BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Upah 2.1.1
Pengertian Upah Tenaga kerja sebagai salah satu pemilik faktor produksi yang menawarkan
jasa mempunyai peranan yang sangat penting dalam keberlangsungan proses produksi. Untuk itu, atas pengorbanannya tenaga kerja berhak mendapatkan balas jasa dari perusahaannya berupa penghasilan dalam bentuk upah. Upah merupakan salah satu indikator penting untuk menilai hidup dari buruh/karyawan/tenaga kerja. Upah atau gaji yang diberikan kepada seorang tenaga kerja merupakan penghargaan atas pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan untuk kepentingan suatu organisasi atau perusahaan. Penghargaan ini tidak selamanya berbentuk uang, tetapi juga dalam bentuk penghargaan lainnya. Pengupahan sendiri merupakan salah satu faktor yang paling sensitif karena upah merupakan salah satu faktor pendorong untuk bekerja, dan berpengaruh terhadap moral dan disiplin tenaga kerja. Oleh karena itu, setiap perusahaan atau organisasi manapun seharusnya dapat memberikan upah yang seimbang dengan beban kerja yang dipikul tenaga kerja. Dengan demikian, tujuan pembinaan tenaga kerja adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang berdaya guna dan berhasil guna dapat terwujud.
26
27
Pentingnya pemberian upah kepada tenaga kerja yang sesuai dengan hasil pekerjaannya serta besarnya kebutuhan merupakan suatu hal yang harus diperhatikan oleh seorang pengusaha. Upah yang sesuai tersebut bisa diberikan baik itu sesuai dengan jam kerja ataupun banyaknya unit barang yang dihasilkan oleh tenaga kerja tersebut. Dalam UU No. 13 Tahun 2003 memberikan pengertian tentang upah yaitu hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan sesuai perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundangundangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas pekerjaan dan atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Upah merupakan imbalan jasa yang diterima seseorang di dalam hubungan kerja yang berupa uang atau barang, melalui perjanjian kerja, imbalan jasa diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan bagi diri dan keluarganya. Dalam pengertian teori ekonomi, upah yaitu pembayaran yang diperoleh berbagai bentuk jasa yang disediakan dan diberikan oleh tenaga kerja kepada pengusaha (Sadono Sukirno, 2002 : 353). Sedangkan menurut Muchdarsyah Sinungan (2000:90) “Upah kerja adalah pencerminan pendapatan nasional dalam bentuk upah uang yang diterima oleh buruh sesuai dengan jumlah dan kualitas yang dicurahkan untuk pembuatan suatu produk.” Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, upah merupakan balas jasa atau pendapatan yang diterima oleh pekerja dari pihak lain atau majikan.
28
Pengertian upah berbeda dengan pendapatan, dimana upah yaitu imbalan yang diterima pekerja dan belum termasuk tunjangan-tunjangan, maka yang dimaksud upah disini adalah imbalan yang diterima seseorang dalam kaitannya langsung dengan kerja atau berdasarkan prestasi kerja. Hal ini belum termasuk tunjangan seperti kesehatan, keluarga, hari tua, dan tunjangan lain-lain. Selain pendapat di atas, ada beberapa pengertian lain tentang upah diantaranya, yaitu : 1. Menurut Sadono Sukirno (2005:351) “Upah adalah pembayaran atas jasa-jasa fisik yang disediakan oleh tenaga kerja kepada para pengusaha. 2. Sementara itu, J. R. Hicks dalam Samuelson dan Nordhaus (1999:273) mengemukakan bahwa “…..Upah adalah harga tenaga kerja.” 3. Menurut Malayu SP. Hasibuan (1997 : 133) “Upah adalah balas jasa yang dibayarkan kepada para pekerja harian dengan berpedoman atas perjanjian yang disepakati membayarnya. 4. Sedangkan Edwin. B Flippo dalam Malayu SP Hasibuan (1997:154) “Upah didefinisikan sebagai balas jasa yang adil dan layak diberikan kepada para pekerja atas jasa-jasanya dalam mencapai tujuan organisasi (perusahaan). 5. Lain hal nya dengan Moekijat (2007:6) yang menyatakan bahwa “Upah adalah pembayaran yang diberikan yang diberikan kepada karyawan produksi dengan dasar lamanya jam kerja.“ 6. Sementara itu, Payaman. J. Simanjuntak (1996:12) menyatakan bahwa “Upah merupakan imbalan yang diterima seseorang atas jasa kerja yang diberikannya
29
bagi pihak lain, diberikan seluruhnya dalam bentuk uang atau sebagian dalam bentuk uang dan sebagian dalam bentuk natural.“ Dari pengertian diatas ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu (1) ada dua pihak yang mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda, tetapi saling mempengaruhi dan saling menentukan satu dengan yang lainnya yaitu pihak pekerja dan pihak pengusaha, (2) pihak pekerja yang memikul kewajiban dan tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan atau perintah yang diberikan oleh pengusaha/organisasi serta berhak untuk mendapatkan upah / kompensasi, (3) pihak
pengusaha/organisasi
memikul
kewajiban
untuk
memberikan
upah/kompensasi atau ganjaran atas pelaksanaan pekerjaan oleh pekerja, dan (4) hak dan kewajiban ini timbul pada saat adanya hubungan kerja.
2.1.2
Teori Upah Sistem pengupahan di suatu negara didasarkan kepada falsafah atau sistem
perekonomian negara tersebut. Teori yang mendasari sistem pengupahan pada dasarnya dapat dibedakan menurut dua ekstrim, yaitu (1) berdasarkan ajaran Karl Marx mengenai teori nilai dan pertentangan kelas, (2) berdasarkan pada teori pertambahan produk marginal berlandaskan asumsi perekonomian bebas (Sony Sumarsono, 2003:137). Sistem pengupahan dari ekstrim pertama pada umunya dilaksanakan di negara penganut paham komunis, sedangkan system pengupahan ekstrim kedua pada umumnya dipergunakan di negara-negara kapitlais. a. Teori Upah Menurut Nilai dan Pertentangan Kelas Ajaran Karl Marx menyatakan bahwa hanya buruh yang merupakan sumber nilai ekonomi. Nilai suatu barang tergantung nilai dari jasa buruh atau
30
jumlah waktu kerja yang dipergunakan untuk memproduksi barang tersebut. Implikasi dari pandangan ini adalah :
Harga barang berbeda menurut jumlah jasa buruh yang dialokasikan untuk seluruh proses produksi barang tersebut.
Jumlah jasa kerja yang dikorbankan untuk memproduksi suatu jenis barang adalah kira-kira sama. Oleh karena itu, harganya pun dibeberapa tempat menjadi kira-kira sama.
Seluruh pendapatan nasional diciptakan oleh buruh. Jadi dengan demikian hanya buruh atau pekerja yang berhak memperoleh seluruh pendapatan nasional tersebut. Sedangkan
sistem
pengupahan
dan
pelaksanaannya
berdasarkan
pandangan Karl Marx adalah sebagai berikut :
Kebutuhan konsumsi tiap-tiap orang, macam dan jumlahnya hampir sama. Nilai (harga) setiap barang hampir sama, maka upah tiap orang kira-kira sama.
Sistem pengupahan tidak memberikan intensif yang sangat perlu menjamin peningkatan produktivitas kerja dan pendapatan nasional.
