4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemurnian gas bumi. Disamping mengandung propane dan butane yang berharga bagi industri, gas bumi mentah mngandung pula air dan hydrogen sulfide yang tidak dikehendaki yang harus disingkirkan terlebih dahulu sebelum gas itu disalurkan melalui pipa transmisi. Ada empat metode penting yang digunakan untuk dehidrasi gas ; kompresi, perlakuan dengan bahan pengering, absorpsi dan refrigerasi. Untuk penyingkiran air dengan kompresi terdiri dari kompersor gas, diikuti oleh sistem pendingin untuk mengeluarkan uap air melalui kondensasi. Pengolahan gas dengan bahan pengering sudah banyak digunakan di Amerika Serikat. Glikol merupakan bahan yang paling banyak dipakai untuk keperluan ini karena mempunyai afinitas tinggi terhadap air, harganya murah, bahannya stabil secara kimia, tidak berbusa dan daya larutnya terhadap gas bumi rendah. Untuk titik embun (dew point) air disekitar -900C sampai -1000 C, beberapa pabrik menggunakan tapis molekul (moleculer sieve). Alas tapis molekul ini dapat diregenerasi dengan mengalirkan gas panas (230 sampai 2900C) pada arah berlawanan. Bahan pengering lainnya adalah ; alumina aktif atua bauksit, gel silica, asam sulfat, larutan pekat kalsium klorida atau natrium tiosianat. Unit ini biasanya terdiri dari menara isian (packed tower) dengan aliran gas dan pereaksi berlawanan arah dan dilengkapi dengan regenerator untuk bahan dehidrasi. Gas
Universitas Sumatera Utara
5
dapat pula didehidrasi dengan melarutkannya melalui gulungan refrigerasi. Pada umumnya cara ini lebih mahal dari pada metode lain, tetapi bilamana terdapat uap bekas untuk mengoperasikan siklus refrigerasi, biaya refrigerasi ini bisa murah sekali. Jika sebagian besar air yang terdapat didalam gas bahan bakar itu tidak disingkirkan terlebih dahuu, maka akan terjadi korosi yang serius di dalam pipa transmisi dan dapat pula terjadi kesulitan karena pembentukan hidrat yang dapat memacetkan pipa. Kesulitan dapat pula timbul karena pembekuan katup dan regulator bila udara dingin. Hydrogen sulfide dan senyawa- senyawa belerang lainnya merupakan bahan yang tidak dikehendaki kehadirannya di dalam gas bumi karena dapat menyebabkan korosi dan membentuk senyawa yang mencemarkan udara bila dibakar. Bau hydrogen sufida sangat mengganggu bagi para pemakai rumah tangga. Undang- undang pencemaran udara yang ketat akhir- akhir ini menghendaki agar senyawa-senyawa belerang disingkirkan terlebih dahulu sebelum gas itu boleh diumpankan ke sistem distribusi. Karbon Dioksida didalam gas juga merupakan ketakmurnian yang tidak dikehendaki karena dapat menurunkan nilai kalor gas. Pada gas bumi mentah, kandungan H2S berkisar antara 0 sampai 35 g/m3 atau lebih. Pada Tabel II.1 disajikan rangkuman proses komersial yang penting yang digunakan untuk menyingkirkan H2S dan CO2 dari gas. Senyawa belerang yang dikeluarkan dari gas biasanya dikonversi menjadi belerang unsur melalui modifikasi proses Clause.
Universitas Sumatera Utara
6
2.2. Pelarut yang umum dipakai dalam pemurnian gas Tabel II.1. Proses-proses Penyingkiran Karbon Dioksida dan Belerang Proses atau Reagen Pelarut Kimia di dalam Larutan Air Monoetanolamina (MEA) MEA plus pengiring amina Dietanolamina (DEA) Diglikolamina Diiso propanolamina Kalium karbonat panas N-Formil morfolin Lumpur senyawa besi sangat reaktif Pelarut fisika Metanol Propilena karbonat Poli ( etilena ) glikol dimetil eter Tetra hidrothioFen-1, 1-dioksida N-Metil-2-pirolidon Unggun Zat Padat Kering, Bahasan Bijian Potongan kayu dilapis Oksida besi hidrasi ( spon besi )
Nama Dagang Girbotol Ucar
Flour Economine Shell* Benfield,Cata-carb. Giammarco-Vetrocoke
Slurrisweet Rectisol Flour Selexol Shell Sulfolane* Purisol
*Proses ini menggunakan kedua jenis pelarut dan gabungan pereaksi (regen) yang disebut sulfinol.
