BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ergonomi Faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan tenaga kerja berhubungan dengan ergonomi, yaitu : sikap dan cara kerja, kegelisahan kerja, beban kerja yang tidak adekuat, monotonnya pekerjaan, jam kerja yang tidak sesuai, pekerjaan yang berulang-ulang. Pengaruhpengaruh tersebut berkumpul di dalam tubuh dan mengakibatkan perasaan lelah. Perasaan ini dapat mengakibatkan seseorang berhenti bekerja. Interaksi antara manusia, alat dan bahan, serta lingkungan kerja menimbulkan beberapa pengaruh terhadap tenaga kerja. Pengaruh atau dampak negatif sebagai hasil samping proses industri merupakan beban tambahan dari tenaga kerja yang bisa menimbulkan kelelahan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan adanya beban tambahan lingkungan kerja, yaitu : 1. Faktor fisik, meliputi penerangan, kebisingan, vibrasi mekanis, iklim kerja dan radiasi. 2. Faktor kimia, meliputi gas, uap, debu, kabut fume, asap, awan, cairan dan benda padat. 3. Faktor biologis, meliputi tumbuhan dan hewan. 4. Faktor fisiologis, meliputi konstruksi mesin, sikap dan cara kerja. 5. Faktor psikologis, meliput i suasana kerja, hubungan antara pekerja atau dengan atasan. (Depnaker, 2004) Pembebanan otot secara statis (static muscular loading)jika dipertahankan dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan Repetition Strain Injuries (RSI), yaitu nyeri otot, tulang, tendon, dan lain-lain yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang (repetitive). Selain itu karakteristik kelelahan akan meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan yang
Universitas Sumatera Utara
dilakukan, sedangkan menurunnya rasa lelah (recovery) adalah didapat dengan memberikan istirahat yang cukup. (Nurmianto, 2003) Sikap atau posisi tubuh dalam bekerja memiliki hubungan yang positif dengan timbulnya kelelahan kerja. Tidak peduli apakah pekerja harus berdiri, duduk, atau dalam sikap posisi kerja yang lain, dimana pertimbangan-pertimbangan ergonomik yang berkaitan dengan sikap/ posisi kerja akan sangat penting. (Suma’mur, 1999) Beberapa jenis pekerjaan akan memerlukan sikap dan posisi tertentu yang kadang-kadang cenderung untuk tidak mengenakkan. Kondisi kerja seperti ini memaksa pekerja selalu berada pada sikap dan posisi kerja yang tidak nyaman dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan pekerja cepat lelah, melakukan banyak kesalahan, dan menderita cacat tubuh. (Wignjosoebroto, 2003) Sikap tubuh dalam bekerja harus memperhatikan : 1. Senantiasa diupayakan agar semua pekerjaan dilaksanakan dengan sikap duduk dan sikap berdiri yang bergantian. 2. Segala posisi dan sikap tubuh yang tidak alami dihindarkan atau diusahakan agar bebas statis sekecil-kecilnya. (Fikri, 2002) 2.2. Kelelahan Kerja Kelelahan merupakan akibat dari kebanyakan tugas pekerjaan yang sama. Pada pekerjaan yang berulang, tanda pertama kelelahan merupakan peningkatan dalam rata-rata panjang waktu yang diambil untuk menyelesaikan suatu siklus aktivitas. Waktu pendistribusian yang hati-hati sering menunjukkan kelambatan performansi sebagaimana yang tampak dalam pendistribusian proporsi yang lebih besar dari siklus lambat yang tidak normal. (Nurmianto, 2003) 2.2.1. Defenisi Kelelahan Kerja
Universitas Sumatera Utara
