13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Lahan 1. Pengertian Lahan Pengertian lahan menurut Arsyad (1989:207), “Lahan dapat diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan vegetasi serta benda tang terdapat diatasnya sepanjang ada pengaruh terhadap penggunaan lahan”. Sedangkan menurut FAO dalam Arsyad (1989), pengertian lahan adalah sebagai berikut : Lahan adalah suatu daerah di permukaan bumi dengan karakteristik tertentu yang agak tetap atau pengulangan sifat-sifat lahan dari biosfer secara vertikal ke atas maupun di bawah daerah tersebut termasuk atmosfer, tanah, geologi, geomorfologi, hidrologi, tumbuhan dan binatang hasil aktivitas manusia di masa lampau ataupun di masa sekarang, perluasan dari sifat-sifat ini berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Dari beebrapa pengertian lahan diatas maka dapat disimpulkan bahwa lahan merupakan suatu wilayah atau tempat dipermukaan bumi ayag memiliki sifat atau karakteristik tertentu yang berpengaruh terhadap kehidupan manusia baik saat sekarang maupun masa yang akan datang.
2. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan (land use) dapat diartikan sebagai suatu bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi
kebutuhan
hidupnya,
baik
material
maupun
spiritual.
Penggunaan lahan juga dapat diartikan sebagai semua bentuk campur
13
14
tangan manusia terhadap sumber daya lahan baik yang sifatnya permanen maupun non permanen yang bertujuan memenuhi kebutuhan material maupun spiritual. (Arsyad, Sinatala 1989:207). Arsyad (1989:207), mengemukakan contoh pengelompokan tipe penggunaan lahan untuk pertanian yang dibedakan sebagai berikut : a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n.
Perladangan, Tanaman semusim campuran, tanah darat, tidak insentif, Tanaman semusim campuran tanah darat, intensif, Sawah, satu kali setahun tidak intensif, Sawah, satu kali setahun intensif, Perkebunan rakyat, tidak intensif, Perkebunan rakyat, intensif, Perkebunan besar, tidak intensif, Perkebunan besar, intensif, Hutan produksi, alami, Hutan produksi, tanaman pinus dan sebagainya, Padang pengembalaan, tidak intensif, Hutan lindung, Cagar alam. Penggunaan lahan juga dapat dikelompokan menjadi beberapa
bagian, menurut I Made Sandy (1990), yaitu: a. b. c. d. e. f.
Kelas I yaitu lahan untuk perumahan, Kelas II yaitu lahan untuk perusahaan, Kelas III yaitu lahan untuk jasa, Kelas IV yaitu lahan untuk industri, Kelas V yaitu lahan kosong yang diperuntukan, Kelas VI yaitu lahan kosong yang tidak diperuntukan. Menurut Jamulya dan Sunarto (1991:2), bahwa “penggunaan lahan
dikelompokan ke dalam dua golongan besar, penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian“, yaitu : Penggunaan lahan pertanian dibedakan dalam garis besar ke dalam macam penggunaan lahan berdasarkan atas penyediaan air atau komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat di atas lahan tersebut. Berdasarkan hal ini dikenal penggunaan lahan seperti tegalan, sawah, 14
15
kebun kopi, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang alang-alang dan sebagainya. Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam penggunaan kota dan desa (permukiman), industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya. B. Sifat-Sifat Lahan 1. Karakteristik dan Kualitas Lahan Menurut FAO dalam Jamulya dan Yunianto (1991:3) Karakteristik lahan adalah suatu sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi, sedangkan kualitas lahan adalah suatu sifat kompleks dari lahan yang nyata perbedaannya dalam mempengaruhi tingkat kesesuaian lahan untuk suatu bentuk penggunaan tertentu. Sedangkan menurut Jamulya dan Sunarto (1991:3), “ sifat-sifat lahan (land characteristics) adalah atribut atau keadaan unsur-unsur lahan yang dapat diukur dan diperkirakan, seperti tekstur tanah, struktur tanah, kedalaman tanah, jumlah curah hujan, distribusi hujan, temperatur, drainase tanah, jenis vegetasi dan sebagainya”. Untuk keperluan evaluasi lahan tingkat tinjau, berdasarkan CSR/FAO Staff (2003) dalam Sitorus (2004:60), dibutuhkan 15 ciri lahan yang dikelompokkan kedalam 7 kualitas lahan yaitu :
15
16
Tabel 2.1 Kualitas Lahan dan Karakteristik Lahan Kode t
Karakteristik Lahan Temperatur rata-rata Tahunan (oC) Bulan Kering (<75 mm) w Curah Hujan Tahunan rata-rata (mm) 3. Kondisi Perakaran Kelas Drainase Tanah r Tekstur Tanah (bagian permukaan) Kedalaman Perakaran (cm) 4. Daya menahan unsur KPK, me/100g tanah (subsoil) f Hara pH (lapisan permukaan) 5. Ketersediaan unsur N total n Hara P2O5 Tersedia K2O Tersedia x 6. Keracunan Salinitas mmhos/cm (lapisan bawah) 7. Medan (terrain) Kemiringan Lereng (%) Batuan di permukaan s Batuan yang muncul dipermukaan (rock auterops) Sumber : CSR/FAO dalam Sitorus (2004:60) 1. 2.