(Austin, 1984). Pelarut yang paling lama dan barangkali masih paling banyak dipakai ialah monoethanolamin. Untuk desulfurisasi gas bumi biasanya digunakan larutan monoethanolamina dengan konsentrasi 10 sampai 30 persen. Berbagai pelarut yang terdaftar dalam Tabel II.1 berbeda-beda selektivitasnya dalam absorpsi H2S dan CO2 ; sifat ini, disamping juga komposisi dan ketakmurnian yang terdapat, didalam gas yang diolah, merupakan hal yang sangat menentukan dalam pemilihan pelarut yang akan dipakai. Beberapa pelarut tertentu mempunyai afinitas besar terhadap hidrokarbon suku tinggi dan sifat ini tidak menguntungkan bila gas itu mengandung senyawa- senyawa berharga dalam jumlah agak besar. Jika diperlukan dehidrasi dan desulfurisasi secara serentak, gas itu dapat dibersihkan (scrubbed) dengan larutan amina, air, dan glikol. Komposisi larutan
Universitas Sumatera Utara
7
yang dipakai untuk hal ini berkisar antara 10 sampai 36 % monoethanolamina, 45 sampai 85% dietilena glikol dan selebihnya air. Salah satu metode komersial yang paling baru untuk memanis-maniskan gas ialah dengan menggunakan membran. Kegiatan pemisahan ini bekerja menurut asas bahwa laju permeasi (perembesan) gas melalui membran berbedabeda sesuai dengan jenis gasnya. Sebagaimana bahan membran digunakan polisulfon, polistrena, teflon, dan berbagai jenis karet. Proses pemisahan jenis ini mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan proses pemisahan jenis lain, antara lain kondisi operasinya sedang, konsumsi energi lebih rendah, biaya investasi rendah, dan dapat beroperasi secara ekonomis pada laju aliran rendah atau tinggi. Gas bumi yang mempunyai kandungan nitrogen tinggi dapat ditingkatkan mutunya melalui proses kriogenik yang meningkatkan gas umpan pada 4,9 Mpa dan mendinginkannya hingga 180 K. Gas bumi itu diuapkan dan gas ini maupun nitrogen maupun yang telah terpisah keluar dari sistem melalui pertukaran kalor dengan gas yang masuk (Austin, 1984).
2.3. Pemilihan Pelarut Pemilihan solven umumnya dilakukan sesuai dengan tujuan absorpsi, antara lain: 1. Jika tujuan utama adalah untuk menghasilkan larutan yang spesifik, maka solven ditentukan berdasarkan sifat dari produk. 2. Jika tujuan utama adalah untuk menghilangkan kandungan tertentu dari gas, maka ada banyak pilihan yang mungkin. Misalnya air, dimana
Universitas Sumatera Utara
8
merupakan pelarut yang paling murah dan sangat kuat untuk senyawa polar.
Terdapat beberapa hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan pelarut, yaitu: 1. Kelarutan Gas Kelarutan gas harus tinggi sehingga meningkatkan laju absorpsi dan menurunkan kuantitas pelarut yang diperlukan. Umumnya pelarut yang memiliki sifat yang sama dengan bahan terlarut akan lebih mudah dilarutkan. Jika gas larut dengan baik di dalam fraksi mol yang sama pada beberapa jenis pelarut, maka dipilih pelarut yang memiliki berat molekul paling kecil agar didapatkan fraksi mol gas terlarut yang lebih besar. Jika terjadi reaksi kimia dalam operasi absorpsi maka umumnya kelarutan akan sangat besar. Namun bila pelarut akan di-recovery maka reaksi tersebut harus reversible. Sebagai contoh, etanol amina dapat digunakan untuk mengabsorpsi hidrogen sulfida dari campuran gas karena sulfida tersebut sangat mudah diserap pada suhu rendah dan dapat dengan mudah didilepas pada suhu tinggi. Sebaliknya, soda kostik tidak digunakan dalam kasus ini karena walaupun sangat mudah menyerap sulfida tapi tidak dapat didilepasi dengan operasi stripping. 2. Volatilitas Pelarut harus memiliki tekanan uap yang rendah, karena jika gas yang meninggalkan kolom absorpsi jenuh terhadap pelarut maka akan ada banyak pelarut yang terbuang. Jika diperlukan dapat digunakan cairan pelarut kedua yang volatilitasnya lebih rendah untuk menangkap porsi gas yang teruapkan. Aplikasi
Universitas Sumatera Utara
9
ini umumnya digunakan pada kilang minyak dimana terdapat menara absorpsi hidrokarbon yang menggunakan pelarut hidrokarbon yang cukup volatil dan di bagian atas digunakan minyak nonvolatil untuk me-recovery pelarut utama. Demikian juga halnya dengan hidrogen sulfida yang diabsorpsi dengan natrium fenolat lalu pelarutnya di-recovery dengan air. 3. Korosivitas Solven yang korosif dapat merusak kolom. 4. Harga Penggunaan solven yang mahal dan tidak mudah di-recovery akan meningkatkan biaya operasi kolom. 5. Ketersediaan Ketersediaan pelarut di dalam negeri akan sangat mempengaruhi stabilitas harga pelarut dan biaya operasi secara keseluruhan. 6. Viskositas Viskositas pelarut yang rendah amat disukai karena akan terjadi laju absorpsi yang tinggi, meningkatkan karakter flooding dalam kolom, jatuh-tekan yang kecil dan sifat perpindahan panas yang baik. 7. Lain-lain Sebaiknya pelarut tidak memiliki sifat racun, mudah terbakar, stabil secara kimiawi dan memiliki titik beku yang rendah. ( Yusuf, 2011).
Universitas Sumatera Utara
10
2.4.
