BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Gerakan Sosial
2.1.1. Gerakan Sosial Sebagai Kekuatan Perubahan Sosial Faktor-faktor penyebab perubahan sosial ataupun yang mempengaruhi proses suatu perubahan sosial dibagi dalam dua bagian, dari dalam dan luar masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi dari dalam masyarakat, yaitu bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan masyarakat, dan terjadinya pemberontakan atau revolusi. Sedangkan dari luar masyarakat ialah sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada disekitar manusia, peperangan, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain (Soekanto, 1982: 318). Secara sosiologis, berbicara tentang perubahan sosial, kita membayangkan sesuatu yang terjadi setelah jangka waktu tertentu; kita berurusan dengan perbedaan keadaan yang diamati antara sebelum dan sesudah jangka waktu tertentu. Untuk dapat menyatakan perbedaannya , ciri-ciri awal unit analisis harus diketahui dengan cermat, meski terus berubah (Strasser & randall, 1981: 16). Jadi konsep dasar perubahan sosial mencakup tiga gagasan: (1) perbedaan; (2) pada waktu yang berbeda; dan (3) diantara sistem sosial yang sama. Contoh defenisi sosial yang bagus yaitu apa yang disampaikan Hawley, perubahan soial adalah perubahan yang tak terulang dari sistem soial sebagai satu kesatuan (Hawley 1978 ; Sztompka, 2004: 3).
13
Banyak pakar yang menyimak peran khas gerakan sosial. Blummer (1951) melihat gerakan sosial sebagai salah satu cara untuk menata ulang masyarakat modern, hingga Killian (1964) juga mengatakan bahwa gerakan sosial sebagai pencipta perubahan sosial, dan Adamson & Borgos (1984) menyatakan bahwa gerakan massa dan konflik yang ditimbulkan adalah agen utama perubahan sosial (Eric, 1988: 321). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gerakan sosial adalah tindakan atau agitasi terencana yang dilakukan sekelompok masyarakat yang disertai program terencana dan ditujukan pada suatu perubahan atau sebagai gerakan perlawanan untuk melestarikan pola-pola dan lembaga masyarakat yang ada. Faktor utama yang melatarbelakangi rasa keinginan terhadap perubahan dari suatu gerakan adalah cita-cita dari manusia itu sendiri. Seperti apa yang disampaikan oleh Ali Syari’ati bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki cita-cita dan merindukan sesuatu yang ideal, dimana usaha untuk mecapai cita-cita merupakan faktor utama dalam pergerakan dan kesempurnaan manusia. Faktor inilah yang mendorongnya untuk tidak tinggal diam saja di alam, kehidupan dan lingkaran, realitas yang ada, tetap dan terbatas. Inilah kekuatan yang mendorongnya untuk selalu berpikir , menggali, mengkaji, mencari kebenaran, mencipta dan melakukan pembentukan fisik dan spiritual (Syari’ati, 1992: 49). 2.1.2. Pendidikan Dalam Membangun Kesadaran Kritis Menurut Antunio Gramsci, tugas utama pendidikan adalah meyakinkan kelas bawah bahwa “yang dalam kepentingannya bukan tunduk kepada disiplin tetap dari kultur, tetapi mengembangkan konsepsi dunia dan sistem hubungan manusia, ekonomi, dan spiritual yang kompleks yang membentuk kehidupan
14
sosial global”. Dengan demikian, peran kependidikan organisasi gerakan sosial, pendidik, dan pemimpin adalah mencakup pencapaian tujuan jangka pendek (bersifat praktis) dan tujuan jangka panjang (bersifat ideologi) untuk menghasilkan transformasi sosial. Upaya untuk memunculkan kesadaran dan pendidikan kritis (termasuk yang dilakukan oleh organisasi gerakan sosial) merupakan bagian terpenting dalam seluruh proses perubahan sosial atau transformasi sosial. Pendidikan yang merupakan proses penyadaran, ialah suatu pokok determinasi dalam proses gerakan sosial. Suatu kesadaran kritis terhadap realitas sangat dibutuhkan sebagai dasar sejarah atas permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat. Maka oleh karena itu, pendidikan yang membebaskan dan melahirkan kesadaran kritis pada masyarakat ialah pokok kekuatan dari proses kaderisasi dalam pengorganisasian masyarakat. Di Indonesia, pendidikan sebagai proses penyadaran dan pembebasan akan sangat sulit ditemukan. Selain dari permasalahan komersialisasi pendidikan dimana tidak semua kalangan ekonomi yang mampu merasakan dunia pendidikan formal, terdapat juga permasalahan yang lain, yaitu konsep belajar dan mengajar antara guru dan murid ternyata menjadi permasalahan yang tersistem. Dimana konsep pendidikan tersebut juga dimaksud oleh Paulo Freire dengan sebutan pendidikan gaya Bank. Konsep pendidikan gaya “bank” menurut Paulo Freire, dimana ruang gerak yang disediakan bagi kegiatan para murid hanya terbatas pada menerima, mencatat, dan menyimpan. Pendidikan karenanya menjadi sebuah kegiatan menabung, dimana para murid adalah celengan dan para guru adalah
15
penabungnya.
Yang
terjadi
bukanlah
proses
komunikasi,
tetapi
guru
menyampaikan pernyataan-pernyataan dan mengisisi tabungan yang diterima, dihafal, dan diulangi dengan patuh oleh para murid (Freire, 1984 : 52). Pendekatan gaya bank dalam pendidikan orang dewasa, tidak akan menyarankan kepada peserta didik agar mereka melihat realitas secara kritis. Permasalahan yang dilahirkan melaui metode pendidikan gaya bank yang tidak sesuai dengan prsoses gerakan pembebasan yang humanis menuntut adanya pola pendidikan yang bersifat humanis dan suatu proses pembebasan yang melahirkan kesadaran kritis. Menurut Paulo freire bahwa hanya dialoglah yang mununtut adanya pemikiran kritis, yang mampu melahirkan pemikiran kritis. 1 Tanpa dialog tidak akan ada komunikasi, dan tanpa komunikasi tidak akan mungkin ada pendidikan sejati. 2.2.