Kualitas Lahan RegimTemperatur Ketersediaan Air
1. 1. 2. 1. 2. 3. 1. 2. 1. 2. 3. 1. 1. 2. 3.
2. Pembatas Lahan Suatu kualitas lahan dapat merupakan pembatas lahan jika tidak atau hampir tidak dapat memenuhi persyaratan untuk memperoleh produksi yang optimal dan pengelolaan dari suatu penggunaan lahan tertentu. Menurut Yunianto dan Suratman (1991:5) pembatas lahan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu : a. Pembatas lahan permanen : yaitu pembatas lahan yang tidak dapat dengan mudah diperbaiki dengan usaha-usaha perbaikan lahan (land improvement). Contohnya yaitu kemiringan lereng, kedalaman tanah, iklim dan bahaya banjir. b. Pembatas lahan sementara : yaitu pembatas lahan yang dapat diperbaiki dengan cara pengelolaan lahan seperti misalnya kesuburan tanah yang dapat diperbaiki dengan pemupukan. Sedangkan
Vink
dalam
Yunianto
dan
Woro
(1991:5)
mengklasifikasikan pembatas lahan menjadi dua, yaitu : a. Pembatas tanah misalnya drainase tanah, adanya batu dan bahan kasar pada zone perabuan dan sebagainya
16
17
b. Pembatas tempat (site) misalnya pembatas topografi (kemiringan lereng, batu dipermukaan dan pembatas iklim).
3. Perbaikan Lahan Menurut Yunianto dan Woro (1991:7), perbaikan lahan adalah aktivitas yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas lahan pada sebidang lahan untuk mendapatkan keuntungan. Perbaikan lahan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: a. Perbaikan lahan utama : perbaikan kualitas lahan yang permanen dari suatu lahan uantuk penggunaan lahan tertentu. Contohnya adalah pembuatan saluran-saluran irigasi, reklamasi daerah ungaran, pengeringan daerah berawa. b. Perbaikan lahan minor : perbaikan pada kualitas lahan tak permanen yang dapat dilakukan oleh petani atau pemakai lahan. Contohnya adalah pembersihan lahan kasar di permukaan, pemupukan untuk pemulihan benturan tanah dan sebagainya.
C. Klasifikasi Kesesuaian Lahan Proses
klasifikasi
kesesuaian
lahan
adalah
penaksiran
dan
pengelompokkan suatu wilayah menjadi bagian-bagian lahan menurut tingkat kecocokannya apabila akan dipergunakan untuk maksud tertentu. Sistem klasifikasi kesesuaian lahan terdiri dari empat kategori yang menunjukkan tingkatan generalisasi yang sifatnya menurun. 1. Ordo Kesesuaian Lahan (Order) Kesesuaian lahan pada tingkat ordo menunjukkan apakah lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan pada tingkat ordo ini dibagi kedalam dua bagian yaitu:
17
18
a. Ordo S : Sesuai (Suitable) Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang dapat digunakan untuk suatu peggunaan tertentu secara lestari, tanpa atau dengan sedikit resiko kerusakan terhadap sumber daya lahannya. Keuntungan yang diharapkan dari hasil pemanfaatan lahan ini akan melebihi masukan yang diberikan pada lahan tersebut. b. Ordo N : Tidak sesuai (Not Suitable) Lahan yang termasuk pada ordo ini mempunyai pembatas sedemikian rupa sehingga mencegah terhadap suatu penggunaan tertentu secara lestari. 2.
