BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan merupakan suatu proses yang terus – menerus dilaksanakan melalui suatu perencanaan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat dalam segala aspek, yang mana untuk mewujudkan kondisi yang lebih baik secara materiil maupun spiritual. Salah satu aspek yang amat penting dalam pembangunan tersebut adalah pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi itu pada dasarnya meliputi usaha masyarakat secara keseluruhan untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan mempertinggi kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi mencakup pengertian yang sangat luas dan tidak hanya sekedar menaikkan pendapatan perkapita pertahun saja. Bahkan inidikator PNB, sebagai indikator utama, tidak selalu dapat menggambarkan suksesnya suatu pembangunan. Indikator-indikator yang lain seperti pendidikan, distribusi pendapatan, jumlah penduduk miskin, juga menunjukkan keberhasilan pembangunan. Pengalaman pada dekade tahun 1950-an dan tahun 1060-an telah membuktikan hal ini. Pada saat itu banyak negara-negara dunia ketiga mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi sesuai dengan target namun gagal dalam meningkatkan taraf hidup sebagian besar masyarakatnya. Masalah-masalah sosial seperti pengangguran, kesenjangan pendapatan, dan sebagainya tidak mengalami perbaikan. Melihat kenyataan ini, semakin banyak para ahli yang menganggap GNP (Gross National Product) sebagai indikator tunggal pembangunan tidak berhasil. Selama dekade tahun 1970-an mulai muncul pandangan bahwa tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan bukan menciptakan tingkat pertumbuhan GNP yang tinggi melainkan penghapusan atau
Universitas Sumatera Utara
pengurangan
tingkat
kemiskinan,
penanggulangan
ketimpangan
pendapatan,
penyediaan lapangan kerja dalam konteks perekonomian yang terus berkembang. Dalam pengertian ekonomi yang murni, pembangunan secara tradisional mengandung pengertian kapasitas perekonomian nasional yang kondisi ekonomi awalnya kurang lebih berada dalam keadaan statis untuk jangka waktu yang lama, untuk menghasilkan dan mempertahankan tingkat kenaikan produksi nasional kotor (PNK). Pembangunan ekonomi dipandang sebagai kenaikan dalam pendapatan perkapita dan lajunya pembangunan ekonomi ditujukan dengan menggunakan tingkat pertambahan PDB (Produk Domestik Bruto) untuk tingkat nasional dan PDRB untuk tingkat wilayah atau regional. Tingkat PDB ini juga ditentukan oleh lajunya pertumbuhan penduduk lebih dari PDRB maka ini menunjukkan perubahan terhadap pendapatan perkapita, maka pertambahan PDRB ini tidak memperbaiki tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat. Pembangunan menyangkut perubahan mendasar dari seluruh struktur ekonomi dan ini menyangkut perubahan-perubahan dalam produksi dan permintaan maupun peningkatan dalam distribusi pendapatan dan pekerjaan. Tujuan dari pembangunan ekonomi adalah untuk mencapai kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan oleh kecenderungan kenaikan pendapatan perkapita dalam jangka panjang. Tapi ini bukan berarti kenaikan pendapatan perkapita yang terus-menerus. Banyak faktor yang dapat menyebabkan perekonomian mengalami stagnan bahkan kemunduran seperti perang, kekacauan politik, dan lain-lainnya. Apalagi jika kemunduran perekonomian hanya terjadi sementara saja dan perekonomian cenderung meningkat maka dapat dikatakan pembangunan ekonomi sedang berlangsung.
Universitas Sumatera Utara
Atas dasar inilah maka pembangunan ekonomi perlu dipandang sebagai suatu proses saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menghasilkan pembangunan ekonomi. Dengan cara ini maka dapat diketahui peristiwa-peristiwa apa saja yang menimbulkan peningkatan maupun penurunan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dalam suatu tahap pembangunan ke tahap pembangunan lainnya. Adapun sasaran yang ingin dicapai dari pembangunan (Suryana, 2000) antara lain: 1. Dipenuhinya kebutuhan sandang, pangan, dan perumahan serta peralatan sederhana dari berbagai kebutuhan yang secara luas dipandang perlu oleh masyarakat yang memerlukan. 2. Dibutuhkan kesempatan yang luas untuk memperoleh berbagai jasa publik, pendidikan, kesehatan, pemukiman yang dilengkapi infrastruktur yang layak serta komunikasi dan lain-lain. Dijaminnya hak untuk memperoleh kesempatan kerja yang produktif yang memungkinkan adanya balas jasa yang setimpal untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. 3. Terbinanya prasarana yang memungkinkan produksi barang dan jasa atau pedagang internasional untuk memperoleh keuntungan dengan kemampuan untuk menyisihkan tabungan untuk pembiayaan usaha-usaha selanjutnya. 4. Menjamin partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan proyek-proyek.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Pertumbuhan Ekonomi Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999: Blakely, 1989). Untuk mengukur keberhasilan suatu pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, dan semakin
kecilnya ketimpangan pendapatan
antarpenduduk,
antardaerah dan
antarsektor. Perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan apabila tingkat kegiatan ekonominya lebih tinggi daripada apa yang dicapai pada masa sebelumnya (Mudrajat, 2004). Pertumbuhan ekonomi berkitan dengan kenaikan output perkapita. Yang perlu diperhatikan adalah sisi output totalnya (PDB) dan jumlah penduduknya. Output perkapita adalah kenaikan output total dibagikan dengan jumlah penduduk (Budiono, 1988). Sedangkan untuk melihat pertumbuhan ekonomi regional digunakan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) perkapita. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan dalam PDB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pada tingkat pertumbuhan penduduk, atau ada tidaknya perubahan dalam struktur ekonomi (Sukirno,2006). Batas perhitungan PDB adalah Negara (perekonomian domestik). Hal ini memungkinkan kita untuk mengukur sejauh mana kebijaksanaan – kebijaksanaan ekonomi yang diterapkan pemerintah mampu mendorong aktivitas perekonomian domestik (Hera, 1995). Menurut
Rahardja,
istilah
pertumbuhan
ekonomi
digunakan
untuk
menggambarkan terjadinya kemajuan atau perkembangan ekonomi dalam suatu
Universitas Sumatera Utara
negara. Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan jika jumlah produk barang dan jasa meningkat. Angka yang digunakan untuk menaksir pertumbuhan ekonomi adalah PDRB harga konstan karena telah dihilangkan pengaruh inflasinya. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang (Budiono, 1985). Ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi menurut pandangan para ekonom klasik maupun ekonom neoklasik, yaitu jumlah penduduk, jumlah stok barang modal, luas tanah dan kekayaan alam serta tingkat teknologi yang digunakan (Mudrajad, 2004). Pertumbuhan regional adalah produk dari banyak faktor, sebagian bersifat intern dan sebagian lainnya bersifat extern dan sosio politik. Faktor – faktor yang berasal dari daerah itu sendiri meliputi distribusi faktor produksi, seperti tanah, tenaga kerja, modal, sedangkan salah satu penentu extern yang penting adalah tingkat permintaan dari daerah – daerah lain terhadap komoditi yang dihasilkan oleh daerah tersebut ( Sirojuzilam, 2008 ). Dalam kenyataannya banyak fenomena yang timbul berkaitan dengan pembangunan ekonomi, yaitu kesenjangan wilayah dan pemerataan pembangunan. Dimana para ahli berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi wilayah tidak akan bermanfaat dalam hal pemecahan masalah kemiskinan (Sirojuzilam, 2005). Hal ini dikarenakan banyak wilayah yang pertumbuhan ekonominya tidak sejalan dengan pemerataannya, dimana kesenjangan semakin tinggi disaat pertumbuhan ekonominya juga meningkat. Hal inilah yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi bukanlah pemecahan masalah dalam pengentasan kemiskinan.
Universitas Sumatera Utara
Teori Pertumbuhan Kuznet Menurut Prof. Simon Kuznets, pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang – barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian – penyesuain teknologi, institusional dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada. Masing – masing dari ketiga komponen pokok dari defenisi itu sangat penting, yaitu: 1. Kenaikan output secara berkesinambungan adalah manifestasi atau perwujudan dari apa yang disebut sebagai pertumbuhan ekonomi, sedangkan kemampuan menyediakan berbagai jenis barang itu sendiri merupakan tanda kematangan ekonomi di suatu negara yang bersangkutan. 2. Perkembangan
teknologi
merupakan
dasar
atau
pra
kondisi
bagi
berlangsungnya suatu pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan tetapi tidak cukup itu saja masih dibutuhkan faktor – faktor lain. 3. Guna mewujudkan potensi pertumbuhan yang terkandung di dalam teknologi maka perlu diadakan serangkaian penyesuaian kelembagaan, sikap dan ideologi ( Todaro, 2000 ). Ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa, ketiganya adalah: 1. Akumulasi Modal Akumulasi modal meliputi semua bentuk atau jenis investasi
baru yang
ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan modal atau sumber daya manusia. Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan dikemudian hari. Investasi produktif yang bersifat langsung tersebut harus dilengkapi
Universitas Sumatera Utara
dengan brbagai investasi penunjang yang disebut investasi infrastruktur ekonomi dan social. 2. Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja ( yang terjadi beberapa tahun kemudian setelah pertumbuhan penduduk ) secara tradisional dianggap sebagai salah satu indicator positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga kerja produktif, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar. Dimana positif atau negatifnya pertambahan penduduk bagi upaya pembangunan
ekonomi
sepenuhnya
tergantung
pada
kemampuan
sistem
perekonomian yang bersangkutan, adapun kemampuan itu sendiri lebih lanjut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input atau faktor – faktor penunjang seperti kecakapan manajerial dan administrasi. 3. Kemajuan Teknologi Kemajuan teknologi dapat terbagi atas tiga kelompok, yaitu: •
Kemajuan teknologi yang netral, terjadi apabila teknologi tersebut memungkinkan kita mencapai tingkat produksi yang lebih tinggi dengan menggunakan jumlah dan kombinasi faktor input yang sama. Inovasi yang sederhana, seperti pengelompokann tenaga kerja yang dapat mendorong peningkatan output atau kenaikan output masyarakat.
•
Kemajuan teknologi yang hemat tenaga kerja, sebagian besar kemajuan teknologi pada abad ke – 20 adalah teknologi yang hemat tenaga kerja, jumlah pekerja yang dibutuhkan dalam berbagai kegiatan produksi mulai semakin sedikit.
Universitas Sumatera Utara
•
Kemajuan teknologi yang hemat modal, merupakan fenomena yang relative langka, hal ini dikarenakan semua penelitian dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan di negara – negara maju dengann tujuan utama menghemat pekerja dan bukan untuk menghemat modal.
Teori Pertumbuhan Klasik Adam Smith sebagai pelopor teori klasik mengatakan bahwa output akan berkembang sejalan dengan perkembangan penduduk. Pertambahan penduduk berarti peningkatan produk nasional. Teori pertumbuhan klasik juga mengemukakan keterkaitan antara pendapatan perkapita dengan jumlah penduduk yang dikenal dengan teori penduduk optimum. Teori ini menyatakan bahwa : Apabila produksi marginal lebih tinggi dari pada pendapatan perkapita, jumlah penduduk sedikit dan tenaga kerja masih kurang, maka pertambahan jumlah penduduk akan menambah tenaga kerja dan menaikkan pertumbuhan ekonomi. Apabila produk marginal makin menurun, pendapatan nasional semakin meningkat dengan perlahan, maka pertambahan penduduk akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang tersedia, tetapi terjadi penurunan pendapatan perkapita dan pertumbuhan ekonomi yang peningkatannya semakin kecil. Apabila produk marginal bernilai sama dengan pendapatan per kapita, yang berarti pendapatan perkapita yang maximum dengan jumlah penduduk optimal, maka pertambahan penduduk akan membawa pengaruh yang tidak baik terhadap pertumbuhan ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
Teori Pertumbuhan Neoklasik Menurut Robert Solow, pertumbuhan produk nasional ditentukan oleh kemajuan teknologi dan peningkatan keahlian serta keterampilan tenaga kerja. Apabila terjadi penambahan modal, berarti terjadi peningkatan kegiatan usaha yang akan memperluas lapangan pekerjaan. Produksi optimum baru akan diperoleh apabila diikuti dengan kemajuan tehnologi dan peningkatan ketrampilan tenaga kerja. Selanjutnya, produktivitas akan meningkat dan terjadilah pertumbuhan produk nasional di wilayah tersebut.
Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional 1. Export Base Models, oleh North (1955) yang kemudian dikembangkan oleh Tiebout (1956). Mereka mendasarkan pandangannya dari sudut teori lokasi, yg berpendapat bahwa jenis keuntunagn lokasi yang dapat digunakan daerah tersebut sebagai kekuatan ekspor. Keuntungan lokasi tersebut umumnya berbeda-beda setiap region dan hal ini tergantung pada keadaan geografi daerah setempat. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditentukan oleh eksploiatsi kemanfaatan alamiah dan pertumbuhan basis ekspor daerah yang bersangkutan yang juga dipengaruhi oleh tingkat permintaan eksternal dari daerah-daerah lain. Pendapatan yang diperoleh dari penjualan ekspor akan mengakibatkan berkembangnya kegiatan kegiatan penduduk setempat, perpindahan modal dan tenaga kerja, keuntungan keuntungan eksternal dan pertumbuhan ekonomi regional lebih lanjut. Ini berarti bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan suatu region, strategi pembangunannya harus disesuaikan dengan keuntungan lokasi yang dimilikinya dan tidak harus sama dengan strategi pembangunan pada tingkat nasional.
Universitas Sumatera Utara
2. Cumulative
Causation
Models
oleh
Myrdal
(1975)
dan
kemudian
diformulasikan oleh Kaldor. Teori ini berpendapat bahwa peningkatan pemerataan pembangunan antar daerah tidak hanya dapat diserahkan pada kekuatan pasar (market mekchanism), tetapi perlu adanya campur tangan pemerintah dalam bentuk program - program pembangunan regional terutama untuk daerah – daerah yang relative masih terbelakang. 3. Core Periphery Models dikemukakan oleh Friedman (1966) Teori ini menekankan analisa pada hubungan yang erat dan saling mempengaruhi antara pembangunan kota (core) dan desa (periphery). Menurut teori ini, gerak langkah pembangunan daerah perkotaan akan lebih banyak ditentukan oleh keadaan desa-desa disekitarnya. Sebaliknya corak pembangunan pedesaan tersebut juga sangat ditentukan oleh arah pembanguan perkotaan. Dengan demikian aspek interaksi antardaerah (spatial interaction) sangat ditentukan.
Pendekatan Keynes 1. John Maynard Keynes Teori klasik beranggapan tanpa campur tangan pemerintah dalam ekonomi, maka pembangunan ekonomi akan berjalan maksimal. Tetapi ternyata tahun 1930-an terjadi pengannguran besar – besaran, sehingga timbullah kritik dari Keynes dengan pendekatan dari segi makro untuk mengatasi pengangguran yang terjadi yaitu melihat perekonomian secara keseluruhan, jadi untuk mengatasi pengangguran perlu ditambah pengeluaran uang supaya pengusaha menaikkan investasi yang akan menaikkan tenaga kerja sehingga penganguran dapat diatasi.
Universitas Sumatera Utara
Sehinga perlu campur tangan pemerintah dengan mencetak uang maka akhirnya daya beli bertambah dan respon pengusaha menaikkan produksi maka penganguran akan berkurang.
Pendekatan Neo Keynes 1. Teori Pertumbuhan Harrord – Domar Teori pertumbuhan Harrord – Domar dikembangkan oleh dua orang ahli ekonomi sesudah Keynes,
yaitu Evsey Domar dan RF. Harrod. Domar
mengemukakan teori tersebut untuk petama kalinya tahun 1947 dalam American Economic Review. Sedangkan Harrord telah mengemukakanyya pada tahun 1939 dalam Economic Journal. Maka, pada dasarnya teori tersebut sebenarnya dikembangkan oleh kedua ahli ekonomi itu secara terpisah. Tetapi, karena inti dari teori tersebut sangat sama maka dewasa ini dikenal sebagai teori Harrord – Domar. a. Teori Roy F. Harrord Perhatian Harrord berkisar pada pertumbuhan ekonomi yang dapat berlanngsung secara terus – menerus dalam keadaan ekuilibrium yang stabil. Dalam hubungan ini oleh Harrord dipaparkan dua konsep pengertian perihal laju pertumbuhan yang menjadi kunci gagasannya, yaitu: •
Laju pertumbuhan produksi dan pendapatan pada tingkat yang dianggap memadai dari sudut pandangan para pengusaha / calon investor. Hal ini diebut Harrord sebagai the warranted rate of growth. Pada laju yang dianggap memadai itu, para pengusaha akan meneruskan usahanya dengan melakukan investasi secara kontiniu.
•
Selain itu, teori Harrord juga ditunjukkan oleh adanya natural of growth, yang sifatnya berbeda dari warranted rate. Dengan natural
Universitas Sumatera Utara
rate of growth dimaksud laju pertumbuhan produksi dan pendapatan sebagaimana itu ditentukan oleh kondisi dasar
( fundamental
condition ) yang menyangkut bertambahnya angakatan kerja karena penduduknya bertambah dan akan meningkatkan produktivitas kerja karena kemajuan tekonologi. Gagasan Harrord menyatakan bahwa jika dikehendaki adanya ekulibrium dalam proses pertumbuhan maka diperlukan intervensi kebjaksanaan untuk menanggulangi gangguan ketidakstabilan dan penyimpangan
yang
merupakan cirri pokok
pertumbuhan itu sendiri.
b. Teori Evsey D. Domar Gagasan Domar bertitik tolak pada berlakunya asas investment multiplier. Laju pertumbuhan pada pada permintaan efektif langsung dihadapkan pada pertumbuhan kapasitas produksi. Dalam modelnya diungkapkan bahwa pertumbuhan pada permintaan adalah sama dengan investasi ( I ) dikaitkan oleh multiplier ( I/s ). Sedangkan, pertumbuhan pada kapasitas produksi adalah sama dengan investasi ( I ) dibagi oleh capital output ratio ( k ). Alhasil pertumbuhan pada permintaan adalah sama dengan pertumbuhan pada kapsitas produksi : ∆I/I = s/k. Laju pertumbuhan tercermin pada persamaan di atas oleh Domar dianggap sebagai laju pertumbuhan yang kritis ( critical rate of growth ) yang analog dengan warranted
of growth dalam model Harrord. Di dalam investasi melebihi laju
pertumbuhannya yang dimaksud di atas tadi, maka penyimpangan tersebut menyebabkan ∆I/I ( yang sama dengan pertumbuhan pe rmintaan ) akan lebih meningkat secara nisbi dibandingkan dengan s/k ( pertumbuhan pada kapasitas produksi ) dimana I/I > s/k.
Universitas Sumatera Utara
Teori Pertumbuhan Rostow Prof. W.W memunculkan teori pertumbuhan yang memakai pendekatan perkembangan sejarah dalam menjelaskan proses perkembangan dan pembangunan ekonomi. Teori pertumbuhan Rostow ini muncul pada awalnya merupakan artikel yang dimuat dalam Economic Journal ( Maret, 1956 ). Selanjutnya dikembangkan dalam bukunya yang berjudul The Stages Of Economic Growth ( 1960 ). Teori perkembangan Rostow yang termasuk dalam linier dalam tahapan pertumbuhan ekonomi,
yaitu
memandang
proses
pembangunan
sebagai tahap
–
tahap
perkembangan yang harus dilalui oleh seluruh negara. Menurut Rostow, proses pembangunan dan pertumbuhan dapat dibedakan dalam lima tahap dan posisi setiap negara di dunia dapat digolongkan ke dalam salah satu dari kelima tahap pertumbuhan ekonomi yang dijelaskan. a. Tahap Masyarakat Tradisional ( The Traditional Society ) Masyarakat tradisional adalah suatu masyarakat yang strukturnya dibangun di dalam fungsi produksi yang terbatas berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi pra Newton terhadap dunia fisik. Akan tetapi, konsep tentang masyarakat tradisional itu sama sekali tidak statis, dan konsep itu tidak selalu mengabaikan pertambaha output. Namun kenyataan pokok tentang masyarakat tradisional adalah adanya suatu batas tertinggi untuk tingkat output dan pendapatan perkapita. Secara umum dapat dikatakan bahwa masyarakat ini, karena
terbatasnya produktivitas terpaksa mengunakan
sebagian besar dari sumber prodiksinya untuk pertanian. Dari system pertanian itu timbul suatu struktur social yang hirarkis dengan ruang lingkup yang relative sempit tetapi masih dapat terjadi upaya untuk berlangsunganya mobilitas vertikal, dan memasukkan masyarakat yang beraneka ragam dan yang selalu berubah ini ke dalam
Universitas Sumatera Utara
suatu kategori yang seragam atas dasar adanya batas tertinggi untuk produksi dan produktivitas teknis ekonomi mereka, memanglah sangat sedikit artinya.
b. Tahap Peletakan Dasar Untuk Tinggal Landas ( The Precondition For Take Off) Tahap Precondition atau disebut tahap peralihan ( transisi ) adalah merupakan tahap untuk meletakkan dasar dan syarat – syarat untuk beralih pada periode berikutnya ( tahap take off ) dimana perekonomian akan dapat berkembang dengan cukup pesat. Pada tahap peralihan atau tahap meletakkan dasar ini, di dalam perekonomian dan kehidupan masyarakat mulai banyak terdapat perubahan – perubahan yang menyimpang dari kebiasaan masyarakat yang tradisional, maka mulai terdapat pembaruan – pembaruan dalam ilmu pengetahuan dan teknologinya yang telah bertambah luas dan telah mulai berkembang untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan ekonomi yang lebih maju.
c. Tahap Tinggal Landas ( The Take Off ) Tahap take off ini merupakan tahap dimana berbagai penghalang dan rintangan lama ke arah kemajuan dan pertumbuhan perekonomian telah dapat diatasi dan dikuasai. Kekuatan – kekuatan dan faktor – faktor yang menuju kearah pembaruan dan kemajuan
teknologi,
seperti :
tingkat
pendidikan
dan
ilmu
pengetahuan,
perkembangan teknologi, perkembangan perbankan, perniagaan, perhubungan dan sebagainya telah meluas dan menguasai kehidupan masyarakat. Selama tahap landas ini, terdapat industri – industri baru yang merupakan leading sectors (sector pemimpin dan penggerak ) yang berkembnag dengan pesat serta menghasilkan keuntungan – keuntungan besar, dimana pada umumnya
Universitas Sumatera Utara
keuntungan – keuntungan ini diinvestasikan kembali kedalam industri – industri yang baru maupun semula. Dan demikian seterusnya perkembangan berbagai bidang industri ini dapat mendorong kemajuan dan pembaruan perekonomian nasional untuk selanjutnya.
d. Tahap Gerak Menuju Kematangan ( The Drive To Maturity ) Dalam tahap gerak menuju kematangan ini, perekonomian negara yang bersangkutan telah matang, dimana pemakaian ilmu pengetahuan dan teknologi yang modern telah berkembang dan meluas ke seluruh bidang dan sector perekonomian. Pada tahap ini sebagai keadaan momentum yaitu dimana perekonomian dalam masyarakat yang bersangkutan telah dapat berjalan dan berkembang atas kekuatan sendiri. Pada tahap ini telah tercapai kemajuan ekonomi dan kemakmuran pada tingkat yang sangat tinggi, perekonomian telah maju ke tingkat yang sedemikian
rupa
sehingga tingkat pendapatan dan konsumsinya telah sangat tinggi sekali, pada umunya setiap penduduk dalam masyarakat dan negaranya telah memiliki tingkat konsumsi berlebihan yang sangat jauh melampaui pemenuhan kebutuhan pokoknya dalam hal makanan, pakaian, perumhan dan lainnya.
e. Tahap Era Konsumsi Tinggi Secara Massa ( The Age Of High Mass Consumption ) Era konsumsi massa besar – besaran ini ditandai dengan migrasi penduduk ke wilayah pinggiran kota, pemakaian mobil secara luas, serta meluasnya pemakaian barang – barang konsumsi dan peralatan rumah tangga yang tahan lama. Pada tahap ini, keseimbangan dan arah perhatian masyarakat beralih orientasi dari penawaran ke
Universitas Sumatera Utara
permintaan, dari persoalan produksi ke persoalan konsumsi dan kesejahteraan dalam arti luas. Kecenderungan kepada konsumsi besar – besaran atas barang yang tahan lama, ketiadaan pengangguran, dan peningkatan kesadaran akan jaminan social dapat pula membawa masyarakatnyakepada laju pertumbuhan penduduk yang relative semakin tinggi.
