6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian evaluasi Mahrens dan Lehman (Purwanto: 2004: 13) mengemukakan bahwa evaluasi merupakan suatu proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan. Sesuai dengan pengertian tersebut maka setiap kegiatan evaluasi atau penilaian merupakan suatu proses yang sengaja direncanakan untuk memperoleh informasi atau data. Sehingga dapat diartikan satu tahap penting dalam tahap evaluasi adalah pengumpulan informasi. Tahap ini disebut tahap pengukuran. Dalam penilaian pendidikan, informasi yang dikumpulkan umumnya hasil belajar siswa, baik yang sifatnya pengetahuan, keterampilan, maupun sikap. Informasi hasil pengukuran tidak harus selalu data kuantitatif (berupa angka atau skor), tetapi juga berupa data kualitatif (baik, sedang, kurang, dan sebagainya) seperti halnya hasil pengukuran melalui angket, pengamatan langsung ataupun wawancara. Evaluasi dalam hubungannya dengan kegiatan pengajaran, Norman (Purwanto, 2004: 13) merumuskan pengertian evaluasi sebagai berikut: “Evaluation… a systematic process of determining the extent to which instructional objectivise are achieved by pupils”, yang diartikan evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa. Menurut Tyler, evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh
7
mana, dalam hal apa, dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai (Arikunto, 1999: 3). Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat dikemukakan tujuan dari evaluasi adalah untuk melihat dan mengetahui proses yang terjadi dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu evaluasi dapat memberikan pendekatan yang lebih banyak lagi dalam memberikan informasi kepada pendidik untuk membantu perbaikan dan pengembangan sistem pendidikan.
2.2.
Jenis-jenis Instrumen Evaluasi Instrumen evaluasi dapat digolongkan ke dalam dua golongan besar yaitu
tes dan bukan tes. Menurut Arikunto (2002: 127) tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok. Terdapat berbagai prosedur pengukuran hasil belajar, yaitu pengukuran secara tertulis, pengukuran secara lisan, dan pengukuran secara observasi. Pengukuran secara tertulis atau dengan kata lain
tes tertulis dapat
digolongkan ke dalam tiga jenis yaitu tes uraian, tes obyektif, dan pertanyaan berstuktur. Tes uraian meliputi tes uraian terbatas dan tes uraian bebas. Disebut tes uraian terbatas jika lingkup permasalahan yang diajukan sangat spesifik dan meminta jawaban yang tidak terlalu panjang, yakni satu atau dua paragraf. Sedangkan tes uraian bebas tidak menyangkut satu masalah yang spesifik melainkan masalah yang menuntut jawaban yang sangat terbuka, sehingga memberi kesempatan pada siswa untuk secara bebas memperlihatkan keluasan pengetahuan, kedalaman pemahaman pada pengetahuan itu, serta kemampuan
8
mengorganisasikan pikiran dan mengungkapkannya di dalam bentuk karangan. (Firman, 2000: 33). Pertanyaan berstruktur ialah satu bentuk pokok uji dimana berupa pertanyaan uraian terbatas dan pertanyaan yang meminta jawaban singkat, berhubungan dengan satu situasi permasalahan dan informasi yang sama. (Firman, 2000: 34) Tes obyektif digolongkan ke dalam dua kelompok besar yaitu bentuk pilihan dan bentuk isian. Bentuk pilihan mencakup bentuk betul salah, pilihan berganda, dan menjodohkan. Bentuk isian meliputi bentuk melengkapi dan jawaban singkat. Dalam ujian nasional, bentuk tes yang digunakan berupa pilihan ganda.
2.3.
Pengembangan Tes Menurut Firman (2000: 37) dalam proses belajar mengajar, tes tertulis
dipakai pada evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Tes yang dipakai sebagai alat ukur dalam evaluasi formatif disebut tes formatif, sedangkan tes yang dipakai sebagai alat ukur dalam evaluasi sumatif disebut tes sumatif. Oleh karena evaluasi formatif berfungsi memberikan umpan balik yang diperlukan untuk melaksanakan program perbaikan serta peningkatan kualitas proses belajar mengajar, maka tes formatif harus memberikan informasi mengenai bagian-bagian materi pelajaran yang belum dikuasai, atau tujuan-tujuan pembelajaran khusus yang belum dicapai oleh sebagian besar siswa dalam kelas.
9
Sesuai
dengan
fungsinya
sebagai
alat
diagnostik
sebagaimana
diungkapkan di atas, maka tes formatif harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: 1.
Pokok-pokok uji tes mengukur secara langsung pencapaian indikator pembelajaran yang telah dirumuskan dalam perencanaan mengajar.
2.
Respon (jawaban) siswa terhadap pokok uji tes dapat segera diintrepretasikan, sehingga dalam tempo yang tidak lama setelah pelaksanaan pengetesan, dapat merencanakan dan melaksanakan program perbaikan. Untuk menghasilkan tes formatif yang benar-benar dapat berfungsi
sebagai alat diagnostik kelemahan siswa mempelajari suatu materi pelajaran, maka pada perencanaannya perlu diikuti langkah-langkah sistematis berikut ini: 1.
Menuliskan kembali indikator pembelajaran yang diharapkan dicapai siswa setelah mempelajari suatu pokok bahasan.
2.
Membuat atau memilih (jika mempunyai bank pokok uji), pokok-pokok uji yang diperkirakan dapat mengukur pencapaian masing-masing indikator, dengan memperhatikan hal-hal berikut: a.
