8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diabetes Mellitus 2.1.1. Pengertian Diabetes diabaínein,
Mellitus
yang
(DM)
memiliki
arti
(berasal "tembus"
dari atau
kata Yunani διαβαίνειν,
"pancuran
air",
dan kata
Latin mellitus, yang berarti "rasa manis") yang dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglisemia (peningkatan kadar gula darah yang
terus-menerus
dan
bervariasi,
terutama
setelah
makan.
Sumber lain
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglisemia kronik
disertai
berbagai
kelainan
metabolik
akibat gangguan
hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi (istilah kedokteran untuk merujuk pada keadaan jaringan yang abnormal dalam tubuh) pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. Diabetes sendiri bukanlah penyakit tunggal dan berdiri sendiri, melainkan banyak. Hubungannya adalah antara penyakit-penyakit yang akan ditimbulkan karena adanya ketidaksempurnaan dari sistem glukosa-insulin dalam tubuh. Apabila tidak dirawat, diabetes dapat menyebabkan berbagai penyakit kronis lainnya seperti penyakit hati, kebutaan dan kerusakan lainnya. Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit dan gangguan metabolisme kronik dengan multi etiologi yang ditandainya dengan tingginya kadar
8
9
gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, protein sebagai akibat insufiensi insulin. Insufiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau difisiensi produk insulin oleh sel-sel beta langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999). 2.1.2. Gambaran Klinis dan Faktor Resiko DM 1.
Gambaran Klinis Menurut Waspadji (1999) gambaran klinis dari DM meliputi triple P (poliurin,
polidipsi, polifagia), kelainan kulit (gatal, bisul), kelainan gienkologis (keputihan bagi wanita), kesemutan, rasa baal, kelemahan tubuh, luka atau bisul yang tidak sembuh – sembuh, serta infeksi saluran kemih. Gejala akut pada permulaan menunjukkan tanda yaitu polifagina (bayak makan), polidipsia (bayak minum), dan poliurea (banyak kencing), dalam fase ini penderita menunjukkan berat badan yang terus naik karena jumlah insulin masih mencukupi. 2.
Faktor-Faktor Resiko pada DM Faktor resiko ialah faktor yang dapat menyebabkan kejadian DM. Diabetes
mellitus semakin bertambah prevalensinya dari tahun ke tahun, secara garis besar factor yang menyebabkan peningkatan ada tiga macam. Antara lain, faktor demografi yaitu jumlah penduduk yang terus meningkat,usia di atas 40 tahun yang meningkat , urbanisasi yang meningkat dan berpengaruh pada gaya hidup, faktor gaya hidup gaya hidup masarakat yang cendrung kebarat-baratan, dan berkurangnya penyakit infeksi. Secara fisiologis faktor penyebab diabetes mellitus antara lain, umur, obesitas, genetik, riwayat melahirkan > 4kg bayi, dan riwayat DM pada saat kehamilan (Atmojo, 2002).
10
2.1.3. Penggolongan Diabetes Mellitus 1.
Klasifikasi Diabetes Mellitus Menurut WHO 1985 berdasarkan perawatan atau simptoma
a. Diabetes Mellitus Tipe I Diabetes Mellitus Tipe I adalah kondisi di mana sel-β dalam
kelenjar
pulau
Langerhans dihancurkan oleh reaksi autoimun dalam tubuh. Sebagai akibatnya adalah sangat rendahnya produksi insulin (di bawah 10% produksi insulin normal). Pada tahap ini, insulin tidak lagi sanggup untuk menurunkan kadar gula dalam darah dengan cepat saat seseorang mengkonsumsi makanan. Bahkan kadar gula darah akan semakin tinggi sebagai akibat dari hilangnya fungsi lain dari insulin sendiri, yakni fungsi untuk mengehentikan produksi glukagon, saat kadar gula darah tinggi. Apabila gula darah mencapai kadar di atas 180 mg/dL, sebagian dari glukosa akan dikeluarkan bersamaan dengan urin. Disebut juga insulin dependent diabetes mellitus (IDDM), atau Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI). Prevalensi DMTI di negara barat 10% dari DMTTI Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin. Pada DM tipe satu, penderita mengalami gangguan pada produksi hormon insulin oleh suatu bagian dari limpa. Sedangkan hormon insulin berfungsi untuk membantu masuknya glukosa darah kedalam sel. Akibatnya glukosa darah tidak mampu masuk kedalam sel, sehingga sel kekurangan glukosa. Adapun glukosa dibutuhkan untuk menghasilkan energi, akibatnya penderita merasa lemas karena energi atau tenaga yang dihasilkan oleh tubuh sedikit tidak sesuai dengan aktivitas tubuh. Kadar gula didalam darah tinggi atau hiperglikemia disebabkan
11
karena glukosa di dalam darah tidak mampu diserap oleh sel untuk metabolisme. Sebagian glukosa darah akan bocor dan dibuang melalui urin sehingga pada penderita diabetes mellitus akan banyak urin. Penderita DM tipe I harus selalu di bawah pengawasan dokter dan pemakaian insulin agar membantu tubuh mengatur zat gula. Penyebab DM tipe I belum diketahui secara pasti, pada penderita tipe satu pankreasnya sejak lahir tidak menghasilkan hormon insulin. Akibat dari muda sampai tua penderita tergantung dengan hormon insulin buatan yang harus disuntikan pada saat-saat tertentu. DM tipe I ini biasanya diturunkan oleh orang tuanya. Beberapa simtom yang umum terdapat pada penderita Diabetes Mellitus Tipe I antara lain: 1) poliuria – sering buang air kecil 2) polidipsia - selalu merasa haus 3) polifagia - selalu merasa lapar 4) penurunan berat badan Saat ini, satu – satunya cara untuk mengobati penderita Diabetes Mellitus Tipe I adalah dengan menyuntikkan insulin ke dalam tubuh, dibantu dengan olahraga dan diet rendah gula yang baik. Seseorang yang terkena Diabetes Mellitus Tipe I sangat tergantung pada penyuntikan insulin karena tidak ada lagi insulin yang diproduksi oleh tubuh. Apabila tidak mendapatkan suntikan insulin secara teratur maka penderita akan mati karena tubuh tidak dapat bertahan dalam kondisi kadar gula yang terlalu tinggi.
12
b. Diabetes Mellitus Tipe II Diabetes Mellitus Tipe II adalah diabetes yang umum ditemui. Pada penderita Diabetes Mellitus Tipe II ini, pankreas masih dapat memproduksi insulin, bahkan dalam beberapa kasus insulin yang diproduksi hampir sama dengan layaknya orang normal. Yang menjadi masalah adalah saat insulin tersebut tidak sanggup untuk memberikan efek atau reaksi terhadap sel dari tubuh untuk mengurangi gula. Penderita Diabetes Mellitus Tipe II biasanya resisten terhadap insulin. Lama kelamaan jumlah dari sel β akan berkurang dan penderita akhirnya mendapatkan perlakuan yang sama dengan penderita Diabetes Mellitus Tipe I, yakni dengan injeksi insulin. Disebut juga non insulin dependen diabetes mellitus (NIDDM), dimana penderita tidak kekurangan insulin, tetapi ada resistensi dari sel otot maupun sel jaringan lemak untuk dimasuki glukosa darah dengan demikian kadar glukosa darah juga cukup tinggi, akibat dari: 1) Glukosa darah yang masuk ke dalam sel, kurang dari yang seharusnya sehingga sel kekurangan zat gula yang merupakan sumber energi utama. 2) Kadar glukosa darah tinggi karena glukosa kurang terserap ke dalam sel. 3) Kadar glukosa dalam urine tinggi lebih dari normal karena sebaiknya zat gula ”bocor” ke dalam urin hasil penelitia bahwa DM tipe satu sekitar 10-20% sedangkan DM tipe II sekitar 80-90 % dari seluruh penderita DM. sudah dijelaskan sebelumnya bahwa DM tipe II ini tidak disebabkan kekurangan insulin tetapi resistensi sel untuk dimasuki glukosa darah. Ciri-ciri antara lain: Mulai menderita pada usia < 40 tahun, berat badan biasanya lebih tinggi dari normal (tidak selalu normal). Glukosa darah dapat dikendalikan dengan diit dan olah raga.