Sistem kontrol yang sangat ketat diperlukan untuk menjamin setiap orang betul-betul mau kerja menurut kemampuannya. Sistem pengupahan menurut teori Karl Marx didasarkan pada teori nilai
dan asas pertentangan kelas. Pada dasarnya pandangan Karl Marx bahwa hanya buruh yang merupakan sumber nilai dari jasa buruh atau dari jumlah waktu kerja yang digunakan untuk memproduksi suatu barang. Sedangkan dari pendapat lainnya dari teori Karl Marx adalah pertentangan kelas yang artinya bahwa
31
kapitalis selalu berusaha menciptakan barang-barang modal untuk mengurangi penggunaan buruh. Akibatnya adanya pengangguran besar-besaran sehingga menurunkan upah. b. Teori Upah Menurut Pertambahan Produk Marginal Teori Neo Klasik mengemukakan bahwa dalam rangka memaksimumkan keuntungan tiap-tiap pengusaha menggunakan faktor-faktor produksi sedemikian rupa sehingga tiap faktor produksi yang dipergunakan menerima atau diberi imbalan sebesar nilai pertambahan hasil marginal dari faktor produksi tersebut. pengusaha mempekerjakan sejumlah karyawan sedemikian rupa sehingga nilai pertambahan hasil marginal seseorang sama dengan upah yang diterima orang tersebut. Tingkat upah yang dibayarkan pengusaha adalah : W = WMPPL = MPPL x P Dalam teori klasik menyatakan bahwa karyawan memperoleh upah senilai dengan pertambahan hasil marginalnya. Upah berfungsi sebagai imbalan atas usaha kerja yang diberikan seseorang tersebut pada pengusaha. Upah dibayar oleh pengusaha sesuai dengan atau sama dengan usaha kerja (produktivitas) yang diberikan kepada pengusaha. Teori Neo Klasik didasarkan pada asas nilai pertambahan hasil marginal faktor produksi, dimana upah merupakan imbalan atas pertambahan nilai produksi yang diterima pengusaha dari karyawan. Disamping berdasarkan dua falsafah di atas, dalam teori penentuan upah di pasar tenaga kerja, upah dibagi ke dalam dua jenis yaitu :
32
1) Upah Nominal Upah Nominal yaitu jumlah uang yang diterima para pekerja dari para pengusaha sebagai pembayaran ke atas tenaga mental atau fisik para pekerja yang digunakan dalam proses produksi (Sadono Sukirno, 2005:351). 2) Upah Riil Upah Riil yaitu tingkat upah pekerja yang diukur dari sudut kemampuan upah tersebut membeli barang-barang dan jasa-jasa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan para pekerja (Sadono Sukirno, 2005:351).
2.1.3
Upah Minimum
2.1.3.1 Pengertian Upah Minimum Upah pada dasarnya merupakan sumber utama penghasilan seseorang. Oleh karena itu, upah harus cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pekerja dan keluarganya dengan wajar. Kewajaran tersebut dapat dinilai dan diukur dengan Kebutuhan Hidup Minimum atau sering disebut Kebutuhan Fisik Minimum (KFM). Semuanya ini merupakan tanggung jawab semua masyarakat, pemerintah, pengusaha, dan pekerja itu sendiri untuk menjamin kebutuhan hidup minimum setiap pekerja dapat terpenuhi melalui pekerjaan yang dia lakukan. Menurut Sonny Sumarsono (2003:141) “Upah Minimum merupakan upah yang ditetapkan secara minimum regional, sektor regional maupun sub sektoral.“ Dalam hal ini upah minimum adalah upah pokok dan tunjangan. Sedangkan Upah Pokok Minimum adalah upah pokok yang diatur secara minimal baik regional,
33
sektoral, maupun sub sektoral. Dalam Peraturan Pemerintah yang diatur secara jelas hanya upah pokoknya saja dan tidak termasuk tunjangan. Disamping definisi di atas, DPP FPSI (Position Paper, Agustus 1983) dalam Sony Sumarsono (2003:157) mendefinisikan upah minimum sebagai upah permulaan yang diterima oleh seorang pekerja atau buruh yang dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara minimal. Dari definisi di atas, terlihat dua unsur penting, yaitu : a. Upah permulaan adalah upah terendah yang harus diterima oleh buruh pada waktu pertama kali dia diterima bekerja. b. Jumlah upah minimum haruslah dapat memenuhi kebutuhan hidup buruh secara minimal yaitu kebutuhan untuk sandang, pangan, dan keperluan rumah tangga. Sementara itu menurut Case & Fair (2005 : 533) yang dimaksud dengan upah minimum adalah “upah paling rendah yang diizinkan untuk dibayar oleh perusahaan kepada para pekerjanya.” Kwik Kian Gie (1999 : 569) menambahkan bahwa “Standar upah buruh harus ada batasan minimumnya. Negara berkembang tidak boleh seenaknya menentukan upah serendah mungkin.“ Di Indonesia sendiri, ketentuan mengenai ketenagakerjaan khususnya dalam sistem penentuan upah telah diatur dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Dalam pasal 88 UU No.13 Tahun 2003 disebutkan : 1. Setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. 2. Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dimaksud pada ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja atau buruh.
34
3. Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja atau buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi : Upah minimum Upah kerja lembur Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain dilakukan pekerjaannya. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya. Bentuk dan cara pembayaran upah. Denda dan potongan upah Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah Struktur dan skala pengupahan yang proporsional. Upah untuk pembayaran pesangon dan Upah untuk perhitungan pajak penghasilan 4. Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf (a) berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya, pada pasal 89 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa : 1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri atas : a. Upah minimum berdasarkan wilayah propinsi/kabupaten/kota. b. Upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah propinsi/kabupaten/kota. c. Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak. 2) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Propinsi dan atau/ Bupati/Walikota. 3) Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
2.1.3.2 Tujuan Penetapan Upah Minimum Penetapan upah minimum dipandang sebagai sarana atau instrumen kebijaksanaan yang cocok untuk mencapai kepantasan dalam hubungan kerja. Menurut Payaman J. Simanjuntak (1996:65) tujuan penetapan upah minimum adalah :
35
a. Menghindari atau mengurangi persaingan yang tidak sehat sesame pekerja dalam kondisi pasar kerja yang surplus, sehingga mereka bersedia menerima upah dibawah tingkat kelayakan; b. Menghindari atau mengurangi kemungkinan eksploitasi pekerja oleh pengusaha
yang
memanfaatkan
kondisi
pasar
untuk
akumulasi
keuntungannya; c. Sebagai jaring pengaman untuk menjaga tingkat upah karena satu dan lain hal jangan turun lagi; d. Mengurangi tingkat kemiskinan absolut pekerja, terutama bila upah minimum tersebut dikaitkan dengan kebutuhan dasar pekerja dan keluarganya; e. Mendorong peningkatan produktivitas melalui perbaikan gizi dan kesehatan pekerja maupun melalui upaya manajemen untuk memperoleh kompensasi atas peningkatan upah minimum; f. Meningkatkan daya beli masyarakat, yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara umum; g. Menciptakan hubungan industrial yang lebih aman dan harmonis.