Satu indikator pembelajaran, minimal diukur pencapaiannya oleh dua pokok uji.
b.
Jumlah pokok uji disesuaikan dengan waktu yang tersedia.
c.
Bentuk pokok uji yang dipilih sesuai dengan kemampuan yang akan diukurnya.
3.
Setiap indikator dari masing-masing pokok uji selanjutnya dituliskan dalam sebuah tabel.
10
Oleh karena fungsi evaluasi sumatif memberikan informasi tentang prestasi belajar siswa atau taraf penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang telah diberikan selama satu program pendidikan, maka tes sumatif harus memiliki sifat sebagai berikut: 1.
Materi tes mewakili keseluruhan materi pelajaran yang telah diajarkan.
2.
Mengukur keseluruhan kemampuan berfikir yang dikembangkan dalam proses belajar mengajar, baik ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Agar tes sumatif yang disusun mempunyai sifat-sifat di atas, dalam arti
mampu memberikan informasi yang sesungguhnya tentang prestasi belajar siswa, maka langkah-langkah sistematis untuk penyusunan tes sebagai berikut: 1.
Menelaah materi pelajaran yang telah diberikan, dan mempertimbangkan bagian-bagian mana yang penting dan memperoleh penekanan yang lebih banyak pada waktu diajarkan.
2.
Membuat format kisi-kisi (tabel spesifikasi) tes sumatif sebagai rancangan tes dan mengisi kisi-kisi tersebut. Kisi-kisi tes paling sederhana merupakan tabel yang di dalamnya pokok-pokok bahasan dituliskan pada lajur vertikal dan jenjang kemampuan dituliskan pada lajur horizontal.
3.
Setiap kisi (kotak kosong pada tabel) diisi dengan angka yang menunjukkan jumlah pokok uji yang akan dibuat untuk pokok bahasan dan jenjang tertentu. Untuk menentukan angka tersebut, pertama-tama rencanakan jumlah pokok uji yang akan dibuat sesuai dengan alokasi waktu pengetesan yang tersedia. Kemudian pertimbangan penyebaran jumlah pokok uji pada tiap pokok
11
bahasan berdasarkan proporsi keluasan materi pelajaran dan kepentingan materi pelajaran itu. Selanjutnya pertimbangan penyebaran jumlah pokok uji pada tiap jenjang kemampuan kognitif berdasarkan intensitas pembinaannya dalam proses belajar mengajar. Berikutnya adalah pengisian tiap kisi dengan angka tertentu sehingga jumlah pokok uji pada jenjang dan pokok bahasan tertentu sesuai dengan rencana. Kisi-kisi yang lebih lengkap, bukan saja memuat pokok bahasan dan jenjang kemampuan kognitif, tetapi juga bentuk pokok uji dan bahkan tingkat kesukaran pokok uji yang direncanakan. 4.
Membuat atau memilih pokok uji yang sesuai dengan kebutuhan, baik lingkup materi, bentuk pokok uji, jenjang maupun tingkat kesukaran, tergantung pada kisi-kisi yang disusun.
5.
Mengelompokkan pokok-pokok uji sejenis.
6.
Menghimpun kelompok pokok-pokok uji tadi menjadi satu tes sumatif, kemudian melengkapi petunjuk mengerjakan, waktu yang tersedia, dan lembar jawaban.
2.4.
Kualitas tes
2.4.1. Validitas Menurut Firman (2000: 106) dua aspek penting yang tercakup dalam syarat suatu alat ukur yang baik ialah validitas dan reliabilitas. Alat ukur yang baik harus memiliki validitas yang tinggi. Validitas suatu alat ukur menunjukkan sejauh mana alat ukur itu mengukur apa yang seharusnya diukur oleh alat ukur tersebut. Suatu tes dikatakan memiliki validitas tinggi jika tes tersebut benar-benar
12
mengukur taraf penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang telah diajarkan. Empat kategori yang diusulkan APA (America Psychological Association) sebagaimana dikutip Surapranata (2005:50) adalah sebagai berikut: a.
Validitas isi (content validity), yaitu suatu instrumen dikatakan valid jika
sesuai dengan standar isi kurikulum yang berlaku. Untuk keperluan ini perlu melibatkan penelaah (reviewer) dalam menilai apakah instrumen yang telah dibuat sudah memenuhi syarat validitas isi. Penelaahan ini didasarkan atas upaya mendefinisikan domain yang akan diukur oleh masing-masing butir soal dan membandingkan masing-masing soal dengan domain yang sudah ditetapkan. b.
Validitas konstruk, yaitu validitas yang didasarkan pada kesesuaian instrumen
dengan kontruksi teoritik dimana instrumen itu dibuat. Dengan kata lain, suatu instrumen dikatakan valid secara konstruktif apabila butir-butir instrumen telah sesuai dengan berpikir atau tahap perkembangan subjek yang diteliti. c.
Validitas prediktif, yaitu validitas yang didasarkan pada kemampuan
instrumen tersebut memprediksi hal-hal yang akan terjadi di masa-masa yang akan datang terkait variabel yang diukur atau diungkap. d.
Validitas konkuren, yaitu validitas yang didasarkan pada kesesuainnya
dengan hasil pengukuran instrumen lain yang terkait dengan variabel yang dilibatkan. Validitas ini sering disebut validitas empiris. Dalam penelitian ini digunakan validitas isi dan validitas konkuren. Validitas isi dievaluasi melalui pertimbangan pakar (expert judgement) terhadap kesesuaian butir instrumen dengan lingkup materi pelajaran yang diukur. Validitas konkuren ditentukan dari besarnya koefisien korelasi soal setara UN yang
13
dikembangkan dengan soal UN juga dari reliabilitas, taraf kemudahan dan daya pembedanya.
