang dimaksud adalah kemiskinan material yang dirasakan sangat kurang memadai karena tidak cukup untuk memahami realitas kemiskinan, dapat menjerumuskan kekesimpulan yang salah bahwa menanggulangi kemiskinan cukup hanya dengan menyediakan bahan makanan yang memadai, dan tidak bermanfaat bagi
21 Universitas Sumatera Utara
pengambil keputusan ketika harus merumuskan kebijakan lintas sektor, bahkan bias kontraproduktif. Dalam upaya penanggulangan kemiskinan, terlebih dahulu harus dipahami apa itu kemiskinan dan apa penyebab kemiskinan, selanjutnya penyebab kemiskinan tersebutlah yang diatasi. Dari berbagai referensi mengenai kemiskinan, cukup banyak konsep tentang kemiskinan tersebut, mulai dari sekadar ketakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral. Kemiskinan juga tidak bisa disamakan dengan ketidaksejahteraan, karena tidak semua kemiskinan identik dengan ketidaksejahteraan. Demikian juga tingkat pendapatan yang tinggi, belum mencerminkan tingkat kesejahteraan yang tinggi, oleh karena itu, dalam mengukur tingkat kemiskinan mestinya dimasukkan variabel-variabel non keuangan (non financial variables), seperti kemudahan mendapatkan pendidikan yang murah, fasilitas kesehatan yang luas dan murah, kesempatan kerja yang tinggi, angka kematian balita dan ibu yang melahirkan, tingkat kemungkinan hidup, sistem perumahan dan sarana kesehatan umum, listrik dan lain lain. Selain itu, kemiskinan juga tidak semata-mata merupakan kondisi kekurangan pangan dan kekurangan aset produktif, tetapi juga termasuk ketidaktenangan dan terbatasnya partisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan. Persoalan
kemiskinan
juga
menyangkut
berbagai
komponen
termasuk
ketidakberdayaan, keterisolasian, kemiskinan materi, kelemahan fisik, kerentanan
22 Universitas Sumatera Utara
dan sikap/perilaku. Adapun penyebab kemiskinan dapat dikelompokkan atas dua hal, yaitu : (i)
faktor alamiah: kondisi lingkungan yang miskin, ilmu pengetahuan yang tidak memadai, adanya bencana alam dan lain lain yang bermakna bahwa mereka miskin karena memang miskin.
(ii)
faktor non alamiah: akibat kesalahan kebijakan ekonomi, korupsi, kondisi politik yang tidak stabil, kesalahan pengelolaan sumber daya alam. Jadi untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan, langkah yang
dilakukan tidak lain daripada mempertimbangkan kedua faktor tersebut, yaitu mengubah kondisi lingkungannya menjadi lebih baik, meningkatkan kualitas sumber daya manusianya, dan melakukan perbaikan terhadap sistem yang ada melalui pemberantasan korupsi dan menetapkan pengelola yang kompeten baik dari kemampuan, integritas, maupun moral. Penanganan ini tentunya harus dilakukan secara menyeluruh dan kontekstual.
Menyeluruh berarti menyangkut seluruh penyebab kemiskinan,
sedangkan kontekstual mencakup faktor lingkungan si miskin. Beberapa di antaranya yang menjadi bagian dari penanggulangan kemiskinan tersebut yang perlu tetap ditindaklanjuti dan disempurnakan implementasinya adalah perluasan akses kredit pada masyarakat miskin, peningkatan pendidikan masyarakat, perluasan lapangan kerja dan pembudayaan entrepeneurship.
23 Universitas Sumatera Utara
2.5 Rumah Tangga Miskin Konsep kemiskinan terkait dengan kemampuan seseorang / rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasar baik untuk makanan maupun non-makanan. Seseorang / rumah tangga dikatakan miskin bila kehidupannya dalam kondisi serba kekurangan, sehingga tidak mampu memenuhi kebutukan dasarnya. Batas kebutuhan dasar minimal menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
dinyatakan
dengan ukuran garis kemiskinan yang disetarakan dengan jumlah rupiah yang dibutuhkan, yaitu : 1. Sangat Miskin : 1900
kalori/orang/hari
+
kebutuhan
dasar
nonmakanan
=
Rp.120.000/orang/bulan. 2. Miskin : antara 1900 - 2100 kalori/orang/hari + kebutuhan dasar non makanan = Rp.150.000/orang/bulan. 3. Hampir Miskin : antara 2100 - 2300 kalori/orang/hari + kebutuhan dasar nonmakanan = Rp. 175.000/orang/bulan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Rumah Tangga Miskin didefinisikan sebagai mereka yang mempunyai pengeluaran per kapita Rp175.000/orang/bulan atau kurang.