Pengorganisasian Dan Pengembangan Masyarakat
Mc. Millan Wayne (1947) mengatakan bahwa community organizing dalam pengertian umum adalah suatu usaha yang ditujukan untuk membantu kelompok-kelompok dalam mencapai kesatuan tujuan dan tindakan. Hal ini merupakan praktek yang tujuannya adalah untuk mencapai sumber-sumber daya yang dibutuhkan oleh dua atau lebih kelompok-kelompok yang ada. G. Ross Murray juga mengatakan bahwa community organizing ialah suatu proses dengan mana suatu masyarakat menemukan kebutuhan-kebutuhan dan tujuannya adalah untuk menciptakan teoritis diantara kebutuhan-kebutuhan, juga menemukan sumber-sumber baik sumber informal (dari masyarakat sendiri) maupun sumber eksternal (dari luar masyarakat) agar masyarakat dapat meningkatkan dan
16
mengembangkan
sikap-sikap
dan
praktek-praktek
cooperative
didalam
masyarakat (Agus Suriadi, dalam buku diktat kuliah Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, 2005: 5). Murray G.Ross juga mengemukakan beberapa pendapat mengenai community organizing (Suriadi, 2005: 12), ialah: 1. Proses menghasilkan suatu kemajuan yang efektif berupa penyesuaian antara sumber-sumber kesejahteraan sosial dan kebutuhan kesejahteraan sosial yang sesuai dengan areal geografis masyarakat setempat. 2. Community oganization juga berusaha untuk mencari kebutuhan yang potensial dari masyarakat setempat. 3. Untuk mecapai tujuan pada program-program community organization perlu diadakan pendekatan antara disiplin ilmu. 4. Pendekatan antara disiplin ilmu tersebut haruslah pada social therapy yang sifatnya menyeluruh dan melalui proses secara bertahap. Beberapa asumsi/nilai yang mendasari community organization (Suriadi, 2005: 7), yaitu : 1. Seorang CO worker harus dapat membina sikap “cooperative”. Seorang CO worker adalah orang yang ditugaskan untuk memotivasi masyarakat agar masyarakat itu bisa mengenal permasalahannya sendiri dan mengatasi masalahnya sendiri. Menurut Murray G. Ross juga dimana social action, social planning, dan social development adalah merupakan proses dari community organizing. Sedangkan menurut Jack Rothman, mengatakan
17
social action, social planning, dan social development merupakan proses dari community organizing yang dimana posisinya masing-masing berdiri sendiri. 2. Co bergerak dari nilai tradisional kearah nilai philosofi pekerjaan sosial. Nilai tradisional berupa nilai keagamaan dan kemanusiaan, sedangkan nilai philosofinya merupakan prinsip partisipasi, prinsip kemandirian masyarakat untuk
memecahkan
masalahnya,
prinsip
untuk
menghargai
individu/kelompok yang ada dalam masyarakat, dan prinsip demokrasi. Community development merupakan proses dimana usaha masyarakat bertemu dengan usaha pemerintah untuk meningkatkan kondisi, baik kondisi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Arthur Durkheim menyatakan bahwa community development adalah suatu proses yang bertujuan untuk meningkatkan keadaan ekonomi dan sosial seluruh masyarakat dengan partisipasi aktif masyarakat (Agus Suriadi, dalam buku diktat Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara; 2005: 30). Irwin Sanders mengatakan bahwa community development merupakan program dan aktifitas atau kegiatan community organizing, dan juga community development merupakan sebagian dari pembangunan ekonomi masyarakat. Jadi menurut Irwin Sanders, community development merupakan gabungan antara community organizing dan economic development atau pembangunan ekonomi. Unsur-unsur community development yang diambil dari community organizing merupakan masalah-masalah mengenai kesejahteraan sosial dan pendidikan sosial bagi orang-orang dewasa (adult education) yang diberikan dalam bentuk pendidikan non-formal. Sedangkan unsur-unsur
18
yang diambil dari economic
development merupakan perencanaan dibidang ekonomi dan juga aspek-aspek kolektivitas untuk meningkatkan pengembangan tingkat pendapatan dimana tujuan akhirnya adalah peningkatan kesejahteraan sosial (Irwin Sanders dalam Suriadi, 2005: 31). Semua pengembangan masyarakat seharusnya bertujuan membangun masyarakat. Pengembangan masyarakat melibatkan pengembangan modal sosial, memperkuat interaksi sosial dalam masyarakat, menyatukan mereka, dan membantu mereka untuk saling berkomunikasi dengan cara yang dapat mengarah pada dialog yang sejati, pemahaman dan aksi sosial. Pengembangan masyarakat sangat diperlukan jika pembentukan struktur dan proses level masyarakat yang baik dan langgeng ingin dicapai (Putnam, 1993; Tesoriero & Ife, 2008: 363). 2.3.
Kaderisasi (Pendidikan Organisasi)
2.3.1. Pengertian Kaderisasi Kaderisasi berasal dari kata dasar kader, istilah kader memiliki beberapa pengertian. Kata kader berasal dari bahasa Perancis cadre, yang berarti elit atau inti. Jadi, kader merupakan orang-orang yang termasuk dalam jajaran inti suatu organisasi yang memiliki kemampuan lebih dibanding dengan yang pada umumnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kader merupakan orang yang diharapkan memegang peranan atau pekerjaan penting di dalam sebuah pemerintahan, partai, organisasi mahasiswa, tentara, partai, organisasi masyarakat, dan sebagainya. Sedangkan pengertian kaderisasi sendiri adalah pembentukan kader. Sementara itu, pengertian kaderisasi menurut Kamus Besar Bahasa
19
Indonesia berarti proses pengkaderan, yaitu sebuah cara perbuatan mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader, yang nantinya diharapkan memegang peranan penting dalam masyarakat, ORMAS (Organisasi Masyrakat), partai, dan lain-lain. Drs. Mohammad Hatta (wakil presiden pertama Indonesia) menegaskan bahwa “kaderisasi sama artinya dengan edukasi atau pendidikan, pendidikan tidak harus diartikan pendidikan formal, melainkan dalam pengertian yang lebih luas” (stikes-biges.blogspot.com : 30/3/2015 pukul 10.22 WIB). 2.3.2. Tujuan Kaderisasi Tujuan dari sebuah kaderisasi pemimpin tidak terlepas dari pandangan tentang peran kaderisasi yang sangat penting dalam keberlangsungan sebuah perjuangan dan pergerakan organisasi. Kaderisasi merupakan hal penting bagi sebuah organisasi, karena merupakan inti dari kelanjutan perjuangan organisasi di masa depan. Tanpa adanya proses kaderisasi, sebuah organisasi akan sulit bergerak dan melakukan berbagai tugas keorganisasiannya dengan baik dan dinamis. Maka, kegiatan kaderisasi merupakan sebuah hal yang mutlak untuk membangun sebuah struktur kerja yang mandiri dan bersifat berkelanjutan. Semua hal (proses kaderisasi) berfungsi untuk mempersiapakan ‘embrio’ (calon) yang nantinya siap dan terlatih melanjutkan tongkat estafet perjuangan sebuah organisasi serta memiliki berbagai keterampilan dan disiplin ilmu. Dengan demikian seorang kader memiliki kemampuan di atas rata-rata orang lain pada umumnya.