Ada beberapa defenisi dari kelelahan kerja, yaitu : 1. Kelelahan kerja menurut Suma’mur (1996), merupakan proses menurunnya efisiensi, performans kerja dan berkurangnya kekuatan/ ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan. 2. Kelelahan kerja menurut Eko Nurmianto (2003), kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri. 3. Kelelahan kerja menurut Tarwaka (2004), merupakan suatu mekanisme perlindungan agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan setelah istirahat. 4. Kelelahan kerja menurut AM. Sugeng Budiono (2003), adalah suatu kondisi yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam bekerja. 2.2.2. Penyebab Kelelahan Kelelahan mempunyai beragam penyebab yang berbeda, yaitu : 1. Beban Kerja Merupakan volume pekerjaan yang dibebankan kepada tenaga kerja, baik fisik maupun mental dan tanggung jawab. Beban kerja yang melebihi kemampuan akan mengakibatkan kelelahan kerja. (Depkes, 1991) 2. Beban Tambahan Beban tambahan merupakan beban diluar beban kerja yang harus ditanggung oleh pekerja. Beban tambahan tersebut berassal dari lingkungan kerja yang memiliki potensi bahaya seperti lingkungan kerja. Lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi kelelahan adalah:
Universitas Sumatera Utara
a. Iklim Kerja Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya (Kepmenaker, No: Kep-51/MEN/1999). Suhu yang terlalu rendah dapat menimbulkan keluhan kaku dan kurangnya koordinasi sistem tubuh, sedangkan suhu terlalu tinggi akan menyebabkan kelelahan dengan akibat menurunnya efisiensi kerja, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, aktivitas organ-organ pencernaan menurun, suhu tubuh meningkat, dan produksi keringat meningkat. (Rasjid, 1989) b. Kebisingan Kebisingan merupakan suara atau bunyi yang tidak dikehendaki karena pada tingkat atau intensitas tertentu dapat menimbulkan gangguan, terutama merusak alat pendengaran. Kebisingan akan mempengaruhi faal tubuh seperti gangguan pada saraf otonom yang ditandai dengan bertambahnya metabolisme, bertambahnya tegangan otot sehingga mempercepat kelelahan. (Setiarto, 2002) c. Penerangan Penerangan ditempat kerja merupakan salah satu sumber cahaya yang menerangi bendabenda ditempat kerja. Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan tenaga kerja melihat pekerjaan dengan teliti, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu serta membantu menciptakan lingkungan kerja yang nikmat dan menyenangkan. Penerangan tempat kerja yang tidak adekuat juga bisa menyebabkan kelelahan mata, akan tetapi penerangan yang terlalu kuat dapat menyebabkan kesilauan. 3. Faktor Individu
Universitas Sumatera Utara
a. Umur Umur dapat mempengaruhi kelelahan kerja. Semakin tua umur seseorang semakin besar tingkat kelelahan. Fungsi faal tubuh yang dapat berubah karena faktor usia mempengaruhi ketahanan tubuh dan kapasitas kerja seseorang. (Suma’mur, 1999) b. Masa Kerja Masa kerja dapat mempengaruhi pekerja baik positif maupun negatif. Akan memberikan pengaruh positif bila semakin lama seseorang bekerja maka akan berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif apabila semakin lama bekerja akan menimbulkan kelelahan dan kebosanan. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan
oleh lingkungan kerja tersebut. Secara garis besar masa kerja dapat dikategorikan menjadi 3 (Budiono, 2003), yaitu: 1. Masa kerja < 6 tahun 2. Masa kerja 6-10 tahun 3. Masa kerja >10 tahun 2.2.3. Jenis Kelelahan Kerja Kelelahan dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu berdasarkan : 1. Proses a. Kelelahan otot ialah menurunnya kinerja sesudah mengalami stress tertentu yang ditandai dengan menurunnya kekuatan dan kelambanan gerak. b. Kelelahan umum, menurut Grandjean (1985) ialah suatu perasaan yang menyebar yang disertai adanya penurunan kesiagaan dan kelambanan pada setiap aktivitas. Perasaan adanya kelelahan secara umum ditandai dengan berbagai kondisi antara lain :
Universitas Sumatera Utara
•
Kelelahan visual, yaitu ketegangan yang terjadi pada organ visual (mata).