2.1.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi dapat dipengaruhi oleh faktor ekkonomi dan faktor non ekonomi. 1.Faktor Ekonomi a. Sumber Daya Alam Sumber daya alam atau tanah meliputi luas dan kesuburan tanah, letak dan susunannya, kekayaan hutan, sumber mineral, iklim, sumber air, sumber lautan dan sebagainya. b. Sumber Daya Manusia atau Tenaga Kerja Sumber daya manusia merupakan tenaga kerja dalam proses produksi dan pembangunan memegang peranan penting juga. Dalam hal ini peranan SDM tersebut dalam proses produksi dan pembangunan pertama – tama ditentukan oleh jumlah serta kualitas tenaga kerja yang tersedia. c. Permodalan atau Akumulasi Modal Permodalan merupakan persediaan faktor produksi yang secara fisik dapat dihasilkan maupun diproduksi. Jika stok
modal meningkat dalam jangka waktu
tertentu dikatakan terjadinya akumulasi modal atau pembentukan modal. Dalam
Universitas Sumatera Utara
pengertian ini pembentukan modal merupakan investasi yang menaikkan stok modal yang kemudian dapat meningkatkan output nasional dan pendapatan nasional. d. Tenaga Manajerial atau Organisasi Produksi Organisasi produksi merupakan bagian penting dalam proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Organisasi ini berkaitan dengan penggunaan faktor produksi dalam berbagai kegiatan perekonomian dan pembangunan. Organisasi ini bersifat melengkapi atau komplementer terhadap tenaga kerja dan modal serta membantu meningkatkan produktivitas. Organisasi produksi ini dilaksanakan dan diatur oleh tenaga manajerial dalam berbagai kegiatannya sehari – hari. e. Kemajuan dan Pemanfaatan Teknologi Kuznet mengemukakan lima pola penting kemajuan teknologi dalam pertumbuhan ekonnomi modern. Kelima pola tersebut adalah penemuan ilmiah yang menghasilkan penyempurnaan pengetahuan teknik, inovasi, penyempurnaan dan perluasan penemuan baru tersebut dalam kehidupan masyarakat. Selanjutnya dikemukakan bahwa inovasi meliputi dua macam hal yaitu, terjadinya penurunan biaya yang tidak menghasilkan perubahan pada kualitas produk dan berlangsungnya pembaruan yang menciptakan produk baru dan permintaan baru terhadap produk tersebut. f. Pembagian Kerja dan Perluasan Skala Produksi Pembagian kerja dan spesialisasi dalam produksi akan menimbulkan peningkatan produktivitas. Adam Smith menekankan arti pentingnya spesialisasi dan pembagian kerja bagi kemajuan dan pertumbuhan ekonomi. Adanya pembagian kerja tersebut menghasilkan kemampuan produksi dan produktivitas tenaga tenaga kerja, sehingga akan menjadi lebih efisien daripada sebelumnya, di samping itu pembagian
Universitas Sumatera Utara
kerja tersebut akan mampu pula menghasilkan ditemukannya mesin baru dan berbagai proses baru dalam proses produksi.
2. Faktor Non Ekonomi Selain faktor – faktor ekonomi yang penting dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah faktor non ekonomi, yaitu: a.Faktor Sosial b.Faktor Manusia c.Faktor Politik Keadaan politik suatu negara sangat mempengaruhi perekonomian negara tersebut, jika suatu negara mengalami krisis politik otomatis perekonomian akan terganggu dan pertumbuhan ekonomi tidak akan meningkat atau bahkan akan bisa mengalami penurunan. Budaya yang sudah mengalami kemajuan akan termotivasi untuk mencari tambahan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat, semakin beragam, dan banyaknya kebutuhan akan mendorong manusia untuk mencari pendapatan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Jumlah Penduduk Pertambahan penduduk bukanlah merupakan suatu masalah, melainkan sebaliknya justru merupakan unsur penting yang akan memacu pembangunan ekonomi. Populasi yang lebih besar adalah pasar potensial yang menjadi sumber permintaan akan berbagai macam barang dan jasa yang kemudian akan menggerakkan berbagai macam kegiatan ekonomi sehingga menciptakan skala ekonomi ( economics of scale ) produk yang menguntungkan semua pihak, menurunkan biaya – biaya produksi, dan menciptakan sumber pasokan atau penawaran tenaga kerja murah dalam jumlah yang memadai sehingga pada gilirannya merangsang ingkat output atau produksi agregat yang lebih tinggi lagi ( Todaro, 2003 ). Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor dinamika dalam perkembangan ekonomi jangka panjang, bersama dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, sumber daya alam, dan kapasitas produksi yang terpasang, dalam masyarakat yang bersangkutan. Keempat faktor dinamika itu harus dilihat dalam kaitan interaksinya satu dengan yang lainnya. Namun diantaranya peranan sumber daya manusia mengambil tempat yang sentral, khususnya dalam pembangunan ekonomi negara – negara berkembang dimana kesejahteraan manusia dijadikan tujuan pokok dari ekonomi masyarakat. Penduduk berfungsi ganda dalam perekonomian, dalam konteks pasar ia berada baik di sisi permintaan maupun di sisi penawaran. Di sisi permintaan jumlah penduduk yang besar merupakan pangsa pasar yang baik dan penduduk adalah konsumen, sumber permintaan akan barang – barang dan jasa dan di sisi penawaran penduduk yang besar juga sangat menguntungkan penduduk dalam hal produsen. Dalam konteks pembangunan, pandangan terhadap penduduk menjadi terpecah dua, ada yang mengatakan penduduk yang besar akan menghambat pembangunan
Universitas Sumatera Utara
serta beban dari pembangunan dan sebagian ahli mengatakan penduduk sebagai pemicu pembangunan. Jumlah penduduk yang besar akan memperkecil pendapatan perkapita dan akan menimbulkan masalah ketenagakerjaan dan dalam kaca mata modern penduduk justru dipandang sebagai pemicu pembangunan. Suatu kejadian produksi berlangsung adalah berkat adanya orang yang membeli dan mengkonsumsi barang – barang yang dihasilkan dan konsumsi inilah sebagai permintaan agregat yang pada gilirannya peningkatan konsumsi agregat memungkinkan usaha – usaha produktif yang berkembang dan dalam arti luas perkembangan perekonomian secara keseluruhan ( Dumairi, 1997 ). Dengan kata lain, dorongan lain yang timbul dari perkembangan penduduk adalah perluasan pasar. Luas pasar barang – barang dan jasa ditentukan oleh dua faktor penting, yaitu pendapatan masyarakat da jumlah penduduk. Maka apabila penduduk bertambah dengan sendirinya luas pasar juga akan bertambah pula. Karena peranannya ini, maka perkembangan penduduk akan merupakan perangsang bagi sector produksi untuk meningkatkan kegiatannya. Dan akhirnya, pertambahan penduduk dapat menciptakan dorongan untuk mengembangkan teknologi. Peran ini terlihat nyata di sektor pertanian. Di negara maju sejak beberapa abad yang lalu pertambahan penduduk merupakan salah satu faktor penting yang menimbulkan perbaikan teknologi pertanian. Perkembangan penduduk yang bertambah cepat bersama dengan perbaikan jaringan pengangkutan dan pertambahan tingkat pendapatan, akan selalu memperluas pasar bagi hasil – hasil pertanian. Pasar yang bertambah luas merangsang peningkatan produktivitas sektor tersebut dan ini dicapai dengan mempertinggi teknologi bercocok tanam. Bertitik tolak dalam masalah penduduk dan angkatan kerja baik secara kuantitatif maupun kualitatif wajib diberi perhatian yang utama dalam ekonomi
Universitas Sumatera Utara
pembangunan, karena kenaikan jumlah penduduk secara otomatis akan menaikkan jumlah angkatan kerja. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja secara tradisional dianggap salah satu faktor yang positif yang memacu pertumbuhan ekonomi, jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya akan lebih besar. Pertambahan penduduk dipandang sebagai faktor pendorong karena, perkembangan itu memungkinkan pertambahan jumlah tenaga kerja dari masa ke masa. Selanjutnya, pertambahan penduduk dan pemberian pendidikan kepada mereka sebelum menjadi tenaga kerja, memungkinkan sesuatu masyarakat memperoleh bukan saja tenaga kerja yang ahli, akan tetapi juga tenaga kerja terampil, terdidik, dan entrepreneur yang berpendidikan. Biasanya tiga kelompok tenaga kerja yang disebutkan belakangan ini lebih besar jumlahnya apabila tingkat pembangunan yang lebih tinggi, pertambahan penduduk dapat memberikan sumbangan yang lebih besar bagi pengembangan kegiatan ekonomi. 2.1.3.1 Posisi Penduduk Dalam Teori Pertumbuhan Ekonomi Analisis ekonomi tentang posisi penduduk sebenarnya sudah dimulai sejak Adam Smith ( 1723 – 1790 ) yang mengeumukakan bahwa system produksi suatu negara terdiri dari tiga unsur pokok yaitu: a. sumber – sumber manusiawi ( jumlah penduduk ) b.sumber – sumber alam c. stok capital yang ada Menurut Smith, sumber – sumber alam yang tersedia merupakan batas maksimum bagi pertumbuhan perekonomian. Namun Smith kurang menekankan aspek penduduk dengan menganggap, bahwa penduduk memiliki peran pasif yang
Universitas Sumatera Utara
hanya berfungsi sebagai penyedia tenaga kerja dalam proses produksi ( pertumbuhan ekonomi ). Analisis posisi penduduk dalam pembangunan ekonomi makin berkembang sejalan dengan munculnya pertumbuhan ekonomi. Dalam teori pertumbuhan ekonomi yang dikemukakan oleh berbagai ekonom selalu disinggung tentang posisi penduduk dalam pembangunan ekonomi. Sebab pertumbuhan ekonomi selalu terkait dengan jumlah penduduk. Pertumbuhan ekonomi selalu diartikan sebagai proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Istilah ‘ per kapita ‘ selalu menunjukkan ada dua sisi yang perlu diperhatikan yaitu sisi output totalnya ( GDP ) dan sisi jumlah penduduknya. Dengan demikian proses kenaikan output perkapita harus dianalisa dengan jalan melihat apa yang terjadi dengan GDP total dan apa yang terjadi dengan jumlah penduduk. Dengan kata lain, teori tersebut harus mencakup teori mengenai pertumbuhan GDP total dan teori megenai pertumbuhan jumlah penduduk. Deskripsi tentang posisi penduduk dalam teori ekonomi juga telah dikemukakan oleh Ananta dalam bukunya Mutu Modal Manusia : Suatu Pemikiran Mengenai Kualitas Penduduk. Bab I dari buku tersebut menguraikan khusus tentang posisi penduduk dalam berbagai teori ekonomi. Perhatian terhadap penduduk berfluktuasi dari teori ekonomi yang satu ke teori ekonomi yang lain. Namun umumnya penduduk dianalisis sebatas sebagai penyedia tenaga kerja. Itulah sebabnya ekonomi ketenagakerjaan yang menganalisis permintaan dan penawaran tenaga kerja mengalami perkembangan yang cukup pesat. Ekonom jaman klasik umumnya lebih memperhatikan peran penduduk dalam pertumbuhan ekonomi. Pada model klasik variabel pekerja mempunyai peranan yang penting dalam pertumbuhan ekonomi. Perhatian ini berlangsung hingga jaman Keynes. Keynes juga melihat penduduk dalam kaitan dengan employment. Keynes membahas permintaan tenaga
Universitas Sumatera Utara
kerja secara lebih mendalam dibanding penawaran tenaga kerja. Posisi penduduk dalam kajian ekonomi kemudian hilang sejak Hicks dan Hansen mengajukan model IS – LM. Di sini pasar kerja hilang dari analisis. Sejak itu analisis ekonomi ( khususnya ekonomi makro ) kehilangan minat pada masalah penduduk. Masalah kependudukan seolah – olah bukan lagi bidang yang perlu ditekuni oleh ekonom. Kerangka IS – LM sempat mendominasi buku teks ekonomi makro hingga awal dasawarsa tujuh puluhan. Perhatian ekonom terhadap masalah penduduk kembali muncul ketika para ekonom negara maju tertarik pada perekonomian negara berkembang. Kajian ekonomi di negara berkembang kemudian dikaitkan dengan kondisi dan dinamika penduduk negara tersebut. Muncullah kemudian kajian yang membahas tentang ekonomi pembangunan yang sebagian isinya sebagian mengkaji masalah – masalah kependudukan dari perspektif ekonomi.