20
2.3.3. Pentingnya Pendidikan SPI sebagai Organisasi Perjuangan Petani Termaktub dalam GBHO SPI, bahwa pendidikan harus diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman kader dan massa tani terhadap struktur organisasi dan berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh SPI, sehingga terjadi pemerataan pemahaman dan persepsi bagi anggota. Demikian juga meningkatkan pengetahuan dan pemahaman kader dan massa tani terhadap berbagai persoalan yang dihadapi mulai dari tingkat basis, nasional hingga internasional. Meningkatkan keterampilan dalam memperkuat organisasi tani sebagai organisasi gerakan berbentuk unitaris, meningakatkan keterampilan dalam melakukan berbagai perjuangan atas hak demokrasi dan hak konstitusional kaum tani. Meningkatkan keterampilan tentang teknik-teknik pertanian berkelanjutan yang mampu memacu berkembangnya ekonomi petani. Pendidikan dan latihan ini juga harus melahirkan kader-kader petani yang andal, tangguh dan militan, serta mampu melahirkan pemimpin-peminpin petani yang berwatak demokratis, berkemampuan politik sesuai asas SPI, dan mengakar pada massa. Pendidikan harus pula memberikan kesempatan dan mendorong tumbuh dan kuatnya peran petani-petani perempuan dalam organisasi, sehingga keputusan organisasi dapat diambil secara maksimal dan dalam perspektif yang emansipatorik. Oleh karena itu, harus dirumuskan strategi bagi penguatan, penumbuhan, dan pengembangan petani perempuan, sehingga mereka memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh setiap akses baik didalam maupun diluar organisasi. Dari penjelasan tersebut, capaian yang diharapkan dari pendidikan itu ialah :
21
-
Terbangunnya kesadaran kritis di jiwa petani, tidak lagi ada kesadaran yang naïf dan magis. Kesadaran kritis untk menciptakan terjadinya perubahan atau perombakan sistem atau struktur sosial yang menindas dan tidak adil.
-
Pendidikan secara kritis menyadarkan petani akn realitas dengan cara yang mengakibatkan tindakan yang efektif terhadap realitas itu.
-
Memunculkan sikap, wacana dan keterampilan yang kritis terhadap situasi sosial, ekonomi dan politik yang paling nyata dirasakan oleh petani.
-
Dan agar petani mempunyai kemampuan dalam menganalisa serta mencermati perubahan situasi sosial ekonomi, politik, serta budaya bangsa, sehingga petani mampu menempatkan diri dan mencari alternatifalternatif menuju arah kehidupan yang lebih manusiawi dan berkeadilan.
2.3.4. Tujuan Pendidikan SPI Tujuan Umum 1.
Secara umum pendidikan SPI bertujuan; melahirkan atau membentuk massa, anggota dan kader organisasi yang kritis, radikal, militant, revolusioner sebagai pejuang, penggerak, penyatu dan penjaga semangat perlawanan agar organisasi mampu mewujudkan posisi dan perannya secara terus-menerus.
2.
Mendorong pembaruan dan perombakan sosial ekonomi, sosial politik dan sosial budaya yang perlu dengan cara memaksimalkan kemerdekaan individu petani di sekolah dan dengan mengangkat kondisi-kondisi yang lebih berkemanusiaan dan memanusiakan dalam masyarakat secara luas.
22
Tujuan Khusus 1.
Melahirkan dan membentuk kader organisasi SPI sebagai pejuang dan penjaga semangat perlawanan terhadap sistem dan struktur yang tidak adil.
2.
Penanaman nilai-nilai organisasi perjuangan dari sebuah perwujudan proses penyadaran kepada anggotanya sehingga dapat membangkitkan semangat perjuangan kaum tani dalam menegakkan hak-haknya.
2.3.5. Pendidikan Kader Pendidikan merupakan tugas atau hal yang penting bagi kader, karena perjuangan rakyat haruslah perjuangan yang memiliki dasar. Setiap langkah kader harus didasar atas kesadaran bahwa apa yang dilakukannya merupakan kebutuhan perjuangan. Dengan pendidikan kita dapat menentukan apa yang hendak dilakukan, merumuskan rencana, dan cara memenuhi kebutuhan perjuangan. Jadi, pendidikan memberikan pedoman bagi perjuangan. Pendidikan bukan hanya menuntut pada jalan yang benar, namun juga memberikan bekal untuk ketajaman pikiran. Dengan ketajaman pikiran, seorang kader dapat mengenal gagasan-gagasan kebaikan palsu yang disebarluaskan oleh kelas penindas/penguasa. Penindas/penguasa mempunyai kebaikan hati palsu. Bila seorang kader terjebak oleh kebaikan palsu dari penindas/penguasa, maka ia telah tersesat, karena ia telah menyalurkan kepentingan kaum penindas/penguasa. Pendidikan seorang kader dapat diwujudkan secara berkelompok, seperti melalui diskusi, kursus, latihan; atau secara pribadi dengan membaca, pemikiran dan penyelidikan (Konsorsium Pembaruan agraria, Seri Panduan Organisasi Tani–8, Kader Petani, 1998: 13).
23
2.4.
