BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.5
Tinjauan Pustaka
2.5.1
Return Saham
2.5.1.1 Definisi dan Jenis Return Saham Saham adalah surat berharga yang menunjukkan kepemilikan perusahaan sehingga pemegang saham memiliki hak klaim atas dividen atau distribusi lain yang dilakukan perusahaan kepada pemegang sahamnya, termasuk hak klaim atas aset perusahaan, dengan prioritas setelah hak klaim pemegang surat berharga lain dipenuhi jika terjadi likuiditas. Menurut Husnan (2002: 303) sekuritas (saham) merupakan secarik kertas yang menunjukkan hak pemodal (yaitu pihak yang memiliki kertas tersebut) untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas tersebut dan berbagai kondisi yang memungkinkan pemodal tersebut menjalankan haknya (Eka dan Saputra, 2012), sedangkan menurut Tandelilin (2001: 18), saham merupakan surat bukti bahwa kepemilikan atas aset-aset perusahaan yang menerbitkan saham. Jadi, saham adalah surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT), dimana saham tersebut menyatakan bahwa pemilik saham tersebut adalah juga pemilik sebagian dari perusahaan tersebut. Return merupakan hasil yang diperoleh dari kegiatan investasi. Return dibedakan menjadi dua, yaitu return realisasi (return yang terjadi atau dapat juga
Universitas Sumatera Utara
disebut sebagai return yang sesungguhnya) dan expected return (return yang diharapkan oleh investor). Return terdiri dari capital gain (loss) dan yield (Jogiyanto, 1998). Return realisasi merupakan return yang sudah terjadi dan dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi dapat digunakan sebagai salah satu pengukuran kinerja perusahaan dan dapat digunakan sebagai dasar penentu return ekspektasi dan risiko di masa yang akan datang, sedangkan return ekspektasi merupakan return yang diharapkan terjadi di masa mendatang dan masih bersifat tidak pasti (Putri, 2012). Para investor termotivasi untuk melakukan investasi salah satunya adalah dengan membeli saham perusahaan dengan harapan untuk mendapatkan kembalian investasi yang sesuai dengan apa yang telah diinvestasikannya. Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi atau tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas suatu investasi yang dilakukannya (Hartono, 2000: 107). Tanpa keuntungan yang diperoleh dari suatu investasi yang dilakukannya, tentunya investor tidak mau melakukan investasi yang tidak ada hasilnya. Setiap investasi, baik jangka pendek maupun jangka panjang mempunyai tujuan utama yaitu memperoleh keuntungan yang disebut return, baik secara langsung maupun tidak langsung (Eka dan Saputra, 2012).
2.5.1.2 Modal Harga Saham untuk Menghitung Tingkat Pengembalian Saham Return saham dapat digunakan untuk menghitung efisiensi pasar modal. Untuk menghitung return saham, Fama menguraikan empat model untuk
Universitas Sumatera Utara
menghitung return saham (Sears dan Trennepohl, 1993, hal 204-207), yaitu (Aji, 2012): 1. The Fair Game Model Menyatakan bahwa kita tidak dapat menggunakan informasi yang tersedia pada waktu t untuk mendapatkan return yang lebih besar dari yang seharusnya diterima dari suatu saham pada periode t+1. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung return yang terealisasi adalah: Rit =
π·ππ +π«ππ +π·ππβπ π·ππβπ
(2.1)
Keterangan:
Rit = return saham i pada perode t Pit = harga saham i pada periode t Dit = dividen saham i selama periode t Pit-1 = harga saham i selama periode t 2.
The Martingale Model Martingale model mengkonfirmasikan fair game model yang menyatakan ketidakmampuan dalam menghasilkan abnormal return. Model ini menyatakan bahwa untuk membuat perkiraan ke depan, maka informasi yang paling baik adalah informasi dari pengujian terakhir. Jika informasi yang tersedia terdiri dari semua informasi umum, maka model ini akan mendeskripsikan pasar efisien bentuk setengah kuat (semi strong form).
3. The Submartingale Model
Universitas Sumatera Utara
Jika return pada pasar modal yang efisien sesuai dengan martingale model, maka harga saham juga akan sesuai dengan submartingale model. Model ini menyatakan bahwa harga saham periode mendatang akan lebih besar dari harga saham periode terakhir. Jika informasi yang digunakan adalah informasi masa lalu, maka model ini digunakan untuk mendeskripsikan pasar efisien bentuk lemah (weak form). 4. The Random Walk Model Model ini menyatakan bahwa perubahan harga saham diasumsikan bergerak secara random (acak). Perubahan harga saham yang dimaksud meliputi return dari saham tersebut. Model ini juga menyatakan bahwa return saham sifatnya adalah independent dan terdistribusi secara identik.