24 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Kriteria Rumah Tangga Miskin Menurut Badan Pusat Statistik No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
13. 14.
Variabel Luas lantai bangunan tempat tinggal. Jenis lantai bangunan tempat tinggal. Jenis dinding bangunan tempat tinggal. Fasilitas tempat buang air besar.
Kriteria Rumah Tangga Miskin Kurang dari 8 m² per orang. Tanah/bambu/kayu murahan.
Bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester. Tidak punya/bersama-sama dengan rumah tangga lain. Sumber penerangan rumah tangga. Bukan listrik. Sumber air minum. Sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan. Bahan bakar untuk memasak sehari- Kayu bakar/arang/minyak tanah. hari. Konsumsi daging/susu/ayam per Tidak pernah mengkonsumsi/hanya minggu. satu kali dalam seminggu. Pembelian pakaian baru untuk Tidak pernah membeli/hanya setiap art dalam setahun. membeli satu stel dalam setahun. Makanan dalam sehari untuk setiap Hanya satu kali makan/dua kali art. makan dalam sehari. Kemampuan membayar untuk Tidak mampu membayar untuk berobat ke Puskesmas/Poliklinik. berobat. Lapangan pekerjaan utama kepala Petani dengan luas lahan 0,5 rumah tangga. ha/buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan
Pendidikan tertinggi kepala keluarga. Pemilikan asset/tabungan.
pendapatan di bawah Rp 600.000 perbulan. Tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya tamat SD. Tidak punya tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp 500.000, seperti sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
Sumber : BPS 2005
25 Universitas Sumatera Utara
Ketentuan : 1. Rumah tangga yang layak mendapatkan BLT adalah rumahtangga yang memenuhi 9 atau lebih dari 14 ciri rumah tangga miskin. 2. Rumah tangga yang tidak layak mendapatkan BLT adalah: a. Rumahtangga yang tidak memenuhi 9 atau lebih ciri rumahtangga miskin. b. PNS/TNI/Polri/Pensiunan/Purnawirawan/ Veteran. c. Penduduk yang tidak bertempat tinggal tetap. d. Karyawan BUMN/ BUMD. e. Rumah Tangga Penerima JADUP. f. Ada anggota rumah tangga (art) yang memiliki aset kendaraan bermotor, banyak ternak, sawah/kebun luas, kapal, atau barang berharga lainnya.
2.6 Program Bantuan Langsung Tunai Program ini merupakan bentuk bantuan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat miskin. Program tersebut berupa bantuan subsidi langsung tunai tanpa adanya syarat kepada rumah tangga miskin. Biaya yang dikeluarkan pemerintah kepada masyarakat miskin tersebut sebesar Rp. 300.000,-/3 bulan (tiga ratus ribu rupiah per tiga bulan) yang diberikan kepada setiap kepala rumah tangga miskin berdasarkan hasil survei dan kriteria yang dilaksanakan oleh BPS. Program ini merupakan salah satu program yang dibuat oleh Pemerintahan Indonesia dalam rangka kompensasi dari kenaikan harga BBM. Adapun tujuan dari pelaksanaan program bantuan langsung tunai ini yang berupa pemberian uang sebesar Rp 100.000 /bulan dan diambil dalam tiga bulan sekali ini merupakan penyelamatan
26 Universitas Sumatera Utara
bagi keluarga miskin agar tidak terlalu berdampak dalam kenaikan harga BBM yang begitu tinggi. Selain untuk menyelamatkan keluarga miskin tersebut pemerintah juga berharap subsidi BBM ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin Bantuan langsung tunai (BLT) untuk keluarga miskin (gakin) rawan penyelewengan, mulai dari jual beli kartu kompensasi BBM hingga uang jasa dan biaya transportasi pengambilan subsidi yang membebani. Jadi, mekanisme dalam penyaluran dana tunai ini juga melalui perolehan kartu kompensasi. Dimana yang mendapatkan kartu ini merupakan keluarga yang telah di data oleh petugas yang sudah ditunjuk oleh pemerintahan desa setempat. Setelah keluarga tersebut mendapatkan kartu tersebut barulah bisa mengambil dana tunai ditempat yang telah ditentukan dan dengan waktu yang ditentukan pula dengan serentak. Program pemberian Bantuan Langsung Tunai ini bertujuan untuk : 1) Melindungi keluarga miskin dari dampak langsung kenaikan BBM; 2) Mempertahankan kemampuan daya beli sumber energi keluarga miskin; dan 3) Menjaga stabilitas dan gejolak sosial masyarakat yang rentan terhadap pengaruh psikologis. Wilayah Pendataan dilakukan di Seluruh Satuan Lingkungan Setempat (SLS) yang ada di Indonesia. Mekanisme Pendataan di Lapangan: Proses penjaringan rumah tangga miskin (RTM) dilakukan dengan pencacahan dari rumah ke rumah (door to door) yang dilaksanakan oleh Petugas Pencacah Lapangan (PCL) dengan Petugas Pengawas Lapangan (PML) yang
27 Universitas Sumatera Utara
ditunjuk oleh BPS Kabupaten/Kota. Yang tidak dicakup dalam Pendataan: 1.