•
Kelelahan mental, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh pekerjaan mental atau intelektual (proses berpikir).
•
Kelelahan syaraf, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh tekanan berlebihan pada salah satu bagian sistem psikomotor, seperti pada pekerjaan yang membutuhkan keterampilan.
•
Kelelahan monotonis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh aktivitas kerja yang bersifat rutin, monoton, atau lingkungan kerja yang sangat menjemukan.
•
Kelelahan kronis, yaitu yaitu kelelahan yang disebabkan olehakumulasi efek jangka panjang.
•
Kelelahan sirkandian, yaitu bagian dari ritme siang-malam dan memulai periode tidur yang baru. Pengaruh-pengaruh tersebut terakumulasi di dalam tubuh manusia dan menimbulkan perasaan lelah yang dapat menyebabkan seseorang berhenti bekerja (beraktifitas).
2. Waktu terjadinya kelelahan a. Kelelahan akut, disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh organ tubuh secara berlebihan dan datangnya secara tiba-tiba. b. Kelelahan kronis, merupakan kelelahan yang terjadi sepanjang hari dalam jangka waktu yang lama dan kadang-kadang terjadi sebelum melakukan pekerjaan, selain itu timbulnya keluhan psikosomatis seperti meningkatnya ketidakstabilan jiwa, kelesuan umum, meningkatnya sejumlah penyakit fisik seperti sakit kepala, perasaan pusing, sulit tidur, masalah pencernaan, detak jantung yang tidak normal, dan lain-lain 3. Penyebab terjadinya kelelahan
Universitas Sumatera Utara
a. Faktor fisiologis merupakan kelelahan yang disebabkan karena adanya faktor lingkungaan fisik, seperti penerangan, kebisingan, panas dan suhu. b. Faktor psikologis terjadi apabila adanya pengaruh hal-hal diluar diri yang berwujud pada tingkah laku atau perbuatan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti suasana kerja, interaksi dengan sesama pekerja maupun dengan atasan. (Ida, 2001) 2.2.4. Mekanisme Kelelahan Konsep kelelahan merupakan reaksi fungsional dari pusat kesadaran yaitu cortex cerebri yang dipengaruhi oleh dua sistem penghambat (inhibisi dan system penggerak/aktivasi) Sampai saat ini masih berlaku dua teori tentang kelelahan otot, yaitu: 1. Teori Kimia Secara teori kimia bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya sistem metabolisme sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot, sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan syaraf adalah penyebab sekunder. 2. Teori syaraf pusat Bahwa perubahan kimia hanya penunjang proses, yang mengakibatkan dihantarkannya rangsangan syaraf oleh syaraf sensosrik ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Rangsangan aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial gerakan pada sel syaraf menjadi berkurang. Berkurangnya frekuensi ini akan menurunkan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat. Kondisi dinamis dari pekerjaan akan meningkatkan sirkulasi darah yang juga mengirimkan zat-zat makanan bagi otot dan mengusir asam laktat. Karena suasana kerja dengan otot statis aliran darah akan menurun, maka asam laktat akan terakumulasi dan mengakibatkan
Universitas Sumatera Utara
kelelahan otot lokal. Disamping itu juga dikarenakan beban otot yang tidak merata pada jaringan tertentu yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja (performance) seseorang. (Eko Nurmianto, 2003) Kelelahan diatur oleh sentral dari otak. Pada susunan syaraf pusat, terdapat sistem aktivasi dan inhibisi. Kedua sistem ini saling mengimbangi tetapi kadangkadang salah satu daripadanya lebih dominan sesuai dengan kebutuhan. Sistem aktivasi bersifat simpatis, sedang inhibisi adalah parasimpatis. Agar tenaga kerja berada dalam keserasian dan keseimbangan, kedua sistem tersebut berada pada kondisi yang memberikaan stabilitas pada tubuh. (Suma’mur PK, 1999) 2.2.5. Proses Akumulasi Kelelahan Kelelahanyang disebabkan oleh sejumlah faktor yang berlangsung secara terus-menerus dan terakumulasi akan menyebabkan apa yang disebut dengan ”lelah kronis”. Gejala-gejala yang tampak jelas akibat lelah kronis dapat dicirikan seperti : •
Meningkatnya emosi dan rasa jengkel sehingga orang menjadi kurang toleran atau asosial terhadap orang lain.