Kelas Kesesuaian Lahan (Class) Yaitu tingkat kesesuaian lahan yang menunjukkan pembagian lebih lanjut dari ordo dan menggambarkan tingkat kesesuaian dari ordo. Tingkat kesesuaian lahan pada kelas ini dalam simbolnya akan diberikan nomor urut yang ditulis dibelakang simbol ordo, dan nomor tersebut menunjukkan tingkatan kelas yang menurun dalam satu tingkat ordo. Batasan tingkat kesesuaian lahannya adalah sebagai berikut : a. Kelas S1 : Sangat Sesuai (Highly Suitable) Lahan yang tidak memiliki pembatas untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, atau hanya mempunyai pembatas yang kurang berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi lahan tersebut serta tidak akan menambah masukan dari yang biasa dilakukan dalam mengusahakan lahan tersebut.
18
19
b. Kelas S2 : Cukup Sesuai (Moderately Suitable) Lahan yang mempunyai pembatas agak berat untuk suatu penggunaan lestari. Pembatas tersebut akan mengurangi produktivitas lahan dan keuntungan yang diperoleh, serta meningkatkan masukan untuk mengusahakan lahan tersebut. c. Kelas S3 : Sesuai Marginal (Marginally Suitable) Lahan yang mempunyai pembatas yang sangat berat apabila dipergunakan untyuk suatu penggunaan tertentu yang lestari. Pembatas sifatnya akan mengurangi produktivitas maupun keuntungan yang diperoleh, dan perlu menaikkan masukan guna mengusahakan lahan tersebut. d. Kelas N1 : Tidak Sesuai Pada Saat ini (Currently not Suitable) Lahan yang mempunyai pembatas dengan tingkat sangat berat, akan tetapi masih memungkinkan untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat tingkat pengetahuan saat ini dengan biaya yang rasional. e. Kelas N2: Tidak Sesuai Permanen (Permanently not Suitable) Lahan yang mempunyai pembatas yang sangat berat, sehingga tidak memungkinkan untuk dipergunakan terhadap suatu penggunaan tertentu yang lestari.
19
20
3. Sub-Kelas Kesesuaian Lahan (Sub-Class) Tingkat kesesuaian lahan yang mencerminkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam suatu tingkatan kelas. Setiap kelas, kecuali kelas S1 dapat dikelompokkan lagi kedalam satu sub atau lebih sub kelas dengan berdasarkan pada faktor-faktor pembatas yang ada. Menurut Sitorus (2004:60) faktor-faktor pembatas pada sub-kelas kesesuaian lahan ini adalah sebagai berikut: s : Pembatas pada daerah perakaran, yang biasanya terutama disebabkan oleh kelas besar butir kasar. w : Ketersediaan air, curah hujan tahunan yang terlalu tinggi atau rendah dan jumlah bulan kering n : Kesuburan tanah rendah atau sangat rendah c : Keracunan yang disebabkan kejenuhan Alumunium tinggi d : Kelas drainase yang disebabkan oleh drainase agak terhambat atau terhambat ( agak buruk atau buruk). t : Topografi yang disebabkan oleh tingginya persentase kemiringan 4. Satuan Kesesuaian Lahan (Unit) Pembagian lebih lanjut dari kesesuaian pada tigkat sub-kelas. Semua satuan yang terdapat dalam setu sub-kelas mempunyai tingkatr kesesuaian yang sama dalam kelas dan memiliki jenis pembatas yang sama pula dalam tigkat sub-kelas. Kesesuaian pada tingkat ini berbeda satu dengan yang lainnya dalam hal sifat-sifat atau aspek tambahan dari pengelolaan yang diperlukan, dan sering merupakan pembeda detail dari pembatas-pembatasnya. Dengan diketahuiya pembatas secara detail akan memudahkan penafsiran perencanaan pada tingkat usaha tani. Tidak tedapat batasan mengenai jumlah satuan dalam satu sub-kelas.