2.4.2. Reliabilitas Reliabilitas adalah suatu ukuran tingkat keajegan, tingkat kehandalan, atau tingkat kedapatdipercayaan suatu instrumen. Ditinjau dari cara pengujiannya, reliabilitas dapat dibedakan menjadi reliabilitas internal dan reliabilitas eksternal. Reliabilitas internal yaitu reliabilitas instrumen yang didasarkan pada hasil pencocokan antar bagian-bagian dari hasil tes. Pengujian reliabilitas ini dilakukan dengan hanya mengadakan satu kali pengetesan atau uji coba. Reliabilitas eksternal, yaitu reliabilitas instumen yang didasarkan pada hasil pencocokan terhadap hasil tes yang berbeda, baik dari instrumen yang sama atau dengan instrumen lainnya.. Reliabilitas dievaluasi dengan berbagai metode antara lain: metode tes-tes ulang (tes-retest method), metode ekivalen (equivalent method), metode belah-dua (split-half method), dan metode konsistensi internal. Dalam penelitian ini, perhitungan reliabilitas dilakukan dengan metode belah-dua (split-half method). Pada metode belah-dua (split-half method), tes yang sedang diselidiki dianggap terdiri dari dua bagian yang sama. Untuk membelah tes menjadi dua tes ialah dengan mengelompokkan pokok-pokok uji yang bernomor ganjil dan bernomor genap menjadi kelompok lain. Cara lain untuk menilai suatu tes adalah melakukan analisis pokok uji. Analisis pokok uji adalah istilah yang diberikan pada pekerjaan yang mencakup:
14
–
menentukan taraf kemudahan dari tiap pokok uji.
–
menentukan daya pembeda dari tiap pokok uji.
–
menentukan pengecoh (distractor) mana pada pokok uji pilihan berganda yang kurang berfungsi. Analisis pokok uji ini dilakukan dalam rangka upaya memperbaiki atau
meningkatkan kualitas tes yang akan dipakai di masa datang. Dalam penelitian ini hanya dilakukan analisis untuk menentukan taraf kemudahan dan daya pembeda dari setiap pokok uji.
2.4.3. Taraf Kemudahan Menurut Firman (2000: 62) yang dimaksud dengan taraf kemudahan suatu pokok uji (lambangnya F) ialah proporsi (bagian) dari keseluruhan siswa yang menjawab benar pada pokok uji tersebut. Berdasarkan harga F yang dimiliki masing-masing pokok uji, dapat diketahui pokok uji mana yang tergolong sukar, sedang, dan mudah. Pokok uji dengan F > 0,75 tergolong mudah, pokok uji dengan 0,25 ≤ F ≤ 0,75 tergolong sedang, dan pokok uji dengan F < 0,25 tergolong sukar. Jadi sebaiknya suatu tes yang baik menurut kriteria ialah banyak mengandung pokok uji yang tergolong sedang, yaitu pokok uji yang mempunyai taraf kemudahan 0,25 sampai dengan 0,75.
2.3.4 Daya Pembeda Menurut Firman (2000: 62) ukuran daya pembeda (lambangnya D) ialah selisih antara proporsi kelompok skor tinggi (kelompok tinggi) yang menjawab
15
benar dengan proporsi kelompok skor rendah (kelompok rendah) yang menjawab benar. Suatu pokok uji dianggap mempunyai daya pembeda memadai untuk suatu tes jika mempunyai harga D > 0,25. Pokok-pokok uji dalam suatu tes sebaiknya mempunyai daya pembeda yang tinggi, artinya pokok uji tersebut mampu membedakan siswa yang menguasai materi pelajaran dari siswa yang tidak menguasai materi pelajaran. Pokok uji dengan daya pembeda tinggi berkorelasi positif dengan hasil tes keseluruhan. Artinya bahwa pokok uji tersebut berhasil dijawab benar oleh sebagian besar kelompok siswa yang memperoleh skor tinggi dan dijawab salah oleh sebagian besar siswa yang memperoleh skor rendah pada tes itu.