•
Munculnya sikap apatis terhadap pekerjaan.
•
Depresi yang berat, dan lain-lain. Secara pasti datangnya kelelahan yang menimpa diri seseorang akan sulit untuk
didefinisikan secara jelas. Problematik kelelahan akhirnya membawa manajemen untuk selalu berupaya mencari jalan keluarnya. Selain memberikan waktu istirahat yang cukup untuk proses pemulihan (recovery) kondisi fisik yang lelah, lamanya periode waktu kerja juga bisa memberikan dampak perubahan terhadap efisiensi operator.
Universitas Sumatera Utara
Dengan memperpendek jam kerja harian akan menghasilkan kenaikan output per jam, sebaliknya dengan memperpanjang jam kerja harian akan memperlambat kecepatan (tempo) kerja yang akhirnya berakibat pada penurunan prestasi kerja perjamnya. Misalnya tidak hanya akan memberikan hasil yang meragukan, tetapi juga akan diikuti dengan meningkatnya absen karena sakit atas rasas lelah yang berlebihan. Jam kerja 8 jam/ hari sulit untuk dilampaui tanpa menimbulkan efek-efek negatif terhadap fisik manusia. Penambahan jam kerja hanya bisa ditoleransi untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu, ringan (non fisik) dan banyak memiliki kesempatan untuk istirahat. Pengaturan jadwal kerja harian sebesar 8 jam per hari sudah merupakan hasil yang optimal. Meskipun dalam hal ini pemberian waktu istirahat masih diperlukan dan bisa disisipkan diantara kurun waktu 8 jam tersebut. 2.2.6. Pengaturan Jadwal Istirahat dalam suatu Periode Hari Kerja Pemberian istirahat pada dasarnya diperlukan untuk memulihkan kesegaran fisik ataupun mental bagi diri manusia (pekerja). Jumlah total waktu yang dibutuhkan untuk istirahat berkisar rata-rata 15% dari total waktu kerja. Tetapi besar kecilnya presentase tersebut juga dapat tergantung pada tipe pekerjaannya. Untuk pekerjaan normal fisik berat (kerja berat/ kasar), presentase waktu istirahat yang diperlukan bisa mencapai 30%. Bekerja dengan frekwensi istirahat yang sering akan lebih baik dibandingkan dengan yang jarang. Beberapa kali melakukan istirahat pendek (3 : 5 menit) akan memberikan hasil yang lebih baik ditinjau dari output yang dihasilkan maupun efek terhadap fisik tubuh daripada diberikan sekaligus istirahat dalam jangka waktu panjang. 2.2.7. Akibat Kelelahan Kerja Kelelahan dapat kita ketahui dari gejala-gejala atau perasaan yang sering timbul. Menurut Suma’mur (1996) ada 30 gejala kelelahan yang terbagi dalam 3 (tiga) kategori, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Terjadinya pelemahan kegiatan Perasaan berat di kepala, menjadi lelah seluruh badan, kaki terasa berat, menguap, pikiran kacau, mengantuk, mata berat, kaku dan canggung dalam gerakan, tidak seimbang dalam berdiri dan merasa ingin berbaring. 