Penyediaan Bahan Baku Industri Petrokimia Di Indonesia Tabel II.2. Karakteristik/kualitas Gas Bumi di Indonesia Perusahaan/Daerah Sumber Gas Bumi
Komposisi (% mole)
Mobil Oil/ Arun 3,34 4,09 68,87 11,0 6,20 3,68 2,82 0 100,0 0,8364
Wampu Medan 2,68 0,07 70,04 10,96 5,93 3,96 1,53 0,83 100,0 0,7950
PTSI/ Sumsel 6,06 0,51 85,53 4,88 1,59 0,84 0.58 0 100,0 0,7220
Cilamaya/ Jakarta 1,94 1,04 90,12 5,86 0,95 0,06 0 0 100,0 0,6253
ARBNI/ Kangean 2,69 1,80 88,19 3,88 2,13 0,93 0,39 0 100,0 0,6480
Kaltim/ B. Papan 2,55 0,7 78,15 9,48 6,15 2,09 0,68 0,2 100,0 0,7390
CO2 N2 C1 C2 C3 C4 C5 C6+ Jumlah s.g Nilai Kalori -BTU/SCF 297,6 1323,0 1077,0 1027,0 1057,0 1197,0 -Mjoule/M3 43,44 44,29 36,05 33,60 35,39 40,07 Sumber : Team Koordinasi Pengembangan Pemakaian BBG-Migas (Pandjaitan, M. 2006).
1. Ketersediaan cadangan gas bumi ( C1- C4) Dalam hal ketersediaan gas bumi untuk bahan baku industri petrokimia di Indonesia yang mana sekitar 60-80% volume gas yang dihasilkan dari suatu lapangan gas adalah gas metana, dapat dilihat bahwa karakteristik/ kualitas gas nya cukup memenuhi persyaratan (ini dapat dilihat pada Tabel II-2), begitu juga mengenai potensi cadangan gasnya cukup tersedia dimana sumber-sumber gas nya menyebar hampir merata dapat menjangkau daerah-daerah yang padat dengan pemukiman penduduk dan pusat-pusat industri, seperti daerah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Irian Jaya.
Universitas Sumatera Utara
Sul-Sel/ Walanga
94,89 3,47 0,82 0,81 0,01 0 100,0 0,5779 n.a n.a
11
2. Ketersediaan bahan baku kondensat (C5-C11) Sama halnya dengan bahan baku nafta, komponen-komponen penyusun gas kondensat kadar kandungannya dapat diukur dengan analisis PONA (Parafin, Olefin, Naftene dan Aromatik), dimana jika kandungan parafin dan oleinnya lebih besar, maka kondensat tersebut lebih bermanfaat dipakai bahan baku industri dengan jalur “Olefin-senter” dan sebaliknya apabila kandungan naftene dan aromatiknya lebih, lebih bermanfaat dipakai untuk bahan baku industri dengan jalur “ Aromatik- senter”. Produksi kondensat dalam negeri selama ini masih di ekspor ke luar untuk mendatangkan devisa, sedangkan ketersediaan produksinya untuk dipakai sebagai bahan baku industri petrokimia di Indonesia. 3. Ketersediaan bahan baku Nafta (C6-C12) Bahan baku nafta adalah bahan baku minyak berbentuk cairan, yang banyak dipakai untuk bahan baku industri petrokimia di dunia baik yang memakai dengan jalur “Olefin-senter” maupun dengan jalur “Aromatik-senter”, karena pengangkutan mudah dilakukan biarpun dengan jarak jauh seperti pengangkutan untuk minyak mentah lainnya. Minyak nafta ini dalam negeri diperoleh dari hasil kilang Cilacap dan kilang Balikpapan, yang selama ini produksinya masih di ekspor ke luar untuk mendatangkan devisa. Dalam hal ketersediaan produksinya untuk dipakai sebagai bahan baku industri petrokimia di Indonesia. 4. Ketersediaan bahan baku residu/ Low Sulfur Waxy Residu(LSWR) Bahan baku minyak residu/LSWR cukup tersedia didalam negeri yang dapat didatangkan dari Kilang Dumai, Sungai Pakning dan Exsor I Balongan, dan selama ini minyak residual/LSWR tersebut masih di ekspor ke luar untuk
Universitas Sumatera Utara
12
mendatangkan devisa. Dalam hal ketersediaan produksinya untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku industri petrokimia di Indonesia. 2.5.
Absorpsi Absorpsi adalah peristiwa terserapnya suatu zat (absorbat) oleh zat lain
(absorben). Absorpsi merupakan salah satu cara untuk memisahkan atau mengurangi sesuatu konstituen dalam fasa gas dengan menggunakan solven penyerap tentu secara selektif yang dapat melarutkan atau menyerap konstituen yang diinginkan. Solven penyerap harus dipilih secara tepat ditinjau dari sifat-sifat fisika, kimia ,harga, dan batas-batas pemakaian. Pada absorpsi gas, uap dapat larut diserap dari campurannya dengan gas yang aktif atau gas yang lembab dengan bantuan zat cair sehingga zat terlarut (solute gas) dapat larut dalam jumlah banyak ataupun sedikit. Operasi penyerapan gas dijalankan dengan cairan tertentu, dengan harapan salah satu gas tersebut terserap oleh cairan tertentu. Absorpsi juga merupakan proses pemisahan bahan dari suatu campuran gas dengan cara pengikatan bahan tersebut pada permukaan absorben cair yang diikuti dengan pelarutan. Kelarutan gas yang akan diserap dapat disebabkan hanya oleh gaya-gaya fisik (pada absorpsi fisik) atau selain gaya tersebut juga oleh ikatan kimia (pada absorpsi kimia). Komponen gas yang dapat mengadakan ikatan kimia akan dilarutkan lebih dahulu dan juga dengan kecepatan yang lebih tinggi. Karena itu absorpsi kimia mengungguli absorpsi fisik. Pada umumnya proses penyerapan dilakukan dalam suatu menara, baik yang tersusun dari jumlah tray (tray tower) ataupun yang berisi sejumlah bahan isian pada ketinggian tertentu (packed tower).