2.5. Kajian Stoikiometri, Larutan Asam-Basa, dan Larutan Penyangga 2.4.1. Stoikiometri Stoikiometri adalah konsep dasar dan bersifat fundamental dalam ilmu kimia. Hal ini seperti diungkapkan oleh Fach et al (2006: 14) bahwa “…stoichiometry is very basic and fundamental concept in chemistry”. Selain itu juga, Boujaoude et al (2003) mengemukakan bahwa “stoichiometry is one if most basic, central, yet abstract topic in chemistry”. Jadi, stoikiometri adalah konsep dasar, pusat, dan bersifat fundamental sebelum topik abstrak dalam ilmu kimia. Karena konsep stoikiometri dapat membantu siswa mempelajari sesuatu dari yang konkrit ke sesuatu yang abstrak. Selain itu menurut Schmidt dan Jigneus, 2003: 306, Brady, 1998: 55, Firman dan Liliasari, 1993: 30, stoikiometri merupakan
16
cabang ilmu kimia yang berhubungan dengan pengukuran kuantitatif pada senyawa dan reaksi kimia. Konsep terpenting dalam stoikiometri adalah konsep mol dan stoikiometri itu sendiri merupakan aplikasi dari konsep mol (Wolfe, 1984: 233_253; Brady, 1998: 55). Kata mol berasal dari bahasa latin yaitu moles yang artinya sejumlah massa. Satuan mol digunakan sebagai satuan dalam perhitungan kimia yaitu untuk mengetahui hubungan antara massa zat dalam satuan gram dengan massa atom relatif (Ar) atau massa molekul relatif (Mr) suatu zat. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Taylor (1960: 107) bahwa “a mole substance may be defined as the number of grams of a substance which is equal numerically to the number of atomic weight unit that one of its molecules weight”. Sebelum mengetahui besarnya jumlah mol suatu zat terlebih dahulu perlu diketahui perbandingan atom-atom penyusun dari suatu zat. Hal tersebut dikemukakan pula oleh Brady (1998: 57) bahwa perbandingan mol dari suatu zat yang bereaksi akan sama dengan perbandingan atom dan molekul yang bereaksi. Dengan mengetahui rumus kimia dari suatu molekul, akan dapat mengetahui perbandingan mol dari atom-atom tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Baum (1980: 86) bahwa untuk mengetahui konsep mol terlebih dahulu harus mengetahui dan menguasai konsep mengenai formula dari atom atau molekul. Oleh karena itu, untuk mendapatkan mol dari tiap unsur ataupun molekul, konsep yang mendasarinya yaitu massa atom relatif dan massa molekul relatif.
17
Konsep mol diungkapkan juga oleh Kauffman (1976: 509) dalam skema berikut ini:
Gambar 2.1 Skema Kauffman
Dalam skema yang dipaparkan oleh Kauffman dapat diketahui bahwa konsep mol pada suatu reaksi kimia dapat dihubungkan dengan massa dari pereaksi dan hasil reaksi dengan mengetahui massa molekul relatif dari pereaksi atau zat hasil reaksi tersebut. Untuk dapat mengetahui volum dari suatu pereaksi atau zat hasil reaksi dalam fasa gas adalah dengan diketahuinya volum molar. Untuk ntuk mengetahui perbandingan mol dari zat pereaksi dan hasil reaksi menggunakan perbandingan komposisi. Konsep-konsep Konsep konsep yang mendasari konsep mol tersebut yaitu konsep-konsep konsep konsep persen kadar, rumus empiris, rumus molekul, massa empiris. Adapun yang dimaksud dengan aplikasi konsep mol adalah penggunaan naan konsep mol pada pemecahan masalah kuantitatif dalam suatu reaksi dan zat kimia.
18
Konsep mol dapat diaplikasikan ke dalam materi-materi kimia lainnya mengenai pemecahan masalah kuantitatif. Sebagai contoh misalnya pemecahan masalah mengenai besarnya energi yang menyertai reaksi (Wolfe, 1984:233-253), volume gas yang dihasilkan dalam elektrolisis (Anshory dalam Sutanahadi, 2007: 18), reaksi dalam larutan (Lippincott, et al. 1977: 139-152). Materi dalam bahan kajian stoikiometri secara menyeluruh dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu stoikiometri inti dan stoikiometri aplikasi. Stoikiometri inti merupakan konsep yang menjadi bagian pokok dari materi stoikiometri yang menyangkut konsep mol dan konsep yang mendasarinya serta aplikasinya yang menggambarkan bentuk kuantitatif dari reaksi dan zat kimia, sedangkan stoikiometri aplikasi merupakan aplikasi dari konsep mol dalam masalah kuantitatif dari reaksi kimia pada pokok bahasan kimia lainnya, seperti asam basa, elektrolisis, kesetimbangan, termokimia, hidrolisis garam, larutan penyangga serta kelarutan dan hasil kali kelarutan. Menurut Annisa (2008: 20) kajian stoikiometri jika divisualisasikan dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 2.2 Jenis-jenis Materi pada Bahan Kajian Stoikiometri
19
Untuk mengetahui pembagian materi stoikiometri secara lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini: Tabel 2.1 Jenis-jenis Materi dalam Stoikiometri Inti dan Stoikiometri Aplikasi KAJIAN STOIKIOMETRI STOIKIOMETRI INTI STOIKIMETRI APLIKASI Struktur Atom Termokimia Hukum-Hukum Dasar Kimia Laju Reaksi Konsep Mol Kesetimbangan Kimia Rumus Empiris dan Larutan penyangga Rumus Molekul % Kadar Hidrolisis Garam Stoikiometri Reaksi Larutan Asam-Basa Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Sifat Koligatif Elektrokimia
2.4.2. Larutan Asam-Basa 2.4.2.1. Teori Asam Basa Arrhenius Menurut Arrhenius, asam adalah zat yang dalam air melepaskan ion H3O+(=H+). Contohnya beberapa persamaan reaksi berikut: 1.
Asam klorida dalam air HCl(aq)
2.
HNO3 dalam air HNO 3(aq)
3.
H+(aq) + Cl-(aq)
H +(aq) + NO3-(aq)
Asam sulfat dalam air H2SO4(aq)
2H+(aq) + SO42-(aq)
Berdasarkan jumlah ion H+ yang dilepaskan, senyawa asam dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis, yaitu:
20
a.
Asam monoprotik, yaitu senyawa asam yang melepaskan satu ion H+. contoh; HCl(aq), HBr(aq), HNO3(aq), HF(aq).
b.
Asam diprotik, yaitu senyawa asam yang melepaskan dua ion H+. contoh: H2SO4(aq) dan H2CO3(aq).
c.