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Anggota TNI/Polri/Pensiunan
2.
Penghuni Kamp/ Barak Pengungsi/ Penerima Jadup
3.
Tunawisma/ Gelandangan/ Mahasiswa yang kost
Pengolahan Data: 1.
Data yang telah dikumpulkan di lapangan dilakukan pengecekan (diedit) untuk kemudian dikirimkan ke pusat pengolahan.
2.
Ranking kemiskinan disusun berdasarkan nilai skor tertinggi hingga terendah menggunakan indeks komposit (nilai tertimbang) dari kombinasi masingmasing variabel kemiskinan.
3.
Setelah seluruh proses tersebut diatas, hasilnya dikirimkan ke PT Pos Indonesia untuk dibuatkan Kartu Kompensasi BBM (KKB), PT Pos mengirimkan ke BPS Kab/Kota untuk selanjutnya dibagikan kepada tiap RTM setelah melalui proses pencocokan dan penelitian (coklit) atas kebenaran nama dan alamat serta layak atau tidaknya menerima KKB.
Distribusi Kartu Kompensasi BBM 1. Tujuan : a. Memberikan tanda pengenal (KKB) kepada setiap RTM yang dapat digunakan untuk memperoleh Bantuan Langsung Tunai (BLT). b. Memfasilitasi PT Pos Indonesia untuk dapat membayarkan BLT kepada RTM yang sesuai dengan hasil pendataan BPS. c. Sebagai basis untuk pelaksanaan pemutakhiran (updating) data kemiskinan
28 Universitas Sumatera Utara
mendatang. 2. Penerima KKB Penerima KKB adalah rumah tangga hasil pendataan yang memenuhi persyaratan setelah melalui tahapan pencocokan dan penelitian ulang dan verifikasi. 3. Organisasi Pelaksana : Organisasi pelaksana pendistribusian KKB melibatkan instansi yang terkait dengan perencanaan dan pelaksanaan BLT sebagaimana yang diatur dalam Inpres No. 12 tahun 2005. 4. Tata kerja Distribusi Kartu Kompensasi BBM Sosialisasi ; Penyebarluasan informasi mengenai kebijakan dan rencana program pemerintah yang terkait langsung dengan seluruh masyarakat khususnya kelompok sasaran dari program BLT sangat menentukan kelancaran pelaksanaan bantuan termasuk distribusi KKB kepada yang berhak. Mekanisme Pendistribusian KKB : •
Pertama : Penyiapan Daftar Nama Rumahtangga Miskin dan Pencetakan KKB
•
Kedua : Pengiriman KKB ke BPS Kabupaten/Kota
•
Ketiga : Pencocokan dan Penelitian Ulang Penerima KKB
•
Keempat : Pendistribusian KKB
29 Universitas Sumatera Utara
2.7 Evaluasi 2.7.1 Pengertian Evaluasi Ralph Tyler dalam Tayibnapis (2000;3) mengatakan evaluasi adalah proses yang menentukan sampai sejauh mana tujuan dapat dicapai. Maclcolm, Provus mendefenisikan evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada dengan suatu standar untuk mengetahui apakah ada selisih. Penilaian atau evaluasi adalah satu kata yang elastik yang mencakup pertimbangan mengenai banyak hal. Orang bisa berbicara mengenai penilaian terhadap pekerjaan si pekerja, penilaian tentang suatu naskah film, penilaian tentang potensi penjualan diterjen baru. Bagaimanapun