2. Terjadinya pelemahan motivasi Merasa susah berpikir, lelah berbicara, menjadi gugup, tidak dapat berkonsentrasi, tidak mempunyai perhatian terhadap sesuatu, cenderung untuk lupa, kurang, kepercayaan, cemas terhadap sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap, dan tidak tekun dalam pekerjaan. 3. Gambaran kelelahan fisik akibat keadaan umum Sakit kepala, kekakuan bahu, nyeri di punggung, pernafasan seperti tertekan, haus, suara serak, merasa pening, spasme dari kelopak mata, tremor pada anggota badan, dan merasa kurang sehat. Oleh karenanya terjadi kecenderungan meningkatnya absenteisme terutama mangkir kerja jangka pendek, sebabnya adalah kebutuhan untuk beristirahat lebih banyak atau meningkatnya angka sakit. 2.2.8. Penanggulangan Kelelahan Kerja 1. Lingkungan kerja bebas dari zat berbahaya, penerangan memadai, pengaturan udara yang adekuat, bebas dari kebisingan, getaran, serta ketidaknyamanan. 2. Waktu kerja diselingi istirahat pendek dan istirahat untuk makan. 3. Kesehatan umum dijaga dan dimonitor. 4. Pemberian gizi kerja yang memadai sesuai dengan jenis pekerjaan dan beban kerja. 5. Beban kerja berat tidak berlangsung terlalu lama.
Universitas Sumatera Utara
6. Tempat tinggal diusahakan sedekat mungkin dengan tempat kerja, kalau perlu bagi tenaga kerja dengan tempat tinggal jauh diusahakan transportasi dari perusahaan. 7. Pembinaan mental secara teratur dan berkala dalam rangka stabilitas kerja dan kehidupannya. 8. Disediakan fasilitas rekreasi, waktu rekreasi dan istirahat dilaksanakan secara baik. 9. Cuti dan liburan diselenggarakan sebaik-sebaiknya. 10. Diberikan perhatian khusus pada kelompok tertentu seperti tenaga kerja beda usia, wanita hamil dan menyusui, tenaga kerja dengan kerja gilir di malam hari, tenaga baru pindahan. 11. Mengusahakan tenaga kerja bebas alkohol, narkoba, dan obat berbahaya. 2.3.Shift Kerja Seseorang akan berbicara mengenai shift kerja bila dua atau lebih pekerja bekerja secara berurutan pada lokasi pekerjaan yang sama. Bagi seorang pekerja, shift kerja berarti berada pada lokasi kerja yang sama, baik teratur pada saat yang sama (shift kerja kontinyu) atau pada waktu yang berlainan (shift kerja rotasi). Shift kerja berbeda dengan hari kerja biasa, dimana pada hari kerja biasa pekerjaan dilakukan secara teratur pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya, sedangkan shift kerja dapat dilakukan lebih dari satu kali untuk memenuhi jadwal 24 jam/ hari. Biasanya perusahaan yang berjalan secara kontinyu yang menerapkan aturan shift kerja hari ini. Bekerja dalam perputaran waktu dapat diatur dalam banyak cara. Bagi industri manufaktur dan jasa, cara yang umum digunakan adalah membagi 24 jam menjadi 3 shift dengan panjang yang sama. Di Inggris dan Eropa biasanya diterapkan dari pukul 06.00 sampai 14.00 (shift pagi), 14.00 sampai 20.00 (shift sore), dan 20.00 sampai 06.00 (shift malam) – atau satu jam (bisa 2 jam) lebih dulu untuk tiap shift.