2.1.3.3 Komponen Upah Minimum Secara teoritis ada tiga komponen yang dianggap mempengaruhi besarnya upah minimum yaitu : (1) Kebutuhan Fisik Minimum (KFM), (2) Indeks Harga Konsumen, (3) Pertumbuhan Ekonomi Daerah a. Kebutuhan Fisik Minimum Kebutuhan Fisik Minimum atau KFM adalah kebutuhan pokok dari seseorang yang diperlukan untuk mempertahankan kondisi fisik dari mentalnya
36
agar dapat menjalankan fungsinya sebagai salah satu faktor produksi. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang minimum baik ditinjau dari segi jumlah maupun dari segi jumlah maupun dari segi kualitas barang dan jasa yang dibutuhkan, sehingga merupakan kebutuhan yang tidak dapat dihindari atau dikurangi lagi. Nilai dari Kebutuhan Fisik Minimum mencerminkan nilai ekonomi dari barang dan jasa yang diperlukan oleh pekerja dan keluarganya dalam jangka waktu satu bulan. Barang dan jasa ini dibagi dalam lima kelompok barang, yaitu : 1. Makanan dan minuman; 2. Bahan bakar, alat penerangan, dan penyeduh; 3. Perumahan dan peralatan dapur; 4. Sandang atau pakaian; 5. Lain-lain termasuk di dalamnya biaya untuk transportasi, rekreasi, obatobatan, sarana pendidikan, bacaan dan sebagainya. b. Indeks Harga Kosumen Indeks Harga Konsumen merupakan petunjuk mengenai naik turunya harga kebutuhan hidup. Naiknya harga kebutuhan hidup ini secara tidka langsung mencerminkan tingkat inflasi. Indeks harga konsumen dihitung setiap bulan dan setiap tahun dinyatakan dalam bentuk persentase. c. Pertumbuhan Ekonomi Daerah Pertumbuhan ekonomi daerah mencerminkan keadaan perekonomian di suatu daerah. Keadaan perekonomian ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan kondisi perusahaan yang beroperasi di daerah yang bersangkutan. Semakin tinggi
37
tingkat pertumbuhan perekonomian di suatu daerah maka semakin besar pula kesempatan berkembang bagi perusahaan-perusahaan yang beroperasi di daerah yang bersangkutan. Baik teori nilai dari Karl Mark maupun teori pertambahan nilai marginal dari Neo Klasik pada akhirnya berkesimpulan bahwa tingkat upah dimana-mana harus sama. Ternyata tingkat upah dan cara pengupahan berbeda-beda menurut antar daerah, antar sektor, antar perusahaan bahkan di dalam perusahaan. Perbedaan tingkat upah terjadi pertama-tama karena pasar kerja itu sendiri, yang terdiri dari beberapa beberapa pasar kerja yang berbeda dan terpisah satu sama lainnya. Pekerjaan yang berbeda memerlukan tingkat pendidikan dan keterampilan yang berbeda dan tenaga kerja juga bersifat heterogrn, artinya setiap pekerja memiliki pendidikan dan keterampilan yang berbeda sehingga produktivitasnya juga berbeda sesuai dengan pendidikan dan keterampilanyya
2.1.4
Metode Pembayaran Upah Tenaga Kerja Sistem pengupahan adalah sistem pembayaran upah terhadap karyawan
atau tenaga kerja yang umum diterapkan dalam suatu perusahaan. Sistem pengupahan ini memberikan kepuasan bagi pekerja, laba untuk perusahaan serta barang atau jasa yang berkualitas dan harga yang pantas. Sistem pengupahan ini harus dilihat dari beberapa aspek seperti aspek kehidupan (desire to live), aspek keinginan untuk memiliki sesuatu (desire for possession), aspek keinginan atas kekuasaan (desire for power), aspek keinginan untuk pengakuan (desire for recoqnition). Oleh sebab itu, dalam memenuhi kebutuhan
pekerja,
maka
pengusaha
dalam
menentapkan
upah
harus
38
memperhatikan kebutuhan fisik dan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan egoistis pekerja. Dalam menentukan pemberian imbal jasa, perlu diperhatikan asas adil yang artinya pembayaran dilakukan sesuai dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko pekerjaa, tanggung jawab, jabatan pekerjaan dan memenuhi persyaratan internal organisasi. Asas layak dapat memenuhi kebutuhan pekerja dalam tingkat normatif yang ideal. Menurut Buchari Alma (2004:206) metode pembayaran upah dikenal juga sebagai sistem pembayaran upah, yaitu sebagai berikut : a. Sistem Upah Menurut Waktu Adalah upah tetap yang dikaitkan dengan waktu. Ini berarti upah yang tetap jumlahnya per periode yang besarnya tidak dikaitkan dengan prestasi yang diberikan oleh buruh. Oleh sebab itu, pembayaran berdasarkan jam, minggu atau bulan. Sedangkan menururt Moekijat (2007:115) “Sebagian upah berdasarkan waktu digunakan karena kebiasaan, karena sulitnya menentukan standar-standar pelaksaan pekerjaan, dan karena sikap dan praktek manajemen yang ceroboh.“ Pembayaran upah dapat dilakukan di muka atau di belakang (bekerja dulu baru upah kemudian). Adapun kelemahan sistem upah ini adalah
tidak mendorong karyawan untuk memaksimalkan penggunaan tenaganya;
upah sama rata bagi buruh yang rajin dan yang malas;
upah berdasarkan waktu lebih menyulitkan dalam merencanakan dan mengendalikan biaya tenaga kerja.
39
b. Sistem Upah Prestasi Sistem ini didasarkan atas prestasi dari pekerja, atau pedagang per unit produksi yang diselesaikan. Sistem ini mempunyai kebaikan seperti :
Ada dorongan untuk bekerja lebih giat
Buruh yang rajin menerima gaji yang lebih tinggi
Perhitungan harga pokok akan lebih baik Adapun kelemahan-kelamahannya adalah sebagai berikut :
Bila buruh tidak memberikan prestasi berarti tidak mendapat upah
Buruh mungkin kurang cermat untuk mengejar prestasi sebanyak-banyaknya. Sehingga peralatan produksi cepat rusak, terjadi penghamburan bahan karena buruh tidak berhati-hati.
c. Upah Borongan Upah borongan merupakan sistem kombinasi upah dari upah waktu dan upah potongan. Sistem ini menetapkan pengupahan berdasarkan besarnya jas yang diberikan berdasarkan volume pekerjaan dan lamanya pekerjaan. Pekerjaan tertentu harus diselesaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Jika selesai tepat waktunya ditetapkan upah dalam rupiah. d. Sistem Upah Premi Premi adalah hadiah atau bonus yang diberikan kepada karyawan karena berkat pekerjaan yang ia lakukan telah memberikan suatu keuntungan kepada perusahaan. Sistem upah premi ini diberlakukan karena pimpinan ingin mengadakan perbaikan secara perlahan-lahan dengan cara persiapan pekerjaan
40
bagi buruh agar bekerja lebih baik, standarisasi dari kualitas material, perbaikan metode kerja, serta pendidikan dan pelatihan para pekerja.