20
21
Simbol mbol kesesuaian lahan pada tingkat satuan dibedakan dengan angka-angka angka arab yang ditempatkan setelah symbol sub-kelas, sub kelas, sepereti S3t2 dan
S3t-3 tidak ak terdapat batasan mengenai jumlah ju ah satuan dalam satu subsub
kelas.(( Sitorus, Santun. 2004:53). Contoh cara penamaan pena an kesesuaian lahan dari tingkat ordo hingga tingkat satuan disajikan pada sketsa berikut ini : Ordo Sesuai (S)
Satuan 1 dari sub-kelas kelas 3st
Ordo Sesuai (S)
Kelas Sesuai Marginal (S3)
Sub kelas 3st
Gambar 2.1 Cara Penamaan Kesesuaian Lahan Dari Kategori (Tingkat) Ordo Hingga Satuan (Sumber : Sitorus, 2004:54)
D. Sumber Daya Lahan untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan 1. Iklim Menurut Rafi’i (1995:1), pengertian iklim klim adalah keadaan cuaca pada daerah aerah yang luas dan dalam jangka waktu yang lama diatas atmosfer permukaan bumi. Informasi atau data iklim yang diperlukan umumnya dapat diperoleh dari stasiun iklim iklim dan cuaca dari lembaga-lembaga lembaga atau atau badan-badan badan yang yang berkaitan dengan pemanfaatan data iklim. Data-data data tersebut mencakup temperatur,, curah hujan, kecepatan dan arah angin yang umumnya umu banyak tersedia.
21
22
Data yang diperlukan untuk keperluan evaluasi lahan adalah regim temperatur (t) dan ketersediaan air (w). Data mengenai regim temperatur (t) tersebut diperoleh dari rata-rata tahunan dan jumlah bulan kering. Sedangkan untuk data ketersediaan air (w) ditentukan oleh banyaknya bulan kering dan jumlah curah hujan tahunan seperti yang tercatat dalam stasiun hujan.
2. Tanah Menurut Darmawijaya (1990:9) pengertian tanah adalah sebagai berikut “Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas dan menduduki sebagian besar permukaan bumi yang mampu menumbuhkan tanaman dan memiliki sebagaimana pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula”. Tanah adalah benda yang berwujud padat, cair dan gas yang tersusun oleh bahan anorganik dan bahan organik yang terdapat dalam lahan atau land. ( Suryatna Rafi’I, 1982: 9) Informasi tanah yang diperlukan didalam evaluasi kesesuaian lahan adalah sebagai berikut: a. Kondisi perakaran (r) yang terdiri atas drainase tanah, tekstur tanah dan kedalaman tanah 1) Drainase Tanah Menurut Jamulya dan Yunianto (1991:1), ”drainase tanah adalah kecepatan perpindahan air dari suatu bidang lahan, baik
22
23
berupa limpasan maupun sebagai peresapan air kedalam tanah”. Sebagai suatu sifat fisik tanah, drainase tanah dapat diartikan sebagai frekuensi dan lamanya tanah bebas dari kejenuhan air. Dalam kaitannya
dengan
syarat
tumbuh
tanaman
drainase
dapat
diklasifikasikan kedalam tujuh kelas drainase yaitu: d0 : Luar biasa baik, artinya air yang berlebih akan segera keluar dari tanah dan sangat sedikit air yang ditahan oleh tanah, sehingga tanaman akan segera mengalami kekuragan air; d1 : Kadang-kadang luar biasa baik, yakni pada tanah-tanah yang ditandai oleh permeabilitas cepat dan kapasitas mengandung air rendah. Kebanyakan pada tanah pasiran dan porous, warna tanah kemerahan, kecoklatan, kekuningan da keabuan; d2 : Baik, yakni tanah mempunyai peredaran udara baik, seluruh profil tanah