2.1.3.2 Penduduk Optimal Analisis tentang dampak ekonomi dari dinamika penduduk juga dikemukakan oleh Alfred Sauvy dengan terminologi – terminologinya yang cukup terkenal tentang maximum population, minimum population, optimum population dan optimum economy. Menurut Sauvy, semua kehidupan spesies termasuk spesies manusia akan terus bertambah, beberapa spesies bahkan tumbuh sangat cepat. Namun demikian bertambahnya spesies dibatasi oleh kemampuan lingkungan. Karena itu spesies tidak dapat bertambah tanpa batas. Pertumbuhan spesies akan dibatasi oleh dua jenis pembatas yaitu (a) batas fisik ( phsycal seiling ) yang diartikan sebagai the total weight of the various elements making up the environtment cannot be exceed; dan (b) batas bio – kimia ( biochemical ceiling ) yaitu bobot materi biologi atau biomass yang tidak dapat dihasilkan sendiri
Universitas Sumatera Utara
oleh spesies yang bersangkutan. Batas bio – kimia jauh lebih rendah dibanding batas fisik. Kedua batas tersebut tidak menghentikan pertumbuhan spesies secara tiba – tiba, melainkan secara perlahan ketika batas itu dilampaui akibat pertumbuhan spesies. Ketika spesies meningkat jumlahnya, kelembaman lingkungan melawan pertumbuhan tersebut berlangsung lebih kuat. Tetapi kemudian spesies menggandakan upayanya ( melalui eksploitasi berlebihan ), sehingga menyebabkan lingkungan bertambah rusak dan menyerah pada tahap subsisten. Namun perlawanan lingkungan terus berlanjut sampai pada batas dimana jumlah makanan yang dibutuhkan spesies tidak lagi mencukupi. Akibatnya, spesies terpengaruh antara lain dengan meningkatnya mortalitas. Jika diasumsikan benefit yang diberikan lingkungan konstan maka apa yang terjadi dapat dilihat dari dua sisi: a. Pandangan dari aspek ekonomi, ketika penduduk meningkat maka jumlah persediaan ( supply ) per individu menurun disebabkan sumber daya alam yang terbatas. b. Pandangan dari aspek biologi, penurunan persediaan menyebabkan mortalitas meningkat dan fertilitas menurun. Kehidupan manusia primitive hampir sama dengan kehidupan spesies lainnya dimana penduduk terus bertambah sampai pada tingkat maksimum sebatas lingkungan masih mendukungnya ( maximum population ). Ketika lingkungan tidak lagi mendukungnya maka pertumbuhan spesies akan terhambat dengan sendirinya dan tercapainya kondisi penduduk minimum ( minimum population ). Dengan perkembangan teknologi dalam menggandakan sumber daya alam dan mengontrol
Universitas Sumatera Utara
mortalitas dan fertilitas maka manusia sebenarnya dapat mengendalikan jumlah populasinya sehingga mencapai tingkat optimum ( optimum population). Kajian tentang optimum population sebagaimana dikemukakan Sauvy untuk beberapa masa cukup mendapat perhatian oleh berbagai akademisi dalam diskursus ekonomi kependudukan. Konsep penduduk optimal pertama sekali diperkenankan oleh J.S Mill (1921 ). Menurut Mill jumlah optimal penduduk hanya dapat dicapai dalam suatu masyarakat yang warganya dapat diatur secara paksa. Jumlah penduduk optimal yaitu jumlah penduduk yang menghasilkan produksi perkapita tinggi. Jumlah tersebut optimal dalam arti tidak ada perubahan baik dalam jumlah maupun mutu sumber daya yang tidak dapat diperbaharui dan tersedianya modal fisik.
2.1.3.3. Teori Batas Pertumbuhan Senada dengan kecemasan Malthus dan Teori Penduduk Optimal, pada tahun 1972 terbit buku yang amat popular yang mengkaji dampak dari pertumbuhan penduduk yang demikian cepat. Buku The Limits To Growth membahas tentang berbagai keterbatasan kemampuan sumber daya dalam menyediakan berbagai kebutuhan akibat pertumbuhan penduduk yang demikian cepat. Ide buku ini pada dasarnya sejalan dengan asumsi Malthus yang menyatakan bahwa penduduk tumbuh sesuai dengan deret ukur ( exponential growth ) sementara pangan tumbuh secara deret hitung ( linier growth ). Bedanya analisis dalam buku ini lebih tajam dan luas dengan dilengkapi data dan model analsisis yang disebut sebagai “model dunia “. Model dunia yang dipakai dibuat khusus untuk meneliti lima kecenderungan utama yang dihadapi dunia yaitu (a) industrialisasi yang makin cepat; (b) pertumbuhan penduduk yang makin cepat; (c) kurang gizi yang merajalela; (d)
Universitas Sumatera Utara
makin susutnya unrenewable resources, dan (e) lingkungan hidup yang semakin rusak. Pengaruh pertumbuhan penduduk pada pembangunan ekonomi telah menarik perhatian para ahli ekonomi sejak Adam Smith menulis bukunya Wealth of Nations. Adam Smith menulis, “ Buruh tahunan setiap bangsa merupakan kekayaan yang pada mulanya memasok bangsa dengan segala kenyamanan hidup yang diperlukan “. Hanya Malthus dan Ricardo yang mencanangkan tanda bahaya mengenai dampak pertumbuhan penduduk pada perekonomian. Tetapi kekhawatiran mereka terbukti tak berdasar karena pertumbuhan penduduk di Eropa Barat justru mempercepat proses industrialisasi. Pertumbuhan penduduk membantu ekonomi negara tersebut karena mereka sudah makmur, punya modal melimpah sedang buruh kurang. Di negara seperti itu, kurva penawaran buruh pada sector industri bersifat elastis sehingga tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi bagaimanapun justru akan menaikkan produktivitas. Kenyataannya, kenaikan jumlah penduduk menghasilkan GNP ( produk nasional bruto ) yang lebih tinggi ketimbang sekedar proporsional. Akan tetapi di negara terbelakang, akibat pertumbuhan penduduk pada pembangunan tidaklah demikian karena kondisi yang berlaku sama sekali berbeda dengan kondisi pada negara berekonomi maju. Ekonomi negara terbelakang miskin, modal kurang sedang buruh melimpah. Karena itu pertumbuhan penduduk benar – benar dianggap sebagai hambatan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan penduduk yang cepat memperberat tekanan pada lahan dan menyebabkan pengangguran. Belum lagi masalah penyediaan pangan yang luar biasa banyaknya. Bahkan kebutuhan untuk menyediakan prasarana kepada rakyat cenderung mengalihkan pengeluaran negara dari aktiva produktif. Penyediaan fasilitas pendidikan dan sosial secara memadai semakain sulit terpenuhi. Tekanan penduduk kian cenderung menimbulkan masalah
Universitas Sumatera Utara
pada neraca pembayaran. Bahan pangan, barang – barang konsumen, bahan mentah, peralatan modal, dan sebagainya, perlu diimpor untuk memenuhi permintaan penduduk yang makin membengkak. Selanjutnya, kegagalan memenuhi permintaan yang meningkat seperti itu tambah memperberat tekanan inflasioner. Tak kalah pentingnya, pertumbuhan penduduk semakin menekan pendapatan perkapita, menurunkan standar kehidupan dan menurunkan tingkat pembentukan modal. Penduduk dan Standar Kehidupan. Karena salah satu faktor penting standar kehidupan adalah pendapatan perkapita, maka faktor – faktor yang mempengaruhi pendapatan perkapita dalam hubungannya dengan pertumbuhan penduduk sama – sama mempengaruhi standar kehidupan. Penduduk yang meningkat dengan cepat menyebabkan permintaan akan sandang, pangan dan papan dan sebagainya menjadi meningkat. Tetapi penawaran barang – barang ini tidak dapat ditingkatkan dalam jangka pendek lantaran kurangnya faktor pendukung seperti bahan mentah, buruh terlatih, modal dan sebagainya. Biaya dan harga barang – barang tersebut naik, sehingga biaya hidup rakyat menjadi lebih mahal. Akibatnya standar kehidupan yang sudah rendah itu menjadi semakin rendah. Kemiskinan membiakkan bolongan besar anak – anak yang justru semakin memperburuk standar kehidupan penduduk. Lingkaran setan antara kemiskinan dan standar kehidupan yang rendah ini berjalan terus semakin membelit. Akan tetapi menurut Hirschman, “ tekanan penduduk pada standar kehidupan akan melahirkan kegiatan yang dirancang untuk mempertahankan atau memperbaiki standar kehidupan sehingga kemampuan penduduk untuk menguasai lingkungannya dan untuk mengorganisasikan dirinya sendiri menjadi semakin baik”. Colin Clark juga mempunyai pandangan yang sama, dia menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk “ membawa kesulitan ekonomi bagi masyarakat yang hidup dengan metode tradisional
Universitas Sumatera Utara
; tetapi dengan tenaga yang cukup kuat masyarakat mampu menggubah metode mereka, dan dalam jangka panjang akan beralih menjadi masyarakat yang jauh lebih maju dan produktif”. Kita tidak setuju dengan pendapat Hirschman dan Colin Clark bahwa tekanan penduduk yang menyebabkan menurunnya standar kehidupan akan mendorong rakyat negara terbelakang bekerja keras untuk memperbaiki standar kehidupan mereka. Tidak ada bukti yang mendukung pandangan tersebut utama dalam kaitannya dengan negara terbelakang. Jadi akibat pertumbuhan penduduk adalah menurunkan standar kehidupan. Penduduk dan Pembangunan Pertanian. Di negara terbelakang, kebanyakan rakyat tinggal di wilayah pedesaan. Pertanian merupakan mata pencaharian utama. Oleh karena itu pertambahan penduduk akan mempengaruhi rasio lahan manusia. Tekanan penduduk lahan tidak elastis. Ini menambah pengangguran tersembunyi dan mengurangi produktivitas perkapita lebih jauh. Produktivitas perkapita yang rendah mengurangi kecenderungan untuk
menabung
dan
menginvestasi.