digunakannya kata itu, umumnya menunjuk pada penentuan baik buruknya suatu persoalan. Jones mengemukakan bahwa : Evaluation is an activity whichcan contibute greatly to the understanding and improvement of policyevolopment and implementation (evaluasi adalah kegiatan yang dapat menyumbangkan pengertian yang besar nilainya dan dapat pula membantu penyempurnaan pelaksanaan kebijakan beserta perkembangannya). Dari pengertian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi kebijakan itu mempunyai peranan yang sangat penting untuk perkembangan dan kemajuan suatu negara. Dengan evaluasi, kelemahan dan kekuranagan sejak direncanakan sampai pada pelaksanaan dapat diketahui. Selanjutnya dengan kekurangan dan kelemahan itu serta ketidaklancaran dan ketidakberhasilan pelaksanaan akan dapat diupayakan perbaikan melalui perumusan kembali kebijakan atau penyesuaian yang sejalan dengan kondisi masyarakat yang
30 Universitas Sumatera Utara
berkembang. Evaluasi itu memang perlu dilakukan mulai dari langkah-langkah awal, dengan maksud agar kekeliruan dan kekurangan-kekurangan itu tidak akan berlanjut membawa akibat yang buruk atau merugikan. Dengan demikian perbaikan dan pembetulan dalam mengambil kebijakan dapat dilakukan sedini mungkin, hal itu berarti : a. Pemborosan tenaga, pikiran, dan waktu dapat ditanggulangi b. Kekeliruan keputusan dan langkah-langkah yang salah dapat segera diperbaiki c. Perbaikan dan penyempurnaan kegiatan-kegiatan segera dapat diadakan Seyogyanya evaluasi itu sudah harus dilakukan mulai dari perencanaan (planning) suatu program atau kebijakan itu dilaksanakan. Penilaian suatu kebijakan sebelum pelaksanaannya dapat disebut dengan ”pretesting” (evaluasi pendahuluan), merupakan kegiatan yang penting untuk mengusahakan efesiensi, penghematan-penghematan dan usaha-usaha ekonomis lainnya, seperti yang pernah dikemukakan : 1. Ada kemungkinan kondisi dalam masyarakat atau publik sudah berubah sehingga tidak sama dengan kondisi pada waktu program itu diolah dan ditetapkan. 2. Kemungkinan ada biaya-biaya yang dapat ditiadakan atau ditekan karena perkembangan keadaan. Dengan demikian, maka evaluasi kebijakan sangatlah penting dan perlu, tidak hanya untuk mengkaji bahwa hasil kebijakan itu memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat, tetapi juga tiap-tiap kegiatan dalam program tersebut dilakukan dengan efisien dan efektif dengan hasil kegiatan yang nyata dan
31 Universitas Sumatera Utara
bermanfaat bagi keseluruhan pelaksanaan. Sesuai dengan uraian di atas, maka istilah evaluasi mempunyai cakupan yang cukup luas, yang dapat mengarah kepada setiap kegiatan dalam pengambilan.kebijakan.
Tabel 2.2 Kriteria Evaluasi Kriteria
Bentuk Pertanyaan
Efektifitas
Apakah hasil yang diinginkan tercapai?