2.2 Pengalaman Kerja Pengalaman
merupakan
salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi
perkembangan dan pertumbuhan suatu usaha. Baik itu di dalam sebuah perusahaan
maupun industri yang membutuhkan keterampilan, keahlian,
kecakapan dan inisiatif untuk berkreasi, sehingga produk yang dihasilkan menjadi lebih baik, dilihat dari kualitas maupun kuantitas. Seseorang dikatakan berpengalaman atau mempunyai pengalaman tentang sesuatu pekerjaan apabila orang yang bersangkutan telah mengalami pekerjaan tersebut. Pengalaman hanya akan terjadi apabila orang tersebut telah lama mengikuti pekerjaan, sehingga tahu seluk beluk dan cara yang terbaik untuk menghasilkan suatu barang atau produk. Karena itu tinggi rendahnya pengalaman seseorang tergantung pada lamanya orang tersebut menjalani pekerjaannya Pengalaman kerja adalah pengalaman seorang pekerja dalam melakukan suatu pekerjaan tertentu. Apa yang dapat dicapai dan tidak dapat dicapai ditunjukkan oleh suatu pengalaman, pengalaman yang pahit dari kegagalan mempunyai kecenderungan untuk dihindari pada masa yang akan datang, sedangkan pengalaman yang menyenangkan cenderung untuk dipertahankan sehingga dapat terulang kembali. Kegagalan dan kesuksesan untuk membentuk pola kegiatan yang dijadikan dasar bagi perubahan yang berikutnya. Setiap pengalaman yang diperoleh seseorang akan membantunya memberikan keterampilan dan pengetahuan yang khusus sesuai dengan jenis
41
pekerjaan yang digelutinya. Seseorang yang melakukan suatu jenis pekerjaan tertentu secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup lama akan menjadikan dirinya sangat terampil dalam mengerjakan pekerjaannya tersebut. Seperti halnya pendapat dari Ibnoe Sudjono yang dikutip oleh Sri Budiastuti (2000 : 45) bahwa, “keterampilan dapat dicapai melalui proses pelatihan yang panjang dan ditopang oleh pengalaman intelektual dan pengalaman praktis.” Sedangkan John Locke dalam Deissler (2005:62) mengemukakan bahwa, “pengalaman merupakan faktor utama dalam perkembangan seseorang, sedangkan hanya
mungkin
diperoleh
dalam
hubungannya dengan
lingkungannya.”
Selanjutnya dikatakan bahwa pengalaman merupakan faktor utama dalam perkembangan, hal ini berarti bahwa jiwa dan kemampuan seseorang akan lebih mapan apabila orang tersebut telah merasakan kenyataan yang sebenarnya. Biasanya pengalaman akan lebih merasuki ke dalam kehidupan kejiwaan seseorang sehingga akan meninggalkan suatu kesan yang mendalam dibandingkan dengan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal. Dalam prosesnya pengalaman diperoleh dengan cara pengindraan terhadap segala rangsangan yang datang dari luar, baik dengan cara melihat, meraba atau merangsang sehingga akan meninggalkan jejak pengamatan tertentu dalam jiwa seseorang yang melakukannya. Lain halnya dengan Sedarmayanti (Suryana, 2000:109) yang menyatakan bahwa “pengalaman adalah modal yang besar artinya dalam menjalankan roda organisasi agar dapat berhasil guna dan berdaya guna.” Setiap pekerja dituntut
42
untuk banyak memiliki pengalaman praktis, sehingga diharapkan nantinya dapat memenuhi tuntutan pekerjaan dengan lebih baik dan terampil. Kemudian Komaruddin (1994:10) mengatakan bahwa : “Keterampilan atau kecakapan pekerjaan tangan dapat dipelajari dalam tempat yang lebih singkat, namun masih diperlukan kecerdasan dalam manajemen dan administrasi yang memerlukan pendidikan dan pengalaman”. Menyimak pendapat di atas tampak bahwa pengalaman merupakan faktor utama dalam perkembangan. Hal ini berarti pula bahwa jiwa dan kemampuan seseorang akan lebih mapan, apabila orang tersebut sebelumnya telah merasakan kegiatan yang lama. Karena biasanya pengalaman akan lebih merasuk kedalam kehidupan kejiwaan seseorang, sehingga akan meninggalkan kesan yang mendalam, dibandingkan dengan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui pendidikan formal atau non formal.
2.3 Keterampilan Disamping pengalaman kerja dibutuhkan juga keterampilan dalam menunjang perkembangan kemampuan pegawai/pekerja. Keterampilan atau kemampuan pegawai/pekerja dalam melaksanakan pekerjaan dan tugasnya merupakan faktor yang sangat perlu agar dapat diperoleh hasil seperti yang diharapkan. Kemampuan dan kecakapan kerja dimiliki seorang pegawai diperoleh karena bakat dan atau pengetahuan serta pengalaman. Menurut Slamet Saksono (1997:114-115) “Kemampuan dan kecakapan pegawai atau pekerja yang dibawa sejak lahir akan berkembang dengan sempurna apabila dilengkapi dengan pengetahuan melalui proses belajar dan latihan.“
43
Seseorang yang tidak berbakat pun dapat berkembang jika memperoleh kesempatan yang sama untuk mengikuti latihan dan pendidikan yang diselenggarakan oleh organisasi atau perusahaan. Setiap orang dalam perkumpulan/perusahaan harus diberi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan khusus yang akan memungkinkan dia mengerjakan sesuatu sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Persyaratanpersyaratan keterampilan tidak statis tetapi berubah sesuai dengan pertumbuhan perkumpulan atau organisasi. Karena itu pengembangan keterampilan harus merupakan suatu kegiatan yang terencana, yang akan menyesuaikan diri pada kebutuhan-kebutuhan organisasi dan individu. Keterampilan
pegawai/pekerja
merupakan
akumulasi
dari
bakat,
pendidikan, dan latihan dari karyawan yang bersangkutan. Dengan demikian untuk mengetahui seberapa tinggi keterampilan seorang karyawan, dapat dianalisis oleh ketiga faktor tersebut. Selanjutnya, Anwar Prabu Mangkunegara (2005:75) menyatakan beberapa faktor-faktor yang masuk dalam keterampilan kerja diantaranya meliputi : 1) Kualitas kerja : ketepatan, ketelitian, kebersihan 2) Kuantitas kerja : output, perlu diperhatikan juga bukan hanya output rutin tetapi juga seberapa cepat bisa menyelesaikan pekerjaan. 3) Dapat tidaknya dihandalkan : mengikuti instruksi, inisiatif, hati-hati, kerajinan. 4) Sikap : sikap terhadap perusahaan, pegawai lain, dan pekerjaan serta kerja sama. Bertitik tolak dari faktor-faktor dalam prestasi kerja diatas, keterampilan tenaga kerja di sebuah perusahaan atau industri dapat diukur berdasarkan standar
44
waktu, standar kualitas, maupun standar kuantitas. Tidak ada rumus baku dalam hal penentuan ketiga standar tersebut. Menurut Sedarmayanti (2001:73) menyatakan bahwa “ Pada aspek tertentu apabila pegawai semakin terampil, maka akan lebih mampu bekerja serta menggunakan fasilitas kerja dengan baik.” Pegawai akan menjadi lebih terampil apabila mempunyai kecakapan (ability) dan pengalaman (experience) yang cukup. Sedangkan dalam rumusan yang sederhana, keterampilan tersebut bisa dilihat dari keterampilan manajerial. Robert Katz yang dikutip oleh Stephen P. Robbins (1993) mengemukakan tentang management skill yang meliputi keterampilan technical, human, and conceptual (Suryana, 2000:104). Dalam hal ini juga Maman Ukas mengemukakan (Suryana, 2000:104) bahwa sukses di bidang manajemen banyak dibantu oleh pengtahuan dan keterampilan dalam bidang teknis, kemanusiaan, dan konseptual. Ketiga keterampilan tersebut ada kaitannya dengan keterampilan yang harus dimiliki oleh para manajer atau pengelola, yaitu : Keterampilan membuat konsep (conceptual skill) yaitu keterampilan mental untuk berfikir dalam memberikan pengertian, pandangan, persepsi, dan pendapat dalam menangani kegiatan organisasi secara menyeluruh baik mengenai kebijakan, kemungkinan-kemungkinan dalam menghadapi perubahan dan bagaimana
mengantisipasi
atau
mengkoordinasi,
mengintegrasikan,
mengimplikasikan, serta mensinkronisasikan semua kegiatan dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi.
