BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 1. Kontrasepsi a. Pengertian kontrasepsi Kontrasepsi adalah salah satu metode kontrasepsi yang paling efektif dan reversible untuk mencegah terjadnya konsepsi, yang mengandung hormon sintetik dan hormon alamiah. (Baziad, 2002) b. Tujuan pelayanan kontrasepsi Tujuan umum dari pelayanan kontrasepsi adalah pemberian dukungan dan pemantapan penerimaan gagasan KB. Tujuan pokok yang diharapkan adalah penurunan angka kelahiran yang bermakna (Hartanto, 2004) c. Metode kontrasepsi Cukup banyak pilihan alat / metode kontasepsi yang dapat dipilih dan digunakan. Hal ini sepenuhnya tergantung dari pilihan pasangan suami istri itu sendiri, tetapi dengan tetap memperhatikan aspek kesehatan yang ada tentunya. Terdapat banyak alat / metode kontasepsi yang saat ini salah satunya : metode kontrasepsi hormonal. Kontasepsi hormonal dapat dilakukan dengan cara per oral, injeksi / suntikan, dan AKBK (implan) (Hartanto, 2004)
6
d. Mekanisme kerja kontrasepsi hormonal (Progesteron) 1) Ovulasi a) Ovulasi sendiri mungkin dapat dihambat karena terganggunya fungsi poros hipotalamus-hypophyse-ovarium dan karena modifikasi dari FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing
Hormone)
pada
pertengahan
siklus
yang
disebabkan oleh progesteron 2) Implantasi a) Implantasi sedini mungkin dapat dicegah bila diberikan progesteron pra-ovulasi. Ini yang menjadi dasar untuk membuat IUD (Intra Uterine Device) yang mengandung Progesteron b) Pemberian progesteron-eksogenous dapat mengganggu kadar puncak FSH dan LH, sehingga meskipun terjadi ovulasi, produksi progesteron yang berkurang dari korpus luteum menyebabkan penghambatan dari implantasi c) Pemberian progesteron secara sistemik dan untuk jangka waktu yang lama menyebabkan endometrium mengalami keadaan istirahat dan atropi 3) Transpor Gamet / Ovum a) Pengangkatan
ovum
dapat
diperlambat
progesteron sebelum terjadi fertilisasi
7
bila
diberikan
b) Pengangkutan
ovum
yang
lambat
dapat
menyebabkan
peninggian insidens implantasi ektopik tuba pada wanita yang memakai kontrasepsi yang hanya mengandung progesteron 4) Luteolysis a) Pemberian
jangka
lama
progesteron
saja
mungkin
menyebabkan fungsi korpus luteum yang tidak adekuat pada siklus haid yang mempunyai ovulasi 5) Lendir Servik yang Kental a) Dalam 48 jam setelah pemberian progesteron, sudah tampak lendir serviks yang kental, sehingga motilitas dan daya penetrasi dari spermatozoa sangat terhambat. (Hartanto, 2004). e. Efek samping metode suntikan KB 1) Gangguan haid, ini yang paling sering terjadi dan yang paling mengganggu a) Pola haid yang normal dapat berubah menjadi : Amenore, Perdarahan irreguler, Perdarahan Bercak, Perdarahan dalam Frekuensi, lama, dan jumlah darah yang hilang b) Efek pada Pola Haid tergantung pada lama pemakaian c) Perdarahan intermenstrual dan perdarahan bercak berkurang dengan
jalannya
waktu,
sedangkan
kejadian
amenore
bertambah besar d) Insidens yang tinggi dari amenore diduga berhubungan dengan atrofi endometrium. Sedangkan sebab-sebab dari perdarahan
8