Universitas Sumatera Utara
13
Absorpsi termasuk proses pemisahan menurut dasar operasi difusional, dengan transfer massa berlangsung secara difusi antara dua fase yang saling berkontak. Dalam operasi, alat yang umum digunakan adalah menara isian berbentuk kolom silinder yang dilengkapi dengan saluran pemasukan zat cair terdapat pada bagian atas dan bagian bawah menara. Pemilihan larutan penyerap (absorben) disesuaikan dengan sifat kimia atau fisika dari zat yang akan diserap. Terdapat beberapa pertimbangan utama dalam memilih absorben, yaitu: 1. Selektif, yaitu mampu hanya menyerap zat pengotor yang tidak diinginkan. 2. Memiliki volatilitas yang rendah sehingga tidak mudah menguap. 3. Sifat korosif larutan harus rendah. 4. Memiliki harga yang rendah, sehingga lebih ekonomis. 5. Mudah di dapat (Campbell, 1992).
2.5.1. Tujuan penyerapan (absorpsi) Penyerapan biasanya dilaksanakan, berhubungan dengan alasan sebagai berikut. 1. Untuk memperoleh zat yang bernilai tinggi dari suatu campuran gas dan atau uap. Contoh tentang hal ini ialah absorpsi uap bensen dari gas oven bekas dengan bantuan minyak lilin. Uap bensen akan larut dalam minyak lilin ini, sedangkan gas yang lain tidak larut di dalamnya. Bensen yang diserap kemudian dipisah dari minyak lilin dengan jalan proses desorpsi.
Universitas Sumatera Utara
14
2. Mengeluarkan campuran tambahan yang tidak diinginkan dari produk yang berbentuk gas contoh tentang hal ini, ialah pemisahan persenyawaan belerang dari produk minyak bumi. Zat cair absorpsi yang dipergunakan disini biasanya merupakan suatu larutan ekstrak dari kepekatan tertentu. Contoh lain ialah, pengeluaran CO2 dari campuran gas. Cara demikian antara lain, dilaksanakan dalam produksi gas zat cair murni pada proses hidrogenisasi untuk pengolahan amoniak. Untuk keperluan ini, dapat dipergunakan berbagai zat lilin cair, seperti larutan karbonat kalium dan karbonat natrium dan mono-etanolamin (MEA). 3. Pembentukan persenyawaan kimia dari suatu bahan absorpsi dan suatu komponen tertentu dari campuran gas. Sebagai contoh tentang hal ini, disebut absorpsi dari NH3 dalam asam belerang yang diencerkan, dimana terjadi (NH4)2SO4. Juga pembentukan asam sendawa dengan jalan menghubungkan suatu campuran , yang terdiri dari NO dan NO2 dengan air, berdasarkan atas absorpsi. Karena disini bersangkutan dengan proses absorpsi yang berhubungan dengan reaksi kimia, maka kita akan menyebut tentang absorpsi kimia atau khemo-sorpsi. Juga larutan CO2 yang telah disebut sebelum ini dalam karbonat dan mono-etanolamin, merupakan contoh dari khemo-sorpsi. 2.5.2. Faktor yang menentukan untuk sifat dapat larut dari gas dalam zat cair 1. Pengaruh suhu Bila pada pelarutan zat padat dalam zat cair, umumnya dapat kita katakan, bahwa sifat dapat larut menjadi lebih besar pada suhu yang lebih tinggi,
Universitas Sumatera Utara
15
maka kebalikannya terdapat pada sifat dapat larut gas dalam zat cair. Pada umumnya disini berlaku : sifat dapat larut gas menurun pada suhu yang lebih tinggi. 2. Pengaruh dari tekanan gas diatas zat cair Bila pada pelarutan zat padat dalam zat cair tekanan tidak mempunyai pengaruh, maka pengaruh itu terdapat pada pelarutan gas dalam zat cair. Disini berlaku : pada tekanan gas yang lebih tinggi akan larut lebih banyak gas pada tiap jumlah zat cair. 3. Kecepatan absorpsi Faktor-faktor berikut menentukan kecepatan sesuatu macam gas tertentu yang dapat diserap oleh zat cair. 1. Afinitas atau gaya tarik yang dilakukan oleh suatu macam zat cair tertentu 2. Suhu yang telah disebutkan sebelum ini 3. Tekanan gas yang juga telah disebut, yang bekerja diatas zat cair 4. Permukaan kontak antara zat cair dan gas ; untuk mendorong absorpsi gas dalam zat cair, permukaan kontak antara gas dan zat cair harus dibuat sebesar mungkin ; makin besar permukaan kontak, makin cepat absorpsi berlangsung. 5. Selisih kepekatan antara kepekatan gas dalam campuran gas dan kepekatan gas dalam zat cair absorpsi. Makin besar selisih kepekatan ini, maka makin cepat pula terjadi pengangkutan gas yang akan diserap ke zat cair absorpsi. Juga disini berlaku lagi : =
Universitas Sumatera Utara
16
Gaya penggerak = selisih kepekatan; afinitas yang besar dapat menyebabkan hambatan yang kecil. Perlu dicatat dalam hubungan ini, bahwa tekanan campuran gas yang lebih tinggi, juga membawa kepekatan yang lebih besar dari gas yang akan diserap. Karena sesungguhnya: makin tinggi tekanan, maka makin banyak gram gas yang akan diserap pada tiap liter campuran gas. Jadi secara ringkas dapat dikatakan: absorpsi gas alam zat cair berlangsung lebih cepat, bila permukaan kontak, selisih kepekatan (jadi juga tekanan) dan afinitas (gaya Tarik) lebih besar dan suhu lebih rendah. Untuk menjadikannya penggerak pada proses absorpsi sebesar-besarnya, kebanyakan instalasi absorpsi bekerja menurut prinsip aliran lawan. Dengan demikian, dapat dicegah tercapainya keadaan setimbang. Prinsip aliran searah dilaksanakan pada sejumlah proses khemosorpsi. Reaksi kimia yang terjadi disini, seringkali berlangsung sedemikian lancarnya (afinitas secara kimia), sehingga gaya penggerak hampir tidak tergantung dari selisih kepekatan. Beberapa proses absorpsi berjalan sedemikian cepatnya, sehingga proses itu tanpa persiapan khusus, sudah tidak dapat lagi diawasi. Suatu contoh tentang hal ini adalah absorpsi dari gas HCl dalam air, dimana terbatas sejumlah besar kalor. Dalam hal ini dilakukan proses pendinginan selama waktu penyerapan. (van Bergeyk ,K.1981).