2.5.2
Efficient Market Hypothesis
2.5.2.1 Definisi Konsep pasar efisien pertama kali dikemukakan dan dipopulerkan oleh Fama (1970). Dalam konteks ini yang dimaksud dengan pasar adalah pasar modal (capital market) dan pasar uang. Suatu pasar yang efisien adalah sebuah pasar yang efisien dalam mengelola informasi, dimana harga-harga sekuritas yang diamati pada suatu waktu tertentu didasarkan pada evaluasi yang βbenarβ dari seluruh informasi yang tersedia pada saat itu (Fama, 1970; 1976: 133). Suatu pasar dimana harga-harga βmerefleksikan sepenuhnyaβ informasi yang tersedia disebut efisien. Semakin efisien suatu pasar modal, semakin besar kemungkinan suatu sekuritas dihargai pada atau
Universitas Sumatera Utara
mendekati nilai intrinsiknya. Efisiensi pasar modal ini juga ditunjang oleh peraturan yang diterbitkan oleh regulator bahwa emiten harus mengungkapkan informasiinformasi tertentu. Berdasarkan berbagai informasi yang ada, investor melakukan mekanisme penjualan dan pembelian sehingga harga sekuritas mencerminkan konsensus pasar. Jika investor bertransaksi dalam sebuah pasar yang efisien maka mereka dapat mendasarkan pada harga-harga yang merefleksikan berbagai rangkaian informasi, termasuk informasi laporan keuangan, dan mereka tidak harus memproses semua informasi secara langsung. Hipotesis pasar efisien merupakan konsep penting dan secara luas diterima semenjak ketertarikan pada efisiensi pasar terjadi pada akhir 1950-an dan awal 1960an dalam tema βTheory of Random Walksβ pada literatur keuangan dan βRational Expectations Theoryβ dalam literatur ekonomi (Jensen, 1978). Para ahli teori random walks pada umumnya berangkat dari premis bahwa perubahan sekuritas utama merupakan contoh yang baik dari pasar βefisienβ (Fama, 1965) dan aturan perdagangan βrelatif kuatβ dalam model Levy tentang perilaku harga sekuritas secara menakjubkan mendekati prediksi teori pasar efisien tentang perilaku harga sekuritas (Jensen dan Benington, 1970). Hasil pengujian empiris efisiensi pasar menunjukkan bahwa terdapat tiga kategori berdasarkan sifat informasi yaitu strong form test, semi strong form test, dan weak form (Fama, 1970). Pengujian bentuk-kuat (strong-form) berkaitan dengan apakah investor individual atau kelompok memiliki akses monopolistik terhadap informasi yang relevan untuk pembentukan harga, sehingga harga secara langsung
Universitas Sumatera Utara
bereaksi terhadap informasi itu, atau dengan kata lain apakah para investor yang memiliki informasi privat yang tidak sepenuhnya merefleksikan informasi pasar. Grossman dan Stiglitz (1980) menyatakan prasyarat hipotesis versi kuat adalah bahwa informasi dan biaya perdagangan, biaya dari harga yang merefleksikan informasi, selalu bernilai 0. Pada bentuk semi-kuat menguji informasi termasuk informasi yang tersedia bagi publik, seberapa cepat harga-harga sekuritas merefleksikan pengumuman informasi publik. Pada bentuk lemah menguji informasi hanya pada harga historis atau return berikutnya, dengan kata lain bagaimana return di masa lalu mampu dengan baik memprediksikan return di masa datang. Jensen (1978) mengungkapkan bahwa versi efisiensi pasar yang lebih lemah dan ekonomis terjadi jika harga merefleksikan informasi pada titik dimana manfaat marjinal informasi (laba yang dihasilkan) tidak melebihi biaya marjinalnya. Fama (1976: 137-166) mengungkapkan bahwa terdapat empat model ekuilibrium pasar yang dapat dipergunakan untuk menguji efisiensi pasar. Model pertama adalah return ekspektasian positif yang menyatakan bahwa jika pasar efisien dan jika model ekuilibrium pasar benar maka investor atau analis pasar yang tidak setuju dengan pasar dan memposisikan pada return ekspektasian negatif pada suatu sekuritas akan menjadi salah. Hal ini mengimplikasikan adanya risiko kerugian yang akan ditanggung oleh investor yang salah dalam mengambil dan mengekspektasikan return pasar tersebut. Pada model ekuilibrium kedua, Fama mengajukan return ekspektasian konstan. Pada model ini, jika pengujian efisiensi pasar merupakan
Universitas Sumatera Utara
pengujian asumsi ekuilibrium pasar secara simultan dan selama didasarkan pada autokorelasi hasil terbukti konsisten dengan hipotesis bahwa pasar efisien. Pengujian ini juga dapat diinterpretasikan sebagai bukti yang konsisten dengan asumsi bahwa return ekspektasian ekuilibrium bersifat konstan sepanjang waktu. Model ketiga dari ekuilibrium pasar adalah return menyesuaikan pada model pasar. Pengujian ini terutama berhubungan dengan penyesuaian harga atas informasi spesifik perusahaan, seperti pengumuman laba, penerbitan sekuritas baru, stocksplits, dan sebagainya. Return menyesuaikan pada hubungan risiko return merupakan model keempat dari ekuilibrium pasar. Model ini menunjukkan bahwa pengujian teknisi efisiensi pasar dimana pasar menentukan harga pada t-1 sehingga terdapat hubungan positif antara return ekspetasian suatu sekuritas dari t-1 dengan risiko sekuritas tersebut. Pasar yang tidak efisien, suatu saham memiliki kemungkinan untuk menghasilkan abnormal return, yang berarti bahwa return saham akan melebihi tingkat risiko yang dimiliki saham tersebut. Pasar dapat dikatakan efisien jika memenuhi kondisi-kondisi berikut (Gumanti dan Utami, 2002): 1. Banyak terdapat investor rasional dan berorientasi pada maksimisasi keuntungan yang secara aktif berpartisipasi di pasar dengan menganalisis, menilai, dan berdagang saham. Investor-investor ini adalah price taker, artinya pelaku itu sendiri tidak akan dapat mempengaruhi harga suatu sekuritas. 2. Tidak diperlukan biaya untuk mendapatkan informasi dan informasi tersedia bebas bagi pelaku pasar pada waktu yang hampir sama (tidak jauh berbeda).