ireguler masih belum jelas, dan tampaknya tidak ada hubungan dengan perubahan-perubahan dalam kadar hormon atau histologi endometrium e) DMPA (Depomedroxy Progesteron Asetat) lebih sering menyebabkan perdarahan, perdarahan bercak dan amenore dibandingkan dengan NET EN (Norethidrone Enathate), dan Amenore pada DMPA tampaknya lebih sering terjadi pada akseptor dengan berat badan bertambah f) Bila terjadi amenore, berkurangnya darah haid sebenarnya memberikan efek yang menguntungkan yakni berkurangnya insiden anemia g) Perdarahan yang hebat, yang dapat membahayakan diri akseptor jarang terjadi 2) Berat badan yang bertambah a) Umumnya pertambahan berat badan tidak terlalu besar, bervariasi antara kurang dari 1 kg sampai 5 kg dalam tahun pertama b) Penyebab pertambahan berat badan tidak jelas. Tampaknya terjadi karena bertambahnya lemak tubuh, dan bukan karena retensi cairan tubuh c) Hipotesa para ahli : DMPA merangsang pusat pengendali makan di hipotalamus, yang menyebabkan akseptor makan lebih banyak daripada biasanya
9
3) Sakit Kepala 4) Pada sistem kardio-vaskuler efeknya sangat sedikit, mungkin ada sedikit peninggian dari kadar insulin dan penurunan HDL-kolestrol a) Tampaknya hampir tidak ada efek pada tekanan darah atau sistem pembekuan darah maupun fibrinolitik. b) Perubahan pada metabolisme lemak, terutama penurunan HDLkolesterol, baik pada DMPA maupun Net En, dicurigai dapat memperbesar risiko timbulnya penyakit kardiovaskuler. HDLKolesterol yang masih rendah menyebabkan timbulnya aterosclerosis. (Hartanto, 2004) 2. Suntikan DMPA (Depo Medroksi Progesterone Asetat) a. Pengetian suntikan DMPA Jenis kontrasepsi yang mengandung progestin terdapat 2 jenis, yaitu : 1) Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depoprovera), mengandung 150 mg DMPA, yang diberikan setiap 3 bulan dengan cara disuntik intramuskular (di daerah bokong). 2) Depo Noretisteron Enantat (Depo Noristerat), yang mengandung 200 mg Noretindron Enantat, diberikan setiap 2 bulan dengan cara disuntik intramuskular. (BKKBN, 2006)
10
b. Cara kerja Cara kerja dari suntikan DMPA, adalah sebagai berikut : 1) Mencegah ovulasi 2) Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma 3) Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi 4) Menghambat transportasi gamet oleh tuba. (BKKBN, 2006). c. Efektifitas Kedua kontrasepsi suntik tersebut memiliki efektivitas yang tinggi, dengan
0,3
kehamilan
per
100
perempuan
pertahun,
asal
penyuntikannya dilakukan secara teratur sesuai jadwal yang telah ditentukan. d. Keuntungan 1) Sangat efektif 2) Pencegahan kehamilan jangka panjang 3) Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri 4) Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap penyakit jantung dan gangguan pembekuan darah 5) Tidak memiliki pengaruh terhadap ASI 6) Sedikit efek samping 7) Klien tidak perlu menyimpan obat suntik 8) Dapat digunakan oleh perempuan usia > 35 tahun sampai perimenopause
11
9) Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik 10) Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara 11) Mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul 12) Menurunkan krisis anemia bulan sabit (Sickle Cell). (BKKBN, 2006) e. Keterbatasan 1) Sering ditemukan gangguan haid, seperti : a) Siklus haid yang memendek atau memanjang b) Perdarahan yang banyak atau sedikit c) Perdarahan yang tidak teratur atau perdarahan bercak (Spotting) d) Tidak haid sama sekali 2) Klien sangat bergantung pada tempat sarana pelayanan kesehatan (harus kembali untuk suntikan) 3) Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan berikut 4) Permasalahan berat badan merupakan efek samping tersering 5) Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan infeksi menular seksual, virus hepatitis B, atau infeksi virus HIV 6) Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian 7) Terlambatnya
kembali
kesuburan