2.5.3. Jenis Kolom Absorpsi Operasi perpindahan massa umumnya dilakukan dengan menggunakan menara yang dirancang sedemikian sehingga diperoleh kontak yang baik antara kedua fase. Alat perpindahan massa yang berupa kolom absorpsi secara umum
Universitas Sumatera Utara
17
dapat dibagi ke dalam 4 golongan, yaitu: menara sembur, menara gelembung, tray column dan packed column. Akan tetapi dalam dunia industri yang paling sering digunakan adalah tray column dan packed column. 1. Menara Sembur Menara sembur terdiri dari sebuah menara, dimana dari puncak menara cairan disemburkan dengan menggunakan nosel semburan. Tetes-tetes cairan akan bergerak ke bawah karena gravitasi, dan akan berkontak dengan arus gas yang naik ke atas seperti yang terlihat Gambar II.1.
Menara Sembur (Fatah 2008) Nossel semburan dirancang untuk membagi cairan kecil-kecil. Makin kecil ukuran tetes cairan, makin besar kecepatan transfer massa. Tetapi apabila ukuran tetes cairan terlalu kecil, tetes cairan dapat terikut arus gas keluar. Menara sembur biasanya digunakan untuk transfer massa gas yang sangat mudah larut. 2. Menara Gelembung Menara gelembung terdiri dari sebuah menara, dimana di dalam menara tersebut gas didispersikan ke dalam fase cair dalam bentuk gelembung. Transfer massa terjadi pada waktu gelembung terbentuk dan pada waktu gelembung naik ke atas melalui cairan. (Gambar II.2).
Universitas Sumatera Utara
18
Menara Gelembung (Fatah, 2008) Menara gelembung digunakan untuk transfer massa gas yang relatif sukar larut. Gelembung dapat dibuat misalnya dengan pertolongan distributor pipa, yang ditempatkan mendatar pada dasar menara. 3. Tray Column Tray column (menara pelat) adalah menara yang secara luas telah digunakan dalam industri. Menara ini mempunyai sejumlah pelat dan fasilitas yang ada pada setiap pelat, maka akan diperoleh kontak yang sebaik-baiknya antara fase cair dengan fase gas. Tray column terdiri dari tiga jenis, yaitu sieve tray, bubble caps tray, dan valve tray. Perbedaan dari ketiga jenis tray column tersebut adalah bentuk dan media yang berfungsi sebagai keluaran uap pada tray. Sieve tray merupakan sebuah plate yang terdapat lubang-lubang sederhana untuk keluaran uap pada tray tersebut. Bubble caps tray merupakan suatu plate berlubang-lubang yang dilengkapi dengan cerobong-cerobong serta tutup seperti mangkuk di atas cerobong tersebut. Sedangkan valve tray merupakan modifikasi dari sieve tray dimana setiap lubang keluaran uap memiliki lift valve.
Universitas Sumatera Utara
19
Gambar II.3. Jenis-jenis tray
(a)
(b)
(c)
(a) sieve tray, (b) bubble caps tray dan (c) valve tray (Sumber: Annonimous,2011)
4. Packed Column Packed column adalah menara yang diisi dengan bahan pengisi. Adapun fungsi bahan pengisi ialah untuk memperluas bidang kontak antara kedua fase. Bahan pengisi yang banyak digunakan antara lain cincin rasching, cincin partisi, sadelbell, sadel intalox dan cincin pall. Di dalam menara ini, cairan akan mengalir ke bawah melalui permukaan bawah pengisi, sedangkan gas akan mengalir ke atas secara arus berlawanan, melalui ruang kosong yang ada diantara bahan pengisi. Packed column dapat dilihat pada Gambar II.4.
Packed Column (Fatah, 2008)
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam kolom absorpsi untuk mencapai kondisi operasi optimal. Faktor-faktor seperti laju alir, temperatur dan tekanan merupakan kondisi yang berpengaruh terhadap proses absorpsi, dan jika
Universitas Sumatera Utara
20
terdapat gangguan yang menyebabkan faktor tersebut jauh dari nilai yang diperbolehkan maka dapat mengakibatkan kolom tidak dapat bekerja dengan optimal atau bahkan kerusakan alat. Pada pengoperasian umumnya kolom absorpsi didampingi oleh kolom regenerasi yang berfungsi memisahkan zat yang telah diabsorpsi oleh larutan sehingga larutan dapat digunakan kembali untuk penyerapan.