Akhirnya,
pemakaian teknik yang lebih baik dan perbaikan lainnya pada lahan menjadi tidak mungkin. Pembentukan modal pada pertanian begitu menyedihkan dan perekonomian terhenti pada tingkat perekonomian pangan ( subsisten ). Problem menyiapkan pangan bagi penduduk yang semakin membengkak itu menjadi bertambah gawat karena persediaan bahan makanan sangat terbatas. Kekurangan bahan makanan ini harus diimpor sehingga menimbulkan kesulitan neraca pembayaran. Jadi pertumbuhan penduduk memperlambat pembangunan pertanian dan menciptakan problem lain. Penduduk dan Lapangan Kerja. Penduduk yang meningkat dengan cepat menjerumuskan perekonomian ke pengangguran dan kekurangan lapangan kerja. Karena penduduk meningkat proporsi bekerja pada penduduk total menjadi naik. Tetapi karena ketiadaan sumber pelengkap, tidaklah mungkin untuk mengembangkan
Universitas Sumatera Utara
lapangan pekerjaan. Akibatnya tenaga buruh, pengangguran dan kekurangan lapangan kerja meningkat. Penduduk yang meningkat dengan cepat mengurangi pendapatan, tabungan dan investasi. Karenanya pembentukan modal menjadi lambat dan kesempatan kerja kurang dan dengan begitu meningkatkan pengangguran. Lebih dari itu, apabila tenaga buruh dibandingkan dengan lahan meningkat, sumber modal dan sumber lainnya, faktor komplemen yang tersedia per pekerja merosot dan akibatnya pengangguran dan kekurangan pekerjaan menjadi meningkat. Negara terbelakang ditimpa bencana pengangguran yang terus menumpuk akibat penduduk yang meningkat secara cepat. Ia cenderung memperbesar jumlah pengangguran bila dibandingkan dengan jumlah tenaga buruh sebenarnya. Di India misalnya, jumlah pengangguran selalu meningkat pada setiap Rencana Lima Tahun. Rencana Pertama bermula dengan 3,3 juta pengangguranyang kemudian naik menjadi 5,3 juta pada permulaan Rencana Kedua, Rencana Ketiga bermula dengan 7,1 juta dan pada Rencana Keempat naik dengan jumlah12 juta pengangggur. Pemecahannya bukan hanya meningkatkan kesempatan kerja yang sepadan dengan jumlah pengangguran tetapi mengendalikan penduduk secara aktif melalui program keluarga berencana. Penduduk dan Overhead Sosial. Penduduk yang berbiak dengan cepat memerlukan investasi besar di bidang overhead sosial dan pengalihan sumber – sumber dari aktiva produktif dengan segera. Kerena kurangnya sumber, negara tidak mungkin menyediakan fasilitas pendidikan, kesehatan, pengobatan, transportasi dan perumahan kepada keseluruhan penduduk. Kepadatan muncul dimana – mana. Akibatnya, kualitas pelayanan menurun. “ Jumlah penduduk yang semakin besar mengurangi kualitas diri manusia sebagai agen produktif. Kenaikan jumlah penduduk usia sekolah dan jumlah tenaga kerja buruh ikut mempeerberat beban penyediaan fasilitas pendidikan dan latihan, dn memperlambat perbaika kulaitas pendidikan. Demikian
Universitas Sumatera Utara
pula, perbaikan kesehatan penduduk “. Ini semua memerlukan investasi besar. Sebagaimnan diperkirakan usia 6 – 13 tahun pad atahun 1981 memerlukan pengeluarann sebesar Rs. 20,25 milyar dengan program perumahan memerlukan Rs. 40,7 milyar pada tahun 1981 dengan anggapan bahwa penduduk perkotaan akan naik 30% dari penduduk total selama 1956 – 1986, pengeluaran di bidang pendidikan dan perumahan diperkirakan akan meningkat menjadi Rs. 1 milyar per tahun. Penduduk dan Tenaga Buruh. Tenaga buruh di dalam suatu perekonomian adalah rasio antara penduduk yang berkerja dengan penduduk total. Dengan asumsi 50 tahun sebagai harapan hidup rata – rata di negara terbelakang, tenaga buruh pada pokoknya adalah penduduk pada kelompok usia 15 – 50 tahun. Selama tahap peralihan demografis tingkat kelahiran meningkat dan tingkat kematian menurun. Akibatnya, sebagian besar penduduk berada pada kelompok usia tenaga buruh. Adanya anak – anak dewasa di dalam tenaga buruh mengandung makna bahwa orang yang berpartisipasi pada pekerjaan produktif sebenarnya sedikit. Bahkan jika angka kelahiran mulai menurun, tenaga buruh yang tersedia bagi pekerjaan produktif pun dalam jangka pendek akan tetap sama. Sebaliknya, jumlah anak – anak menjadi turun, dan pendapatan nasional meningkat lantaran jumlah konsumen menurun. Tetapi ini hanya mungkin sesudah tahap peralihan kependudukan dilalui, sesuatu yang tidak mungkin sampai negara terbelakang dapat menurunkan tingkat kesuburan mereka. Itu tidak berarti bahwa dengan angka kelahiran yang tinggi dan angnka kematian yang rendah pada saat ini, tenaga buruh tidak meningkat. Itu hanya berarti bahwa tambahan pada kelompok usia rendah adalah lebih besar keetimbang pada kelompok usia kerja. Jadi tenaga buruh cenderung meningkat bersama naiknya jumlah penduduk. Penduduk dan Pembentukan Modal. Pertumbuhan penduduk memperlambat pembentukan modal. Jika penduduk meningkat, pendapatan perkapita ynag didapat
Universitas Sumatera Utara
menurun. Dengan pendapatan yang sama orang terpaksa memberi makan kepada anak – anak yang lebih banyak. Itu berarti bagian terbesar pendapatan terpakai untuk pengeluaran konsumsi. Tabungan yang memang sudah rendah menjadi semakin rendah. Akibatnya, tingkat investasi juga menjadi semakin rendah. Kenaikan penduduk juga akan menyebabkan pengalihan investasi modal dari kegiatan produktif langsung pada modal overhead sosial. Penduduk yang meningkat dengan cepat memerlukan penyediaan fasilits dasar yang lebih banyak dalam bentuk sekolah, jalan raya, rumah sakit, air dan sebagainya, yang kesemuanya tidak menambah produk nasional secara langsung dan segera, dengan akibat laju pertumbuhan perekonomian tetap rendah. Keuntungan dari modal yang diinvestasikan pada kegiatan langsung produktif adalah lebih tinggi dibandingkan pada modal overhead sosial. Pengalihan sumber – sumber pemerintah dari manfaat mereka yang lebih produktif kepada manfaat saat sekarang untuk memenuhi kebutuhan rakyat yang lebih mendesak, karena itu merugikan pembentukan modal. Tabungan negara dan pembentukan modal akan turun sebagai akibat dari penduduk yang tumbuh dengan cepat. Bila pendapatan turun dan pengeluatan konsumsi meningkat, sulitlah bagi pemerintah untuk memungut pajak dari rakyat. Pembebasan pajak tertentu terpaksa diberikan. Akibatnya, pendapatan negara turun sehingga mengurangi investasi dan pembentukan modal, kecuali kalau pemerintah mengambil langkah alternative lain. Juga, bila penduduk meningkat dengan cepat konsumsi domestik atas barang – barang yang diekspor meningkat dan surplus barang yang dapat diekspor menurun. Pada sisi lain, untuk memenuhi permintaan penduduk yang semakin meningkat itu diperlukan bahan makanan atau barang konsumen lain yang lebih banyak. Ini menyebabkan kenaikan impor. Kemerosotan ekspor dan kenaikan impor akan mengakibatkan kemerosotan posisi neraca pembayaran. Pemerintah mungkin terpaksa
Universitas Sumatera Utara
mengurangi pemasukan barang modal. Dan ini akan berpengaruh buruk terhadap program investasi. Akibatnya, memperlambat pembentukan modal. Akhirnya, penduduk yang tumbuh dengan cepat dengan tingkat pembentukan modal yang rendah menghasilkan pula tingkat teknologi yang rendah. Atau kita dapat mengatakan, penduduk yang meningkat secara cepat dengan menurunkan pendapatan, tabungan dan investasi memaksa rakyat menggunakan teknologi tingkat rendah yang memperlambat pembentukan modal. Kesimpulannya, penduduk yang meningkat secara cepat akan memperlambat seluruh usaha pembangunan di negara terbelakang kecuali kalau dibarengi dengan laju pembentukan modal dan kemajuan telnologi yang tinggi. Tetapi faktor yang menetralkan ini tidak ada dan akibatnya ledakan penduduk mengakibatkan produktivitas pertanian merosot, pendapatan perkapita rendah, standar keidupan rendah, pengangguran, dan tingkat pembentukan modal rendah.
2.1.4. Pendapatan Perkapita PDRB perkapita sebagai proxy dari pendapatan perkapita merupakan gambaran nilai tambah yang bisa diciptakan oleh masing-masing penduduk akibat dan adanya aktivitas produksi. Sedangkan PDRN perkapita merupakan gambaran pendapatan yang diterima oleh masing-masing penduduk sebagai keikutsertaannya dalam proses produksi. Data tersebut diperoleh dengan cara membagi total nilai PDRB / PDRN dengan jumlah penduduk pertengahan tahun (karena penyebarannya dianggap lebih merata) Kedua indikator tersebut biasanya digunakan untuk mengukur tingkat kemakmuran penduduk suatu daerah. Apabila data tersebut disajikan secara berkala akan menunjukkan adanya perubahan kemakmuran.
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya untuk mengetahui laju pembangunan ekonomi suatu negara dan perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakatnya, perlu diketahui tingkat pertambahan pendapatan nasional dan besarnya pendapatan perkapita. Besarnya pendapatan nasional akan menentukan besarnya pendapatan perkapita. Pendapatan perkapita sering dianggap sebagai gambaran dari tingkat kesejahteraan. Dimana pendapatan perkapita yang tinggi dianggap sebagai peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Besarnya
pendapatan
perkapita
sangat
erat
kaitannya
dengan
pertambahan jumlah penduduk. Apabila peningkatan pendapatan lebih besar dibandingkan dengan peningkatan jumlah penduduk, maka pendapatan perkapita juga akan meningkat. Peningkatan pendapatan berarti juga peningkatan pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain, pendapatan perkapita juga dapat digunakan sebagai gambaran dari pertumbuhan ekonomi. Untuk
mempertahankan
tingkat
pendapatan
perkapita
atau
tingkat
kesejahteraan relatif perlu dicapai tingkat pertambahan pendapatan nasional yang sama dengan tingkat pertambahan penduduk. Pendapatan nasional dan pendapatan perkapita itu sendiri akan naik apabila produktivitas perkapita mengalami kenaikan. Untuk menaikkan produktivitas berarti pula harus adanya perubahan struktur ekonomi, produksi, teknik produksi serta masyarakat statis berkembang menjadi masyarakat yang dinamis. Jadi untuk mengetahui lajunya pembangunan tidak cukup dengan melihat dari segi pendapatan perkapita saja, akan tetapi harus diikuti dengan perubahan dalam struktur ekonomi dan struktur masyarakatnya. Dengan kata lain pembangunan ekonomi bisa dikatakan ada kemajuan apabila pendapatan nasional atau pendapatan perkapita naik diikuti dengan perubahan struktur ekonomi, teknik produksi, adanya modernisasi dan masyarakat tradisional berkembang menjadi masyarakat yang dinamis yang berpikir rasional ekonomi dalam tindakan –
Universitas Sumatera Utara
tindakannya. Tingkat produktivitas itulah sebenarnya yang dapat memberikan gambaran nyata tentang keadaan ekonomi suatu negara. Produktivitas menurut Soemitro diartikan sebagai perbandingan antara input – output, sedangkan produktivitas perkapita adalah besarnya produksi yang dihasilkan per jiwa, per satu jam kerja ( productivity man per hour ) yang dapat dicari dengan rumus: Y/N x h Y = pendapatan nasional N = jumlah tenaga kerja h = jumlah jam kerja rata – rata. Tingkat produktivitas juga bisa dilihat dari Incremental Capital Output Ratio (ICOR), yaitu perbandingan antara capital yang diinvestasikan dengan satuan output bila ICOR meningkat maka produktivitasnya rendah. Pada negara – negara yang sedang berkembang tingkat produktivitasnya masih rendah ini, hal ini dipengaruhi oleh beberapa factor ekonomis dan non ekonomis dalam pembangunan. Factor – factor ekonomis dan non ekonomis yang menpengaruhi produktivitas adalah: - Jumlah dan mutu faktor produksi yang terbatas. Semakin banyak jumlah dan semakin baik mutu modal, tenaga kerja, alam dan skill yang dimiliki oleh suatu negara, produktivitas akan semakin besar. - Alokasi dari sumber – sumber, artinya perimbangan – perimbangan cara pemakaian faktor – faktor produksi diantara berbagai factor ekonomi dalam
masyarakat
bersangkutan dan kombinasi faktor – faktor tersebut dalam sector ekonomi yang bersangkutan. - Distribusi pendapatan yang adil. Artinya, adanya distribusi pendapatan yang adil akan mendorong semangat kerja dan apabila semangat kerja meningkat otomatis produktivitas pun akan naik.