bukan
karena
terjadinya
kerusakan / kelainan pada organ genetalia, melainkan karena belum habisnya pelepasan obat suntikan dari deponya (tempat suntikan)
12
8) Terjadi perubahan pada lipid serum pada penggunaan jangka panjang 9) Pada penggunaan jangka panjang dapat sedikit menurunkan kepadatan tulang (densitas) 10) Pada penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan pada vagina, menurunkan libido, gangguan emosi (jarang), sakit kepala, nervositas, jerawat (BKKBN, 2006). f. Indikasi akseptor suntik DMPA 1) Usia reproduksi 2) Nullipara dan yang telah memiliki anak 3) Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang memiliki efektivitas tinggi 4) Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai 5) Setelah melahirkan dan tidak menyusui 6) Setelah abortus atau keguguran 7) Telah banyak anak, tetapi belum menghendaki tubektomi 8) Perokok 9) Tekanan darah <180/110 mmHg, dengan masalah gangguan pembekuan darah atau anemia bulan sabit 10) Menggunakan obat untuk epilepsi (Fenitoin dan Barbiturat) atau obat tuberkulosis (Rifampisin) 11) Tidak dapat menggunakan konrasepsi yang mengandung estrogen 12) Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi
13
13) Anemia defisiensi besi 14) Mendekati usia menopause yang tidak mau atau tidak boleh menggunakan pil kontrasepsi kombinasi. (BKKBN, 2006) g. Kontra indikasi akseptor 1) Hamil atau curiga hamil (risiko cacat pada janin 7 per 100.000 kelahiran) 2) Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya 3) Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid, terutama amenorea 4) Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara 5) Diabetes Melitus disertai komplikasi (Hartanto, 2004) h. Waktu memulai menggunakan 1) Setiap saat selama siklus haid, asal ibu tersebut tidak hamil 2) Mulai hari pertama sampai hari ke-7 siklus haid 3) Pada ibu yang tidak haid, injeksi pertama dapat diberikan setiap saat, asalkan saja ibu tersebut tidak hamil. Selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan hubungan seksual 4) Ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal lain dan ingin mengganti
dengan
kontrasepsi
suntikan.
Bila
ibu
telah
menggunakan kontrasepsi hormonal sebelumnya secara benar, ibu tersebut tidak hamil, suntikan pertama dapat segera diberikan. Tidak perlu menunggu sampai haid berikutnya datang
14
5) Bila ibu sedang menggunakan jenis kontrasepsi jenis lain dan ingin menggantinya dengan jenis kontrasepsi suntikan yang lain lagi, kontrasepsi suntikan yang akan diberikan dimulai pada saat jadwal kontrasepsi suntikan yang sebelumnya 6) Ibu yang menggunakan kontrasepsi nonhormonal dan ingin menggantinya dengan kontrasepsi hormonal, suntikan pertama kontrasepsi hormonal yang akan diberikan dapat segera diberikan, asal saja ibu itu tidak hamil, dan pemberiannya tidak perlu menunggu haid berikutnya datang. Bila ibu disuntik setelah hari ke-7 haid, ibu tersebut selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan hubungan seksual 7) Ibu ingin menggantikan AKDR dengan kontrasepsi hormonal. Suntikan pertama dapat diberikan pada hari pertama sampai hari ke-7 siklus haid, atau dapat diberikan setiap saat setelah hari ke-7 siklus haid asal saja yakin bahwa ibu tersebut tidak hamil 8) Ibu tidak haid atau ibu dengan perdarahan tidak teratur. Suntikan pertama dapat diberikan setiap saat, asal saja Ibu tersebut tidak hamil, dan selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan hubungan seksual. (BKKBN, 2006).