Universitas Sumatera Utara
3. Informasi diperoleh dalam bentuk acak, dalam arti setiap pengumuman yang ada di pasar adalah bebas atau tidak terpengaruh dari pengumuman yang lain. 4. Investor bereaksi dengan cepat dan sepenuhnya terhadap informasi baru yang masuk di pasar, yang menyebabkan harga saham segera melakukan penyesuaian. Sebagaimana diuraikan Utama (1992), terdapat beberapa faktor yang diduga turut mendukung ketidakefisienan pasar, seperti tingkat likuiditas yang masih rendah dan belum terbukanya emiten dalam mengungkapkan informasi sebenarnya. Selanjutnya, Sukamulja (2011) mengemukakan beberapa kondisi investor di pasar modal Indonesia yang dapat berkontribusi terhadap lemahnya efisiensi pasar, di antaranya (Bapepam, 2011): 1. Investor memiliki informasi yang tidak simetris; 2. Investor cenderung irasional dalam mengambil keputusan, diantaranya karena pengetahuan yang kurang memadai; 3. Investor sering kali bereaksi berlebihan terhadap suatu perkembangan terbaru; 4. Investor cenderung kurang mengikuti konsep investasi pasar modal (misalnya, mempertimbangkan risiko dan imbal hasil serta berinvestasi untuk jangka panjang).
2.5.2.2 Bentuk Pasar Efisien Menurut Fama (1970) bentuk efisiensi pasar dapat dikelompokkan menjadi tiga (Gumanti dan Utama, 2002), yaitu: 1. Efisiensi Pasar Bentuk Lemah (Weak Form)
Universitas Sumatera Utara
Dalam hipotesis ini, pasar dikatakan efisiensi bentuk lemah jika informasi mengenai harga saham pada masa lalu sepenuhnya tercermin dalam harga saat ini. Akibatnya pelaku pasar tidak dapat menggunakan data-data harga saham historis dan perdagangannya untuk memprediksi harga saham ke depan, sehingga penggunaan perubahan harga saham di masa lalu untuk memprediksi perubahan harga masa depan tidak akan bermanfaat. 2. Efisiensi Pasar Bentuk Setengah Kuat (Semi-Strong Form) Menurut hipotesis pasar efisien bentuk semi-kuat, disamping merupakan cerminan harga saham historis, tetapi juga mencerminkan semua informasi publik yang relavan. Investor tidak akan mampu untuk memperoleh abnormal returns dengan menggunakan strategi yang dibangun berdasarkan informasi yang tersedia di publik. Dengan kata lain, analisis terhadap laporan keuangan tidak memberikan manfaat apa-apa. Ide dari pandangan ini adalah bahwa sekali informasi tersebut menjadi informasi publik (umum), artinya tersebar di pasar, maka semua investor akan bereaksi dengan cepat dan mendorong harga naik untuk mencerminkan semua informasi publik yang ada. 3. Efisiensi Pasar Bentuk Kuat (Strong Form) Pasar efisien bentuk kuat menyatakan bahwa harga yang terjadi mencerminkan semua informasi yang ada, baik informasi publik (public information) maupun informasi pribadi (private information). Bentuk pasar efisien kuat merupakan bentuk pasar efisien paling ketat. Hal ini terkait dengan pengertiannya bahwa harga pasar mencerminkan semua informasi, baik publik maupun nonpublik.
Universitas Sumatera Utara
Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka dalam konteks pasar efisien bentuk kuat tidak ada seorang pun baik individu maupun institusi dapat memperoleh abnormal return, untuk suatu periode tertentu, dengan menggunakan informasi yang tersedia di publik dalam konteks kelebihan informasi, termasuk di dalamnya informasi yang hanya dapat diakses oleh orang-orang tertentu. Bentuk pasar efisien mempunyai beragam interpretasi, selain Fama beberapa ahli juga memberikan teori tentang bentuk pasar efisien antara lain Richard West yang membagi pasar efisien menjadi dua bentuk (Aji, 2012: 10), yaitu: 1. Pasar efisien secara operasional atau internal Dikatakan sebagai pasar efisien secara operasional bila investor dikenai jasa transaksi semurah mungkin yang berkaitan dengan biaya-biaya atas terjadinya suatu transaksi. Contoh biaya transaksi di pasar modal: biaya komisi broker, biaya eksekusi, dan biaya peluang. 2. Pasar efisien secara eksternal Pasar efisien secara eksternal merupakan kondisi pasar dimana harga saham setiap saat benar-benar mencerminkan informasi yang tersedia. Informasi tersebut merupakan informasi yang relavan untuk dipergunakan dalam penilaian saham.