Efisiensi
Seberapa
banyak
usaha
diperlukan
untuk mencapai hasil yang diinginkan? Sumber : Sutan (2007)
2.7.2 Tujuan Evaluasi Tujuan evaluasi yaitu untuk memproleh hasil yang sebaik-baiknya dengan jalan dan cara yang seefesien mungkin dalam perkembangan masyarakat. Dalam melaksanakan evaluasi kebijakan tersebut, timbul kegiatan-kegiatan perbaikanperbaikan pelaksanaan dengan : a. Menunjukkan kekeliruan-kekeliruan dan kesalahan kesalahan. b. Menunjukkan cara atau metode yang lebih sesuai dengan kondisinya, dilihat dari sudut cost benefit c. Memberikan kritik-kritik yang membangun yang dapat mencegah pelaksanaan terbawa oleh arus yang keliru. d. Memberikan pertimbangan kepada pengambil kebijakan, agar pelaksanaa kebijakan atau program mencapai keberhasilan sebagaimana diharapkan dengan hasil yang semestinya
32 Universitas Sumatera Utara
Evaluasi itu dapat dilakukan dalam dua bentuk yaitu : a. Evaluasi Teknis (ilmiah), dengan kegiatan antara lain : 1. Pemilahan-pemilahan objek dengan merinci apa saja yang di evaluasi. 2. Melakukan pengukuran tiap-tiap objek dalam koleksi data serta menentukan ukuran-ukuran yang benar dan cocok setiap objeknya. 3. Melakukan analisis dari setiap informasi yang ada. 4. Memberikan pendapat atau rekomendasi dimana rekomendasi ini dapat bersifat ”advocative”, diharap untuk diikuti dan dilaksanakan, dapat pula bersifat ”coercive”, dipaksa untuk melaksanakan, hal ini tergantung pada kedudukan formal dengan ”authority” nya pelaku evaluasi itu. Evaluasi Teknis merupakan evaluasi yang lebih bersifat rasional, dilakukan terutama oleh orang-orang yang banyak terlibat dalam pengambilan kebijakan. Mereka lebih terikat dengan keberhasilan kebijakan dan merasa ikut bertanggung jawab atas keberhasilannya. Evaluasi inilah yang disebut Jones sebagai specialized evaluation. Specialized evaluation ini dapat pula dilakukan oleh rakyat secara perseorangan, yaitu para ilmuan baik para sarjana maupun para cendikiawan serta kelompok-kelompok ilmuan denagan diskusi, seminar, dan kegiatan ilmiah lainnya. Hasil evaluasi tersebut sering kali merupakan konsepsi-konsepsi ukuran untuk reformulation suatu kebijakan, namun apabila kesempatan itu tidak ada, maka yang diajukan adalah kritik yang merupakan partisipasi masyarakat. b. Evaluasi Umum Biasanya dilaksanakan oleh rakyat dengan berbagai kepentingan serta
33 Universitas Sumatera Utara
tingkat pengalaman dan pengetahuan yang berbeda. Dalam evaluasi ini, sering terjaadi titik berat penilaian yang berbeda antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok lainnya. Disamping itu, keterkaitan orang atau kelompok masyarakat dengan pendirian kelompok, ideologi dan pandangan atau pendapat umum sering sekali mewarnai kegiatan serta hasil evaluasinya. Evaluasi inilah yang disebut sebagai broader scaled evaluation, pada umumnya dilakukan oleh organisasi-organisasi partai politik atau lembagalembaga politik seperti DPR/DPRD. Lembaga-lembaga tersebut di atas sering kali melakukan evaluasi yang bertujuan purposive evaluation dan oleh karena itu sangat bersifat praktis. Pada gilirannya timbullah hasil dari broader scaled evaluation ini bersifat dukungan terhadap suatu kebijakan atau tuntutan untuk perubahan suatu kebijakan atau malahan tuntutan pergantian kebijakan.
2.7.3 Fungsi Evaluasi Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan yaitu: 1. Evaluasi memberi informasi yang valid dan tepat untuk dipercaya, dimana seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik. 2. Evaluasi dapat memberi sumbangan klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. 3. Evaluasi dapat memberi masukan pada penerapan metode kebijakan lainnya, dengan menunjukkan kekurangan kebijakan sebelumnya. Scriven dalam farida (2000;4) mengatakan evaluasi dapat memiliki dua
34 Universitas Sumatera Utara
fungsi, yaitu fungsi formatif; evaluasi dipakai untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan (program, orang, produk, dan sebagainya). Fungsi sumatif; evaluasi dipakai untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan.
2.8 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya masih harus di uji secara empiris.
Berdasarkan masalah
diatas, maka penulis membuat hipotesis, yaitu : Ho = tidak terdapat perbedaan nyata dalam pengentasan kemiskinan sebelum dan sesudah program BLT. Ha = terdapat perbedaan nyata dalam pengentasan kemiskinan sebelum dan sesudah program BLT.
