BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Pengertian Return Saham Saham adalah surat berharga yang menunjukkan kepemilikan perusahaan
sehingga pemegang saham memiliki hak klaim atas dividen atau distribusi lain yang dilakukan perusahaan kepada pemegang sahamnya, termasuk hak klaim atas aset perusahaan, dengan prioritas setelah hak klaim pemegang surat berharga lain dipenuhi jika terjadi likuiditas. sedangkan menurut Tandelilin (2001), saham merupakan surat bukti bahwa kepemilikan atas aset-aset perusahaan yang menerbitkan saham. Jadi, saham adalah surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT), dimana saham tersebut menyatakan bahwa pemilik saham tersebut adalah juga pemilik sebagian dari perusahaan tersebut. Para investor termotivasi untuk melakukan investasi salah satunya adalah dengan membeli saham perusahaan dengan harapan untuk mendapatkan kembalian investasi yang sesuai dengan apa yang telah diinvestasikannya. Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi atau tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas suatu investasi yang dilakukannya (Hartono). Tanpa keuntungan yang diperoleh dari suatu investasi yang dilakukannya, tentunya investor tidak mau melakukan investasi yang tidak ada hasilnya. Setiap investasi, baik jangka pendek maupun jangka panjang mempunyai tujuan utama yaitu memperoleh keuntungan yang disebut return, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Konsep return atau kembalian (Ang 1997) adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas suatu investasi yang dilakukannya. Return saham merupakan income yang diperoleh oleh pemegang saham sebagai hasil dari investasinya di perusahaan tertentu. Return saham dapat dibedakan menjadi dua jenis (Jogiyanto 2000), yaitu return realisasi (realized return) dan return ekspektasi (expected return). Return realisasi merupakan return yang sudah terjadi dan dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi dapat digunakan sebagai salah satu pengukuran kinerja perusahaan dan dapat digunakan sebagai dasar penentu return ekspektasi dan risiko di masa yang akan datang, sedangkan return ekspektasi merupakan return yang diharapkan terjadi di masa mendatang dan masih bersifat tidak pasti. Return tersebut memiliki dua komponen yaitu current income dan capital gain (Wahyudi, 2003). Bentuk dari current income berupa keuntungan yang diperoleh melalui pembayaran yang bersifat periodik berupa dividen sevagai hasil kinerja fundamental perusahaan. Sedangkan capital gain berupa keuntungan yang diterima karena selisih antara harga jual dan harga beli saham. Besarnya capital gain suatu saham akan positif, bilamana harga jual dari saham yang dimiliki lebih tinggi dari harga belinya. 1.2
Resiko Bisnis (Bussines Risk) Risiko bisnis (business risk) adalah ketidakpastian yang dihadapi perusahaan
dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Risiko bisnis merupakan risiko yang mencakup intrinsik business risk, financial leverage risk, dan operating leverage risk (Hamada dalam Saidi, 2004).
Perusahaan dengan risiko bisnis besar harus menggunakan hutang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai risiko bisnis rendah. Hal ini disebabkan karena semakin besar risiko bisnis, penggunaan hutang besar akan mempersulit perusahaan dalam mengembalikan hutang mereka. Mutaminah (2003) menemukan hubungan negatif antara risiko perusahaan dengan hutang. Ferri dan Jones (1979) Mutaminah (2003) menemukan hubungan negatif antara income dengan hutang. Sementara Kole, Noe dan Ramirez (1991) Mutaminah (2003) menemukan hubungan antara level debt optimal dengan risiko bisnis. Menurut Bringham dan Houston (2007) risiko bisnis atau seberapa berisiko saham perusahaan jika perusahaan tidak mempergunakan hutang. Secara konsep, perusahaan memliki sejumlah risiko yang inheren di dalam operasinya: risiko ini merupakan risiko bisnis. Jika perusahaan menggunakan hutang, maka secara tidak langsung, perusahaan akan membagi para investornya menjadi dua kelompok dan mengonsentrasikan sebagian besar risiko bisnisnya pada satu kelompok investor saja-pemegang saham biasa. Akan tetapi, para pemegang saham biasa akan menuntut adanya kompensasi karena mereka menanggung risiko yang lebih besar sehingga akan membutuhkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi pula. Perbedaan risiko bisnis tidak hanya berasal dari satu industri ke industri yang lain saja, melainkan juga diantara perusahaan-perusahaan di dalam suatu industry tertentu. Risiko bisnis tergantung sejumlah faktor, dimana faktor yang lebih penting akan dicantumkan di bawah ini (Brigham dan Houston, 2007): a) Variabilitas permintaan. Semakin stabil permintaan akan produk sebuah perusahaan, jika hal-hal lain dianggap konstan,makin semakin rendah resiko bisnisnya.