2.5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Pasar Menurut Arifin (2001: 115-116) yang dikutip dari Artatik (2007) pergerakan saham dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Kondisi fundamental emiten Faktor fundamental merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi perusahaan yaitu kondisi manajemen organisasi sumber daya manusia, kondisi keuangan perusahaan yang tercermin dalam kinerja keuangan perusahaan. Nilai fundamental merupakan nilai intrinsik dari suatu saham yang dianalisis dengan menggunakan analisis yang menggunakan data-data finansial yaitu data-data yang berasal dari laporan keuangan perusahaan, contohnya laba, dividend yang dibagi, penjualan dan sebagainya (Jogiyanto, 1998: 70). Faktor fundamental merupakan faktor yang berkaitan dengan kinerja emiten yang tercermin dalam kinerja keuangan yang tercermin dalam laporan keuangan perusahaan. Semakin baik kinerja emiten maka semakin besar pengaruhnya terhadap kenaikan harga saham. Demikian sebaliknya, semakin menurun kinerja emiten maka semakin besar
kemungkinan
merosotnya
harga
saham
yang
diterbitkan
dan
diperdagangkan. Selain itu keadaan emiten akan menjadi tolak ukur seberapa besar risiko yang akan ditanggung oleh investor. Saham-saham yang bagus atau saham blue chip tentu memiliki risiko yang lebih kecil jika dibanding dengan jenis saham lainnya. Ini karena faktor fundamental perusahaan penerbitnya bagus. Baik kondisi keuangannya, strategi bisnisnya, produknya, maupun manajemennya. 2. Tingkat suku bunga Dengan adanya perubahan suku bunga, tingkat pengembalian hasil berbagai sarana invertasi akan mengalami perubahan, ada yang cenderung naik dan ada
Universitas Sumatera Utara
pula yang cenderung turun. Bunga yang tinggi ini tentunya akan berdampak pada alokasi dana investasi para investor. Investor produk bank seperti deposito atau tabungan jelas lebih kecil risikonya jika dibanding dengan investasi dalam bentuk saham. Karena investor akan menjual saham dan dananya akan ditempatkan di bank. Penjualan saham secara serentak ini akan berdampak pada penurunan harga saham secara signifikan. 3. Dana asing di Bursa Mengamati jumlah dana investasi asing merupakan hal yang penting, karena dengan semakin besarnya dana yang ditanamkan, hal ini menandakan bahwa kondisi investasi di Indonesia telah kondusif yang berarti pertumbuhan ekonomi tidak lagi negatif, yang tentu saja akan merangsang kemampuan emiten untuk mencetak laba. Sebaliknya, jika investasi asing berkurang, ada perkiraan bahwa mereka sedang ragu atas negeri ini, baik atas keadaan sosial politik maupun keamananya. Jadi besar kecilnya investasi dana asing di bursa akan berpengaruh pada kenaikan atau penurunan harga saham. 4. Hukum permintaan dan penawaran Faktor hukum permintaan dan penawaran digunakan investor untuk mengetahui kondisi fundamental perusahaan dalam melakukan transaksi jual-beli. Transaksi inilah yang akan mempengaruhi fluktuasi harga saham. Perlu diwaspadai juga bahwa kenaikan harga saham karena permintaan yang banyak atau penawaran yang sedikit tidak akan berlangsung terus sebab pada suatu titik harga akan terlalu mahal.
Universitas Sumatera Utara
5. Valuta Asing US Dollar merupakan mata uang kuat yang mempengaruhi nilai dari mata uang negara-negara lain. Apabila dollar naik maka investor asing akan menjual sahamnya dan menempatkan di bank dalam bentuk dollar sehingga menyebabkan harga saham naik. 6. News and rumors Berita yang beredar di masyarakat yang menyangkut berbagai hal baik itu masalah ekonomi, sosial, politik, keamanan, hingga berita seputar reshuffle kabinet. Dengan adanya berita tersebut, para investor bisa memprediksi seberapa kondusif keadaan negeri ini sehingga kegiatan investasi bisa dilaksanakan. Ini akan berdampak pada pergerakan harga saham di bursa. 7. Indeks harga saham Kenaikan indeks harga saham gabungan sepanjang waktu tertentu, tentunya menandakan kondisi investasi dan perekonomian negara dalam keadaan baik. Sebaliknya jika turun berarti iklim investasi sedang buruk. Kondisi demikian akan mempengaruhi naik turunnya harga saham di pasar bursa.
2.5.4
Mispricing Mispricing merupakan fenomena yang dapat terjadi baik dalam lingkungan
rasional maupun irasional. Dalam lingkup rasional, asymmetric information dapat membawa harga saham menyimpang atau terdeviasi dari nilai yang sebenarnya hanya karena para investor yang menentapkan harga melalui perilaku perdagangan,
Universitas Sumatera Utara
tidak memiliki semua informasi yang dibutuhkan untuk mencapai konsensus harga yang mencerminkan nilai sebenarnya dari saham. Disisi lain, perilaku teori keuangan menjelaskan mispricing dalam lingkup irasional, terjadi saat investor membuat kesalahan sistematis dalam memperkirakan nilai saham (Alzahrani, 2006). Sadka dan Scherbina (2007) mengemukakan bahwa mispricing juga disebabkan oleh adanya ketidaksetujuan antara para analis yang berkaitan dengan transaction cost atau likuiditas dari saham. Hubungan antara harga saham dan investasi perusahaan menarik perhatian sejak ditemukannya kedua variabel ini yang didasarkan oleh penjelasan teori yaitu pertama, bahwa harga saham merefleksikan informasi mengenai faktor fundamental yang mempengaruhi keputusan berinvestasi. Kedua, kemungkinan perusahaan dalam menghadapi pembiayaan yang kemudian akan menghambat perusahaan dalam mencapai sasaran investasi yang optimal, sehingga dengan adanya peningkatan harga saham diharapkan dapat menjadi sumber pembiayaan dana investasi target perusahaan (Chen, Lung & Wang, 2006) dalam Rosminar (2012). Friedman (1953) mengemukakan bahwa harga saham harus menggambarkan nilai fundamentalnya walaupun investor yang irasional salah memperkirakan nilai sebuah sekuritas, investor rasional sebagai pencari untung akan bertransaksi melawan mispricing, sehingga hal ini akan mendorong harga saham kembali ke nilai fundalmentalnya (Sadka & Scherbina, 2006). Hal inilah yang menunjukkan bahwa kondisi mispricing bersifat hanya sementara, karena return saham yang semula
Universitas Sumatera Utara
menyimpang akan kembali ke nilai fundamentalnya dalam jangka waktu yang berbeda-beda, bisa dalam satu hari maupun satu tahun (Hillebrand, 2003).