Universitas Sumatera Utara
Pekerja shift adalah sebagai seseorang yang bekerja diluar jam kerja normal dalam seminggu. Para pekerja shift termasuk mereka yang bekerja dalam tim berotasi, pekerja malam dan mereka yang bekerja pada jam-jam yang tidak umum, minggu kerja yang tidak umum dan hari kerja yang diperpanjang. (Lanfranchi, 2001) 2.3.1. Karakteristik dan Kriteria Shift Kerja Shift kerja mempunyai dua macam bentuk, yaitu shift berputar (rotation) dan shift tetap (permanent). Dalam merancang perrputaran shift ada dua macam yang harus diperhatikan, yaitu : 1. Kekurangan istirahat atau tidur hendaknya ditekan sekecil mungkin sehingga dapat meminimumkan kelelahan. 2. Sediakan waktu sebanyak mungkin untuk kehdiupan keluarga dan kontak sosial. Knauth (1988) dalam jurnalnya yang berjudul The Design of Shift Systems mengemukakan bahwa terdapat 5 (lima) faktor utama yang harus diperhatikan dalam shift kerja, antara lain : 1. Jenis shift (pagi, sore, malam). 2. Panjang waktu tiap shift 3. Waktu dimulai dan diakhirinya satu shift. 4. Distribusi waktu istirahat. 5. Arah transisi shift. Ada 5 (lima) kriteria dalam mendesain suatu shift kerja, antara lain : 1. Setidaknya ada jarak 11 jam antara permulaan dua shift yang berurutan. 2. Seorang pekerja tidak boleh lebih dari tujuh hari berturut-turut (seharusnya 5 hari kerja, 2 hari libur). 3. Sediakan libur akhir pekan (setidaknya 2 hari).
Universitas Sumatera Utara
4. Rotasi shift mengikuti matahari. 5. Buat jadwal yang sederhana dan mudah diingat. 2.3.2. Pengaruh Shift Kerja Terhadap Kesehatan Fisik Sudah dipercaya bahwa sebagian besar dari pekerja yang bekerja pada shift malam memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami kecelakaan kerja dibandingkan mereka yang bekerja pada shift normal (shift pagi). Josling (1998) dalam artikelnya yang berjudul Shift Work and III-Health mempertegas anggapan tersebut dengan menyebutkan hasil penelitian yang dilakukan oleh The Circardian Learning Centre di Amerika Serikat yang menyatakan bahwa para pekerja shift, terutama yang bekerja di malam hari dapat terkena beberapa permasalahan kesehatan. Permasalahan kesehatan ini antara lain : gangguan tidur, kelelahan, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan gangguan gastrointestinal. Sedangkan gangguan kesehatan tersebut, ditambah dengan tekanan stres yang besar dapat secara otomatis meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan pada para pekerja shift malam. 2.3.3. Sistem Shift Kerja Ada beberapa jenis sistem shift kerja yang dikenal perusahaan. Secara umum, sistem itu dapat dibagi dalam beberapa pola, namun tidak menutup kemungkinan suatu shift kerja dapat memiliki beberapa aspek dari pola yang berlainan. Kogi (1985) mencatat empat hal penting dari sebuah sistem shift, yaitu : 1. Apakah shift kerja tersebut dilakukan pada waktu tidur seseorang yang normal? 2. Apakah kerja dilakukan pada seminggu penuh atau memasukkan hari istirahat diantaranya? 3. Bagaimana pembagian shift yang dilakukan dalam satu hari kerja?