b) Variabilitas harga jual. Perusahaan yang produk-produknya dijual dipasar yang sangat tidak stabil terkena resiko bisnis yang lebih tinggi dari perusahaan yang sama yang harga produknya lebih tinggi. c) Variabilitas biaya input. Perusahaan yang intputnya sangat tidak pasti akan terkena tingkat resiko bisnis yang tinggi. d) Kemampuan untuk menyesuaikan harga output untuk perubahan-perubahan pada biaya input. Beberapa perusahaan memiliki kemampuan yang lebih baik dari pada yang lain untuk menaikan harga output mereka ketika biaya input naik. Semakin besar kemampuan menyesuaikan harga output untuk mencerminkan kondisi biaya, semakin rendah tingkat resikonya. e) Kemampuan untuk mengembangkan produk-produk baru pada waktu yang tepat dan efektif dalam hal biaya. Perusahan-perusahaan dibidang industry yang menggunakan teknologi tinggi seperti obat-obatan dan computer tergantung pada arus konstan produk-produk baru. Semakin cepat produknya menjadi using, semakin tinggi resiko bisnis perusahaan. f) Eksposur resiko asing. Perusahaan yang menghasilkan sebagian besar labanya dari operasi luar negri dapat terkena penurunan laba akibat fluktuasi nilai tukar. Begitu pula jika perusahaan beroperasi diwilayah yang secara politis tidak stabil, perusahaan dapat terkena resiko politik. g) Komposisi biaya tetap. Leverage operasi. Jika sebagian besar biaya adala biaya tetap, sehingga akibatnya tidak mengalami penurunan permintaan turun, maka perusahaan terkena tingkat resiko bisnis yang relative tinggi.
2.3
Pertumbuhan Aset (Assets Growth) Menurut (jogiyanto:2010), Asset growth didefinisikan sebagai perubahan
(tingkat pertumbuhan) tahunan dari asset total. Asset growth menunjukan pertumbuhan asset dimana asset digunakan untuk operasional perusahaan. Pertumbuhan perusahaan dapat diukur dengan tingkat pertumbuhan asset perusahaan. Suatu perusahaan yang mampu menunjukkan tingkat pertumbuhan aset totalnya setiap tahun akan memberikan peluang untuk melakukan pengembangan usaha. Pertumbuhan aset perusahaan ini juga akan memberikan kesempatan investasi yang banyak. Perusahaan yang struktur assetnya fleksibel, cenderung menggunakan leverage yang fleksibel dimana adanya kecenderungan menggunakan leverage yang lebih besar daripada perusahaan yang struktur assetnya tidak fleksibel. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang cepat harus lebih banyak mengandalkan pada modal eksternal. Floating cost pada emisi saham biasa adalah lebih tinggi dibanding pada emisi obligasi. Dengan demikian perusahaan dengan tingkat pertumbuhan asset yang tinggi cenderung lebih banyak menggunakan hutang (obligasi) dibanding perusahaan yang lambat pertumbuhannya. Disisi lain peningkatan proporsi hutang yang lebih besar daripada modal sendiri menunjukkan debt to equity ratio semakin besar. Dengan demikian pertumbuhan asset diprediksi berpengaruh positif terhadap struktur modal. 2.4
Pertumbuhan Penjualan (Sales Growth) Pertumbuhan penjualan mencerminkan manifestasi keberhasilan investasi
periode masa lalu dan dapat dijadikan sebagai prediksi pertumbuhan masa yang akan
datang. Pertumbumhan penjualan juga dapat menjadi indikator permintaan dan daya saing perusahaan dalam industri. Laju pertumbuhan perusahaan akan mempengaruhi kemampuan mempertahankan keuntungan dalam mendanai kesempatan-kesempatan pada masa yang akan datang (Barton et al. 1989). Sedangkan menurut Devie (2003), pertumbuhan perusahan dalam manajemen keuangan diukur berdasar perubahan penjualan, bahkan secara keuangan dapat dihitung berapa pertumbuhan seharusnya (sustainable growth rate) dengan melihat keselarasan keputusan investasi dan pembiayaan. Pertumbuhan perusahaan akan menimbulkan konsekuensi pada peningkatan investasi atas aktiva perusahaan dan akhirnya membutuhkan penyediaan dana untuk membeli aktiva. Dengan kata lain, pertumbuhan perusahaan menimbulkan konsekuensi pada keputusan investasi dan keputusan pembiayaan. Untuk meningkatkan angka pertumbuhan, dilakukan penetapan akan angka jumlah produk atau jasa yang dijual kepada pelanggan. Secara keuangan tingkat pertumbuhan dapat ditentukan dengan mendasarkan pada kemampuan keuangan perusahaan. Tingkat kemampuan yang ditentukan dengan hanya melihat kemampuan keuangan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tingkat pertumbuhan atas kemampuan sendiri (internal growth rate), dan tingkat pertumbuhan berkesinambungan (sustainable growth rate). Internal growth rate merupakan tingkat pertumbuhan maksimum yang dapat dicapai perusahaan tanpa menggunakan dana eksternal atau tingkat pertumbuhan yang hanya dipicu oleh tambahan atas laba ditahan. Sustainable growth rate adalah tingkat pertumbuhan maksimum yang dapat dicapai perusahaan tanpa melalukan pembiayaan modal tetapi dengan memelihara perbandingan antara hutang dan modal.