2.5.4.1 Anomali Pasar (Market Anomalies) Dalam membahas pengujian pasar efisien, perlu juga dibahas adanya ketidakteraturan (anomali) yang ada yang terkait dengan hipotesis pasar efisien. Anomali disini adalah salah satu bentuk dari fenomena yang ada di pasar. Pada anomali ditemukan hal-hal yang seharusnya tidak ada bilamana dianggap bahwa pasar efisien benar-benar ada artinya, suatu peristiwa (event) dapat dimanfaatkan untuk memperoleh abnormal return. Dengan kata lain seorang investor dimungkinkan untuk memperoleh abnormal return dengan mengandalkan suatu perisitiwa tertentu. Anomali yang ada, tidak hanya ditemukan pada satu jenis bentuk pasar efisien saja, tetapi ditemukan pada bentuk pasar efisien yang lain. Artinya, bukti empiris adanya anomali di pasar modal muncul pada semua bentuk pasar efisien, walaupun kebanyakan ditemukan pada bentuk efisien semi-kuat (semi strong). Dalam teori keuangan, dikenal sedikitnya empat macam anomali pasar. Keempat anomali tersebut adalah anomali perusahaan (firm anomalies), anomali musiman (seasonal anomalies), anomali peristiwa atau kejadian (event anomalies), dan anomali akuntansi (accounting anomalies).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Anomali Pasar No. 1.
Kelompok Anomali Peristiwa
Jenis Khusus 1. Analystsβ Recomendataion
Keterangan Semakin banyak analis merekomendasi untuk membeli suatu saham, semakin tinggi peluang harga akan turun.
Semakin banyak saham yang dibeli oleh insiders, semakin tinggi kemungkinan harga akan naik. Harga sekuritas cenderung 3. Listings naik setelah perusahaan mengumumkan akan melakukan pencatatan di bursa. 4. Value Line Rating Harga sekuritas akan naik setelah value line Changes menempatkan rating perusahaan pada urutan tertinggi. 2. Harga sekuritas cenderung 1. January Anomali naik di bulan Januari, Musiman khususnya di hari-hari pertama. Harga sekuritas cenderung 2. Weekend naik pada hari Jumaβat dan turun pada hari Senin. Harga sekuritas cenderung 3. Time of Day naik di 45 menit pertama dan 15 menit teakhir perdagangan. Harga sekuritas cenderung 4. End of Month naik dihari-hari akhir tiap bulan. Sumber: Gumanti dan Utami (2002) 2. Insider Trading
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Anomali Pasar (sambungan) No. Kelompok 3. Anomali Perusahaan
Jenis Khusus 1. Size
2. Closed-end Mutual Funds 3. Neglect
4. Institutional Holdings
4.
Anomali Akuntansi
1. P/E
2. Earnings Surprise
3. Price/Sales 4. Price/Book 5. Dividend Yield 6. Earnings Momentum
Keterangan Return pada perusahaan kecil cenderung lebih besar walaupun sudah disesuaikan dengan risiko. Return pada close-end funds yang dijual dengan potongan yang cenderung lebih tinggi. Perushaan yang tidak diikuti oleh banyak analis cenderung menghasilakan return lebih tinggi. Perusahaan yang dimiliki oleh sedikit instirusi cenderung memiliki return yang lebih tinggi. Saham dengan P/E ratio rendah cenderung memiliki return yang lebih tinggi. Saham dengan capaian earnings lebih tinggi dari yang diperkirakan cenderung mengalami peningkatan harga. Jika rasionya rendah cenderung berkinerja lebih baik. Jika rasionya rendah cenderung berkinerja lebih baik. Jika yield-nya tinggi cenderung berkinerja lebih baik. Saham perusahaan yang tingkat pertumbuhan earnings-nya meningkat cenderung berkinerja lebih baik.
Sumber: Gumanti dan Utami (2002)
Universitas Sumatera Utara
2.5.5
Size Firm Firm size (ukuran perusahaan) adalah ukuran dari suatu perusahaan yang
dilihat dari market capitalization. Market capitalization adalah nilai total dari semua outstanding shares yang ada, perhitungannya dapat dilakukan dengan cara mengalikan banyaknya saham yang beredar dengan harga pasar saat ini. Market capitalization/Firm size dapat dihitung dengan rumus (Darusman, 2012): Firm Size = Harga Saham x Jumlah Saham Beredar
(2.2)
Return saham perusahaan kecil lebih besar dibanding perusahaan besar. Perusahaan kecil lebih tahan terhadap kondisi ekonomi karena dalam mengontrol perusahaannya,
mereka
mencoba
untuk
meningkatkan
pertumbuhan
laba.
Perkembangan perusahaan kecil dilakukan dengan menahan laba sehingga dapat mengurangi hutang, menambah kapasitas produksi, atau membuka cabang baru perusahaannya. Adanya penambahan produksi dinilai investor perusahaan memiliki prospek yang baik dimasa depan sehingga mereka akan menanamkan modalnya. Penanaman modal yang dilakukan berdasarkan pada sedikitnya risiko bisnis yang akan dialami perusahaan dibandingkan keuntungan yang didapat nantinya. Ukuran perusahaan adalah tolak ukur besar β kecilnya perusahaan dengan melihat besarnya nilai ekuitas, nilai penjualan atau nilai total aset yang dimiliki perusahaan (Riyanto, 1995). Chen dan Jiang (2001) menyatakan bahwa perusahaan besar cenderung melakukan diversifikasi usaha lebih banyak daripada perusahaan kecil. Oleh karena itu, kemungkinan kegagalan dalam menjalankan usaha atau kebangkrutan akan lebih kecil.