Universitas Sumatera Utara
- Aspek – aspek masyarakat. Kegiatan ekonomi berlangsung dalam suatu masyarakat, karena itu dalam pembangunan tidak lepas dan harus memperhitungkan corak hidup, kebudayaan tradisi, politik dan nilai – nilai social masyarakat. Kebiasaan – kebiasaan masyarakat dalam melaksanakan tindakan - tindakan yang kurang produktif dan tindakan yang didorong oleh rasa prestise hendaknya dikurangi, serta masyarakat harus didorong untuk bertindak ekonomi pertumbuhan. Cara berpikir masyarakat merupakan pra – kondisi untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang sehat dan dinamis di berbagai negara berkembang dewasa ini.
2.1.5. Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut ( Mangkoesoebroto, 1993 ). Di Indonesia, pengeluaran pemerintah terbagi atas 2 klasifikasi, yaitu pengeluaran
rutin
pemerintah
dan
pengeluaran
pembangunan.
Pengeluaran
pembangunan merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk membiayai program – program pembangunan. Semakin besar pengeluaran pemerintah untuk membiayai program pembangunan, berarti semakin tinggi tingkat pembangunan ekonomi di wilayah tersebut. Semakin besar pembangunan wilayah berati semakin besar pula kegiatan ekonominya. Hal ini akan memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Menurut Wagner, ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat, yaitu tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan nasional, perkembangan atau pertumbuhan ekonomi,
Universitas Sumatera Utara
perkembanagan
demokrasi
dan
ketidakefisienan
birokrasi
yang
mengiringi
perkembangan pemerintahan. Teori Pengeluaran Pemerintah a. Model Pembangunan tentang Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah oleh WW. Rostow dan Musgrave (2003). Teori ini menghubungkan pengeluaran pemerintah dengan tahapan-tahapan pembangunan ekonomi. Pada tahap awal perkembangan, menurut mereka rasio pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional relative besar. Hal ini dikarenakan padatahap ini pemerintah harus menyediakan berbagai sarana dan prasarana. Pada tahap mengengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan guna memacu pertumbuhan agar dapat lepas landas. Dalam suatu proses pembangunan, menurut Musgrave rasio investasi total terhadap pendapatan nasional semakin besar tetapi rasio investasi pemerintah terhadap pendapatan nasional akan semakin mengecil. Sementara itu Rostow berpendapat bahwa pada tahap lanjut pembangunan terjadi peralihan aktivitas pemerintah, dari penyediaan prasarana ekonomi ke pengeluaran-pengeluaran untuk pelayanan social seperti kesehatan dan pendidikan. b. Hukum Wagner Pengamatan empiris Wagner (2005) terhadap Negara-negara Eropa, AS, dan Jepang pada abad ke-19 menunjukkan bahwa aktivitas pemerintah dalam perekonomian cenderung semakin meningkat. Wagner mengukur perbandingan pengeluaran pemerintah terhadap produk nasional. Wagner menamainya sebagai hukum aktivitas pemerintah yang selelu meningkat (law of ever increasing stste activity).
Universitas Sumatera Utara
c. Teori Peacock dan Wiseman Pandangan
mereka mengenai pengeluaran pemerintah adalah bahwa
pemerintah senantiasa berusaha untuk
memperbesar pengeluaran sedangkan
masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk Membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Menurut mereka, perkembangan ekonomi menyebabkan pungutan pajak meningkat yang meskipun tarif pajaknya mungkin tidak berubah pada gilirannya mengakibatkan pengeluaran pemerintah meningkat pula. Jadi dalam keadaan normal, kenaikan pendapatan nasional menaikkan pula baik penerimaan maupun pengeluaran pemerintah. Klasifikasi Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah dapat dinilai dari berbagai segi sehingga dapat dibedakan menjadi: a. Pengeluaran itu merupakan investasi yang menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi di masa – masa mendatang. b. Pengeluaran itu langsung memberikan kesejahteraan dan kegembiraa bagi masyarakat. c. Merupakan penghematan pengeluaran yang akan datang d. Menyediakan kesempatan kerja lebih banyak dan penyebaran tenaga beli yang lebih luas. Pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menurut dua klasifikasi, yaitu: 1.Pengeluaran Rutin Pengeluaran rutin yaitu pengeluaran untuk pemeliharaan atau penyelenggaraan roda pemerintahan sehari – hari, meliputi : belanja pegawai, belanja barang, berbagai
Universitas Sumatera Utara
macam subsidi ( subsidi daerah dan subsidi harga ), angsuran dan bunga utang pemerintah, serta jumlah pengeluaran lain. Anggaran belanja rutin memegang peranan penting untuk menunjang kelancaran mekansime sistem pemerintahan serta upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas yang pada gilirannya akan menunjang tercapainya sasaran dan tujuan setiap tahap pembangunan. Penghematan dan efisiensi pengeluaran rutin perlu dilakukan untuk menambah besarnya tabungan pemerintah yang diperlukan untuk pembiayaan pembangunan nasional. Penghematan dan efisiensi tersebut antara lain melalui penajaman alokasi pengeluaran rutin, pengendalian dan koordinasi pelaksanaan pembelian barang dan jasa kebutuhan departemen / lembaga negara non departemen dan pengurangan berbagai macam subsidi secara bertahap. 2.Pengeluaran Pembangunan Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan fisik dan nonfisik. Dibedakan atas pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek. Pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk membiayai program – program pembangunan sehingga anggarannya selalu disesuaikan dengan dana yang dimobilisasi. Dana ini kemudian dialokasikan pada berbagai bidang sesuai dengan prioritas yang telah direncanakan. Dalam teori ekonomi makro, pengeluaran pemerintah terdiri dari tiga pos utama yang dapat digolongkan sebagai berikut: a. Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa. b. Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai, perubahan gaji pegawai mempunyai pengaruh terhadap proses makro ekonomi, dimana perubahan gaji pegawai akan mempengaruhi tingkat permintaan secara tidak langsung.
Universitas Sumatera Utara
c. Pengeluaran pemerintah untuk transfer payment. Transfer payment adalah bukan pembelian barang dan jasa oleh pemerintah di pasar barang, pos ini mencatat pembayaran atau pemberian pemerintah langsung kepada warganya yang meliputi misalnya, pembayaran subsidi atau bantuan langsung kepada berbagai golongan masyarakat, pembayaran pensiun, pembayaran bunga untuk pinjaman pemerintah kepada masyarakat. Secara ekonomis transfer payments mempunyai status dan pengaruh yang sama dengan pos gaji pegawai, meskipun secara adminsitrasi keduanua berbeda ( Boediono, 2001 ). Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat dipakai sebagai indicator besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh pengeluaran pemerintah itu. Semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah semakin besar pula pengeluaran pemerintah yang bersangkutan.
2.1.6. Ketimpangan Antardaerah Kesenjangan dapat diterjemahkan sebagai gap antara yang tertinggi dan yang terendah. Dalam konteks ekonomi aspek “keadilan dan pemerataan” selain dapat ditinjau berdasarkan hubungan interpersonal, namun dapat pula ditinjau menurut perbandingan antar daerah (Raksaka Mahi, 2000) Beberapa kriteria bagi sebuah ukuran ketimpangan yang baik memenuhi beberapa syarat seperti: a. Tidak tergantung pada nilai rata-rata (mean independence). Ini berarti bahwa jika semua pendapatan bertambah dua kali lipat, ukuran ketimpangan tidak akan berubah. b. Tidak tergantung pada jumlah penduduk (population size independence). Jika penduduk berubah, ukuran ketimpangan seharusnya tidak berubah, jika kondisi lain tetap (ceteris paribus).
Universitas Sumatera Utara
c. Simetris. Jika antar penduduk bertukar tempat tingkat pendapatannya, seharusnya tidak akan ada perubahan dalam ukuran ketimpangan. d. Sensitivitas Transfer Pigou-Dalton. Dalam kriteria ini, transfer pandapatan dari si kaya ke si miskin akan menurunkan ketimpangan. e. Dapat didekomposisi Hal ini berarti bahwa ketimpangan mungkin dapat didekomposisi (dipecah) menurut kelompok penduduk atau sumber pendapatan atau dalam dimensi lain. f. Dapat diuji secara statistik Seseorang harus dapat menguji signifikansi perubahan indeks antarwaktu. Pada saat membahas kesejangan pendapatan golongan penduduk akan terkait dengan perbandingan kesenjangan antara kelompok yang kaya dan kelompok yang miskin, ini menimbulkan konsep “garis kemiskinan “ (poverty line) yang menunjukkan batas terendah untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia. Penduduk yang berada digaris kemiskinan (absolute poverty ) apabila pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan paling pokok seperti sandang, pangan, perumahan, pendidikan kesehatan dan lainnya. Peningkatan pendapatan perkapita memang menunjukkan tingkat kemajuan perekonomian suatu daerah. Namun meningkatnya pendapatan perkapita tidak selamanya menunjukkan bahwa distribusi pendapatan telah merata. Seringkali di negara-negara berkembang dalam perekonomiannya lebih menekankan penggunaan modal daripada penggunaan tenaga kerja sehingga keuntungan dari perkonomian tersebut hanya dinikmati sebagian masyarakat saja. Apabila ternyata pendapatan
Universitas Sumatera Utara
nasional tidak dinikmati secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi ketimpangan dalam distribusi pendapatan. Berkaitan dengan pembangunan ekonomi regional, Williamson (1965) menyatakan bahwa dalam tahap awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan pembangunan terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu. Pada tahap yang lebih maju, dilihat dari pertumbuhan ekonomi, tampak bahwa keseimbangan antar daerah dan disparitas berkurang dengan signifikan. Myrdal (1957) menyatakan bahwa tingkat kemajuan ekonomi antar daerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang merugikan (backwash effect) mendominasi pengaruh yang menguntungkan (spread effect) terhadap pertumbuhan daerah, dalam hal ini mengakibatkan proses ketidakseimbangan. Pelaku-pelaku yang memiliki kekuatan di pasar secara normal akan meningkat bukannya menurun, sehingga mengakibatkan ketimpangan antar daerah (Arsyad, 1999). Ketimpangan antar daerah juga disebabkan oleh mobilisasi sumber-sumber daya yang dimiliki oleh suatu daerah. Sumber-sumber daya tersebut antara lain akumulasi modal, tenaga kerja, dan sumber daya alam yang dimiliki. Adanya heterogenitas dan beragam karateristik suatu wilayah menyebabkan kecenderungan terjadinya ketimpangan antar daerah dan antar sektor ekonomi suatu daerah. Melihat fakta ini dapat dikatakan bahwa disparitas regional merupakan konsekuensi dari pembangunan itu sendiri. Pendapatan perkapita banyak digunakan sebagai tolak ukur untuk mengukur ketimpangan dalam suatu daerah. Pendapatan ini tidak dilihat dari tinggi tidaknya pendapatan melainkan apakah pendapatan tersebut terdistribusikan secara merata atau tidak ke seluruh masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Penyebab Ketimpangan Antardaerah 1. Perbedaan Kandungan Sumber Daya Alam Penyebab pertama yang mendorong timbulnya ketimpangan antardaerah adalah adanya perbedaan yang sangat besar dalam kandungan sumber daya alam pada masing – masing daerah. Sebagaiman diketahui bahwa perbedaan kandungan sumber daya alam di Indonesia ternyata cukup besar. Ada daerah yang mempunyai minyak dan gas alam , tetapi daerah lain tidak mempunyai. Ada daerah yang mempunyai deposit batubara yang cukup besar, tapi daerah lain tidak ada. Demikian pula halnya dengan tingkat kesuburan lahan yang juga sangat bervariasi sehingga mempengaruhi upaya untuk mendorong pembangunan pertanian pada masing – masing daerah. Perbedaan kandungan sumber daya alam ini jelas akan mempengaruhi kegiatan produksi pada daerah yang bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumber daya alam yang cukup tinggi akan dapat memproduksi barang – barang tertentu dengan biaya yang relatif murah dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam yang lebih rendah. Kondisi ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan menjadi lebih cepat. Sedangkan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber adaya alam yang lebih kecil hanya akan dapat memproduksi barang – barang dengan biaya produksi yang lebih tinggi sehingga daya saingnya menjadi lemah. Kondisi tersebut menyebabkan daerah yang bersangkutan cenderung mempunyai pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat. Dengan demikian terlihat bahwa perbedaan kandungan sumber daya alam ini dapat mendorong terjadinya ketimpangan pembangunan antardaerah yang lebih tinggi pada suatu negara.