45
Keterampilan dalam kemanusiaan (human skill) yaitu kemampuan untuk bekerja dalam kelompok lain secara organisasi secara individu dalam memperbaiki motivasi, komunikasi, memimpin, dan mengarahkan orang-orang untuk mengerjakan sesuatu dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Keterampilan teknis (technical skill) yaitu kecakapan menangani atau menghendel suatu masalah melalui penggunaan perlatan, prosedur, metode dan teknik dalam proses operasional terutama menyangkut manusia kerja yang berhubungan dengan alat-alat yang harus digunakan dalam menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan pengusaha kecil yang sekaligus sebagai manajer bagi perusahaan sendiri harus mempunyai keterampilan-keterampilan tersebut agar mampu mengelola perusahaannya. Dari pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa keterampilan tenaga kerja yang di dalamnya termasuk kemampuan dan keahlian tenaga kerja selain diperoleh dari pengalaman tenaga kerja dalam menjalankan pekerjaannya, pada dasarnya setiap orang sejak lahir sudah memiliki kemampuan atau keterampilan masing-masing. Adapun kemampuan dan keterampilan tersebut akan berkembang sesuai dengan latihan dan pendidikan yang telah mereka tempuh. Keterampilan yang dimiliki oleh seseorang dapat ditunjukkan dengan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan dengan baik, apakah dilihat dari kualitas output yang dihasilkan, kuantitas output maupun waktu yang digunakan seefisien mungkin.
46
2.4 Produktivitas 2.4.1 Konsep Produktivitas Produktivitas berasal dari bahasa Inggris, product : result, outcome, berkembang menjadi kata productive yang berarrti menghasilkan, dan productivity : having the ability or create, creative. Yang berarti kekuatan atau kemampuan menghasilkan sesuatu. Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Seperti yang dikemukakan oleh Afrida, BR (2003:36-37) “Produktivitas mengandung pengertian filosofis, definisi kerja, dan operasional.“ Secara filosofis, produktivitas merupakan pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan. Secara definisi kerja, produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai (keluaran) dengan keseluruhan sumber daya (masukan) yang dipergunakan per satuan waktu. Sedangkan pengertian ketiga yaitu secara operasional mengandung makna peningkatan produktivitas yang dapat terwujud dalam empat bentuk : a. Jumlah produksi yang sama dapat diperoleh dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit; b. Jumlah produksi yang lebih besar dapat dicapai dengan menggunakan sumber daya yang kurang; c. Jumlah produksi yang lebih besar dapat dicapai dengan menggunakan sumber daya yang sama; d. Jumlah produksi yang jauh lebih besar diperoleh dengan pertambahan sumber daya yang relatif lebih kecil. Lain hal nya menurut Komarudin dalam Ensiklopedia Manajemen yang dimaksud dengan produktivitas adalah: “Kemampuan untuk menghasilkan
47
barang/jasa yang biasanya dihitung per jam, per kepala, atau per mesin, per faktor produksi lainnya”. (Komarudin, 1994:704). Bertitik tolak dari pandangan tersebut maka permasalahan produktivitas dapat didekati melalui berbagai macam penerapan ilmu pengetahuan, seperti ekonomi, manajemen, teknologi, psikologi, dan sebagainya. Berkenaan dengan ilmu ekonomi adalah dengan selalu berfikir dan bertindak untuk menggunakan sumber masukan (input) tertentu untuk menghasilkan kekuatan (output) yang optimal. J. Ravianto (1985:16) menegaskan
bahwa “Secara ekonomis,
produktivitas melihat bagaimana perolehan hasil (keluaran) sebesar-besarnya dengan pengorbana sumberdaya (masukan yang sekecil-kecilnya).” R. Saint Paul dalam Slamet Saksono (1997:113) mendefinisikan “produktivitas secara sederhana yaitu sebagai perbandingan antara hasil yang diproduksi dan jumlah tenaga kerja yang dikeluarkan untuk memproduksi.” Sedangkan Kopelman dalam Mauled Mulyono (1990:5) secara lebih luas lagi mengartikan “produktivitas sebagai suatu konsepsi sistem, dimana proses produktivitas di dalam wujudnya diekspresikan sebagai rasio yang merefleksikan bagaimana memanfaatkan sumber daya-sumber daya yang secara efisiensi untuk menghasilkan luaran.” Konsepsi ini bersifat kontekstual, sehingga dapat diterapkan pada berbagai kondisi baik pada suatu organisasi, industri, atau pun pada perekonomian secara nasional. Ukuran keberhasilan produktivitas tidak dapat dipandang hanya dari satu sisi saja melainkan harus dipandang dari dua sisi input dan sisi output. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa produktivitas berkaitan dengan efisiensi dan
48
efektivitas dalam penggunaan input dalam memperoduksi output (barang dan jasa). Sebagaimana yang dikemukakan oleh Vincent Gaspersz (2000:18) bahwa “produktivitas tidak sama dengan produksi tetapi produksi, performansi kualitas dan hasil-hasil merupakan komponen dari produktivitas“. Sebenarnya konsep produktivitas lebih luas dari konsep-konsep yang hanya berorientasi pada satu segi saja seperti efektivitas, efisiensi, dan produksi. Efektivitas adalah suatu ukuran untuk menyatakan seberapa jauh target (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah tercapai, yaitu semakin besar persentase target yang dapat dicapai, berarti semakin tinggi tingkat efektifitasnya. Jadi konsep ini orientasinya lebih tertuju pada output sedangkan efisiensi adalah suatu ukuran yang membandingkan rencana penggunaan input dengan realisasi penggunaannya, semakin besar input yang dapat dihemat berarti semakin tinggi tingkat efisiensi. Output (hasil yang dicapai) adalah hasil dalam suatu proses produksi yang bermanfaat baik bagi individu, industri, ataupun ekonomi secara keseluruhan. Sedangkan yang dimaksud dengan input adalah volume dari semua sumber daya yang digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output. Sumber daya sebagai input dapat dibedakan menjadi dua yaitu : a) Physical input Adalah jenis sumber daya yang dapat diberi nilai. Terdiri atas :
Sumber daya manusia atau tenaga kerja
Sumber daya financial atau modal
Sumber daya alam atau bahan baku industri
49
b) Invisible input Adalah input yang tidak dapat diberi ukuran yang tepat. Termasuk di dalamnya antara lain :
Kekuatan (power)
Motivasi (motivation power)
Pengetahuan (knowledge)
Teknologi (technology)
Organisasi (organization) Karena produktivitas merupakan suatu rasio atau perbandingan maka dasar
produktivitas dapat dituliskan sebagai berikut : Produktivitas (Productivity) =
Keluaran (output) Masukan (input)
Konsep produktivitas adalah hubungan antara output dan input. Jadi orientasinya bukan hanya tertuju pada output atau hanya pada input saja melainkan pada keduanya. Dalam konsep produktivitas, output berhubungan dengan efektivitas dalam mencapai hasil dengan menggunakan sumber daya yang minimal. Hubungan antara masukan dan keluaran dalam suatu sistem produksi (barang atau jasa), efisiensi, kualitas, dan produktivitas dapat terlihat dalam gambar berikut :