2.9 Kerangka Pemikiran Kemiskinan adalah masalah yang masih terus dihadapi oleh bangsa kita. Berbagai upaya penanggulangan yang dibuat oleh pemerintah melalui program belum dapat menyelesaikan masalah ini. Meskipun demikian pemerintah berusaha untuk mensejahterahkan masyarakat miskin di Indonesia dengan berbagai program, adapaun salah satu programnya adalah dengan penyaluran Bantuan Langsung Tunai kepada keluarga miskin.
35 Universitas Sumatera Utara
Evaluasi Program
Program BLT
Dampak Program BLT Bagi Pemenuhan Kebutuhan Pokok (Sandang, Pangan, Papan)
Pengentasan Kemiskinan Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
2.10 Hasil Kajian Penelitian Program BLT 1) Fadillah (fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Sumatera utara) dalam penelitiannya yang berjudul “Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai di Desa Lalang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang”
Tahun
2009
mengemukakan
Program BLT
tidak
dapat
meningkatkan taraf hidup maryarakat miskin yang menerima bantuan. Hal ini terjadi karena program BLT tidak memberikan ransangan kepada para keluarga untuk merubah kehidupannya sehingga taraf hidup mereka tetap sama meskipun mereka telah menerima Bantuan Langsung Tunai. Program BLT tidak tepat dilakukan terhadap semua keluarga miskin, sebab masingmasing dari keluarga miskin memiliki prioritas kebutuhan yang berbeda-beda. Perbedaan prioritas kebuthan ini dipengaruhi beberapa faktor yang ada dalam
36 Universitas Sumatera Utara
keluarga miskin itu sendiri, seperti jumlah tanggungan keluarga, penghasilan, tingkat pendidikan, letak pemukiman, dan sebagainya. Sedangkan program BLT tidak memperhatikan faktor di atas, sehingga program ini bukan merupakan solusi terbaik bagi penyelesaian masalah kemiskinan. 2) Purnomo (alumnus Australian National University, pemerhati masalah psikososial) dalam tulisannya yang berjudul “Virus Psikososial dalam BLT” Tahun 2005 di prakarsa-rakyat.org mengatakan sejak BLT dikucurkan bagi gakin, terdapat orang-orang yang tak merasa malu mengaku miskin hanya karena menginginkan BLT itu. Secara sosiologis menurutnya, kemiskinan diartikan keadaan seseorang yang tidak sanggup memelihara diri sendiri sesuai taraf hidup suatu kelompok dan tidak mampu memanfaatkan potensi fisik maupun mentalnya untuk memenuhi kebutuhan minimum. Dengan demikian kemiskinan merupakan masalah sosial bagi masyarakat. Logikanya, seseorang enggan disebut miskin. Namun, kini keluarga miskin populer karena mendapat BLT. Kenyataan bahwa berlomba-lombanya masyarakat mendapatkan status miskin, menunjukkan rasa malu individu hilang ketika hal itu dilakukan secara kolektif. Harga diri tidak lagi jadi pertimbangan utama. Tapi perebutan status miskin demi BLT ini bukan fenomena baru. Secara psikososial, BLT muncul sebagai virus psikososial yang dapat melumpuhkan potensi sumber daya manusia (SDM) dalam ma syarakat. Miskin akibat kemalasan bisa diatasi dengan mendorong gairah kerja, pelayanan yang mengarah pada program pengembangan, serta etos kerja yang melampaui pola ekonomi subsisten. Tapi BLT justru menyebabkan banyak
37 Universitas Sumatera Utara
warga masyarakat memilih menjadi anggota keluarga miskin. BLT juga membuat gakin kian tercekik dalam proses pemiskinan mutlak terhadap penduduk yang lemah ekonominya. Maka dari itu menurutnya BLT hanya merupakan proses penumpulan daya pikir dan memacu budaya instan, santai dan konsumtif masyarakat. Jadi, kesimpulannya adalah bahwa program BLT bukan pengentasan kemiskinan, tapi proses pemiskinan mutlak yang diperparah oleh kecurangan dan ketidakadilan dari lembaga-lembaga terkait. Bahkan tak sedikit warga miskin yang mengeluh karena tidak didata sebagai gakin. 