2.6. Zat yang akan diserap 1. Karbondioksida (CO2) Karbondioksida merupakan gas yang tahan api. Gas ini memiliki sifat tidak berbau, tidak berwarna. Disamping tidak mudah terbakar, CO2 juga dapat larut dalam air membentuk asam karbonat H2CO3, hidrokarbon dan sebagian besar cairan organik. Karbondioksida sering digunakan pada bahan bakar aerosol, pengujian pada suhu rendah, pemadam kebakaran udara inert, pengolahan air diperkotaan, obat-obatan, gas pelindung pengelasan dan lain-lain 2. Gas Hidrogen sulfide (H2S) Gas H2S merupakan gas yang sangat berbau dan beracun, karena pada kadar tertentu gas ini dapat menyebabkan kematian pada makhluk hidup. Gas ini terkandung dalam bumi, harus dipisahkan terlebih dahulu untuk memudahkan proses pengerjaan selanjutnya. Pemisahan gas ini bertujuan untuk menghasilkan sulfur yang berupa serbuk padat yang berwarna kuning dan memiliki bau khas. Sulfur ini dapat digunakan untuk obat-obatan, bahan kosmetik dan lain-lain (Athur, K. 1970).
Universitas Sumatera Utara
21
2.7.
Larutan Benfield Larutan benfield merupakan suatu bentuk sistem yang berupa larutan yang
digunakan untuk menyerap dan memisahkan gas-gas impurities seperti H2S dan CO2. Larutan ini terdiri dari larutan karbonat dan larutan dietanolamin yang mana dapat menyerap kandungan gas-gas impurities tersebut hingga 98%. Larutan karbonat bewarna gelap sedangkan larutan dietanolamin bewarna bening kekuningan. Dalam larutan benfield inilah terjadi proses penyerapan gas. Kandungan dalam larutan benfield ini dapat dihitung kadarnya melalui suatu titrasi yang dilakukan. Nilai-nilai dari parameter yang dihitung dalam larutan benfield ini sangat dipengaruhi oleh temperatur dan Specific gravity (SG) (Anonynous, 1996).
2.7.1. Analisa Benfield Unit 30 menerima feed gas dari condensate recovery unit 20. Gas ini mengandung hidrokarbon berat, karbondioksida, sejumlah kecil hydrogen sulfide dan mercury. Unit 30 didesain untuk memisahkan elemen-elemen diatas sampai batas-batas yang telah ditentukan. Hal ini berguna untuk mencegah korosi dan pembekuan pada unit-unit kilang. Gas yang telah dibersihkan dari merkuri dengan menggunakan karbon aktif yang mengandung banyak sulfur langsung menuju ke karbonat absorber, sejumlah CO2 dan H2S dipisahkan pada bagian ini. Hal ini dilakukan dengan mencuci gas dengan larutan potassium karbonat panas dengan penambahan dietanolamin sebagai zat yang membantu proses penyerapan didalam karbonat absorber.
Universitas Sumatera Utara
22
Konsentrasi dari karbonat dan yang dikonversi menjadi bikarbonat ditetapkan secara titrasi asidimetri, karena dalam kandungan ini masih mengandung senyawa-senyawa lain, maka diperlukan penetapan terpisah dari dietanolamin (DEA) dan vanadium sebagai faktor koreksi pada perhitungan nanti. K2CO3 yang ada dalam larutan akan bereaksi dengan HCl dan membentuk KHCO3 pada Ph 8.1 (titik akhir phenolphthalein).
Berikut adalah reaksi yang terjadi : K2CO3 + HCl
KHCO3 + KCl
Jika peniteran dilanjutkan sampai Ph 3.8 (titk akhir bromocresol green) akan membentuk H2CO3 KHCO3 + HCl
H2CO3 + KCl
Pembersihan dengan karbonat Gas yang telah dibersihkan dari merkuri langsung menuju karbonat absorber, sejumlah CO2 dan H2S dipisahkan pada sistem. Hal ini dilakukan dengan mencuci gas yang masuk dengan larutan potassium karbonat panas dengan penambahan DEA dan ammonium metavanadate. DEA dalam larutan membantu untuk mempercepat reaksi penyerapan atau bertindak sebagai katalisator, sedangkan ammonium metavadate berfungsi membentuk lapisan pelindung pada pipa baja untuk mencegah korosi. Pada saat gas melewati karbonat absorber, kandungan CO2 dikurangi dari 22 % menjadi 1% , sebab syarat kemurnian akhir yang diharapkan adalah kurang dari 100 ppm CO2 dan H2S ini disebut Benfield Hi-pure sistem.