Asam tripotik, yaitu senyawa asam yang melepaskan tiga ion H+. Contoh: H3PO4(aq). Basa menurut Arrhenius adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air
akan menghasilkan ion OH-. Contohnya beberapa persamaan reaksi berikut: -
Senyawa basa dalam pelarut air memberikan ion hidroksi (OH-) secara langsung. Misalnya NaOH dalam air. NaOH(aq)
-
Na+(aq) + OH-(aq)
Senyawa basa yang akan bereaksi dengan air dan setelah itu menghasilkan ion OH-. Misalnya gas NH3 yang dilarutkan dalam air. NH3(g) + H2O(l)
NH4+(aq) + OH-(aq)
Berdasarkan jumlah gugus OH- yang diikat, senyawa basa dikelompokkan ke dalam beberapa jenis berikut ini: a.
Basa monohidroksi, yaitu senyawa basa yang memiliki satu gugus OH–. Contoh: NaOH(aq), KOH(aq), dan NH4OH(aq).
b.
Basa dihidroksi, yaitu basa yang memiliki dua gugus OH–. Contoh: Ca(OH)2(aq) dan Ba(OH)2(aq).
c.
Basa trihidroksi, yaitu senyawa basa yang memiliki tiga gugus OH–. Contoh: Al(OH)3(aq) dan Fe(OH)3(aq).
21
2.4.2.2 Teori Asam Basa Bronsted-Lowry Teori asam basa menurut Arrhenius banyak digunakan orang karena kesederhanaannya. Tetapi teori tersebut memiliki keterbatasan yaitu hanya dapat menjelaskan asam-basa senyawa anorganik dalam larutan air. Senyawa-senyawa yang dapat dijelaskan adalah senyawa yang memiliki rumus HX untuk asam dan LOH untuk basa. Berdasarkan fakta diatas, timbul gagasan baru tentang asam dan basa yang dinyatakan oleh Bronsted-Lowry tahun 1923. Mereka secara sendiri-sendiri menyatakan bahwa semua zat, baik dalam bentuk molekul maupun bentuk ion yang memberikan proton (proton donor) adalah asam. Sedangkan yang menerima proton (proton akseptor) adalah basa. Jadi menurut teori asam basa BronstedLowry, asam adalah pemberi proton atau proton donor sedangkan basa adalah penerima proton atau proton akseptor. Contoh: HCl(aq) + H2O(l)
H3O+(aq) + Cl-(aq)
Pada reaksi ini HCl(aq) bertindak sebagai asam, mengingat HCl(aq) memberikan proton kepada H2O, sedangkan H2O bertindak sebagai basa, mengingat H2O menerima proton. H3O+ bertindak sebagai asam (memberikan proton kepada Cl-). Cl- bertindak sebagai basa (menerima proton). Dengan demikian reaksi dapat ditulis sebagai berikut: HCl(aq) + H2O(l)
H3O+(aq) + Cl-(aq)
22
Asam1
basa2
asam2
basa1
Basa 1 yang dihasilkan dari asam 1 yang memberikan protonnya disebut basa konjugat. Asam 2 yang dihasilkan dari basa 2 yang menerima proton disebut asam konjugat. Jadi, H3O+ merupakan asam konjugat dari H2O. H2O merupakan basa konjugat dari H3O+. HCl merupakan asam konjugat dari Cl-. Cl- merupakan basa konjugat dari HCl. Oleh karena itu, pasangan H3O+ dan H2O serta pasangan HCl dan Cldisebut pasangan asam-basa konjugasi. Berdasarkan kemampuan ionisasi dalam air, asam atau basa yang dalam air sebagian besar atau seluruh molekulnya terurai menjadi ion-ionnya, merupakan asam atau basa kuat. Contoh: -
Asam Kuat HCl(aq)
H+(aq) + Cl-(aq)
Pada HCl sebagian besar atau seluruh molekul HCl terurai menjadi H+ dan ion Cl-. -
Basa kuat NaOH(aq)
Na+(aq) + OH-(aq)
Pada NaOH sebagian besar atau seluruh molekul NaOH terurai menjadi ion Na+ dan ion OH-. Asam lemah atau basa lemah adalah asam atau basa yang dalam air sebagian kecil molekulnya terurai menjadi ion-ionnya.
23
Contoh: -
Asam lemah CH 3COOH(aq)
CH 3COO-(aq) + H+ (aq)
Sebagian kecil dari molekul asam asetat terurai menjadi ion H+ dan ion CH3COO-
Basa lemah NH3(g) + H2O(l)
NH4+ (aq) + OH-(aq)
Sebagian kecil dari molekul NH3 terurai menjadi ion NH4+ dan ion OH-. Hubungan antara [H+] dengan keasaman adalah semakin besar konsentrasi ion H+, maka keasaman akan semakin besar. Hubungan antara [OH-] dengan kebasaan adalah semakin besar konsentrasi ion OH-, maka kebasaan akan semakin besar. 2.4.2.3 Indikator Asam Basa Sifat larutan asam, basa, dan garam dapat diidentifikasi dengan menggunakan indikator. Indikator asam basa adalah zat yang memiliki warna berbeda dalam kondisi asam, basa, atau garam. Indikator asam basa ada yang berupa indikator buatan dan indikator alam. a.
Indikator Buatan Indikator buatan adalah indikator yang sudah dibuat di laboratorium atau
di pabrik alat-alat kimia. Indikator buatan dapat berupa kertas seperti lakmus merah, lakmus biru, dann indikator universal atau dalam bentuk larutan seperti fenolftalein, metil merah, dan lain-lain. 1.