dari atas sampai bawah (150 cm) berwarna cerah yang seragam da tidak terdapat bercak-bercak kuning, coklat, atau kelabu; d3 : Agak baik, yakni tanah memiliki peredaran udara baik di daerah perakaran. Tidak ada bercak-bercak warna kuning, coklat atau kelabu pada lapisan atas (top soil) atau bagian atas lapisan bawah 9sub soil) atau sampai sekitar 60 cm dari permukaan; d4 : Agak buruk, yakni pada lapisan atas mempunyai peredaran udara baikdan tidak terdapat bercak-bercak berwarna kuning, coklat atau kelabu adanya bercak-bercak terdapat pada kedalaman 40 cm dari permukaan tanah; d5 : Buruk, yakni ada bagian bawah dari lapisan atas atau dekat permukaan terdapat tanah berwarna atau bercak-bercak berwarna kelabu, coklat atau kekuningan. d6 : Sangat buruk, yaitu pada seluruh lapisan tanah/horizon tanah terdapat warna kelabu dilapisan atas dan lapisan bawah, serta dilapisan bawah dijumpai bercak-bercak berwarna kebiruan, atau terdapat air yang menggenang di dalam waktu yang relatif lama, sehingga dapat menghambat pertumbuhan suatu tanaman. 2) Tekstur Tanah Sebagai syarat tumbuh tanaman, berdasarkan USDA dalam Jamulya dan Yunianto (1991:6) tekstur tanah diklasifikasikan kedalam 12 kelas yang dimulai dari kasar hingga halus seperti berikut:
23
24
a) Pasir (sand) Tanah dinyatakan memiliki tekstur pasir apabila mengandung 85% atau lebih besar, dengan persentase debu ditambah 1,5 kali persentase lempung tidak lebih dari 15% b) Pasir geluhan (loamy sand) Tanah yang mengandung 85-90% pasir, dan persentase debu ditambah 1,5 kali persentase lempung tidak kurang dari 15% dari batas atas, dan pada batas bawah mengandung tidak kurang dari 70-85% pasir dan persentase debu ditambah 2 kali lipat persentase lempung tidak lebih dari 38% c) Geluh pasiran (sandy loam) Tanah mengandung sekitar 20% atau kurang kadar lempung, dan persenatase debu ditambah 2 kali persentase lempung lebih dari 30% dan 52% atau lebih pasir, atau kurang dari 7% lempung, kurang dari 50% debu, dan antara 43-52% pasir. d) Geluh (loam) Kelas tekstur ini menunjukkan bahwa tanah mengandung 727% lempung, 28-50% debu dan kurang dari 52% pasir. e) Geluh debuan (silt loam) Kelas tekstur ini menunjukkan bahwa kandungan debu sebanyak 50% atau lebih, dan 12-27% lempung atau 50-80% debu dan kurang dari 12% lempung. f) Debu (silt) Tekstur tanah ini mengandung 80% atau lebih debu adan kurang dari 12% lempung. g) Geluh lempung pasiran (sandy clay loam) Tanah yang termasuk pada kelas tekstur ini mengandung 2030% lempung, kurang dari 28% debu dan 45% atau lebih pasir h) Geluh lempungan ( clay loam) Tanah yang termasuk pada kelas ini mengandung 27-40% lempung dan 20-40% pasir. i) Geluh lempung debuan (silty clay loam) Tekstur tanah kelas ini ditandai dengan kandungan lempung 27-40% dan pasir kurang dari 20% j) Lempung pasiran (sandy clay) Tanah yang termasuk pada kelas ini mengandung lempung 35% atau lebih dan pasir 45% atau lebih k) Lempung debuan (silty clay) Tekstur tanah ini ditandai dengan kandungan lempung 40% atau lebih dan debu 40% atau lebih l) Lempung (clay) Yakni tekstur tanah yang ditandai oleh kadar lempung, kurang dari 45% pasir dan kurang dari 40% debu.