Universitas Sumatera Utara
4. Apakah pekerja melakukan shift yang sama setiap hari atau mengalami rotasi dengan shift lain? 2.3.4. Bagaimanakah Memilih Sistem Shift Kerja Yang Sesuai Pada dasarnya, terdapat tiga aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pemilihan sistem shift, yakni : 1. Kesehatan dan Keselamatan Pekerja Suatu sistem syaraf manusia biasanya memiliki daya tolak yang luar biasa terhadap perubahan yang tiba-tiba. Jadi, penjadwalan kerja seharusnya diatur sehingga tidak menggangu sistem syaraf tersebut secara berlebihan. Biasanya hal ini dilakukan dengan memberikan perubahan bersifat sementara dan berikutnya pekerja dikembalikan pada kondisi normalnya. Misalnya, seorang pekerja hanya menjalani satu shift malam dalam satu minggunya. Cara lain, adalah dengan memberikan perubahan yang permanen pada pekerja hingga ia terbiasa dengan keadaan tersebut. Contoh, pekerja tersebut melakukan shift malam terus-menerus tanpa diselingi oleh shift yang berlainan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pekerja yang mengalami gangguan kesehatan, seperti kesulitan pencernaan dan sulit tidur, biasanya dipengaruhi secara negatif oleh shift malam. (Calvarhais, Tepas & Mahan, 1988). 2. Performansi Kerja Berkurangnya jumlah dan kualitas tidur pekerja malam mengacu pada berkurangnya performansi pekerja. Pada beberapa pekerjaan, interaksi yang terjadi pada kesenjangan
kebutuhan
kerja-kondisi
tubuh
dengan
kesulitan
tidur
dapat
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan penurunan secara signifikan pada performansi dan keselamatan pekerja malam. (Monk, Wagner, 1989) 3. Interaksi Sosial Kebutuhan seseorang pasti berbeda-beda. Permasalahan pokok yang berhubungan dengan shift kerja adalah terkadang pekerja tidur saat kegiatan sosial berlangsung. Hal ini menyebabkan pekerja sulit memberikan waktunya pada keluarga, berkumpul dengan teman atau berinteraksi dengan masyarakat untuk mendapatkan nilai sosial yang besar. Sedangkan kegiatan harian lainnya seperti olahraga, berbelanja atau menonton televisi sebagai hiburan dapat dilupakan. Selanjutnya dalam menentukan shift kerja yang sesuai, kriteria perlu diterapkan untuk mendapatkan sistem yang disetujui banyak pihak. Sebagai contoh, seseorang dapat membuat kebutuhan kerja sebagai berikut : 1. Waktu kerja tiap hari tidak boleh lebih dari 8 jam. 2. Jumlah shift kerja malam yang berurutan untuk seorang pekerja, harus ditekan sekecil mungkin. 3. Setiap shift malam harus diikuti dengan waktu libur setidaknya 24 jam. 4. Tiap perencanaan shift kerja mesti meliputi akhir pekan, paling tidak 2 hari berurutan. Untuk pekerja malam dan sore hari, tingkat penerangan yang tinggi harus tersedia, yakni sekitar 2000 lux atau lebih. Selain itu, stimulan bagi pekerja agar tetap terjaga dan waspada perlu dilaksanakan, seperti pemasangan musik, penyediaan minuman berkafein dan makanan panas. Dari peninjauan psikologis, fisiologis, performansi dan tingkah laku sosial, rekomendasi berikut patut dijadikan acuan bagi perencanaan shift kerja, yaitu : 1. Aktifitas kerja harus mengikuti pola kebiasaan tubuh.
Universitas Sumatera Utara
2. Pelaksanaan kerja di siang hari lebih disukai daripada shift malam. 3. Shift sore hari lebih disukai daripada shift malam. 4. Bila pembagian shift diperlukan, terdapat dua aturan yang berlawanan yaitu : a. Pekerja melakukan hanya satu shift malam/ sore dalam satu minggu kerja. b. Secara permanen melakukan shift malam. 5. Waktu kerja cukup dilakukan 8 jam selama satu shift, tetapi bagi pekerjaan yang membutuhkan perhatian mental/ fisik tinggi sebaiknya waktu kerjanya dipersingkat. Sebaliknya waktu kerja tiap shift dapat diperpanjang pada pekerjaan yang sifatnya rutin. 6. Jam kerja minggu yang terkompresi sebaiknya dilakukan pada pekerjaan yang rutin, contohnya 10 jam pada 4 hari kerja. 2.3.5. Standar Internasional bagi Pekerja Malam Pada sidang ke-77 di Jenewa tanggal 26 Juni 1990 dibahas mengenai standar internasional bagi pekerja malam. Standar yang dimaksud adalah The Night Work Convention dan Recommendation. The Night Work Convention membahas mengenai kesehatan dan keselamatan, transfer kerja siang hari, perlindungan bagi kaum wanita, kompensasi dan pelayanan sosial. Recommendation membahas mengenai batas waktu kerja normal, waktu istirahat yang minimum antar shift, transfer kerja siang pada situasi khusus, dan kesempatan pelatihan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Standar International bagi Pekerja Malam
No.