Kertas Lakmus
24
Lakmus adalah sejenis zat yang diperoleh dari lumut kerak. Lakmus memiliki beberapa kelebihan, antara lain: a)
Warna lakmus dapat berubah dengan cepat jika bereaksi dengan asam
maupun basa. Perubahan warna yang dihasilkan oleh lakmus terlihat dengan jelas. b) Lakmus sukar bereaksi dengan oksigen dalam udara, sehingga dapat bertahan lama. c)
Lakmus mudah diserap. Perubahan warna pada kertas lakmus ketika digunakan untuk menguji
larutan asam atau larutan basa adalah sebagai berikut: Tabel 2.2 Perubahan Warna pada Kertas Lakmus Jenis Kertas Larutan Asam Larutan Basa Larutan Netral Lakmus Lakmus merah Merah Merah Merah Lakmus biru Biru Biru Biru
Kertas lakmus dapat digunakan untuk menentukan sifat larutan asam, basa, atau netral tetapi tidak dapat menentukan kekuatan asam basanya. 2.
Indikator Universal Indikator universal adalah indikator buatan dalam bentuk kertas yang
dapat mengetahui nilai pH dari larutan yang diuji. Indikator universal dilengkapi dengan peta warna sehingga kita dapat menentukan pH zat berdasarkan warnawarna tersebut. 3.
Larutan Indikator Larutan indikator asam basa adalah zat-zat warna yang berbentuk cair
yang mempunyai warna yang berbeda dalam larutan asam, basa, dan netral. Beberapa larutan indikator asam basa dapat dilihat dalam tabel berikut:
25
Tabel 2.3 Beberapa Indikator Asam Basa Perubahan warna Indikator Rentang pH Asam Basa Thimol biru 1,2 – 2,8 Merah Kuning Metil kuning 2,9 – 4.0 Merah Kuning Metil jingga 3.1 – 4,4 Merah Kuning jingga Metil merah 4,2 – 6,2 Merah Kuning Bromtimol biru 6,0 – 7,6 Kuning Biru Fenolftalein 8,0 – 9,8 Tak berwarna Merah ungu Thimolftalein 9,3 – 10,5 Tak berwarna Biru
b.
Indikator Alam Indikator alam dapat dibuat dari bahan alam. Ada beberapa bagian tumbuhan yang dapat digunakan sebagai indikator asam basa, yaitu kelopak bunga berwarna (misalnya bunga kertas, bunga mawar, kembang sepatu), daun berwarna (misalnya kol ungu), umbi berwarna (misalnya kunyit dan bit), serta kulit buah misalnya manggis. Perubahan warna larutan asam atau basa yang diuji dengan indikator alam diantaranya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.4 Perubahan Warna Indikator Alam Indikator Alam Larutan Asam Larutan Basa Bunga kertas Merah Kuning Kunyit Kuning Cokelat Kol ungu Merah muda Biru Kehijauan
2.4.2.4 Titrasi Asam Basa Titrasi adalah proses penentuan konsentrasi suatu larutan dengan cara meneteskan larutan yang akan dicari konsentrasinya pada larutan yang telah diketahui konsentrasinya sampai titik akhir titrasi
26
Titrasi asam basa adalah reaksi penetralan. Titrasi asam basa terbagi menjadi beberapa jenis yaitu:
a. Asam kuat - Basa kuat Kurva titrasi asam kuat - basa kuat adalah sebagai berikut:
Gambar 2.2 Kurva Titrasi Asam Kuat – Basa Kuat b. Asam kuat - Basa lemah Kurva titrasi asam kuat – basa lemah adalah sebagai berikut:
Gambar 2.3 Kurva Titrasi Asam Kuat – Basa Lemah
27
c. Asam lemah - Basa kuat Kurva titrasi asam lemah – basa kuat adalah sebagai berikut:
Gambar 2.4 Kurva Titrasi Asam Lemah – Basa Kuat
2.4.3. Sifat Asam Basa Larutan Garam Terhidrolisis Hidrolisis adalah istilah umum untuk reaksi garam dengan air. Garam diperoleh dari reaksi netralisasi asam dan basa. Sesuai dengan asam dan basa yang membentuknya, garam dikelompokkan menjadi: -
Garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat
-
Garam yang berasal dari basa lemah dan asam kuat
-
Garam yang berasal dari basa kuat dan asam lemah
-
Garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah. Dari keempat garam tersebut, garam yang mengalami hidrolisis adalah
garam yang berasal dari basa lemah dan asam kuat, basa kuat dan asam lemah,
28
dan basa lemah dan asam lemah. Jika hidrolisis menghasilkan ion H3O+ (=H+) maka larutan bersifat asam, tetapi jika hidrolisis menghasilkan ion OH- maka larutan bersifat basa. 2.4.3.1 Garam yang berasal dari basa lemah dan asam kuat Garam yang terbentuk dari asam kuat dan basa lemah mengalami hidrolisis
parsial/sebagian
dalam
air.
Dikatakan
mengalami
hidrolisis
parsial/sebagian karena hanya kation dari basa lemahnya yang bereaksi dengan air. Salah satu contoh garam yang berasal dari basa lemah dan asam kuat adalah NH4Cl. Dalam air, NH4Cl terionisasi sempurna menjadi ion NH4+ dan ion Cl-. Kation basa lemah dari garam tersebut (NH4+) bereaksi dengan air dengan persamaan reaksi sebagai berikut: NH4+(aq) + H2O(l)
NH3(g) + H3O+(aq)
Reaksi ion NH4+ dengan air menghasilkan ion H3O+. jadi larutan garam yang berasal dari basa lemah dan asam kuat akan bersifat asam.