Universitas Sumatera Utara
2. Perbedaan Kondisi Demografi Faktor utama lainnya yang juga dapat mendorong terjadinya ketimpangan antardaerah adalah bilamana terdapat perbedaan kondisis demografis yang cukup besar antardaerah. Kondisi demografis yang dimaksudkan disini meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku dan kebiasaan serta etos kerja yang dimiliki masyarakat daerah yang bersangkutan. Kondisi demografis ini akan dapat mempengaruhi ketimpangan antardaerah karena hal ini akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat pada daerah yang bersangkutan. Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan. Sebaliknya, bila pada suatu daerah tertentu kondisi demografisnya kurang baik maka hal ini akan menyebabkan relatif rendahnya produktivitas kerja masyarakat setempat yang menimbulkan kondisi yang kurang menarik bagi penanaman modal sehingga pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan akan menjadi lebih rendah. 3. Kurang Lancarnya Mobilitas Barang dan Jasa Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa dapat pula mendorong terjadinya peningkatan keimpangan antardaerah. Mobilitas barang dan jasa ini meliputi kegiatan perdagangan antardaerah dan migrasi baik yang disponsoro pemerintah (transmigrasi) atau migrasi spontan. Alasannya adalah karena bila mobilitas tersebut kurang lancar maka kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat dijual ke daerah lain yang membutuhkan. Demikian pula halnya dengan migrasi yang kurang lancar menyebabkan kelebihan tenaga kerja suatu daerah yang tidak dapat dimanfaatkan oleh
Universitas Sumatera Utara
daerah lain yang sangat membutuhkannya. Akibatnya, ketimpangan antardaerah akan cenderung tinggi karena kelebihan suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang membutuhkan, sehingga daerah terbelakang sulit mendorong proses pembangunannya. Karena itu tidaklah mengherankan bilamana ketimpangan antardaerah akan cenderung tinggi pada negara yang sedang berkembang dimana mobilitas barang dan jasa kurang lancar dan masih terdapatnya bebarapa daerah yang terisolir. 4. Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah Terjadinya konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup tinggi pada wilayah tertentu jelas akan mempengaruhi ketimpangan antardaerah. Pertumbuhan ekonomi daerah akan cenderung lebih cepat pada daerah dimana terdapat konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup besar. Kondisi tersebut selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat. Demikian pula sebaliknya, bilaman konsentrasi kegiatan ekonomi pada suatu daerah relatif rendah selanjutanya juga mendorong terjadi pengangguran dan rendahnya tingkat pendapatan masyarakat setempat. Konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut dapat disebabkan oleh bebarapa hal. Pertama, karena terdapatnya sumberdaya alam yang lebih banyak pada daerah tertentu, misalnya minyak bumi, gas , batubara dan bahan mineral lainnya. Disamping itu terdapat lahan yang subur juga turut mempengaruhi, khususya menyangkut dengan pertumbuhan kegiatan pertanian. Kedua, meratanya fasilitas transportasi, baik darat, laut dan udara, juga ikut mempengaruhi konsentrasi kegiatan ekonomi antardaerah. Ketiga, kondisi demografis ( kependudukan ) juga ikut mempengaruhi karena kegiatan ekonomi akan cenderung terkonsentrasi dimana sumber daya manusia tersedia dengan kualitas yang lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
5. Alokasi Dana Pembangunan Antardaerah Tidak dapat disangkal bahwa investasi merupakan salah satu yang sangat menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Karena itu, daerah yang dapat alokasi investasi yang lebih besar dari pemerintah, atau dapat menarik lebih banyak investasi swasta akan cenderung mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih cepat. Kondisi ini tentunya akan dapat pula mendorong proses pembangunan daerah melalui penyediaan lapangan kerja yang lebih banyak dan tingkat pendaatan perkapita yang lebih tinggi. Demikian pula sebaliknya terjadi bilamana investasi pemerintah dan swasta yang masuk ke suatu daerah ternyata lebih rendah. Alokasi investasi pemerintah ke daerah lebih banyak ditentukan oleh sistem pemerintahan daerah yang dianut. Bila sistem pemerintahan daerah yang dianut bersifat sentralistik, maka alokasi dana pemerintah akan cenderung lebih banyak dialokasikan pada pemerintah pusat, sehingga ketimpangan antardaerah cenderung tinggi. Akan tetapi sebaliknya bilamana sistem pemerintahan yang dianut adalah otonomi atau federal, maka dana pemerintah akan lebih banyak dialokasikan ke daerah sehingga ketimpangan pembangunan antardaerah akan cenderung lebih rendah. Tidak demikian halnya dengan investasi swasta yang lebih banyak ditentukan oleh kekuatan pasar. Dalam hal ini kekuatan yang berperan banyak dalam menarik investasi swasta ke suatu daerah adalah keuntungan lokasi yanng dimiliki oleh suatu daerah, sedangkan keuntungan lokasi tersebut ditentukan pula oleh ongkos transpor baik untuk bahan baku dan hasil produksi yang harus dikeluarkan pengusaha, perbedaan upah buruh, konsentrasi pasar, tingkat persaingan usaha dan sewa tanah. Termasuk ke dalam keuntungan lokasi ini adalah keuntungan aglomerasi yang timbul karena terjadinya konsentrasi beberapa kegiatan ekonomi terkait pada suatu daerah
Universitas Sumatera Utara
tertentu. Karena itu, tidaklah mengherankan bilamana investasi cenderung lebih banyak terkonsentrasi di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Kondisi ini menyebabkan perkotaan cenderung tumbuh lebih cepat dibandingkan denga daerah pedesaan. Adapun yang menjadi akibat dari ketimpangan tersebut terhadap keadaan masing – masing daerah adalah: 1. Banyak Wilayah – Wilayah yang Masih Tertinggal dalam Pembangunan Masyarakat yang berada di wilayah tertinggal pada umumnya masih belum banyak tersentuh oleh program – program pembangunan sehingga akses terhadap pelayanan sosial, ekonomi dan politik masih sangat terbatas serta terisolir dari wilayah di sekitarnya. Oleh karena itu kesejahteraan kelompok masyarakat yang hidup di wilayah tertinggal memerlukan perhatian dan keberpihakan pembangunan yang besar dari pemerintah. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan wilayah tertinggal, termasuk yang masih dihuni oleh komunitas adat terpencil antara lain: (a) terbatasnya akses transportasi yang menghubungkan wilayah tertinggal dengan wilayah yang relatif lebih maju; (b) kepadatan penduduk relatif rendah dan tersebar; (c) kebanyakan wilayah – wilayah ini miskin sumber daya, khususnya sumber daya alam dan manusia; (d) belum diprioritaskannya pembangunan di wilayah tertinggal oleh pemerintah daerah karena dianggap tidak menghasilkan pendapatan asli daerah ( PAD ) secara langsung; (e) belum optimalnya dukungan sektor terkait untuk pengembangan wilayah – wilayah ini. 2. Belum Berkembangnya Wilayah – Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh Banyak wilayah – wilayah yang memiliki produk unggulan dan lokasi strategis belum dikembangkan secara optimal. Hal ini disebabkan, antara lain: (a) adanya keterbatasan informasi pasar dan tekonologi untuk pengembangan produk unggulan;
Universitas Sumatera Utara
(b)
belum
adanya
sikap
profesionalisme
dan
kewirausahaan
dari
pelaku
pengembangan kawasan di daerah; (c) belum optimalnya dukungan kebijakan nasional dan daerah yang berpihak pada petani dan pelaku swasta; (d) belum berkembnagnya infrastruktur kelembagaan yang berorientasi pada pengelolaan pengengembangan usaha yang berkelanjutan dalam perekonomian daerah; (e) masih lemahnya koordinasi, sinergi dan kerja sama diantara pelaku – pelaku pengembangan kawasan baik pemerintah, swasta, lembaga non pemerintah dan masyarakat serta anatara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten / kota dalam upaya meningkatkan daya saing produk unggulan; (f) masih terbatasnya akses petani dan pelaku usaha kecil terhadap modal pengembangan usaha, input produksi, dukungan teknologi dan jaringan pemasaran dalam upaya mengembangkan peluang usaha dan kerja sama investasi; (g) keterbatasan jaringan prasarana dan sarana fisik dan ekonomi dalam mendukung pengembangan kawasan dan produk unggulan daerah; serta (h) belum optimalnya pemanfaatan kerangka kerja sama antarwilayah maupun antarnegara untuk mendukung peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan. Sebenarnya, wilayah strategis dan cepat tumbuh ini dapat dikembangkan secara lebih cepat, karena memiliki produk unggulan yang berdaya saing. Jika sudah berkembang, wilayah – wilayah tersebut diharapkan dapat berperan sebagai penggerak bagi pertumbuhan ekonomi di wilayah – wilayah sekitarnya yang miskin sumber daya dan masih terbelakang. 3. Wilayah Perbatasan dan Terpencil Kondisinya Masih Terbelakang Wilayah perbatasan, termasuk pulau – pulau kecil terluar memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar, serta merupakan wilayah yang sangat strategis bagi pertahanan dan keamanan negara. Namun demikian, pembangunan di beberapa wilayah perbatasan masih sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan pembangunan
Universitas Sumatera Utara
di wilayah negara tetangga. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di daerah ini umumnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan kondisi sosial ekonomi warga negara tetangga. Hal ini telah mengakibatkan timbulnya berbagai kegiatan ilegal di daerah perbatasan yang dikhawatirkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan berbagai kerawanan sosial. Permasalahan utama dari ketertinggalan pembangunan di wilayah perbatasan adalah arah kebijakan pembangunan kewilayahan yang selama ini cenderung berorientasi ’ inward looking ’sehingga seolah – olah kawasan perbatasan hanya menjadi halaman belakang dari pembangunan daerah. Akibatnya, wilayah – wilayah perbatasan dianggap bukan merupakan wilayah prioritas pembangunan oleh pemerintah. Sementara itu daerah – daerah pedalaman yang ada juga sulit berkembang terutama karena lokasinya sangat terisolir dan sulit dijangkau. Diantaranya banyak yang tidak berpenghuni atau sangat sedikit jumlah penduduknya, serta belum tersentuh oleh pelayanan dasar pemerintah. 4. Kesenjangan Pembangunan antara Desa dan Kota Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di pedesaan umumnya masih jauh tertinggal dibandingkan dengan
mereka yang tinggal di perkotaan. Hal ini
merupakan konsekuensi dari perubahan struktur ekonomi dan proses industrialisasi, dimana investasi ekonomi oleh swasta maupun pemerintah ( infrastruktur dan kelembagaan ) cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan. Selain daripada itu, kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan masih banyak yang tidak sinergis dengan kegiatan ekonomi yang dikembangkan di wilayah pedesaan. Akibatnya, peran kota yang diharapkan dapat mendorong perkembangan pedesaan ( trickling down effects ), justru memberikan dampak yang merugikan pertumbuhan pedesaan ( backwash effects ).
Universitas Sumatera Utara
5. Rendahnya
Pemanfaatan
Rencana
Tata
Ruang
Sebagai
Acuan
Koordinasi Pembangunan Lintas Sektor dan Wilayah Pembangunan yang dilakukan di suatu wilayah saat ini masih sering dilakukan tanpa
mempertimbangkan
keberlanjutannya.