Petani
2.4.1. Pengertian dan Kehidupan Petani
Petani menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah orang yang pekerjaannya bercocok tanam. Kehidupan petani identik dengan kehidupan pedesaan. Amri Marzali membedakannya menjadi peladang atau pekebun, peisan (dari bahasa Inggris Peasant), dan petani pengusaha atau farmer. Sebagian besar petani yang ada di Indonesia merupakan peisan atau petani pemilik yang sekaligus juga menggarap lahan pertanian yang mereka miliki. Petani peladang atau pekebun menurut Dobby (1954), merupakan tahap yang istimewa dalam evolusi dari berburu dan meramu sampai pada bercocok tanam yang menetap. Keistimewaan itu kelihatannya terdiri dari ciri-ciri hampa seperti tidak adanya hubungan dengan usaha pedesaan dan sangat sedikitnya produksi yang mempunyai arti penting bagi perdagangan. Gourou (1956), secara garis besar menguraikan empat ciri perladangan: (1) dijalankan di tanah tropis yang kurang subur; (2) berupa teknik pertanian yang elementer tanpa menggunakan alat-alat kecuali kampak; (3) kepadatan penduduk rendah; dan (4) menyangkut tingkat konsumsi yang rendah. Pelzer (1957), menyatakan bahwa petani peladang ini ciri-cirinya juga ditandai dengan tidak adanya pembajakan, sedikitnya masukan tenaga kerja dibandingkan dengan cara bercocok tanam yang lain, tidak menggunakan tenaga hewan ataupun pemupukan, dan tidak adanya konsep pemilikan tanah pribadi. Konsep mengenai peasant atau petani kecil sekurang-kurangnya mengacu pada tiga pengertian yang berbeda. Konsep pertama mengacu pada pandangan Gillian Hart (1986), Robert Hefner (1990), dan Paul Alexander dkk (1991), yang
24
menyatakan bahwa istilah peasant ditujukan kepada semua penduduk pedesaan secara umum, tidak peduli apapun pekerjaan mereka. Konsep kedua mengacu pada pandangan James C. Scott (1976) dan Wan Hashim (1984), yang menyatakan bahwa peasant tidak mencakup seluruh pedesaan, tetapi hanya terbatas kepada penduduk pedesaan yang bekerja sebagai petani saja. Konsep ketiga atau terakhir mengacu pada pandangan Eric Wolf yang kemudian diikuti oleh Frank Ellis (1988), yang menyatakan bahwa peasant ditujukan untuk menunjukkan golongan yang lebih terbatas lagi, yaitu hanya kepada petani yang memiliki lahan pertanian, yang menggarap sendiri lahan tersebut untuk mendapatkan hasil yang digunakan untuk memenuhi keperluan hidupnya, bukan untuk dijual, atau yang di Indonesia biasa disebut sebagai petani pemilik penggarap (Witrianto witrianto.blogdetik.com : 28/3/2015 pukul 20.48 WIB). Konsep mengenai farmer atau petani kaya adalah petani-petani kaya yang lebih mempunyai kecenderungan untuk menanamkan kembali modalnya didalam kegiatan usaha tani (capital oriented). Mereka lebih mempunyai bentuk-bentuk lembaga ekonomi yang lebih modern seperti bank koperasi desa, BUUD, dan lainlain. Selanjutnya oleh karena adanya kemampuan ekonomi yang lebih besar terjadi kecenderungan menumpuknya tanah kepada mereka dengan beli ataupun sewa (Sediono & Wiradi, 2008: 323). Peasant atau yang biasa juga disebut sebagai petani kecil, merupakan golongan terbesar dalam kelompok petani di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Ciri-ciri petani yang tergolong sebagai peasant adalah sebagai mengusahakan pertanian dalam lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat, mmpunyai sumberdaya terbatas sehingga menciptakan tingkat hidup yang rendah, bergantung
25
seluruhnya atau sebagian kepada produksi yang subsisten, kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan dab pelayanan lainnya (Soekartawi, 1986: 1). Dari segi ekonomi, ciri yang sangat penting pada petani kecil ialah terbatasnya sumberdaya dasar tempat ia mengusahakan pertanian. Pada umumnya mereka hanya menguasai sebidang lahan kecil, kadang-kadang disertai dengan ketidakpastian dalam pengelolaannya. Lahannya selalu tidak subur dan terpisahpisah
dalam
beberapa
petak.
Mereka
mempunyai
tingkat
pendidikan,
pengetahuan, dan kesehatan yang sangat rendah. Mereka sering terjerat oleh hutang dan tidak terjangkau oleh lembaga kredit dan sarana produksi. Walaupun petani-petani kecil mempunyai ciri yang sama, yaitu memiliki sumberdaya yang terbatas dan pendapatan yang rendah, namun cara bekerjanya tidak sama. Oleh karena itu, petani kecil tidak dapat dipandang sebagai kelompok yang serba sama, walaupun mereka berada di suatu wilayah kecil (witrianto.blogdetik.com : 27/3/2015 pukul 20.55 WIB). 2.4.2. Kaum Tani : Masyarakat Terbelah Struktur soisal kaum tani dan masyarakat-masyarakat yang menyerupai petani meliputi hubungan pengaruh cultural dan contoh antara belahan elite dan belahan petani dari seluruh sistem sosial yang lebih besar. Tidak ada gunanya melukiskan hubungan ini hanya sebagai hubungan antara penguasa dengan yang dikuasai atau yang pengisap dan yang dihisap, meskipun unsure-unsur ini kelihatannya ada. Mereka yang mempelajarinya juga mau melukiskan prestise dan penghinaan, rasa superioritas atau inferioritas, dan contoh-contoh keistimewaan yang harus disamai atau kerendahan yang harus dihindari yang bisa saja ada didalam hubungan antara petani dan elite.