Universitas Sumatera Utara
23
Penyerapan dan pemisahan CO2 ditentukan oleh beberapa faktor yang harus diperhatikan setiap saat, yaitu kadar larutan karbonat, temperatur, tekanan uap dan tekanan parsial, luas permukaan kontak dan vessel dan penggunaan promotor-promotor. Dalam sistem Benfield, kadar potassium karbonat dalam range konsentrasi antara 30% - 33% dari persen berat yang akan memberikan hasil terbaik dalam proses penyerapan. Dengan meningkatkannya kadar larutan, laju reaksi akan sedikit berkurang, tetapi ini meningkatkan kapasitas penyerapan, dengan demikian diperlukan suatu keseimbangan. Untuk memberikan hasil yang terbaik diperlukan juga larutan DEA dengan range 3 – 4% didalam larutan karbonat sebagai promotor pembantu dalam proses penyerapan. Analisa laboratorium secara rutin yang menjadi acuan pabrik adalah sangat penting untuk pengendalian operasi penyerapan yang baik. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebagia berikut : 1. Berat jenis merupakan penuntun yang penting untuk kandungan potassium karbonat. Pada konsentrasi antara 30% - 33% berat jenis yang dikoreksi harus 1.255 – 1.288 pada 100 oC. 2. % K2CO3 dan % KHCO3, nilai ini diperoleh dari analisa volumetric (titrasi). Nilai tersebut penting untuk memperoleh nilai lain yaitu % EQ K2CO3 dan faktor koreksi (fc). 3. EQ K2CO3, ini penting untuk mengontrol keseimbangan jumlah air didalam sistem. % EQ ini harus dikontrol pada konsentrasi 30% - 33% K2CO3. Hal ini penting agar memberikan cukup karbonat dan sirkulasi untuk memaksimalkan penyerapan CO2.
Universitas Sumatera Utara
24
4. Fraksi konversi (fc), ini berarti fraksi dari pengisian pertama K2CO3 yang telah dikonversikan menjadi KHCO3 melalui reaksi dengan CO2. Umumnya lean solution akan membarikan sekitar 40% yang terkonversi, jadi mempunyai fc sebesar 0.4. Semakin rendah fc maka semakin baik dan semakin tinggi kemampuan larutan itu untuk menyerap CO2, sebaliknya semakin tinggi larutan maka semakin tinggi fc larutan maka semakin rendah daya serap CO2 nya, ini disebut dengan larutan “ Rich Carbonate” atau larutan yang telah banyak mengandung CO2 dan ini harus diregenerasi (Muslim, A. 1996).
2.7.2. Prinsip Dasar Perolehan Kadar Dalam Larutan Benfield Prinsip yang digunakan adalah titrasi asam-basa serta penyerapan air sebagai pelarutnya. Didalam larutan Benfield terkandung karbonat, dimana karbonat merupakan suatu basa, maka zat peniter digunakan adalah larutan yang bersifat asam. Dalam memilih suatu asam untuk digunakan dalam larutan standart, hendaknya diperhatikan faktor-faktor berikut : 1. Asam itu harus asam kuat, artinya sangat terdisosiasi 2. Asam itu tidak boleh atsiri (mudah menguap) 3. Larutan asam itu harus stabil 4. Garam dari asam itu harus dapat larut 5. Asam itu tidak boleh merupakan pengoksidasi kuat sehingga dapat merusak senyawa organik yang digunakan sebagai indikator (Anonymous, 1979).
Universitas Sumatera Utara
25
2.7.3. Penyerapan proses Setelah melewati karbonat absorber, sisa kandungan gas asam hanya 0.4 – 0.5 % saja. Hasil dari kapasitas penyerapan ini dapat dianalisa dari larutan kekuatan yang dapat dioperasikan (tentunya disesuaikan dengan feed gas rate). Jika spesifikasi yang diminta tidak tercapai, selidiki hal-hal dibawah ini : 1. Kualitas selama operasi 2. Kualitas larutan 3. Potensi untuk peralatan 4. Kondisi untuk operasi Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi hasil absorpsi adalah kualitas larutan. Dalam operasi, larutan ini terdiri dari: lean carbonate, rich carbonate, larutan promotor, impurities/kontaminan dan bahan yang tidak diinginkan. Kualitas larutan sangat dipengaruhi oleh susunan komposisi zat-zat diatas, ini dapat dianalisa dari komposisi larutan karbonat, fraction convert, % DEA dalam larutan karbonat, pengaruh kontaminasi dan water balance.
2.7.4. Analisa larutan karbonat merinci : 1. % berat K2CO3 dan KHCO3 a. Penentuan % berat K2CO3 dan KHCO3 dianalisa dilaboratorium melalui titrasi dengan menggunakan asam dan indikator. b. Kedua analisa ini dipakai sebagai landasan pertama untuk selanjutnya mencari % eqivalen K2CO3 dan fraction convert (fc). Jadi analisa ini secara tidak langsung menunjukkan komposisi yang ada dalam lean carbonate yang dioperasikan.