Keinginan
untuk
memperoleh
keuntungan ekonomi jangka pendek seringkali menimbulkan keinginan untuk mengeksploitasi sumber daya alam secara berkelebihan sehingga menurunkan kualitas ( degradasi ) dan kuantitas ( deplesi ) sumber daya alam dan lingkungan hidup. Selain itu, seringkali pula terjadi konflik pemanfaatan ruang antarsektor , contohnya adalah terjadinya konflik antar kehutanan dan pertambangan. Salah satu penyebab terjadinya permasalahan tersebut adalah karena pembangunan yang dilakukan dalam wilayah tersebut belum menggunakan ” Rencana Tata Ruang ” sebagai acuan koordinasi dan sinkronisasi pembangunan antarsektor dan antarwilayah. Otonomi daerah harus benar-benar diarahkan pada optimalisasi manfaat yang akan diterima oleh masyarakat, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Jika otonomi tidak dilaksanakan dengan pertimbangan-pertimbangan tadi, atau rendahnya komitmen serta kesiapan daerah dalam melaksanakan otonomi tersebut, bukannya akan menimbulkan efek positif dalam pemberdayaan ekonomi daerah, tetapi justru mengancam kondisi perekonomian secara keseluruhan. Pembangunan yang dilakukan di daerah-daerah pada dasarnya adalah juga pembangunan nasional. Atas dasar pemikiran itu, muncul pendekatan pembangunan atas dasar sektor-sektor kegiatan tanpa memperhatikan lokasinya. Namun, dalam perkembangannya pendekatan tersebut dirasakan kurang lengkap, karena kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua daerah memiliki kondisi dan potensi yang sama, sehingga muncul permasalahan kesenjangan (inequality) dan inefisiensi dalam pembangunan.
Universitas Sumatera Utara
Masih dalam tataran konsepsi pembangunan nasional, muncul pendekatan yang lebih memperhatikan kondisi dan potensi setiap region dalam suatu negara tertentu, yaitu pendekatan pembangunan regional. Pendekatan pembangunan regional, pada babak selanjutnya terus berkembang dan menjadi perhatian baik di kalangan praktisi maupun di kalangan akademisi. Yang semula banyak didasarkan atas pertimbangan ekonomi saja, kemudian diintegrasikan dengan perkembangan masyarakat yang makin menuntut kualitas dan kuantitas pelayanan dari pemerintah serta tuntutan kemandirian dan partisipasi pembangunan. Kini masalah kebijakan pembangunan regional tidak lagi hanya dikaitkan dengan masalah efisiensi dan pemerataan saja, melainkan pula dikaitkan dengan masalah pelayanan kepada masyarakat dan perkembangan aspirasi masyarakat tersebut. Kebijakan pembangunan merupakan unit pemerintahan pada tingkat manapun yang mengimplementasikannya, secara ekonomis ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu indikator terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah meningkatnya pendapatan perkapita. Dan peningkatan pendapatan perkapita ini bisa dicapai apabila terjadi pertumbuhan dalam bidang ekonomi. Bagi masyarakat di daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten / Kota ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999, jelas merupakan prospek yang menjanjikan adanya perubahan dan perbaikan kinerja kebijakannya termasuk kinerja kebijakan ekonomi makronya. Hal ini didasarkan kepada kenyataan bahwa pemerintah daerah sekarang ini telah diberikan keleluasaan dalam perumusan dan penetapan kebijakan daerah, dan untuk melaksanakan kebijakan tersebut telah dialokasikan dana perimbangan dari kas negara.
Universitas Sumatera Utara
Otonomi daerah dalam bidang fiskal sebagaimana tertuang dalam kedua undang-undang tersebut, termasuk Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pada dasarnya merupakan instrumen yang paling memungkinkan bagi daerah, terutama daerah kabupaten / kota, untuk mampu berperan dalam memberdayakan ekonomi daerahnya. Akan tetapi kebijakan tersebut bukan tidak ada bahayanya, terutama jika implementasi kebijakan tersebut tidak dilengkapi dengan instrumen pengendalian yang memadai oleh pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah propinsi sebagai wakil pemerintah pusat. Pengeluaran (expenditure atau spending) pemerintah daerah yang tidak terkendali yang bersumber dari PAD, Dana Perimbangan ataupun pinjaman daerah (Dalam Negeri maupun Luar Negeri) sehingga mengakibatkan defisit yang berlebihan, akan berdampak kepada kondisi stabilitas makro ekonomi. Dalam pengertian ini, pemerintah harus mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah sedemikian rupa dengan berbagai program pembangunan yang diarahkan kepada sektor-sektor produktif di daerah. Pembiayaan pembangunan harus betul-betul diarahkan kepada sektor-sektor yang secara langsung mampu mendorong terciptanya kegiatan produktif masyarakat, penciptaan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, serta penciptaan lapangan pekerjaan yang baru; dengan tetap memperhatikan sektor-sektor lainnya yang secara langsung dapat menunjang peningkatan kualitas sumber daya manusia, penyediaan sumber-sumber produksi dan sebagainya. Kita sadari bahwa dalam kondisi dewasa ini, perekonomian daerah yang pada umumnya masih mengandalkan kepada sektor pertanian dirasakan sudah kurang mampu menghasilkan tingkat produktivitas ekonomi yang tinggi. Kondisi ini berbeda
Universitas Sumatera Utara
dengan struktur perekonomian nasional yang telah cenderung di dominasi oleh produktivitas sektor sekunder, yaitu sektor perindustrian bersama-sama sektor jasajasa. Memang, dalam periode krisis ekonomi seperti yang terjadi pada tahun 19971998 yang lalu, perekonomian daerah cenderung bertahan justru karena sektor pertanian tidak terkena dampaknya. Dengan semakin luasnya otonomi daerah yang dapat diselenggarakan di daerah, maka pemerintah daerah harus memiliki inisiatif dan kreatifitas yang lebih baik lagi dalam memberikan insentif bagi pertumbuhan kemandirian ekonomi daerah. Namun demikian, hendaknya pemerintah daerah tidak terjebak kepada opsi kebijakan yang cenderung terlalu bersifat redistributif, dengan mengobral subsidi ataupun bantuan-bantuan sosial ekonomi yang tidak mendidik masyarakat untuk produktif dan memiliki daya saing. Sebaliknya, masyarakat juga sebaiknya jangan selalu mengharapkan bahwa pemerintah daerah akan datang memberikan paket-paket bantuan seperti itu, karena pada kenyataannya kemampuan daerah sangat terbatas. Jika kita perhatikan, kontribusi pengeluaran pemerintah daerah dalam PDRB secara umum hanyalah berkisar antara 10% hingga 20% dari total PDRB daerah. Ini berarti peranan ekonomi pemerintah sendiri dalam perekonomian daerah adalah relatif rendah. Namun yang terpenting adalah seberapa jauh program pembelanjaan anggaran daerah dapat memberikan efek penggandaan (Multiplier Effect) yang cukup signifikan bagi terciptanya peningkatan pertumbuhan ekonomi produktif masyarakat. Oleh karena itu strategi dasar yang dapat ditempuh oleh pemerintah daerah sejalan dengan kebijakan otonomi yang berlaku, dampaknya adalah menciptakan efisiensi ekonomis dan efektivitas program-program pembelanjaan daerah.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Penelitian Terdahulu Dalam bagian ini memuat berbagai penelitian yang telah dilakukan peneliti lain, dan permasalahan yang diangkat juga pernah dilakukan oleh beberapa peneliti lain, yang mendasari pemikiran penulis dalam penyusunan skripsi ini, seperti oleh beberapa penelitian yang terdahulu yang dijadikan kajian pustaka yaitu penelitian dari: Alisjahbana dan Akita (2002), melakukan studi tentang kesenjangan pendapatan regional dengan membandingkan Cina dan Indonesia, dan menunjukkan bahwa terjadi penurunan kesenjangan selama krisis ekonomi. Kim (1996), dengan penelitian di Korea menjelaskan bahwa sektor publik lokal mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Korea selama periode 1970-1991. Knowles (2002) dengan menggunakan model pertumbuhan Barro, menjelaskan bahwa tidak ada bukti yang signifikan hubungan antara inequality dan pertumbuhan ekonomi. Yilmaz (2002), meneliti bagaimana pola dan struktur perekonomian cenderung konvergen atau divergen. Hasilnya menjelaskan bahwa perbedaan wilayah dan perilaku temporal dari perekonomian nasional mempunyai efek terhadap kecepatan kondisi konvergensi. Ying (2000) melakukan penelitian di Cina tentang kesenjangan regional di 30 propinsi di Cina periode tahun 1978-1994. Kuncoro (2002), dengan menggunakan indeks Entropy Theil, menjelaskan bahwa kebijakan deregulasi dan liberalisasi yang diterapkan di Indonesia sejak tahun 1983 mendorong kecenderungan konsentrasi geografis di Indonesia. Martin dan Ottaviano (2001), menyebutkan bahwa ada hubungan yang kuat antara pertumbuhan ekonomi dan aglomerasi. Bahwa kenaikan pertumbuhan urbanisasi, tetapi juga karena adanya pengelompokan industri secara parsial terhadap pertumbuhan, untuk 16 negara di Eropa selama periode 1984-1995. Hasilnya menjelaskan bahwa persebaran yang sama untuk kegiatan ekonomi berpengaruh baik terhadap pertumbuhan ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
Isu kesenjangan ekonomi antar daerah telah lama menjadi bahan kajian para pakar ekonomi regional. Hendra Asmara (1975) merupakan peneliti pertama yang mengukur kesenjangan ekonomi antar daerah. Berdasarkan data dari tahun 1950 hingga 1960, ia menyimpulkan Indonesia merupakan negara dengan katagori kesenjangan daerah yang rendah apabila sektor migas diabaikan. Ardani (1966) telah menganalisis kesenjangan pendapatan dan konsumsi antar daerah dengan menggunakan indeks Williamson selama 1968-1993 dan 1983-1993. Kesimpulannya mendukung hipotesis Williamson (1965) bahwa pada tahap awal pembangunan ekonomi terdapat kesenjangan kemakmuran antar daerah. Namun semakin majunya pembangunan ekonomi kesenjangan tersebut semakin menyempit. Studi Ardani agaknya sejalan dengan hasil studi Akita dan Lukman (1994) yang menemukan tidak terdapatnya perubahan kesenjangan ekonomi antar daerah selama 1983-1990. Dalam konstelasi perkembangan terakhir di Indonesia, kesenjangan ekonomi setidaknya dapat dilihat dari tiga dimensi yaitu berdasarkan tingkat kemodernan, regional dan etnis. Dilihat dari tingkat kemodernan terdapat kesenjangan antara sektor modern dan sektor tradisional. Sektor modern umumnya berada di perkotaan dan sektor industri, sedangkan sektor tradisional berada di pedesaan dan sektor tradisional. Sementara kesenjangan regional adalah kesenjangan antara Katimin (Kawasan Timur Indonesia) dan Kabarin (Kawasan Barat Indonesia). Sedangkan kesenjangan menurut etnis yaitu kesenjangan antara pribumi dan non-pribumi. Gambaran kesenjangan antar wilayah seperti yang pernah ditulis (Anhulaila, 2000), antara pembangunan Indonesia Bagian Timur dan Indonesia Bagian Barat terjadi karena bentukan sejarah lahirnya negara ini dari era kolonial sampai era kemerdekaan. Pelaksanaan pembangunan pasca kemerdekaan lebih diarahkan ke Indonesia Bagian Barat sampai kemudian program pembangunan diarahkan ke
Universitas Sumatera Utara
Indonesia Bagian Timur setelah kesenjangan pembangunan sudah demikian nampak. Demikian lamanya situasi kesenjangan itu terjadi, telah membentuk sikap masyarakat yang terbiasa dengan tatanan alam, bahwa di IBB sudah biasa dengan indistrialisasi sedang IBT bertahan dengan pola tradisional. Han ( 1996 ) melakukan penelitian di Cina menyimpulkan bahwa disparitas pendapatan terjadi sebagai akibat dari unlawfull factor ( exploitation of policy, systematic and administrative loopholes and abusing individuals power to gain personal wealth through illegal profiting and tax evasion ) uneven distribution of resources between different regions.
Universitas Sumatera Utara