26
Orang yang terdidik, yang kehidupannya sebagian didalam komunitas lokal dan sebagian didalam lingkungan yang lebih urban (sekurang-kurangnya secara mental) menganggap remeh petani. “Oh what a rogue and peasant slave am I!”, demikian teriak Hamlet di dalam salah satu dari berbagai cara yang sering digunakan untuk menghina dirinya sendiri. Diseluruh dunia kata-kata itu dipakai untuk orang desa oleh orang kota yang berarti penghinaan, sikap rendah diri, atau (dan inilah lawan dari sikap tersebut) suatu kekaguman tertentu terhadap kebaikan dari yang sederhana, yang primitif, dan yang tabah. Di pihaknya petani mengakui rasa rendah dirinya yang relatif misalnya dalam kebudayaan dan prilaku akan tetapi secara alamiah mengklaim kebijakan yang diberikan kepadanya dan melihat orang kota sebagai penganggur, atau palsu, dan boros. Dia melihat dirinya rendah dalam hubungan dengan kebudayaan umum akan tetapi meskipun demikian dengan sebuah cara hidup yang secara moral lebih tinggi daripada orang kota. Komunitas primitif terasing tampak bagi orang yang mempelajari struktur sosial sebagai suatu sistem yang lebih sederhana dan lebih kecil, dimana hubungan sosial adalah kompak, setara, dan sebagain besar personal. Dengan pertumbuhan dan persebaran kebudayaan hubungan sosial meluaskan dirinya ke luar dari komunitas setempat, kehilangan kongruensinya (sebagaimana di dalam perkembangan bidang kegiatan industri), dan mengembangkan banyak ragam hubungan impersonal dan formal). Di dalam masyarakat petani terlihat penyesuaian yang relatif stabil dan secara sangat kasar tipikal antara kehidupan lokal dan nasional atau feodal, suatu sistem sosial yang maju dan lebih besar dimana ada dua kebudayaan didalam satu kebudayaan, satu sistem sosial yang terdiri dari belahan atas dan bawah. Hubungan sosial kedua belahan tersebut harus
27
ditekankan. Sjoberg mengatakan “elite memamerkan kepada petani prestasi yang dinilai sangat tinggi, memberikan kepada sistem sosial petani dengan suatu pembenaran yang luar biasa untk eksistensi dan kelangsungan hidupnya”. Imam dan senator dalam paroki Kanada Perancis, intelligentsia di desa Bulgaria dan Senoritos di Andalusia, di komunitas petani di India Timur kaum pundits dan guru, menunjukkan dengan contoh-contohnya dan menderita dengan ajarannya tentang suatu versi lain dan yang lebih tinggi tentang kehidupan tani sebagai suatu lingkaran kecil yang bertumpang-tindih dengan kebudayaan yang jauh lebih besar dan kurang jelas batasannya, atau dapat dibayangkan bahwa kehidupan petani sebagai lingkaran lebih rendah yang melingkar naik ke dalam spiral kebudayaan yang menyebar ke atas. Bila yang mempelajari masyarakat petani harus melukiskan hubungan sosial masyarakat tersebut, maka dia akan mempelajari hubungan sosial yang menghubungkan dimensi kebudayaan yang lebih tinggi kepada dimensi yang lebih rendah atau dimensi petani (Redfield, 1985: 49-50). 2.4.3. Kepentingan Kelas Petani Masyarakat terdiri atas golongan-golongan atau disebut juga kelas-kelas. Ada kelas buruh, kelas pedagang, kelas pemilik modal atau kapitalis, dan lainlain. Petani adalah sebuah golongan atau kelas tertentu dalam masyarakat, yang hidupnya langsung dari pokok usahanya di lapangan, dari penghasilan pertanian dengan mengerjakan tanah. Karena masyarakat Indonesia mayoritas terdiri dari kaum tani, maka peninjauan atas masalah kemakmuran rakyat harus diproritaskan kepada masalah pertanian.
28
Setiap kelas memiliki kepentingannya sendiri, yang berbeda dengan kepentingan kelas lainnya. Kepentingan kelas petani ialah terjaminnya segala unsur yang berkaitan langsung dengan kelangsungan kemakmuran hidupnya sebagai petani. Bila dikelompokkan, maka ada tiga pokok kepentingan kelas petani (Konsorsium Pembaruan Agraria, Seri Panduan Organisasi Tani–8, Kader Petani, 1998: 5), yaitu : 1. Terjaminnya sarana produksi petani. 2. Meningkatkan kemakmuran petani melalui hasil pertanian yang bagus dan harga jual yang layak. 3. Terbebasnya petani dari penghisapan dan penindasan. 2.5. Kader Petani 2.5.1. Pengertian Kader Petani Kader petani adalah orang yang mengabdikan dirinya untuk tujuan-tujuan perjuangan petani. Kader petani harus berasal dari petani sendiri, agar semangat dan gerak langkah perjuangannya tetap berdiri atas dasar kepentingan petani. Seorang kader petani selalu mengerahkan pikiran, perasaan dan tindakannya untuk perjuangan kepentingan petani. Hal ini tidaklah mudah, karena masingmasing kader masih membawa pikiran, perasaan, dan tindakan yang mementingkan diri sendiri (individualis), dan mengabaikan kepentingan petani secara umum. Maka terdapat pertentangan antara kepentingan perjuangan petani dengan kepentingan diri sendiri. Menghadapi pertentangan tersebut, setiap kader dituntut untuk mengubah dirinya sendiri. Mengubah dengan pikiran, perasaan dan tindakan yang mementingkan diri sendiri menuju pikiran, perasaan dan tindakan yang mementingkan perjuangan petani.
29
Untuk mengubah diri bukanlah suatu hal yang mudah, perubahan diri membutuhkan waktu yang panjang dan dilakukan sejalan dengan jalannya perjuangan itu sendiri. Perubahan menjadi kader petani sejati menuntut kader untuk mencela pikiran, perasaan dan tindakan dirinya yang salah, karena akan merugikan perjuangan petani. Sebaliknya, ia juga dituntut untuk selalu memuji pikiran, perasaan dan tindakan yang benar karena memihak perjuangan petani (Konsorsium Pembaruan agraria, Seri Panduan Organisasi Tani–8, Kader Petani, 1998: 7-8). 2.5.2. Tantangan Kader Petani -
Tugas dan tanggung jawab Seorang kader menghargai sepenuhnya tugas dan tanggung jawabnya
dalam perjuangan, mengetahui bahwa tugas dan tanggung jawabnya merupakan bagian dari cita-cita luhur untuk membangunkan petani, memerdekakan diri dari penindasan dan penghisapan. Dengan demikian, seorang kader mendahulukan kepentingan rakyat petani diatas kepentingan pribadi. -
Resiko Perjuangan Seorang kader menerima kenyataan bahwa pengorbanan dan penderitaan
tidaklah dapat dihindarkan dalam perjuangan. Hal tersebut merupakan cirri alamiah dalam suatu perjuangan melawan kaum penindas yang memiliki mesinmesin penindasan. Seorang kader siap menerima resiko, demi pencapaian cita-cita perjuangan kaum petani berupa pengorbanan dan penderitaan. Keberanian seorang kader bukanlah keberanian yang membabi buta, akan tetapi keberanian yang penuh dengan kesadaran.