2.5
Hasil Penelitian Terdahulu Shumi akhtar & bally olivar (2003) dalam penelitian “Determinan struktur
modal untuk perusahaan multinasional dan perusahaan domestic Jepang” Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor penentu struktur modal untuk sampel perusahaan Jepang, untuk mengidentifikasi apakah sebuah perusahaan multinasional Jepang adalah penentu struktur modal dan menjelaskan perbedaan jika struktur modal berbeda untuk perusahaan multinasional dan domestik. Dari hasil penelitian Karakteristik perusahaan multinasional dan DC berbeda secara signifikan pada semua variabel. Sehubungan dengan leverage, Jepang MNC memiliki pengaruh signifikan kurang dari DC Jepang. Dalam hal variabel independen perusahaan multinasional yang rata-rata sekitar 11 tahun lebih tua dari DCs. Kuasa untuk biaya agensi adalah sekitar dua kali lebih tinggi untuk perusahaan multinasional dari DC, menunjukkan bahwa perusahaan multinasional berinvestasi lebih signifikan dalam penelitian dan pengembangan dari DC. Altman Z-score (tertinggal satu periode), sebagai proxy untuk risiko kebangkrutan, secara signifikan lebih tinggi untuk perusahaan multinasional relatif terhadap DC menunjukkan bahwa MNC memiliki kemungkinan jauh dari kebangkrutan. Risiko bisnis, seperti yang ditunjukkan oleh ekuitas beta de-geared, secara signifikan lebih tinggi untuk perusahaan multinasional dari DC. Nilai agunan aset secara signifikan lebih tinggi untuk DC daripada perusahaan multinasional, menunjukkan bahwa perusahaan domestik Jepang memiliki tingkat yang relatif lebih tinggi dari aset berwujud daripada rekan-rekan mereka MNC. MNC memiliki tingkat jauh lebih tinggi dari arus kas bebas menunjukkan potensi konflik yang lebih besar kepentingan antara pemegang saham dan manajer. MNC memiliki peluang pertumbuhan signifikan lebih
tinggi daripada DC dan non debt tax shield juga lebih tinggi. Risiko politik yang dihadapi oleh perusahaan multinasional Jepang secara signifikan lebih tinggi daripada yang dihadapi oleh DC. MNC juga secara signifikan lebih profitable dan secara signifikan lebih besar dari DC. Ali kesuma (2009) dalam penelitian “Analisi faktor yang mempengaruhi struktur modal serta pengaruhnya terhadap harga saham perusahaan real estate yang Go public di BEI tahun 2003 sampai tahun 2006”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan struktur modal terhadap harga saham dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. pertumbuhan penjualan dan profitabilitas mempunyai pengaruh negatif terhadap struktur modal. Sedangkan rasio hutang mempunyai pengaruh yang signifikan dan searah dengan struktur modal. Disisi lain, pertumbuhan penjualan dan struktur aktiva mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap harga saham, sedangkan profitabilitas mempunyai pengaruh signifikan terhadap harga saham, sedangkan rasio hutang mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap harga saham. Kennedy et,al (2009) dalam penelitian “Faktor-faktor yang mempengaruhi Struktur Modal pada perusahaan real estate and property yang Go public di BEI tahun 2004 sampai tahun 2008”. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh antara profitabilitas, ukuran perusahaan, struktur aktiva, pertumbuhan penjualan, struktur kepemilikan, dan tingkat pajak terhadap struktur modal. Dari hasill penelitian menunjukan ukuran perusahaan, struktur aktiva, pertumbuhan penjualan, struktur kepemilikan, dan tingkat pajak secara signifikan berpengaruh terhadap struktur modal. Sementara profitabilitas tidak signifikan mempengaruhi struktur mdal.
2.6
Kerangka Pikir Penelitian
Bussines Risk
Asset Growth
Sales Growth
Return Saham
Gambar 2.1 Kerangka Pikir 2.7
Pengajuan hipotesis Dalam penelitian ini, hipotesis yang diajukan adalah;
a) Diduga terdapat pengaruh bussines risk terhadap retrun saham; b) Diduga terdapat pengaruh asset growth terhadap retrun saham; c) Diduga terdapat pengaruh sales growth terhadap retrun saham. d) Diduga terdapat pengaruh bussines risk, asset growth, sales growth terhadap return saham.