15
3. Menstruasi (Haid) a. Pengertian menstruasi Menstruasi (haid) adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium, sedangkan panjang siklus haid adalah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Panjang siklus haid yang normal ialah 28 hari, namun variasinya berbeda untuk masing-masing wanita. (Wikjosastro, 1999) b. Proses terjadinya menstruasi Pada siklus haid, endometrium dipersiapkan secara teratur untuk menerima ovum yang dibuahi setelah terjadi ovulasi, di bawah pengaruh secara ritmik hormon-hormon ovarium : estrogen dan progesteron. Adanya ovulasi diikuti oleh pembentukan korpus luteum yang mengeluarkan progesteron. Suhu basal pada saat ovulasi turun untuk kemudian naik dan menetap di sekitar 370C, sampai pada permulaan haid turun lagi. Dalam fase proliferasi, estrogen mempengaruhi tersimpannya enzim-enzim hidrolitik dalam endomerium, serta merangsang pembentukan glikogen dan asam-asam mukopolisakarida. Zat-zat yang terakhir ini ikut serta dalam pembangunan endometrium, khususnya pembentukan stroma di bagian bawahnya. Pada pertengahan fase luteal, sintesis mukopolisakarida berhenti, dengan
16
akibat mempertinggi permeabilitas pembuluh-pembuluh darah yang sudah berkembang sejak permulaan fase proliferasi. Dengan demikian, lebih banyak zat-zat makanan mengalir ke stroma endometrium sebagai persiapan untuk implantasi ovum, apabila terjadi kehamilan. Jika kehamilan tidak terjadi, maka dengan menurunnya kadar progesteron, enzim-enzim hidrolitik dilepaskan dan merusak bagian dari sel-sel yang berperan dalam sintesis protein. Karena itu, timbul gangguan dalam metabolisme endometrium yang mengakibatkan regresi endometrium dan perdarahan yang disebut menstruasi. (Wikjosastro, 1999) c. Fase Menstruasi Pada setiap siklus haid, dikenal 3 masa utama yaitu sebagai berikut: 1) Masa haid selama 2 sampai dengan 8 hari. Pada waktu itu endometrium dilepas, sedangkan pengeluaran hormon-hormon ovarium paling rendah (minimum) 2) Masa proliferasi sampai hari ke empat belas. Pada waktu itu endometrium tumbuh kembali disebut juga endometrium mengadakan proliferasi. Antara hari kedua belas dan keempat belas dapat terjadi pelepasan ovum dari ovarium yang disebut ovulasi 3) Masa sekresi, pada ketika itu korpus rubrum menjadi korpus luteum yang mengeluarkan progesteron. Dibawah pengaruh
17
progesteron ini, kelenjar endometrium yang tumbuh berkelukkeluk
mulai
bersekresi
dan
mengeluarkan
getah
yang
mengandung glikogen dan lemak. Pada akhir masa ini stroma endometrium berubah kearah sel-sel desidua, terutama yang berada di seputar pembuluh-pembuluh arterial. Keadaan ini memudahkan adanya nidasi. (Wikjosastro, 1999) d. Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan menstruasi 1) Status gizi Wanita yang mengalami gangguan gizi , terutama mengalami gangguan makan bisa menyebabkan kegagalan hipotesis, dalam melepaskan gonadotroping releasing hormon dalam jumlah yang memadai untuk merangsang pelepasan gonadroping oleh kelenjar hipofisis, sehingga mengakibatkan jumlah estrogen yang di ekresi ovarium sedikit .Bila wanita itu mengalami gizi yang baik, maka sebaiknya bisa mempengaruhi menstruasi datang lebih awal. 2) Kelainan Uterus Pembuangan uterus secara bedah atau radiasi bisa menyebabkan seseorang itu tidak dapat haid atau menstruasi. 3) Hormon Hormon pada kondisi tubuh remaja yang masih belum stabil, sehingga menyebabkan menstruasi kadang datang kadang tidak.dalam keadaan hamil seseorang tidak akan mendapatkan
18
menstruasi, karena sel telur berubah fungsi menjadi penyedia makanan bagi sang bayi. faktor hormon juga adanya penambahan seperti dengan penyuntikan DMPA. 4) Kondisi Fisik Aktifitas fisik yang berlebihan bisa menyebabkan siklus menstruasi terganggu . Karena kelelahan fisik juga bisa menjadi salah satu faktor penyebab hormon kita gagal mematangkan sel telur. 5) Penyakit Ginekologi Penyakit genekologi juga sangat mempengaruhi gangguan menstruasi diantaranya endometriosis mioma. 6) Umur Umur juga sangat mempengaruhi menstruasi terutama umur antara menarche yaitu ≤20 tahun dan masa menopause yaitu pada usia sekirar 45 tahun keatas (Jones dan Liewillyn Derk,2002). e. Gangguan proses menstruasi Seperti dalam proses pada sistem tubuh lainnya, proses menstruasi juga sering mengalami gangguan-gangguan tersebut diantaranya meliputi gangguan siklus, jumlah darah dan lamanya perdarahan.