Universitas Sumatera Utara
Perusahaaan besar yang sudah memiliki track record yang baik mungkin akan lebih menarik dimata investor. Track record yang baik ini memungkinkan perusahaan untuk bisa meminjam modal lebih banyak. Peminjaman modal yang banyak ini berdampak pada pemenuhan harapan investor atas keuntungan perusahaan. Jika laba yang diperoleh perusahaan kecil perusahaan tetap harus membayar hutangnya maka dari itu perusahaan mengurangi pembagian laba bahkan tidak sama sekali karena untuk menutupi hutang. Semakin banyak investor yang menanamkan modalnya, semakin berkurang porsi keuntungan yang digunakan untuk mengembangkan perusahaan. Risiko yang ditimbulkan dari hutang perusahaan yang besar akan mengurangi kemampuan perusahaan dalam memenuhi harapan. Namun, hal ini belum menjamin bahwa keuntungan yang akan didapat lebih tinggi (Darusman, 2012). Menurut Titman dan Wessel, 1988 (Sisworo, 2011), perusahaan besar lebih memilih hutang jangka panjang, sedangkan perusahaan kecil lebih memilih hutang jangka pendek. Namun demikan, firm size mungkin juga menjadi alternatif untuk informasi yang dimiliki pihak luar. Perusahaan yang besar sering diversifikasikan lebih luas dan memiliki arus kas yang lebih stabil sehingga kemungkinan pailit lebih kecil dibanding perusahaan kecil. Oleh karena
itu dapat disimpulkan bahwa,
perusahaan yang besar akan lebih aman dalam memperoleh hutang karena perusahaan mampu dalam pemenuhan kewajibanya dengan adanya diversifikasi yang lebih luas dan memiliki arus kas yang stabil, dan hal ini berarti struktur modalnya juga akan meningkat (Darusman, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Schmalensee (1989) menemukan bahwa perusahaan-perusahaan besar lebih profitable dibandingkan dengan perusahaan kecil dalam industri yang sama. Seperti peneliti lain, Schmalensee menggunakan total aktiva (asset) sebagai proksi ukuran (size) perusahaan, dan pengukur tingkat keuntungan akuntansi diwakili oleh profit margin dan return on asset. Akan tetapi penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Schmalensee (1987) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan (firm size) dan profitabilitas tidak berhubungan secara signifikan bila perusahaan-perusahaan dalam suatu industri dikelompokkan ke dalam sub industri. Dengan demikian peneliti yang sama menghasilkan temuan yang berbeda. Menurut Kaen dan Baumann (2003), teori perusahaan yang ada sekarang ini belum kuat untuk bisa menjelaskan apakah perusahaan-perusahaan besar lebih profitabilitas dari perusahaan kecil. Bahkan Dhawan (2001) yang menguji hubungan antara ukuran perusahaan dengan produktifitas perusahaan di Amerika Serikat tahun 1970 dan 1989 menemukan hasil yang berlawanan. Dhawan menunjukkan bahwa profitibilitas yang diukur dengan return on asset berhubungan negatif dengan ukuran perusahaan. Berbeda dengan Dhawan, Kaen dan Baumann (2003) menguji hubungan ukuran perusahaan dengan tingkat profitibilitas pada industri manufaktur di Amerika. Hasil penelitian mereka menunjukan hampir separoh perusahaan yang tergabung dalam industri manufaktur tersebut menunjukkan profitibilitas meningkat dengan tingkatan yang semakin menurun (a decreasing rate), dan akhirnya profitibilitas tersebut menurun ketika perusahaan tersebut menjadi lebih besar (Kusuma, 2005).
Universitas Sumatera Utara
2.5.6
Book to Mareket Ratio Book to Market Ratio merupakan perbandingan antara nilai buku saham suatu
perusahaan dengan nilai pasarnya di pasar modal. Nilai pasar adalah nilai ekuitas yang dipandang oleh investor. Rumus book to market ratio adalah (Darusman, 2012): Book to Market Ratio = Atau Book to Market Ratio =
π©πππ πππππ ππ ππππππ
(2.3)
π΄πππππ πππππ ππ ππππππ
π©πππ π½ππππ ππ π¬πππππ πππ ππππππ π―ππππ πΊππππ πππ ππππππ
(2.4)
Menurut Gitman (2009) market to book ratio (MtB) merupakan rasio perbandingan antara harga pasar per lembar saham dibandingkan dengan nilai buku perusahaan. Menurut Pontiff dan Schal (1998), dalam penelitiannya market to book ratio mampu memperkirakan pengaruh antara nilai buku dengan stock return, serta menentukan apakah investor akan mendapatkan capital gain (keuntungan) atau capital loss (kerugian) atas investasi saham yang dipilihnya. Selain itu, market to book ratio juga digunakan dalam perusahaan untuk menghitung stock return secara cross sectional, serta menampilkan bahwa pendapatan dividen dan laba sebagai variabel yang independen (Fama dan French, 1995). Pengaruh market to book ratio terhadap saham dengan hasil rasio yang cukup tinggi antara nilai pasar dan nilai buku memiliki kemampuan dalam menghitung stock return atas proksi nilai buku untuk arus kas di masa mendatang. Serta
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan suatu variabel yang berhubungan dengan stock return, dimana strategi dasar dalam melakukan trading digunakan 2 kombinasi yaitu pendapatan dan nilai buku (Bae dan Kim 1998). Selain itu, MtB ratio juga memberikan profitabilitas hasil pendapatan saham dimasa akan datang dengan menggunakan kombinasi antara MtB ratio dan dividend yield, dimana kombinasi tersebut dapat menunjukkan performance atas stock return dimasa yang akan datang (Jiang dan Lee, 2007) dalam Margaretha dan Damayanti (2008).