50
Hasil Utama Masukan
Proses Produksi Hasil Sampingan
Kualitas dan Efisiensi
Kualitas Kualitas dan Efektivitas
Produktivitas
Gambar 2.1 Keterkaitan Efisiensi, Efektivitas, Kualitas dan Produktivitas (Sedarmayanti, 2001:60)
Produktivitas individu merupakan perbandingan dari efektivitas keluaran (pencapaian unjuk kerja yang maksimal) dengan efisiensi salah satu masukan (tenaga kerja) yang mencakup kuantitas, kualitas dalam satuan waktu tertentu. Konsep ini pertama kali dicetuskan oleh David Ricardo dan Adam Smith (keduanya adalah tokoh ekonomi klasik) pada tahun 1810. Inti konsepnya adalah bagaimana output akan berubah apabila besaran input berubah. Vincent Gaspersz (2000:19) menggambarkan sistem produktivitas dalam industri sebagai berikut :
51
LINGKUNGAN
Input
Proses
Tenaga Kerja Modal Material Energi Tanah Informasi Managerial
Proses Informasi nilai tambah
Output
Produk
Produktivitas
Produktivitas sistem produksi (output/input)
Umpan balik untuk pengendalian sistem produksi agar meningkatkan produktivita terus menerus
Gambar 2.2 Sistem Produktivitas Vincent Gaspersz (2000:19) Disamping itu juga Vincent Garpersz (2000:19) memperkenalkan suatu konsep formal yang disebut sebagai siklus produktivitas (productivity cycle) untuk digunakan dalam peningkatan produktivitas terus menerus. Pada dasarnya konsep siklus produktivitas terdiri dari empat tahap utama, yaitu :
Tahap I
: Pengukuran produktivitas (Productivity Measurement)
Tahap II
: Evaluasi produktivitas (Productivity evaluation)
Tahap III : Perencanaan produktivitas (Productivity Planning)
Tahap IV : Peningkatan produktivitas (Productivity Improvement)
52
Konsep siklus produktivitas dapat ditunjukkan dalam gambar berikut : Tahap I Pengukuran Produktivitas
Tahap IV Peningkatan Produktivitas
Tahap II Evaluasi Produktivitas
Tahap III Perencanaan Produktivitas
Gambar 2.3 Siklus Produktivitas Vincent Gaspersz (2000:19) Siklus produktivitas merupakan suatu proses yang continue, yang melibatkan aspek-aspek : pengukuran, evaluasi, perencanaan, dan pengendalian prouktivitas (PEPP). Berdasarkan siklus produktivitas secara formal program peningkatan produktivitas harus dimulai melalui pengukuran produktivitas dari sistem industri itu sendiri. Apabila produktivitas dari sistem industri telah diukur, langkah berikutnya adalah mengevaluasi tingkat produktivitas aktual itu untuk dibandingkan dengan rencana yang telah ditetapkan. Kesenjangan terjadi antara produktivitas aktual dengan rencana (productivity gap) merupakan masalah produktivitas yang harus dievaluasi dan dicari akar penyebab yang menimbulkan kesenjangan produktivitas tersebut.
53
Berdasarkan evaluasi ini, selanjutnya dapat direncanakan kembali target produktivitas yang akan dicapai baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk mencapai target produktivitas yang telah direncanakan itu, berbagai program formal dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas terus menerus. Siklus produktivitas itu diulang kembali secara continue untuk mencapai peningkatan produktivitas terus menerus dalam sistem produksi.
2.4.2
Manfaat Pengukuran Produktivitas Suatu organisasi perusahaan perlu mengetahui pada tingkat produktivitas
mana perusahaan itu beroperasi, agar dapat membandingkannya dengan produktivitas standar yang telah ditetapkan manajemen, mengukur tingkat perbaikan produktivitas dari waktu ke waktu dan membandingakan dengan produktivitas industri sejenis yang menghasilkan produksi serupa. Hal ini menjadi penting agar perusahaan itu dapat meningkatkan daya saing dari produk yang dihasilkannya di pasar global yang amat kompetitif. Menurut Vincent Gaspersz (2000:24) ada beberapa manfaat pengukuran produktivitas dalam suatu organisasi perusahaan, antara lain : a) Perusahaan dapat menilai efisiensi konversi sumber dayanya, agar dapat meningkatkan produktivitas melalui efisiensi penggunaan sumber-sumber daya itu. b) Perencanaan sumber-sumber daya akan menjadi lebih efektif dan efisien melalui pengukuran produktivitas, baik dalam perencanaan jangka pendek maupun dan jangka panjang.
54
c) Tujuan ekonomis dan non ekonomis dari perusahaan dapat diorganisasikan kembali dengan cara memberikan prioritas tertentu yang dipandang dari sudut produktivitas. d) Perencanaan target tingkat produktivitas di masa mendatang dapat dimodifikasi kembali berdasarkan informasi pengukuran tingkat produktivitas sekarang. e) Strategi untuk meningktkan produktivitas perusahaan dapat ditetapkan berdasarkan tingkat kesenjangan produktivitas (productivity gap) yang ada diantara tingkat produktivitas yang direncanakan (produktivitas ekspektasi) tingkat produktivitas yang yang diukur (produktivitas) actual). Dalam hal ini pengukuran produktivitas akan memberikan informasi dalam mengidentifikasi masalah-masalah atau perubahan-perubahan yang terjadi, sehingga tindakan korektif dapat diambil. f) Nilai-nilai produktivitas yang dihasilkan dari suatu pengukuran dapat menjadi informasi yang berguna untuk merencanakan tingkat keuntungan dari perusahaan itu. g) Pengukuran
produktivitas
perusahaan
akan
menjadi
informasi
yang
bermanfaat dalam membandingkan tingkat produktivitas diantara organisasi perusahaan dalam industri sejenis serta bermanfaat pula untuk informasi produktivitas industri pada skala nasional maupun global. h) Pengukuran produktivitas akan menjadi tindakan-tindakan kompetitif berupa upaya-upaya
peningkatan
productivity improvement).
produktivitas
terus
menerus
(countinuos
55
i) Pengukuran produktivitas akan memberikan motivasi pada orang-orang untuk secara terus menerus melakukan perbaikan dan juga akan meningkatkan kepuasan kerja. j) Pengukuran produktivitas terus menerus akan memberikan informasi yang bermanfaat
untuk
menentukan
dan
mengevaluasi
kecenderungan
perkembangan produktivitas perusahaan dari waktu ke waktu. k) Pengukuran produktivitas akan memberikan informasi yang bermanfaat dalam mengevaluasi perkembangan efektivitas dari perbaikan terus menerus yang dilakukan dalam perusahaan. l) Aktivitas perundingan bisnis (kegiatan tawar menawar) secara kolektif dapat diselesaikan
secara
rasional,
apabila
telah
tersedia
ukuran-ukuran
produktivitas. Pengukuran produktivitas
produktivitas
menunjukan
sangat
perlu
untuk
dilakukan
kegunaannya
dalam
membantu
karena
mengevaluasi
penampilan, perencanaan, kebijakan pendapatan, upah dan harga melalui identifikasi
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
distribusi
pendapatan,
membandingkan sektor-sektor ekonomi yang berbeda untuk menentukan prioritas kebijakan bantuan, menentukan tingkat pertumbuhan tingkat pertumbuhan suatu sektor atau ekonomi, mengetahui pengaruh perdagangan internasional terhadap perkembangan ekonomi dan seterusnya.