19
Adapun jenis gangguan adalah sebagai berikut : 1) Amenorrhoe adalah tidak adanya haid selam tiga bula atau lebih. Amenorrhoe primer bila wanita belum mendapat haid sampai usia 13 tahun. Amenorrhoe sekunder adalah bila wanita pernah mendapat haid tetapi tidak mendapat lagi. 2) Pseudomenorrhoe / kryptomenorrhoe adalah keadaan dimana haid ada tetapi darah tidak dapat keluar karena tertutupnya hymean pada vagina 3) Menstruasi Pre Cock adalah keadaan dimana haid terjadi sebelum waktunya 4) Oligomenorrhoe adalah haid yang panjang pada siklus yang panjang (siklus > 35 hari) 5) Hypomenorrhoe adalah keadaan dimana haid sedikit jumlahnya mnurut siklus 6) Hypermenorrhoe/menoragie adalah kondisi dimana haid berlebihan banyaknya menurut siklus 7) Metrorhagia adalah perdarahan yang tidak teratur dan tidak menurut siklus 8) Polymenorrhoe adalah keadaan hal yang sering pada siklus pendek (< 25 hari)
20
9) Pysmenorrhoe adalah nyeri sewaktu haid pada perut bagian bawah. Nyeri dapat terasa sebelum dan sesudah haid dan dapat bersifat kolik terusmenerus. 10) Spooting adalah perdarahan bercak (Manuaba, 2003) 4. Hubungan lama pemakaian DMPA dengan Spotting Pemakaian DMPA dapat menyebabkan perdarahan bercak / spotting. Pada umumnya, spotting terjadi pada awal penyuntikan. Spotting boleh dikatakan sebagai suatu keuntungan KB karena akseptor menghemat darah sehingga dapat mengurangi anemia. Penyebab pasti terjadinya spotting selama ini belum jelas, namun diduga penyebabnya adalah dengan adanya penambahan progesteron. Penambahan progesteron menyebabkan
terjadinya
pelebaran
pembuluh
darah
vena
di
endometrium dan vena tersebut akhirnya rapuh dan akhirnya rapuh sehingga terjadi perdarahan lokal. Bila perdarahan ini terjadi pada usia 40 tahun dan telah menggunakan kontrasepsi hormonal dalam waktu yang cukup lama, maka perlu dilakukan dilatasi dan kuretase (Baziad, 2002). 5. Hubungan lamanya pemakaian DMPA dengan menoragie Menoragi pada umumnya terjadi pada awal penyuntikan menoragie terjadi karena progestron menyebakan terbentuknya kembali pembuluh darah kapiler yang normal dengan sel-sel endotel yang intak dan sel-sel
21
yang mengandung kadar glikoprotein yang cukup sehingga sel-sel endotel terlindung dari kerusakan. Sehingga akan mempengaruhi mekanisme kerja hormonal dan siklus haid yang normal, sehingga perdarahan akan menjadi lebih banyak. menoraghi terjadi karena ketidakseimbangan hormonal karena penambahan progesteron sehingga menyebabkan kadar estrogen dalam tubuh kurang optimal. Kadar estrogen dalam tubuh yang kurang optimal tersebut pada akhirnya menyebabkan terjadinya widral progesteron, wanita yang menggunakan progesteron kerja lama, maka perdarahan irreguler baru akan terjadi apabila kadar hormon steroid yang dilepas berada di bawah 20 mg / 24 jam dan profil hormonal berada dalam aktivitas luteal. (Baziad, 2002).
22
B. Kerangka Teori Faktor Internal : 1. Penyakit Ginekologi 2. Usia 3. Gangguan Hormonal 4. Kelainan Uterus 5. Gangguan Psikologi
Gangguan Menstruasi
Faktor Eksternal :
pada Akseptor KB DMPA
1. Status Gizi 2. Kondisi Fisik
Lama Pemakaian DMPA
Gambar 2.1 Kerangka Teori Modifikasi : Baziat (2002) dan Hartanto (2004)
C. Kerangka Konsep
Gangguan Menstruasi Lama Pemakaian DMPA
pada Akseptor KB DMPA
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
23