2.5.7
Likuiditas Likuiditas yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
keuangan (finansial) jangka pendek atau yang segera dipenuhi (Martono dan Harjito, 2001: 17). Analisis likuiditas dapat dilakukan dengan menganalisis unsur-unsur neraca yang ada pada aktiva lancar dan utang lancar. Semakin besar nilai likuiditasnya menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan
memenuhi
kewajiban jangka pendeknya. Karena dana internal perusahaan yang tersedia dalam jumlah yang besar sehingga, perusahaan akan terlebih dahulu menggunakan dana sendiri dalam memenuhi kebutuhan operasional perusahaan kemudian menggunakan pinjaman jika memang diperlukan (Marpaung, 2013). Likuiditas diukur dari kemampuan investor untuk mengkonversikan sebuah investasi dalam bentuk uang kas pada waktu yang relatif singkat pada nilai pasar yang seimbang atau dengan capital loss minimum pada transaksi (Hirt, 1996: 8),
Universitas Sumatera Utara
likuiditas berarti yang ditanggung pemodal kalau inigin menjual sekuritasnya βtergesa-gesaβ (Husnan, 1994: 199). Aktiva keuangan diperdagangkan di pasar, ukuran utama likuiditas adalah besarnya selisih hasil antara harga penawaran (harga yang diinginkan) dengan harga uang diminta (harga yang disetujui pembeli) atau yang disebut dengan bid-ask spread. Semakin besar bid-ask spread suatu saham berarti semakin likuid saham tersebut dan semakin besar spread semakin rendah pula likuiditasnya. Bagi pemodal, saham yang lebih likuid akan dinilai lebih baik menarik daripada saham yang tidak atau kurang likuid (Pratama, 2009). Menurut Brown (Saputra, 2002: 18), faktor penentu dari likuiditas pasar sehubungan dengan surat berharga saat tercermin dalam data perdagangan pasar dan faktor yang terpenting dari likuiditas ini adalah jumlah uang dari lembar saham uang diperdagangkan. Hal ini menunujukkan bahwa likuiditas surat berharga, dalam hal ini saham, dilihat dari volume perdagangan dan frekuensi perdagangan yang terjadi dimana likuiditas ini dipengaruhi oleh bid price dan ask price yang berlangsung di pasar. Saham yang memiliki spread yang lebih besar akan memberikan return yang lebih tinggi. Bid-ask spread merupakan selisih antara bid price dengan ask price. Bid menunjukkan harga yang diajukan oleh pihak yang akan melakukan transaksi pembelian saham tersebut, dan sebaliknya offer atau sering disebut juga ask menunjukkan harga yang ditawarkan oleh pihak yang akan menjual saham tersebut (Darmadji & Fakhruddin, 2006). Bid merupakan permintaan terbaik (tertinggi) untuk beli, sedangkan offer merupakan penawaran terbaik (terendah) untuk menjual. Nilai
Universitas Sumatera Utara
bid-ask spread yang semakin kecil dari suatu saham menandakan bahwa saham tersebut semakin likuid dan berlaku sebaliknya. Rumus untuk menghitung bid-ask spread (Elly dan Leng, 2002) adalah sebagai berikut (Zuriah, 2013): Bid-ask spread =
πππ πππππβπππ
πππππ πππ πππππ
x 100
(2.5)
2.5.7.1 Risiko Likuiditas Investasi dalam surat berharga tentu tidak akan terlepas dari suatu risiko baik ketika investor menjual sekuritas yang dimilikinya di bawah harga beli maupun ketika sekuritas yang dimilikinya tidak mampu terjual dengan cepat atau disebut dengan risiko likuiditas. Risiko likuiditas merupakan salah satu dari berbagai macam jenis risiko dalam investasi yang menjadi perhatian khusus bagi para investor.Risiko likuiditas (illikuiditas) merupakan risiko yang disebabkan oleh tersendaknya aliran arus kas akibat sekuritas yang dimiliki tidak cepat terjual. Amihud dan Mendelson (1980) serta Glosten dan Milgrom (1985) dalam Amihud (2002) menjelaskan bahwa βIlliquidity reflects the impact of order flow on pricethe discount that a seller concedes or the premium that a buyer pays when executing a market order-that results fromad verse selection costs and inventory costs.β (Zuriah, 2013). Di dalam penelitian Amihud (2002) illikuiditas atau disebut ILLIQ diukur berdasarkan rasio rata-rata harian dari absolut pengembalian saham dengan volume perdagangan dollar. ILLIQ dalam penelitian tersebut menjelaskan bagaimana respon
Universitas Sumatera Utara
dari harga harian dengan satu dollar volume perdagangan. Amihud (2002) juga menerangkan beberapa pengukuran illikuiditas lainnya seperti menggunakan bid-ask spread (quoted or effective), transaction-by transaction market impact dan the probability of information based trading. Pengukuran dari risiko likuiditas membantu investor dalam mengantisipasi dari kerugian yang dapat ditimbulkan. Namun, ada kalanya risiko likuiditas tidak dapat dihindari sehingga perusahaan dinyatakan bangkrut, atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini, hak bagi pemegang saham mendapatkan prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dilunasi. Apabila masih terdapat sisa, akan dibagi secara proporsional kepada seluruh investor. Apabila tidak terdapat sisa maka investor tidak mendapatkan hasil dari likuiditas tersebut. Kondisi ini merupakan risiko yang terberat dari pemegang saham. Oleh sebab itu, setiap investor perlu berhati-hati terhadap risiko likuiditas.