56
2.4.3
Metode Pengukuran Produktivitas Pengukuran produktivita paling sederhana adalah pendekatan rasio
input/output. Secara umum pengukuran produktivitas dapat dilakukan dengan beberapa metode. Muchdarsyah Sinungan (2003:23) menyatakan bahwa: “paling sedikit ada dua jenis tingkatan perbandingan yang berbeda yakni produktivitas total dan produktivitas parsial” 1. Pendekatan Produktivitas Total Produktivitas total sering disebut juga produktivitas multi faktor (multi faktor productivity) yang merupakan ukuran produktivitas yang dihitung dengan membagi output dengan dua atau lebih faktor input seperti tenaga kerja, capital, sumber daya alam dan sebagainya. Produktivitas total juga merupakan rasio dari output bersih terhadap banyaknya input modal atau tenaga kerja yang digunakan. Output bersih (net output) adalah output total dikurangi dengan barang-barang dan jasa antara (input antara) yang digunakan dalam proses produksi.. berdasarkan definisi diatas, jenis input yang digunakan dalam pengukuran produktivitas faktor total hanya faktor produksi tenaga kerja dan modal. Formula pengukuran yang dapat digunakan untuk pendekatan ini adalah sebagai berikut : Pr oduktivitasTotal =
HasilTotal MasukanTotal
(Sumber : Muchdarsyah Sinungan (2003:23)
57
2. Pendekatan produktivitas parsial Produktivitas parsial sering disebut juga sebagai produktivitas faktor tunggal (single-faktor productivity) yang merupakan ukuran produktivitas yang dihitung dengan membagi output dengan hanya satu jenis input, jika input yang digunakan adalah tenaga kerja maka disebut produktivitas tenaga kerja, sedangkan bila input yang digunakan adalah modal (capital) maka disebut produktivitas modal (capital). Formula pengukuran yang dapat digunakan untuk pendekatan ini adalah sebagai berikut : Produktivitas Parsial =
HasilParsial MasukanParsial
Untuk pengukuran produktivitas dengan menggunakan pendekatan parsial ini dapat didesain sesuai dengan kebutuhan yang dihadapi disesuaikan dengan keadaan di lapangan terutama ketersediaan datanya. Dalam pengukuran output, atas dasar satuan ukuran yang dipergunakan produktivitas dibedakan menjadi produktivitas secara fisik (Physical Productifity) dan produktivitas nilai (Value Produktivity). Produktivitas fisik mengukur keluaran secara kuantitatif seperti ukuran, panjang, banyaknya unit, berat, waktu dan banyaknya tenaga kerja. Sedangkan produktivitas nilai mengukur keluaran dengan menggunakan nilai uang yang dinyatakan dengan rupiah, dollar dan sebagainya. Produktivitas nilai ini paling banyak digunakan sebab baik produk barang maupun jasa akhirnya akan dinilai dengan uang atau diestimasi nilainya secara ekonomi.
58
2.5 Hubungan Pengalaman dengan Upah Tenaga Kerja Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa, peningkatan kualitas tenaga kerja dapat dicapai dengan adanya pengalaman dari seorang tenaga kerja. Dengan mempunyai pengalaman, seseorang dapat mengetahui seluk beluk teknik pekerjaan yang digelutinya. Dan hal ini tidak diperoleh dari bangku sekolah sehingga kualitas pekerjaan akan lebih dipercaya. Pengalaman tidak hanya menambah pengetahuan dan keterampilan seorang tenaga kerja, tetapi dengan pengalaman juda dapat membentuk sikap dan nilai tambah sesuatu sehingga akan lebih mapan dalam bertindak, sabar akan kekurangan disertai sikap siap untuk merubahnya. Sedarmayanti mengemukakan bahwa, “Pada aspek tertentu apabila pegawai semakin terampil, maka akan lebih mampu bekerjasama serta menggunakan fasilitas kerja dengan baik. Pegawai akan menjadi lebih terampil apabila mempunyai kecakapan (ability) dan pengalaman (experience) yang cukup. (Sedarmayanti, 2001:73) Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa pengalaman sangat menentukan terhadap peningkatan kualitas tenaga kerja. Oleh karena itu seseorang akan dapat meningkatkan keterampilan salah satunya dengan cara mengikuti pendidikan dan pelatihan. Namun, seseorang yang mempunyai pengalaman yang lebih lama juga akan mempunyai keterampilan yang sama tingginya, sehingga produktivitas kerja yang dimiliki juga akan meningkat. Pengalaman dari sebuah kegagalan maupun kesuksesan dalam melakukan suatu pekerjaan akan mendidik seseorang untuk memilih cara kerja yang baik.
59
Semakin lama pengalaman seseorang melakukan suatu pekerjaan maka semakin tinggi keterampilan melaksanakan pekerjaan tersebut. Hal ini sangat jelas, karena dengan pengalaman yang cukup lama berarti seseorang mengulang-ulang pekerjaan yang sama, selama dia belum berhenti melakukannya, maka akan menyebabkan yang bersangkutan terbiasa dan terlatih . Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa semakin lama pengalaman bekerja maka tingkat produktivitas juga akan semakin tinggi dan pada akhirnya hal ini akan meningkatkan besarnya upah yang akan diterima oleh seorang pekerja. Karena pihak perusahaan akan mempunyai kepercayaan yang besar terhadap pekerja yang sudah mempunyai pengalaman kerja yang lebih, sehingga pihak perusahaan tidak segan memberikan upah lebih besar dari pekerja yang pengalamannya lebih sedikit. Dengan kata lain hubungan antara pengalaman dengan besarnya upah tenaga kerja menunjukkan hubungan yang positif. Jadi semakin lama seseorang mempunyai pengalaman dalam menggeluti suatu pekerjaan maka ini dapat dijadikan sebagai nilai tambah dalam perolehan upah yang lebih besar.