Universitas Sumatera Utara
26
Spesifikasi : % berat K2CO3 adalah 18.0 – 21.4
Rendah – perlu regenerasi Tinggi - absorpsi semakin baik
% berat KHCO3 adalah 15.2 – 19.1
Tinggi - regenerasi kurang baik
2. Specific gravity (SG) SG merupakan petunjuk penting tentang kandungan K2CO3, jadi dengan adanya analisa SG ini, secara langsung dapat dimanfaatkan untuk : a. Mengkoreksi konsentrasi larutan. b. Pengaturan suhu operasi. c. Mempertahankan efisiensi kerja pompa karbonat. Spesifikasi (100oC – 0oC) 1.235 – 1.300 Perubahan SG berbanding lurus dengan perubahan Eq K2CO3. 3. % Ekivalen K2CO3 Analisa ini menunjukkan seberapa % K2CO3 yang baik yang dikonversikan dari % KHCO3 maupun yang merupakan % K2CO3. Gunanya untuk memperoleh data : a. Penyerapan gas asam yang maksimalkan b. Tindakan yang dilakukan untuk mencegah larutan yang kemungkinan : Salting out, penyumbatan, erosi terhadap lapisan vadasi c. Mengatur keseimbangan H2O dalam sistem. 4. Fraction convert (Fc) Fc adalah berapa % K2CO3 yang berubah menjadi KHCO3 didalam jumlah keseluruhan larutan lean carbonate yang dipakai untuk absorpsi. Perhitungan :
Universitas Sumatera Utara
27
Penggunaan fc Lean carbonate yang dipompakan untuk absorpsi diasumsikan sebagai % K2CO3. Tetapi dalam proses, larutan tersebut telah diregenerasi tidak semurni K2CO3. Jika masih banyak kandungan KHCO3, maka praktis komponen tersebut tidak berfungsi untuk menyerap lagi. Karena itu diharapkan lean carbonate mempunyai nilai fc yang kecil, artinya kandungan KHCO3 yang sedikit dalam lean carbonate. Jadi fc dapat dijadikan standart untuk menentukan mutu dari regenerasi larutan dalam operasi. Spesifikasi : 2.5 – 4.0 < 2.5 hati hati salting uot larutan, > 4.0 absorpsi jelek, tingkatan regenerasi. 5. % DEA dalam karbonat Walaupun DEA dapat meningkatkan laju penyerapan CO2, penambahan % DEA lebih tinggi dari di desain, belum tentu berbanding lurus dengan kenaikan laju penyerapan. Jadi % DEA dalam larutan karbonat, diharapkan seoptimum mungkin sesuai dengan indikasi performance dari proses unit yang sedang berlangsung. Spesifikasi : 2.5 – 4.0 < 2.5 % absorpsi jelek, > 4.0 % tidak ada pengaruh, sebaliknya pemborosan. Pengaruh kontaminasi pada proses penyerapan Adanya kontaminan-kontaminan didalam larutan seperti karat, hidrogen cair, kotoran, pelumas dan lain- lain akan mengganggu proses absorpsi asam gas oleh larutan. Salah satu akibat yang dapat timbul adalah foaming. Kontaminan menurun surface tension dari larutan (yang dimaksud dengan turunnya surface tension adalah berkurangnya daya molekul larutan untuk
Universitas Sumatera Utara
28
menarik molekul gas disekelilingnya disebabkan konsentrasi molekul larutan lebih tinggi dibanding konsentrasi molekul gas). 6. Foam height Dengan metode memberikan gelembung gas melalui contoh larutan selama 2 menit, akan timbul “pembusaan/foam”. Tinggi busa/foam height diukur dalam satuan cm, pada temperatur 90 – 100oC. Jika dalam percobaan tinggi busa cukup rendah, kemungkinan terjadinya foaming relative kecil. Foam height ini diharapkan tidak lebih dari 6 cm/90 oC. Spesifikasi max 6 cm. Lebih kecil = tidak menjadi masalah Lebih besar = regenerasi jelek 7. Collapse time Pembusaan yang terjadi dalam analisa foam height diatas, kemudian dihitung berapa lama waktu penyusutan busa tersebut sampai hilang, dipakai satuan waktu dalam detik pada temperatur 90 oC. jika waktu yang dipakai lama, kemudian untuk terjai foaming, lebih besar spesifikasi analisa waktu maksimum 10 detik. Lebih kecil = tidak berpengaruh, kalau lebih besar = hati-hati foaming. 8. Partikulate Matter Analisa ini menyatakan berapa banyak kandungan partikel-partikel padat yang terkandung dalam larutan. Hal ini dapat timbul karena: a. Kotoran yang terkontaminasi dalam larutan b. Kemungkinan terjadi Kristal, sebab makin tinggi konsentrasi larutan, cenderung menaikkan pembentukan Kristal pada suhu proses yang normal.
Universitas Sumatera Utara
29
c. Filtrasi sudah tidak bekerja secara sempurna, maka perlu penggantian filter elemen yang baru. Seandainya filter masih baik (P rendah, flow mencukupi/ normal).
Tetapi
partikulate
matter
naik,
menandakan
akan
terjadinya
foaming/erosi dalam unit pabrik (Fauzi, F. 1983).
2.7.5. Peralatan Utama yang digunakan pada proses absorpsi gas H2S dan CO2 Peralatan utama yang digunakan pada proses absorpsi gas ini impurities ini antara lain: 1. Carbonate absorber colomn (C-3 x 01) Carbonate absorber colomn merupakan suatu kolom yang dilengkapi dengan packed beds yang berfungsi untuk memisahkan CO2, H2S dan feed gas melalui penyerapan dengan larutan potassium karbonat. 2. Carbonate regenerator colomn (C-3 x 02) Merupakan suatu kolom yang dilengkapi dengan packed beds yang berfungsi untuk memisahkan CO2 dan H2S yang telah diserap dari larutan rich potassium carbonate. 3. DEA absorber colomn Yaitu suatu kolom yang dilengkapi dengan packed beds yang berfungsi untuk pemisahan CO2dan H2S. 4. DEA regenerator colomn (C-4 x 04) Adalah suatu kolom yang dilengkapi dengan packed beds yang berfungsi untuk memisahkan CO2 dan H2S yang terserap dari larutan rich DEA. 5. Feed Gas Knock Out Drum (D-3 x 01)
Universitas Sumatera Utara
30
Merupakan suatu drum yang berfungsi untuk memisahkan hidrokarbon cair dan air bebas dari proses feed gas. 6. Carbon beds absorber (D-3 x 07 A/B) Yaitu suatu drum yang berfungsi untuk memisahakan merkuri (Hg) yang terdapat dalam jumlah kecil dari feed gas (Anonymous, 1979).
Universitas Sumatera Utara