2.5.8
Asset Pricing Model
2.5.8.1 Capital Asset Pricing Model Pada dasarnya jika seseorang mengambil suatu risiko, maka dia mengharapkan return yang sesuai dengan risiko yang diambilnya tersebut. Dalam pasar modal, investor mengharapkan additional return (disebut risk premium) jika mereka harus menanggung additional risk. Capital Asset Pricing Model (CAPM) adalah sebuah model hubungan antara risiko dan expected return suatu sekuritas atau portofolio. Model tersebut dapat digunakan untuk menentukan harga aset berisiko
Universitas Sumatera Utara
(Zubir, 2011: 197). CAPM ini sudah mulai dikenal sejak tahun 1960-an yang dikembangkan oleh Willian Sharpe. CAPM ini mendasari pemikiran teori portofolio yang menyatakan bahwa investor akan memilih suatu portofolio saham yang dapat memaksimumkan expected return untuk tingkat risiko tertentu, atau meminimumkan risiko untuk memperoleh expected return tertentu. Hubungan antara dua parameter (risk dan expected return) dalam CAPM dirumuskan sebagai berikut (Amyulianthy, 2013): E(Rit) = Rf(1-Ξ²i) + Ξ²iE(Rmt)
(2.6)
Keterangan: E(Rit) = expected return dari saham i pada perode t Rf
= return dari risk-free investment
Rm
= return dari pasar secara keseluruhan
Ξ²i
= beta dari perusahaan i
2.5.8.2 Single Index Model Pada tahun 1963, William Sharpe mengembangkan model analisis portofolio yang disebut Single Index Model (Model Indeks Tunggal). Model ini merupakan penyederhanaan perhitungan dari model Markowitz dengan menyediakan parameterparameter input yang diperlukan dalam perhitungan model Markowitz (Dahlan, 2013). Menurut Zubir (2011), Single index model atau model indeks tunggal adalah sebuah teknik untuk mengukur return dan risiko sebuah saham atau portofolio. Model tersebut mengasumsikan bahwa pergerakan return saham hanya berhubungan
Universitas Sumatera Utara
dengan pergerakan pasar. Jika pasar bergerak naik, dalam arti permintaan terhadap pemintaan terhadap saham meningkat, maka harga saham di pasar akan naik pula. Sebaliknya, jika pasar bergerak turun, maka harga saham akan turun pula. Jadinya, return saham berkorelasi dengan return pasar. Setiap perusahaan tidak sama dalam merespon perubahan pasar. Ada perusahaan yang sensitif terhadap perubahan pasar, ada pula yang kurang sensitif. Pada umumnya saham yang diamati kebanyakan saham mengalami kenaikan saham jika indeks harga saham naik, begitu juga sebaliknya jika harga saham turun, kebanyakan saham mengalami penurunan harga. Hal ini menggambarkan bahwa return dari sekuritas mungkin berkorelasi karena adanya reaksi umum (common response) terhadap perubahan nilai pasar. Secara statistik, hubungan return saham dan return pasar dinyatakan dengan persamaan garis lurus berikut: Ri = Ξ±i + Ξ²i Rm Sumber: Zubir (2011: 97)
(2.7)
Keterangan: Ri = return saham ke-i Ξ±i = komponen dalam return saham i yang independen terhadap return pasar Ξ²i = konstanta yang mengukur expected perubahan Ri terhadap perubahan Rm Rm = tingkat return dari indeks pasar
Universitas Sumatera Utara
2.6
Penelitian Terdahulu Hasil penelitian terdahulu dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Brennan dan Wang (2006) yang berjudul menunjukkan harga pasar yang berbeda dengan harga dasar dikarenakan kesalahan harga saham, bisa dalam pengambilan rata-rata dikarenakan adanya ketidaksetaraan. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Amihud, Mandelson, dan Pedersen (2006) membuktikan bahwa likuiditas dapat berperan dalam menyelesaikan sejumlah teka-teki asset pricing seperti-perusahaan kecil. Akibatnya, terjadi teka-teki terhadap premium ekuitas dan tingkat bebas risiko. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Qiang Kang (2009) menyatakan bahwa adanya mispricing dalam model asset pricing linear memperingatkan bahwa penggunaan model tersebut dalam menjelaskan kembali cross sectional. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Brennan dan Wang (2010) menyatakan bahwa saham yang mengalami mispricing akan cenderung kembali ke kondisi harga fundamentalnya. 5. Penelitian yang dilakukan oleh Trinugroho dan Rinofah (2011) yang berjudul menyatakan bahwa pergerakan harga saham yang menyimpang (mispricing) di pasar modal mempunyai pengaruh dalam pemilihan sumber pendanaan perusahaan yang tercermin dalam rasio debt to equity (D/E).
Universitas Sumatera Utara
2.7
Kerangka Konseptual Pada kerangka konseptual didasarkan pada definisi-definisi, landasan teori,
dan penelitian terdahulu yang membuktikan hubungan berpengaruhnya size, book to market ratio, dan likuiditas terhadap mispricing. Mispricing merupakan salah satu isu yang sering terjadi dalam perdagangan saham. Mispricing merupakan kondisi dimana terjadi perbedaan antara harga pasar dengan harga fundamental. Harga fundamental sendiri merupakan harga yang konsisten dengan asset pricing model klasik. Saham yang mengalami mispricing akan cenderung kembali pada kondisi harga fundamentalnya (Brennan dan Wang, 2010) dalam Aji, 2012. Sehingga ketika kita mengetahui saham yang mengalami mispricing, maka hal tersebut dapat digunakan dalam strategi berinvestasi. Di Indonesia, penelitian tentang mispricing seperti yang dilakukan oleh Rinofah (2009), Trinugroho dan Rinofah (2011) telah membuktikan bahwa pergerakan harga saham yang menyimpang (mispricing) di pasar modal mempunyai pengaruh dalam pemilihan sumber pembiayaan perusahaan yang tercermin dalam rasio debt to equity (D/E). Di lain pihak, Brennan dan Wang (2010) menguji pengaruh book to market ratio perusahaan dan ukuran (size) perusahaan pada tingkat mispricing. Kerangka konseptual yang dapat digambarkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Likuiditas Saham Perusahaan (Silber, 1991)
Mispricing Saham
Variabel Kontrol Book to Market Ratio Perusahaan (Brennan & Wang, 2010) Ukuran Perusahaan (Firm Size) (Chan & Chen, 1991)
Sumber: Aji, 2012
2.8
Hipotesis Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana karateristik-karateristik
perusahaan dapat mempengaruhi mispricing return. Adapun hipotesis dar penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Ukuran (size) perusahaan berpengaruh signifikan terhadap mispricing.
2. Book to market ratio perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap mispricing. 3. Likuiditas saham perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap mispricing.
Universitas Sumatera Utara