30
-
Massa Petani Massa petani adalah andalan untuk tujuan perjuangan. Dalam proses
perjuangan, seorang kader harus percaya bahwa massa merupakan kekuatan utama yang tidak dapat digantikan oleh kekuatan apapun. Massa yang mengalami penderitaan, maka massalah yang seharusnya bangkit melawan penindasan dan pemerasan. Sebab tujuan perjuangan adalah merubah penindasan menjadi kemerdekaan. -
Kawan Seorang kader selalu bersatu dengan kader lainnya, mencintai dan selalu
memikirkan kawannya, bahkan kepada kader perjuangan lain yang tidak dikenal sekalipun. Ikut memecahkan masalah kawan, baik masalah perjuangan maupu masalah pribadi. Seorang kader membantu dan memberikan dorongan kepada kawannya dalam menempah diri menjadi kader sejati, penderitaan dan kebahagiaan kawannya adalah penderitaan dan kebahagiaan dirinya juga (Konsorsium Pembaruan agraria, Seri Panduan Organisasi Tani–8, Kader Petani, 1998: 10-12). 2.6. Sosial Ekonomi Dalam kamus besar bahasa Indonesia, istilah sosial adalah berkenaan dengan masyarakat. Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana
31
sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar komunitas teratur. Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi terhadap barang dan jasa. Istilah "ekonomi" sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan nomos yang berarti "peraturan, aturan, hukum". Secara garis besar, ekonomi diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga". Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja. Manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi pada dasarnya selalu menghadapi masalah ekonomi. Inti dari masalah ekonomi yang dihadapi manusia adalah kenyataan bahwa kebutuhan manusia jumlahnya tidak terbatas, sedangkan alat pemuas kebutuhan manusia jumlahnya terbatas. Beberapa faktor yang memengaruhi sehingga jumlah kebutuhan seseorang berbeda dengan jumlah kebutuhan orang lain ialah faktor ekonomi, lingkungan sosial budaya, fisik, pendidikan, dan moral (id.wikipedia.org : 27/3/2015 pukul 21.38 WIB). Pengertian kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur masyarakat. Pemberian posisi ini disertai pula seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh si pembawa status. Tingkat sosial merupakan faktor non ekonomis seperti budaya, pendidikan, umur dan jenis kelamin, sedangkan tingkat ekonomi sepertk pendapatan, jenis pekerjaan, pendidikan dan
32
investasi. Manusia selalu ingin memenuhi kebutuhan hidupnya baik moral maupun material. Kebutuhan pokok atau basic human needs dapat dijelaskan sebagai kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan hidup manusia. Abraham Maslow mengungkapkan kebutuhan manusia terdiri dari kebutuhan dasar fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan
akan
dihargai
dan
kebutuhan
mengaktualisasikan
diri
(www.psychologymania.com : 27/3/2015 pukul 22.02 WIB). Menurut Melly G Tan bahwa kedudukan sosial ekonomi mencakup 3 (tiga) faktor yaitu pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan. Pendapat diatas didukung oleh MaMahbud UI Hag dari Bank Dunia bersama dengan James Grant dari Overseas Development Council mengatakan bahwa kehidupan sosial ekonomi di titik beratkan pada pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan air yang sehat yang didukung oleh pekerjaan yang layak. Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa status sosial ekonomi adalah kemampuan seseorang untuk mampu menempatkan diri dalam lingkungannya sehingga dapat menentukan sikap berdasarkan atas apa yang dimilikinya dan kemampuan mengenai keberhasilan
menjalakan
usaha
dan
berhasil
mencukupinya
(www.psychologymania.com : 27/3/2015 pukul 22.02 WIB). 2.7. Kesejahteraan Sosial Menurut undang-undang No.11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Sedangkan menurut Friedlander (1980) kesejahteraan sosial merupakan sistem yang terorganisasi dari pelayanan-
33
pelayanan sosial dan institusi-institusi yang dirancang untuk membantu individuindividu dan kelompok-kelompok guna mencapai standar hidup dan kesehatan yang memadai dan relasi-relasi personal dan sosial sehingga memungkinkan mereka dapat mengemban kemampuan dan kesejahteraan sepenuhnya selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakatnya. Kesejahteraan sosial sebagai kegiatan pertolongan diyakini telah ada sejak masyarakat primitif sekalian dalam bentuk tolong-menolong untuk mengatasi masalah yang dihadapi anggotanya. Kesejahteraan sosial memiliki fungsi-fungsi antara lain ialah: (Fahrudin, 2012: 12-13) 1. Fungsi pencegahan (Preventive) Kesejahteraan sosial ditujukan untuk memperkuat individu, keluarga, dan masyarakat supaya terhindar dari maslah-maslah sosial baru. 2. Fungsi Penyembuhan (Curative) Kesejahteraan sosial ditujukan untuk menghilangkan kondisi-kondisi ketidakmampuan fisik, emosional, dan sosial agar orang yang mengalami masalah tersebut dapat berfungsi kembali secara wajar dalam masyarakat. Dalam fungsi ini tercakup juga fungsi pemulihan (rehabilitasi). 3. Fungsi Pengembangan (Development) Kesejahteraan sosial berfungsi untuk memberikan sumbangan langsung maupun tidak langsung dalam proses pembangunan atau pengembangan tatanan dan sumber-sumber daya sosial dalam masyarakat. 4. Fungsi Penunjang (Supportive) Fungsi ini mencakup kegiatan-kegiatan untuk membantu mencapai tujuan sektor atau bidang pelayanan kesejahteraan sosial yang lain.