24
25
3) Kedalaman Efektif Menurut Jamulya dan Yunianto (1991:8) kedalaman tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman yaitu sampai lapisan yang tidak dapat ditembus oleh akar tanaman. Lapisan tersebut dapat berupa padas, yakni sebagai padas keras, padas lempung, padas rapuh, atau sebagai lapisan plintit. Kedalaman tanah ini dapat dikelompokkan kedalam lima kategori, yaitu: a) Sangat dalam
: lebih dari 120 cm
b) Dalam
: 90 – 120 cm
c) Sedang
: 60 – 90 cm
d) Dangkal
: 30 – 60 cm
e) Sangat dangkal
: Kurang dari 30 cm
b. Retensi hara (f) kualitas lahan ini ditentukan oleh kapasitas tukar kation (KTK/KPK) dan nilai pH 1) Kapasitas Tukar Kation (KTK) Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia tanah yang sangat erat kaitannya dengan kesuburan tanah, tanah dengan KTK tinggi mampu menyerap da menyediakan unsur hara lebih baik dari pada tanah dengan KTK
rendah. Tanah dengan
kandungan bahan organik atau kadar lempung tinggi memiliki KTK lebih tinggi dari pada tanah-tanah pasiran. Untuk kepentingan pertumbuhan tanaman, KTK dapat dikelompokkan menjadi lima kelas sebagai berikut : a) Sangat rendah
: lebih dari 5 me/100 gram
25
26
b) Rendah
: 5 – 16 me/100 gram
c) Sedang
: 17 – 24 me/100 gram
d) Tinggi
: 25 – 40 me/100 gram
e) Sangat tinggi
: Kurang dari 40 me/100 gram
2) pH Tanah Untuk melihat pH tanah bagi keperluan tanaman biasanya digunakan dua macam larutan yaitu H2O dan KCl yang menggunakan perbandingan antara sampel tanah dengan larutan adalah 1 : 2,5. Nilai kisaran pH tanah dapat dikelompokkan sebagai berikut : a) Sangat rendah
: pH kurang dari 4,5
b) Rendah
: pH antara 4,5 – 5,5
c) Sedang
: pH antara 5,6 – 6,5
d) Agak tinggi
: pH antara 6,6 – 7,5
e) Tinggi
: pH antara 7,6 - 8,5
f) Sangat tinggi
: pH lebih dari 8,5
c. Ketersediaan hara (n) tanah permukaan, kualitas lahan ini terdiri atas tiga karakteristik lahan yaitu kadar N total tanah, kadar fosfor tersedia dan kadar potasium tersedia 1) Kadar N total tanah (N) Menurut Jamulya dan Yunianto (1991:9), “Bahan organik tanah, baik sebagai bahan organik halus dan bahan organik kasar, dan hasil pengikatan oleh mikroorganisme dari N di udara merupakan dua sumber kadar nitrogen dalam tanah. Fungsi
26
27
nitrogen dalam tanah terutama untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman dan untuk pembentukan protein”. Untuk kepentingan pertumbuhan tanaman kadar N total dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a) Sangat rendah
: kurang dari 0,10%
b) Rendah
: 0,10 – 0,20%
c) Menengah
: 0,21 – 0,50%
d) Tinggi
: 0,51 – 0,75%
e) Sangat Tinggi
: lebih dari 75%
2) Kadar Fosfor tersedia (P) Menurut Jamulya dan Yunianto (1991:10), “ Unsur fosfor (P) sebagai salah satu penentu ketersediaan hara dalam tanah berasal dari baha organik (pupuk kandang, sisa-sisa tanaman), pupuk buatan (TSP, DS), dan mineral- mineral didalam tanah (apatit). Fungsi unsur hara P dalam tabah antara lain untuk pembelahan
sel,
pembentukan
bunga,
buah
dan
biji,
mempercepat pematangan, memperkuat batang dan tahan terhadap penyakit” Untuk kepentingan pertumbuhan tanaman, kadar fosfor (P) dapat diklasifikasikan kedalam lima kelas sebagai berikut : a) Sangat rendah
: kurang dari 5 ppm (part per million)
b) Rendah
: 5 – 10 ppm
c) Menegah
: 11 – 15 ppm
27
28
d) Tinggi
: 16 – 20 ppm
e) Sangat Tinggi
: lebih dari 20 ppm
3) Kadar Potasium tersedia ((K) Menurut Jamulya dan Yunianto (199:10), “Adapun unsure potassium (K) dalam tanah terutama berasal dari mineralmineral primer tanah (feldsfar, mika dan lainnya), dan pupuk buatan. Fungsi unsur K dalam tanah antara lain membentuk pati, mengaktifkan enzim, proses fisiologis dalam tanaman, proses metabolic dalam sel dan perkembangan akar”. Untuk
kepentinga
pertumbuhan
tanaman
unsure
potassium (K) diklasifikasikan sebagai berikut : a) Sangat rendah
: kurang dari 10 mg/100 gram
b) Rendah
: 10 – 20 mg/100 gram
c) Menegah
: 21 – 40 mg/100 gram
d) Tinggi
: 41 – 60 mg/100 gram
e) Sangat Tinggi
: lebih dari 60 mg/100 gram
4) Toksititas (x) Menurut Jamulya dan Yunianto (1991:11), “Adanya toksititas atau racun dalam tanah menyebabkan arti penting tanah bagi trumbuhan berkurang. Toksititas disini terutama dalam bentuk salinitas, yakni dinyatakan terhadap kandungan garam laut atau sebagai daya hatar listrik tanah.