Bidang
Ukuran
1.
Jam kerja normal
Tidak lebih dari 8 jam per hari.
2.
Overtime
Tidak ada shift kerja yang penuh berurutan.
3.
Waktu istirahat
Sekurang-kurangnya 11 jam antar shift.
4.
Jam kerja istirahat
Istirahat untuk makan dan istirahat.
5.
Ibu/ calon ibu
Penugasan di siang hari (sebelum dan sesudah kehamilan).
6.
Pelayanan sosial
Batas waktu transportasi, biaya dan perbaikan keselamatan. Perbaikan kualitas istirahat.
7.
Situasi khusus
Toleransi pada pekerja yang mempunyai tanggung jawab bagi keluarga, pekerja yang lamban dan tua.
8.
Pelatihan
Mendapatkan kesempatan pelatihan.
9.
Transfer
Pemikiran khusus untuk ditugaskan siang hari (setelah bertahun-tahun bekerja pada malam hari).
10. Pensiun
Pemikiran khusus bagi pekerja yang pensiun sebelum waktunya.
Work in Fitti(E. Grandjean, Night Work and Shift ng The Task To The Man, 1986). 2.3.6. Perputaran dan Rekomendasi Shift Kerja Merancang perputaran shift tidak bisa dilakukan sembarangan, ada hal-hal yang harus diperhatikan dan diingat, seperti yang dikemukakan oleh Pribadi (1998) berikut : 1. Kurang tidur atau istirahat hendaknya ditekan sekecil mungkin sehingga dapat meminimumkan kelelahan. 2. Sediakan waktu sebanyak mungkin untuk kehidupan keluarga dan kontak sosial.
Universitas Sumatera Utara
Pembuatan
jadwal
shift
kerja
tidak
bisa
mengabaikan
aspek-aspek
yang
mempengaruhinya. Grandjean (1986) mengemukakan teori Shwartzenau yang menyebutkan ada beberapa saran yang harus diperhatikan dalam penyusunan jadwal shift kerja, yaitu : 1. Pekerja shift malam sebaiknya berumur antara 25 – 50 tahun. 2. Pekerja yang cenderung punya penyakit di perut dan usus, serta yang punya emosi tidak stabil disarankan untuk tidak ditempatkan di shift malam. 3. Yang tinggal jauh dari tempat kerja atau yang berada di lingkungan ramai tidak dapat bekerja malam. 4. Sistem shift 3 rotasi biasanya berganti pada pukul 6 – 14 – 22, lebih baik diganti pada pukul 7 – 15 – 23 atau 8 – 16 – 24. 5. Rotasi pendek lebih baik daripada rotasi panjang dan harus dihindarkan kerja malam secara terus-menerus. 6. Rotasi yang baik 2 – 2 – 2 (metropolitan pola) atau 2 – 2 – 3 (continental pola). 7. Kerja malam 3 hari berturut-turut harus segera diikkuti istirahat paling sedikit 24 jam. 8. Perencanaan shift meliputi akhir pekan dengan 2 hari libur berurutan. 9. Tiap shift terdiri dari satu kali istirahat yang cukup untuk makan.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Kerangka Konsep Penelitian Pekerja pada proses produksi di pabrik kelapa sawit :
1. Karakteristik Pekerja: a. Umur b. Masa Kerja
2. Tahap Proses Produksi : a. Penuangan Buah b. Sterilize c. Screw Press d. Klarifikasi/ Pemurnian e. Pengolahan Inti
Perasaan Kelelahan Kerja
3. Shift Kerja a. Pagi b. Malam
Universitas Sumatera Utara