3) Ismail (fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Tulungagung) dalam penelitiannya yang berjudul “Dampak Sosial Ekonomi BLT terhadap Masyarakat Miskin di Kabupaten Tulungagung” Tahun 2009 mengemukakan bahwa secara umum tingkat kepuasan dari masyarakat miskin penerima dana BLT sangatlah besar. Menurut penelitian yang dilakukan, masyarakat miskin sangat tertolong dengan adanya program BLT. Bahkan saat peneliti melakukan penelitian, hampir semua masyarakat penerima BLT sangat berharap program BLT diadakan kembali. Adapun pengguanaan dana BLT ini sangat beragam, ada yang digunakan untuk biaya pengobatan dan lain sebagainya. Namun tidak dapat dipungkiri juga dana tersebut digunakan tidak sebagaimana mestinya misalnya berjudi, mabuk-mabukan dan sebagainya. Seperti program-program sebelumnya, program BLT ini juga jauh dari sempurna. Program ini berdampak pada psikologis masyarakat miskin, dengan program yang terkesan hanya member ikan, bukannya kail, membuat
38 Universitas Sumatera Utara
masyarakat menjadi malas dan menjadikan budaya malu miskin menjadi hilang, dan justru banyak masyarakat yang ingin disebut sebagai masyarakat miskin. Harga diri dikesampingkan hanya untuk mendapatkan dana BLT. Selain itu, masih ada penyimpangan dalam pelaksanaan program BLT, yaitu pemberian dana yang tidak tepat sasaran yang menimbulkan kecemburuan social di masyarakat, bahkan tidak jarang sampai terjadi perselisihan dan permusuhan. 4) Rinjani (dosen akuntansi di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bisnis Indonesia) dan Asmirah (alumni program manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bisnis Indonesia) dalam penelitian mereka yang berjudul “Pengaruh Pemberian Bantuan Langsung Tunai terhadap Tingkat Kemiskinan Masyarakat di Desa Babakan, Kecamatan Setu, Kabupaten Tangerang Tahun 2006 mengatakan bahwa pembagian dana BLT kepada masyarakat miskin tampaknya kurang sepenuhnya tepat sasaran. Masyarakat juga menilai jumlah dana sebesar Rp. 300.000,- per keluarga miskin untuk jangka waktu 3 bulan sangat tidak memadai dan tidak masuk akal dengan kondisi riil dan hanya bersifat sementara. Bahkan, tampak pula kecenderungan makin banyaknya orang yang ingin diakui sebagai orang miskin hanya untuk mendapat dana BLT. Pemerintah juga kurang optimal dalam mendeteksi masyarakat yang berhak mendapat bantuan. Juga fenomena pemotongan-pemotongan tidak resmi dana BLT yang terjadi di lapangan. 5) Menjerang (fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara) dalam penelitiannya yang berjudul “Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan
39 Universitas Sumatera Utara
Langsung Tunai di Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar” Tahun 2009 mengemukakan bahwa pelaksanaan BLT di Kelurahan Bantan tidak berjalan dengan baik. Adapun indikator-indikator dikatakan pelaksanaan BLT di Kelurahan Bantan tidak berjalan dengan baik dapat kita lihat pada distribusi responden tentang sosialisasi, penyaluran dana, tepat waktu, efesiensi dana BLT sejumlah Rp.300.000,-/3bulan, pengaduan masyarakat, tujuan dan manfaat BLT. Hanya satu pelaksanaan BLT di Kelurahan Bantan yang berjalan dengan baik yaitu tepat sasaran kepada masyarakat miskin. Data-data tersebut dapat kita lihat pada distribusi tabeltabel tanggapan responden terhadap Program BLT. Berdasarkan hasil analisis data BLT tidak mampu mencapai tujuan dan tidak bermanfaat bagi penerima BLT, hal ini dikarenakan BLT tidak efektif dapat memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraaan. Alasannya antara lain adalah BLT merupakan bantuan tanggap darurat di bidang ekonomi sosial, bantuan yang bersifat konsumtif dan tidak nyata dapat memenuhi kebutuhan pokok masyarakat miskin. Saat ini yang diperlukan adalah motivasi, komitmen, modal kerja dan lapangan kerja untuk meningkatkan kesejahteraan sosial. Sasaran utama peningkatan kesejahteraan adalah perubahan sikap mental masyarakat yang malu mengakui dirinya miskin sehingga mereka lebih gigih dan berusaha untuk mempertahankan serta meningkatkan kesejahteraan sosial.
40 Universitas Sumatera Utara