34
Sebagai pekerja sosial yang merupakan stakeholder dalam kesejahteraan sosial, dan seperti apa juga yang disampaikan oleh the International Federation of Social Workers (IFSW) dimana profesi pekerjaan sosial ialah berfungsi untuk meningkatkan perubahan sosial, pemecahan masalah, dalam hubungan-hubungan manusia serta pemeberdayaan dan pembebasan orang untuk meningkatkan kesejahteraan, dimana prinsip-prinsip hak asasi manusia dan keadilan sosial merupakan dasar bagi pekerja sosial (Fahrudin, 2012: 62). Dalam hubungan antara pekerja sosial dengan pengorganisasian dan pengembangan masyarakat dimana Murray adalah seorang pekerja sosial yang berkecimpung sebagian besar hidupnya di lingkungan masyarakat dan dia dalam bukunya “CO Theory Principles and Practice”, berpendapat bahwa pekerja sosial yang ada di masyarakat biasanya adalah pekerja sosial yang bekerja di organisasiorganisasi kemasyarakatan dimana organisasi kemasyarakatan tersebut bertujuan memajukan/pengembangan kesejahteraan masyarakat dimana hal tersebut tidak terlepas dari lingkungan yang ada (Suriadi, 2005: 7). 2.8. Kerangka Pemikiran Indonesia sebagai negara agraris, dimana sebagian besar dari penduduk Indonesia bermata pencaharian dari hasil pertanian. Petani sangat bergantung pada lahan tanah sebagai alat produksi utama bagi petani, namun kondisinya kepemilikan lahan oleh petani pada umumnya relatif sempit bahkan hanya menjadi buruh tani, yang mengakibatkan sistem produksi yang beroperasi tidak ekonomis. Hal tersebut disebabkan dari beberapa determinasi yang diantaranya perampasan tanah secara paksa maupun secara neoliberalisasi ekonomi pada sistem kapitalisme yang dipraktekkan di Indonesia. Kondisi tersebut harus
35
dihentikan
dengan
mengenalkan
tatanan
kelembagaan
yang
dapat
mengkonsolidasikan para petani dalam suatu lembaga komunitas atau organisasi. Suatu organisasi massa/sosial juga harus melakukan pengembangan terhadap anggota (kader) dalam organisasi tersebut, baik dari aspek pemahaman maupun kehidupan sosial ekonomi mereka. Juga pada petani yang kondisinya dalam suatu ketidakadilan secara sosial ekonomi, yang sebenarnya merupakan hak azasi petani itu sendiri. Upaya pengembangan masyarakat petani yang menjadi anggota (kader) dalam organisasi dilakukan dengan proses kaderisasi untuk mengembangkan kemampuan dan spiritualitas petani, serta penyatuan visi dan misi para petani untuk menyelesaikan permasalahan petani hingga tercapainya tujuan organisasi yang menjadi cita-cita bagi masyarakat tani itu sendiri. Proses kaderisasi dilakukan dengan memberian pendidikan organisasi yang meliputi pendidikan massa, pendidikan dasar atau perkenalan organisasi, pendidikan kader, dan pendidikan keahlian/pelatihan. Serikat Petani Indonesia (SPI) melaksanakan proses kaderisasi untuk kelompok/masyarakat tani yang terkena imbas dari ketidakadilan dari sebuah sistem yang ada khususnya di daerah-daerah yang menjadi tanggungjawabnya secara organisatoris, dalam penelitian ini khususnya pada masyarakat tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan yang tergabung dalam Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas. Proses kaderisasi mampu memberikan kesadaran petani untuk melakukan perjuangan secara kolektif, dan juga terhadap pengembangan kondisi sosial ekonomi masyarakat tani. Sehingga dengan proses kaderisasi yang dilakukan dalam organisasi mampu mewujudkan semangat perjuangan tani untuk menuju
36
tatanan sosial ekonomi yang lebih ideal bagi petani, dalam aspek pendidikan, sistem produksi, penghasilan, dan kesehatan.
Bagan Kerangka Pemikiran Petani
Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas
Kaderisasi
Pendidikan Massa
Pelatihan Pendidikan Kader
Pendidikan Dasar
Kehidupan Sosial Ekonomi Petani
Pendidikan
Kesehatan Penghasilan
Sistem Produksi
37
2.9. Penelitian/Karya Ilmiah Terdahulu Adapun yang menjadi penelitian/karya ilmiah terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, ialah: a. Yudhistira, Dika. (2011) Skripsi: Gerakan Sosial kaum Tani (Studi Kasus Pengorganisasian Tani di Dewan Pengurus Wilayah Serikat Petani Indonesia Sumatera Utara). Metode penelitian eksploratif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. b. Amirullah. (2011) Skripsi: Pengaruh partisipasi anggota keluarga petani dalam wadah koperasi basis terhadap sosial ekonomi keluarga petani di kelurahan rengas pulau kecamatan medan marelan kota medan.
Metode
penelitian
eksplanatif
dengan
menggunakan
pendekatan kualitatif. c. Sinaga, Randa.(2013) Skripsi: Pengaruh pengorganisasian dan pengembangan masyarakat Serikat Petani Indonesia (SPI) terhadap kondisi sosial ekonomi petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Metode penelitian eksplanatif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. 2.10. Hipotesis Secara etimologi istilah hipotesis berasal dari bahasa latin, yang tersiri dari kata, yaitu hipo yang berarti sementara dan these yang berarti pernyataan. Dengan demikian secara sederhana hipotesis dapat diartikan sebagai pernyataan sementara. Kerlinger 1997 (Siagian, 2011:147) mengemukakan bahwa hipotesis
38
adalah suatu pernyataan sementara yang menyatakan hubungan antara dua variabel atau lebih. Hipotesis harus dirumuskan dalam kalimat pernyataan. Hipotesis yang baik harus menyatakan hubungan yang jelas dan tegas antara dua atau lebih variabel dan juga membenarkan, bahkan memerlukan pengujian atas kebenaran pernyataan yang dirumuskan. Maka dapat kita simpulkan bahwa hipotesis adalah suatu pernyataan yang menegaskan hubungan antara dua atau lebih variabel dimana pernyataan tersebut merupakan jawaban yang bersifat sementara atas masalah penelitian. Selain itu hipotesis adalah arahan sementara untuk menjelaskan fenomena yang diteliti (Siagian, 2011:149). Hipotesis itu bias ditolak (H-) dan juga bias diterima (H+), dan bias juga tidak dipengaruhi sama sekali terhadap penelitian yang dilakukan (Hо) (Nawawi, 1998: 43). Adapun hipotesa penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: H+ :
Terdapat dampak pelaksanaan kaderisasi Serikat Petani Indonesia
(SPI) Basis Simpang Kopas yang signifikan terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan. Hо:
Tidak terdapat dampak pelaksanaan kaderisasi Serikat Petani
Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas yang signifikan terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan.