2.4.3.2 Garam yang berasal dari basa kuat dan asam lemah Garam yang terbentuk dari asam lemah dan basa kuat mengalami hidrolisis parsial/sebagian, karena hanya anion yang berasal dari asam lemahnya saja yang bereaksi dengan air. Contoh garam ini adalah garam KCN. Dalam air, KCN terionisasi sempurna membentuk ion K+ dan ion CN-. KCN(aq)
K+(aq) + CN-(aq)
29
Ion K+ berasal dari basa kuat, tidak bereaksi dengan air. Sedangkan ion CN- berasal dari asam lemah, bereaksi dengan air. Larutan KCN bersifat basa karena anion dari garam tersebut (CN-) dapat bereaksi dengan air membentuk suatu asam lemah. Reaksinya adalah: CN-(aq) + H2O(l)
HCN(aq) + OH-(aq)
Hidrolisis menghasilkan ion OH- sehingga larutan bersifat basa. Jadi larutan garam yang terdiri dari kation basa kuat dan anion asam lemah akan bersifat basa.
2.4.3.3 Garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah Garam yang terbentuk dari asam lemah dan basa lemah mengalami hidrolisis sempurna dalam air. Baik anion maupun kation dari garam ini terhidrolisis dalam air, sehingga disebut hidrolisis total/sempurna. Contohnya NH4CN. Dalam larutan, NH4CN terionisasi sempurna menjadi ion NH4+ dan ion CN-. NH4CN(aq)
NH4+(aq) + CN-(aq)
Di dalam larutan, ion NH4+ dan ion CN- akan bereaksi dengan air. Reaksi yang terjadi dalam larutan adalah sebagai berikut: NH4+(aq) + H 2O(l)
CN-(aq) + H2O(l)
NH3(g) + H3O +(aq)
HCN(aq) + OH-(aq)
2.4.4. Larutan Penyangga Larutan penyangga adalah larutan yang dapat mempertahankan pH lingkungannya, baik oleh pengaruh pengenceran maupun oleh penambahan sedikit
30
asam atau basa. Pada dasarnya dasarnya larutan penyangga terdiri dari campuran asam lemah dengan basa konjugasinya atau basa lemah dengan asam konjugasinya.
2.4.4.1 Larutan Penyangga Asam Berikut ini persamaan reaksi yang terjadi pada larutan penyangga asam: CH3COO-(aq) + H3O+(aq)
CH3COOH(aq) + H2O(l)
CH3COONa(aq) → CH3COO-(aq) + Na+(aq) Berdasarkan pengertian asam-basa asam menurut Bronsted-Lowry Lowry, CH3COOH merupakan asam lemah, sedangkan CH3COO- merupakan basa konjugasinya. Campuran asam lemah, CH3COOH dan basa konjugasinya, CH3COO- akan membentuk larutan penyangga. Dalam pembentukan larutan penyangga ini, ion CH3COO- dapat berasal dari garam CH3COONa, CH3COOK atau garam lain yang mengandung ion asetat. Beberapa komponen pembentuk larutan penyangga asam dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.5.. Komponen Pembentuk Larutan Penyangga Asam Komponen Garam Pembentuk Basa Basa Konjugasi Asam Lemah Konjugasi CH3COONa, CH3COOH CH3COOCH3COOK HCOOH HCOO HCOONa, HCOOK F-
HF H2PO4
-
HPO4
NaF -2
Na2HPO4
2.4.4.2.Larutan Larutan Penyangga Basa Berikut ini persamaan reaksi yang terjadi pada larutan penyangga basa:
31
NH4+(aq) + OH-(aq)
NH3(aq) + H2O(l)
NH4Cl(aq) → NH4+(aq) + Cl-(aq) Campuran basa lemah (NH3) dan asam konjugasinya, NH4+ akan membentuk larutan penyangga. Dalam pembentukan larutan penyangga, penyangga ion NH4+ dapat berasal dari garam NH4Cl, NH4Br, (NH4)2SO4 atau garam lain yang mengandung ion ammonium. Beberapa komponen pembentuk larutan penyangga asam sam dapat dilihat pada Tabel 2.6. 2.6 Tabel 2.6.. Komponen Pembentuk Larutan Penyangga Basa Komponen Garam Pembentuk Asam Konjugasi Basa Lemah Asam Konjugasi NH3
NH4+
HPO42-
H2PO4-
NH4Cl, NH4Br, (NH4)2SO4 NaH2PO4
2.4.4.3.Sifat Sifat Larutan Penyangga a.