2.6 Hubungan Keterampilan dengan Upah Tenaga Kerja Tenaga
kerja merupakan
modal
dasar
bagi
perkembangan
dan
pertumbuhan ekonomi sebuah perusahaan, apabila tenaga kerja tersebut sebagai sumber daya ekonomi dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Kemampuan dan kecakapan kerja yang dimiliki para pekerja di dalam suatu pekerjaan adalah berbeda-beda. Keterampilan tersebut ada yang pengetahuan serta pengalaman.
diperoleh karena bakat atau
60
Tingkat kemampuan tenaga kerja dalam suatu perusahaan, memberikan peranan yang menentukan untuk merubah kondisi perusahaan tersebut menjadi lebih baik dan maju. Kondisi seperti ini memberikan dampak positif bagi upaya peningkatan kesejahteraan tenaga kerja melalui pemberian upah yang lebih tinggi, serta jaminan-jaminan sosial lainnya. Tinggi rendahnya upah yang diberikan tersebut akan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing dari tenaga kerja. Di kalangan industri-industri tertentu biasanya terjadi perbedaan dalam pemberian upah tenaga kerja. Salah satu penyebabnya yaitu adanya perbedaan keterampilan dan kemampuan dari tenaga kerja. Keterampilan atau kemampuan seorang pekerja dalam melaksanakan pekerjaan dan tugasnya merupakan faktor yang sangat penting agar dapat memperoleh hasil seperti yang diharapkan. Oleh karena itu, untuk memperoleh tenaga kerja yang terampil dan terlatih itu mahal sekali. Sudah tentu upah atau gaji yang diberikan lebih besar daripada bidangbidang pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan khusus. Menurut Slamet Saksono (1997:114-115) “Kemampuan dan kecakapan pegawai atau pekerja yang dibawa sejak lahir akan berkembang dengan sempurna apabila dilengkapi dengan pengetahuan melalui proses belajar dan latihan.” Bahkan yang tidak berbakat pun dapat berkembang jika memperoleh kesempatan yang sama untuk mengikuti latihan dan pendidikan yang diselenggarakan oleh sebuah organisasi atau perusahaan. Secara lahiriah, seseorang telah mempunyai kepandaian dan keterampilan dalam melakukan sesuatu. Namun, kepandaian dan keterampilan yang dimiliki oleh seorang pekerja harus selalu di latih dan dikembangkan demi mencapai
61
sebuah prestasi kerja yang ditunjukkan dengan produktivitas yang tinggi. Apabila seorang pekerja mempunyai keterampilan yang tinggi (keterampilan yang khusus) maka hal ini akan sangat berpengaruh terhadap besarnya produktivitas pekerja tersebut. Dari tingginya produktivitas ini, akan berimbas pada perolehan upah yang tinggi pula. Karena jumlah output yang telah dihasilkan oleh seorang pekerja yang memiliki keterampilan yang tinggi dan cekatan jauh lebih banyak dari pekerja yang memiliki keterampilan yang biasa saja. Seperti yang telah dijelaskan di awal bahwa perusahaan akan berani membayar mahal untuk seorang pekerja yang mempunyai keterampilan lebih dan keterampilan khusus pada bidang-bidang tertentu. Hal ini terjadi karena semakin sulit untuk mendapatkan seorang tenaga kerja yang terampil dan cekatan dalam bekerja serta mengusai bidang pekerjaannya tersebut. Jadi semakin tinggi keterampilan yang dimiliki oleh seorang tenaga kerja atau semakin terampil maka upah yang akan diterima juga akan tinggi juga, dengan kata lain keterampilan mempunyai hubungan yang positif terhadap besarnya tingkat upah yang diberikan sebuah perusahaan sebagai penghargaan atas apa yang telah pekerja berikan terhadap perusahaan.
2.7 Hubungan Produktivitas dengan Upah Tenaga Kerja Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Sedarmayanti (2001:74) bahwa “Apabila tingkat upah memadai maka dapat menimbulkan konsentrasi kerja dan kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas.”
62
Selanjutnya J. Ravianto (1985:127) mengatakan bahwa “faktor upah merupakan faktor terpenting guna mempertahankan hidup, tingkat upah yang masih rendah akan sangat mempengaruhi hubungan antara pelaku atau tenaga kerja dan sekaligus akan mempengaruhi atau berpengaruh terhadap usaha peningkatan produktivitas tenaga kerja. Dari pernyataan diatas dapa diambil kesimpulan bahwa “apabila upah yang diberikan memadai maka dapat menimbulkan konsentrasi kerja dan kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas. Maka dapat digambarkan sebagai berikut :
Upah Memadai
Konsentrasi Kerja meningkat
Produktivitas Meningkat
Gambar 2.4 Alur Produktivitas Kenaikan dalam produktivitas tenaga kerja (kemajuan teknologi) akan menaikkan pula tingkat upah pada umumnya. Akan tetapi, harus diakui bahwa tingkat pertumbuhan produktivitas sangatlah berbeda dari satu industri dengan industri lainnya. Yang paling penting dalam program peningkatan produktivitas yang berhasil itu ditandai dengan adanya pemberian upah yang sesuai dengan kebutuhan dan hasil kerja para tenaga kerja. Melalui cara seperti ini maka tenaga kerja dapat mengetahui berapa rupiah yang dia peroleh dari upaya nya.
63
Berdasarkan teori harapan dari Vroom, upah atau gaji diterima oleh pekerja akan mempengaruhi tingkat produktivitas. Harapan besarnya upah yang akan diterima, bagi tenaga kerja buruh kasar yang tergolong serba kekurangan akan memotivasi untuk bekerja lebih giat guna memenuhi kebutuhan riil hidupnya seperti pemenuhan kebutuhan sandang, papan, pangan dan fasilitas lainnya. Sehingga semakin besar upah yang diterima akan mendorong semangat kerja yang pada akhirnya menyebabkan produktivitas kerja meningkat. Dalam hubungannya dengan upah, produktivitas tenaga kerja yang tinggi memungkinkan tenaga kerja memperoleh upah yang lebih tinggi pula. Hal ini senada dengan pernyataan Sadono Sukirno (2005:352) yang menyatakan bahwa “Upah riil yang diterima tenaga kerja tergantung pada produktivitas dari tenaga kerja tersebut.“ Kesimpulannya yaitu semakin tinggi tingkat produktivitas seorang tenaga kerja maka upah yang akan diterima juga akan tinggi. Karena pemberian upah yang tinggi tersebut memotivasi tenaga kerja untuk lebih giat lagi bekerja dan meningkatkan produktivitas kerjanya.
64
Tabel 2.1 Kajian Empirik Penelitian Terdahulu No
Peneliti
Judul
Variabel
1
Yeni Raven
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Upah Karyawan Bakery di Kota Bandung
2
Miftahul Zaman Juniramsyah
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Upah Tenaga Kerja Industri Genteng di Kecamatan Jatiwangi
Over Supply Produktivitas Keterampilan
3
Rini Marliani
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja (Studi Kasus Tenaga Kerja di Industri Kecil Dodol Garut di Kabupaten Garut)
4
Rizky Fitrasari
Analisis FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja Pada Industri Farmasi Di Kota Bandung
Pendidikan Insentif Disiplin Kerja
Pengalaman Pendidikan Keterampilan Produktivitas
Pendidikan Pengalaman Sikap Kerja Motivasi Kerja
Hasil Pengalaman, pendidikan, keterampilan, dan produktivitas secara serempak berpengaruh positif dan signifikan terhadap upah karyawan bakery di kota Bandung Over supply, produktivitas, dan keterampilan tenaga kerja berpengaruh secara bersama-sama terhadap upah tenaga kerja industri genteng di Kecamatan Jatiwangi Secara simultan pendidikan dan latihan, pengalaman kerja, sikap kerja, disiplin kerja, dan motivasi kerja berpengaruh terhadap produktivitas kerja
Ada pengaruh positif dan signifikan antara pendidikan dan latihan (diklat), insentif dan disiplin kerja terhadap produktivitas tenaga kerja pada industri farmasi di Bandung