28
29
Menurut Jamulya dan Yunianto (1991:11), klasifikasi kandungan salinitas dalam tanah dapat dilihat seperti berikut ini : a) Bebas : 0,0 hingga 0,15% garam laut atau 0 hingga 4 (EC X 103 ) mmhos per Cm pada suhu 25 0C. b) Sedikit : 0,15 hingga 0,35% garam laut atau 4 hingga 8 (EC X 103) mmhos per Cm pada suhu 25 0C. c) Menengah: 0,35 hingga 0,65% garam laut atau 8 hingga 15 (EC X 103 ) mmhos per Cm pada suhu 25 0C. d) Banyak : lebih dari 0,65% garam laut atau lebih dari 15 (EC X 103) mmhos per Cm pada suhu 25 0C. 3. Topografi dan Geologi Faktor-faktor topografi secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap kondisi tanah, hal ini karena factor topografi dapat berpengaruh terhadap kemungkinan bahaya erosi dan mudah tidaknya tanah diolah atau diusahakan. Karena itu data topografi selalu digunakan dalam evaluasi lahan terutama data mengenai kemiringan lereng atau ketinggian. Seperti yang diungkapkan oleh Sitorus (2004:28), “faktor ini berpengaruh terhadap kemungkinan bahaya erosi atau mudah tidaknya tanah diusahakan, demikian juga didalam program mekanisasi pertanian. Data topografi ini hamper selalu digunakan dalam setiap sistem evaluasi lahan, terutama dalam kaitannya dengan nilai-nilai kritis dari kemiringan lereng atau ketinggian (altitude)”. Formasi geologi secara tidak langsung juga dapat memberikan pengaruh terhadap penggunaan lahan. Kondisi relief suatu daerah juga sangat berhubungan dengan formasi geologinya karena batuan merupakan bahan dasar dari bahan induk tanah yang menentukan karakteristik tanah.
29
30
4. Vegetasi Vegetasi merupakan salah satu unsur lahan yang merupakan hasil dari aktivitas manusia dan juga dapat tumbuh secara alami. Vegetasi merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap evaluasi lahan, seperti yang dikemukakan oleh Sitorus (2004:29), bahwa “Vegetasi perlu dipertimbangkan dengan pengertian bahwa vegetasi sering dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui potensi lahan atau kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu melalui kehadiran tanaman-tanaman indikator”.
5. Sosial Ekonomi Menurut Sitorus (2004:29) ada tiga masalah utama dalam menggunakan data sosial ekonomi untuk evaluasi lahan, yaitu : a. Pengevaluasi mungkin tidak mengetahui secara tepat nomenklatur dan konsep-konsep ekonomi b. Data ekonomi yang tersedia pada umumya didasarkan atas kerangka yang berbeda dari informasi-informasi lainnya. c. Faktor-faktor ekonomi selalu berubah.
30
31
E. Tanaman Kelapa Sawit 1. Tinjauan Umum Kelapa sawit (Elaeis guinensis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia, namun proyeksi ke depan memperkirakan bahwa pada tahun 2009 Indonesia akan menempati posisi pertama. Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi. Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa. Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan
31
32
berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar. Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan. Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya. Buah terdiri dari tiga lapisan yaitu: a. Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin. b. Mesoskarp, serabut buah c. Endoskarp, cangkang pelindung inti Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi. Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang
pada
kondisi
tertentu
embrionya
akan
berkecambah
menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula)
2. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada suhu tahunan rata-rata 250- 280 C, dan curah hujan sebesar 1700- 2500 mm per tahun dengan
32
33
jumlah bulan kering kurang dari 2 bulan. Keadaan drainase yang baik hingga sedang,dengan tekstur tanah yang halus sampai agak halus dan kedalaman efektif tanah lebih dari 100 cm. selain itu kandungan KTK liat harus diatas 16 me/100 gram, keadaan pH tanah berkisar antara 5,06,5 serta kandungan bahan organik diatas 0,8 % dan kadar garam dibawah 2%. Keadaan morfologi lahan dengan kemiringan yang landai dibawah 8%, batuan permukaan < 5%, singkapan batuan <5% dan tingkat bahaya erosi yang rendah.
33