39
2.11. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.11.1. Defenisi Konsep Konsep merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1989:33). Dalam hal ini defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan dan mendefenisikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian ini. Untuk lebih memahami pengertian konsep-konsep yang akan digunakan, maka penulis membatasi konsep-konsep tersebut sebagai berikut: 1. Dampak, yang dimaksud dengan dampak dalam penelitian ini adalah akibat positif atau negatif yang disebabkan oleh suatu peristiwa atau suatu keadaan/kondisi. Dalam hal ini dilihat sejauh mana dampak pelakasanaan kaderisasi Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan. 2. Kaderisasi, yang dimaksud dengan kaderisasi dalam penelitian ini ialah pendidikan organisasi yang didalamnya terdapat transformasi nilai-nilai organisasi yang mengandung sejumlah azas, pemahaman tentang kerakyatan dan perjuangan untuk meningkatkan potensi dan spiritualitas kader, yang meliputi pendidikan massa, pendidikan dasar atau perkenalan
organisasi,
pendidikan
keahlian/pelatihan.
40
kader,
dan
pendidikan
3. Serikat Petani Indonesia (SPI) adalah sebuah organisasi massa petani di Indonesia. Organisasi ini merupakan wadah perjuangan para petani kecil dan buruh tani yang semakin termarjinalkan dari pembangunan. Fokus perjuangannya adalah pembaruan agraria, hak asasi petani, kedaulatan pangan, pertanian berkelanjutan, dan melawan neoliberalisme. 4. Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas merupakan Serikat Petani Indonesia (SPI) yang berbasis di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan, dalam kepemimpinan Dewan Pengurus Basis (DPB) Serikat Petani Indonesia (SPI) Simpang Kopas. 5. Sosial ekonomi, yang dimaksud dengan sosial ekonomi dalam penelitian ini adalah suatu kondisi atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu dalam masyarakat, yang ditentukan berdasarkan tingkat pendidikan, sistem produksi, tingkat penghasilan, dan kesehatan. 6. Masyarakat tani, yang dimaksud dengan masyarakat tani dalam penelitian ini adalah para petani Desa Huta Padang yang tergabung sebagai anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas.
41
2.11.2. Defenisi Operasional Defenisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan defenisi konsep. Defenisi operasional sering disebut sebagai suatu konsep yang semula bersifat statis menjadi dinamis. Wujud operasionalisasi konsep adalah dalam bentuk sajian yang benarbenar terperinci, sehingga makna dan aspek-aspek yang terangkum dalam konsep tersebut terangkat dan terbuka. Defenisi operasional merupakan petunjuk bagaimana suatu variable dapat diukur (Siagian, 2011:141). Adapun yang menjadi defenisi operasional yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: A. Variabel bebas atau disebut juga X adalah segala gejala, faktor, atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi munculnya variable kedua (Nawawi, 1998:57). Dalam penelitian ini yang menjadi variable X adalah kaderisasi Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas, adapun pelaksanaan dari kaderisasi tersebut meliputi : a. Pendidikan Massa, yang merupakan segala aktivitas yang mengandung nilai informasi dan mendidik yang berhubungan langsung dengan massa (internal dan eksternal SPI), biasanya dikategorikan sebagai aktivitas penyuluhan, pengorganisasian dan pemberdayaan. Media pendidikan ini dapat dilakukan secara rutin dan temporer, seperti demonstrasi, rapat, diskusi, seminar, dan praktek-praktek perjuangan dan kegiatan petani lainnya.
42
b. Pendidikan Dasar/Perkenalan Organisasi, yang merupakan proses belajar mengajar materi dasar yakni mengenal organisasi secara umum untuk anggota/anggota pemula yang dilangsungkan secara rutin di tingkat basis. c. Pendidikan Kader, yang merupakan pendidikan berjenjang yang diselenggarakan sebagai upaya melahirkan kader-kader yang memiliki kemampuan dan kapasitas dalam menerjemahkan kinerja organisasi dan perjuangan. Adapun jenjang kaderisasinya ialah ; -
Kader E : mereka yang terdaftar dalam keanggotaan SPI yang dikeluarkan oleh DPC dan telah lulus pelatihan ke-SPI-an tingkat Satu.
-
Kader D : mereka yang terdaftar dalam keanggotaan SPI yang dikeluarkan oleh DPW dan telah lulus pelatihan ke-SPI-an tingkat Dua.
-
Kader C : mereka yang terdaftar dalam keanggotaan SPI yang dikeluarkan oleh DPW dan telah lulus pelatihan ke-SPI-an tingkat Tiga.
-
Kader B : mereka yang terdaftar dalam keanggotaan SPI yang dikeluarkan oleh DPP dan telah lulus pelatihan ke-SPI-an tingkat Empat (kader inti).
-
Kader A : mereka yang terdaftar dalam keanggotaan SPI yang dikeluarkan oleh DPP dan telah lulus pelatihan ke-SPI-an tingkat Lima (kader inti).
43
d. Pendidikan
Keahlian/Pelatihan,
yang
merupakan
pendidikan
di
lingkungan SPI yang mengajarkan keterampilan-keterampilan teknis seperti : budidaya pertanian, pengolahan hasil pertanian, keterampilan administrasi keuangan, jurnalistik, dan lain-lain. B. Variabel terikat atau disebut juga Y adalah sejumlah gejala atau faktor maupun unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan dengan adanya variabel bebas dan bukan karena adanya variabel lain (Nawawi, 1998:57). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel Y adalah kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani, sebelum dan sesudah bergabung bersama Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan. Sosial Ekonomi masyarakat tani tersebut meliputi: a. Pendidikan (formal, informal, maupun non formal) merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran dalam mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki pengetahuan, kekuatan spiritual, pengendalian diri, kecerdasan, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. b. Sistem produksi merupakan suatu gabungan dari beberapa unit atau elemen yang saling berhubungan dan saling menunjang untuk melaksanakan proses produksi. Beberapa elemen tersebut antara lain adalah alat produksi, hubungan produksi, dan hasil produksi. Bagi petani sendiri yang menjadi alat produksi utama adalah lahan tanah.
44
c. Penghasilan, yang dalam hal ini tingkat penghasilan bagi petani yang diukur berdasarkan hasil produksi pertanian, pendapatan, dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. d. Kesehatan merupakan kemampuan memberikan jaminan kesehatan terhadap keluarga. Indikator yang digunakan adalah kemampuan membeli obat-obatan, peningkatan gizi, dan kemampuan untuk berobat ke rumah sakit, puskesmas atau pengobatan tradisional.
45