Pengaruh Penambahan Sedikit Asam atau Basa Jika ke dalam larutan penyangga ditambahkan sedikit asam, maka asam
tersebut akan bereaksi dengan zat yang bersifat basa. Begitu sebaliknya, jika ditambahkan sedikit basa, maka basa tersebut akan bereaksi dengan zat yang bersifat asam. Sebagai contoh berikut berikut ini adalah reaksi yang terjadi pada larutan penyangga yang terbentuk dari campuran asam lemah (CH3COOH) dengan basa konjugasinya (CH3COO-). Jika ke dalam campuran tersebut ditambahkan sedikit asam, misalnya HCl. Maka akan terjadi reaksi: CH3COO-(aq) + H+(aq) → CH3COOH(aq)
32
Berdasarkan reaksi di atas, berarti jumlah basa konjugasi (ion CH3COO-) akan berkurang dan asam lemah CH3COOH akan bertambah. Penambahan asam ke dalam larutan penyangga tersebut akan menurunkan konsentrasi basa konjugasinya dan meningkatkan konsentrasi asam. Perubahan ini tidak akan mengakibatkan perubahan pH yang signifikan. Jika ke dalam campuran tersebut ditambahkan sedikit basa misalnya NaOH, maka reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: CH3COOH(aq) + OH-(aq) → CH3COO-(aq) + H2O(l) Berdasarkan reaksi di atas, jumlah asam lemah CH3COOH akan berkurang dan basa konjugasinya (ion CH3COO-) akan bertambah. Seperti pada kasus penambahan sedikit asam, perubahan ini pun tidak akan mengakibatkan perubahan pH yang signifikan. Contoh lain misalnya larutan penyangga yang terbentuk dari campuran basa lemah (misalnya NH3) dan asam konjugasinya (misalnya ion NH4+). Reaksi kesetimbangan yang terjadi adalah sebagai berikut: NH3(aq) + H2O(l)
NH4+(aq) + OH -(aq)
Penambahan asam ke dalam larutan penyangga tersebut menyebabkan terjadinya penetralan. Akibatnya kesetimbangan akan bergeser ke kanan untuk menggantikan ion OH- yang bereaksi. Jika basa ditambahkan ke dalam larutan penyangga di atas, maka kelebihan ion OH- akan menggeser kesetimbangan ke kiri. Dengan demikian, pengaruh penambahan sedikit asam atau sedikit basa terhadap campuran basa lemah dan asam konjugasinya, relatif tidak akan mengubah pH larutan penyangga tersebut.
33
b.
Pengaruh Pengenceran pH suatu larutan penyangga ditentukan oleh perbandingan jumlah
komponen-komponennya. Jika campuran tersebut diencerkan maka perbandingan jumlah komponen-komponennya tidak akan berubah sehingga pH larutan penyangga tetap. 2.4.4.4.Perhitungan pH Larutan Penyangga a.
Larutan Penyangga Asam Salah satu contoh larutan penyangga asam adalah campuran asam lemah
CH3COOH dan basa konjugasinya (ion CH3COO-). Berikut ini reaksi kesetimbangan yang terjadi pada larutan penyangga asam: CH3COOH(aq)
CH3COO-(aq) + H+(aq)
Ion CH3COO- berasal dari garam yang mengandung asetat, seperti CH3COONa, CH3COOK, atau (CH3COO)2Ba. Sebagai contoh misalnya digunakan garam CH3COONa sebagai garam pembentuk basa konjugasi. Garam CH3COONa termasuk zat elektrolit kuat sehingga dalam air akan terionisasi sempurna sesuai dengan persamaan reaksi berikut: CH3COONa(aq) → CH3COO-(aq) + Na+(aq) Ion CH3COO- yang berasal dari garam akan menggeser kesetimbangan asam asetat ke kiri sehingga CH3COOH dianggap tidak terionisasi. Oleh karena itu konsentrasi CH3COOH yang digunakan dalam perhitungan sama dengan konsentrasi CH3COOH awal. Konsentrasi ion CH3COO- hasil disosiasi CH3COOH kecil sehingga dapat diabaikan. Maka konsentrasi CH3COO- yang terlibat dalam perhitungan hanya berasal dari garam.
34
Persamaan tetapan kesetimbangan (Ka) asam asetat adalah sebagai berikut:
3
3
Penataan ulang persamaan di atas menjadi:
3
3
Dengan menggunakan logaritma negatif di kedua sisinya, maka persamaannya menjadi: log log log
log log log
log
Persamaan di atas disebut persamaan Handerson-Hasselbalsch Handerson untuk larutan penyangga asam yang umumnya ditulis: log b.
!"
Larutan Penyangga Basa Contoh larutan penyangga basa adalah campuran basa lemah lemah NH3 dengan
asam konjugasinya (ion NH4+). Reaksi kesetimbangan yang terjadi pada larutan penyangga basa dapat dituliskan sebagai berikut: NH3(aq) + H2O(l)
NH4+(aq) + OH-(aq)
Ion NH4+ yang bertindak sebagai asam konjugasi dapat berasal dari larutan garam NH4Cl atau (NH4)2SO4. Sebagai contoh digunakan garam NH4Cl yang di dalam air terionisasi sempurna sebagaimana persamaan reaksi berikut:
35
NH4Cl(aq) → NH4+(aq) + Cl-(aq) Dengan cara yang sama seperti pada larutan penyangga asam, maka ungkapan pOH untuk larutan penyangga basa dapat diturunkan. Tetapan kesetimbangan basa lemah (Kb) dinyatakan sebagai berikut : #4
#3 ] Penataan ulang persamaan di atas menjadi: [ − ] = ×
[#3 ] [#4 + ]
Dengan menggunakan logaritma negatif di kedua sisinya, maka persamaannya menjadi: − log [ ] = − log % − log
[# ] [#& ]
[#& ] − log [ ] = − log % + log [# ]
= % + log
[#& ] [# ]
Persamaan di atas disebut persamaan Handerson-Hasselbalsch untuk larutan penyangga basa yang umumnya ditulis: = % + log
[ ] [ !ℎ]