13
c. Diabetes mellitus tipe III atau diabetes gestational. Merupakan diabetes yang terjadi pada saat kehamilan. Sekitar 4% wanita hamil menderita tipe ini (Suyono, 1996). Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 2–5% dari semua kehamilan. GDM bersifat temporer dan dapat meningkat maupun menghilang setelah melahirkan. GDM dapat disembuhkan, namun memerlukan pengawasan medis yang cermat selama masa kehamilan. 2.2. Gula Darah 2.2.1. Pengertian Gula Darah Pengertian gula darah adalah bahan energi utama untuk otak yang diperoleh melalui proses pemecahan senyawa karbohidrat. Kekurangan glukosa sebagaimana kekurangan oksigen, akan mengakibatkan gangguan fungsi otak, kerusakan jaringan, bahkan kematian jaringan jika terjadi secara berkepanjangan. Gula darah merupakan hasil pemecahan dari karbohidrat yang dengan bantuan energi adenosin tri phospate (ATP) akan menghasilkan asam piruvat dan bisa digunakan menjadi energi untuk aktivitas sel (Wiyono, 1999). Kadar glukosa darah dipengaruhi oleh faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen yaitu humoral factor seperti hormon insulin, glukagon, kortisol, system reseptor di otot dan sel hati. Faktor eksogen antara lain jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi serta aktivitas fisik yang dilakukan (Subari, 2008). Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dl {millimoles/liter (satuan unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l {milligrams/deciliter (satuan unit United State)}, Dimana 1 mmol/l = 18 mg/dl
14
Menurut Pranadji, dkk (2001) tanda-tanda pasti dari DM adalah kenaikan kadar gula darah yang lebih dari normal. 2.2.2. Kriteria Diagnostik Gula Darah Tabel 2. Kriteria Diagnostik Gula Darah Bukan Diabetes
Pra Diabetes
Diabetes
Puasa
< 110
110-125
≥ 126
Sewaktu
< 110
110-199
≥ 200
Pemeriksaan darah lainnya yang bisa dilakukan adalah dengan tes toleransi glukosa. Tes ini dilakukan pada keadaan tertentu, misalnya pada wanita yang sedang hamil (Lestari, 2009). Namun demikian, kadar gula tentu saja terjadi peningkatan setelah makan dan mengalami penurunan diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang dikatakan mengalami hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai normal, sedangkan hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal. 2.2.3. Kadar Gula Darah Tinggi (hiperglikemia) Seseorang disebut diabetisi atau menderita diabetes jika pemeriksaan gula darah puasanya melebihi angka 126 mg/ dl atau selama 2 kali berturut-turut pemeriksaan gula darah 2 jam sesudah makan angka yang didapat melebihi 180 mg/ dl 2.2.4. Kadar Gula Darah Rendah (hipoglikemia) Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara abnormal rendah. Dalam keadaan normal tubuh mempertahankan kadar gula darah antara 70-110 mg/dL. Pada diabetes, kadar gula darah terlalu tinggi sedangkan pada
15
hipoglikemia kadar gula darah terlalu rendah. Kadar gula darah yang rendah menyebabkan berbagai sistem organ tubuh mengalami kelainan fungsi (Fahmi, 2010). Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda: rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing dan sebagainya. Hipoglikemia harus segera diatasi karena dalam beberapa menit bias menjadi berat, menyebabkan koma dan kadang cedera otak menetap. Jika terdapat tanda hipoglikemia, penderita harus segera makan gula 2.3. Aktivitas fisik 2.3.1. Pengertian Aktivitas Fisik Aktivitas fisik dapat di definisikan sebagai gerakan fisik yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Aktivitas fisik di bagi menjadi dua yaitu aktivitas fisik internal dan aktivitas fisik ekternal. Aktivitas fisik internal adalah suatu aktivitas fisik dimana proses bekerjanya organ-organ dalam tubuh sewaktu istirahat, sedangkan aktivitas fisik secara ekternal adalah aktivitas fisik yang dilakukan oleh pergarakan anggota tubuh yang dilakukan selama 24 jam serta banyak mengeluarkan energi (Fatonah,1996). Aktivitas fisik adalah pergarakan anggota tubuh yang menyababkan pengeluaran energi secara sederhana yang sangat penting bagi pemeliharaan fisik, mental, dan kualitas hidup sehat (Hudha, 2006). 2.3.2. Beban Aktivitas Fisik 2.3.2.1. Pengertian Kalori Kalori merupakan satuan energi yang yang diperoleh dari adanya usaha atau aktivitas dengan proses oksidasi didalam sel manusia (PERKENI, 2002). Bahan atau sumber kalori terdiri dari glukosa, yang diperoleh dari pemecahan makanan, glikogen
16
adalah glukosa didalam hati, dan trigleserida atau penimbunan glukosa dalam bentuk lemak yang merupakan penimbunan glukosa yang tidak terpakai akibat tidak adanya keseimbangan antara asupan nutrisi dengan proses metabolisme sel yang dipengaruhi oleh aktivitas (Asdie, 1996). 2.3.2.2. Katagori Aktivitas fisik Pengelompokan aktivitas atau beban kerja (ringan, sedang, dan berat) berdasarkan proporsi waktu kerja mengacu pada FAO/WHO (1985) yang dimodifikasi (WNPG VIII, 2004) sebagaimana dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3. Pengelompokan Aktivitas atau Beban Kerja Kelompok
Jenis Kegiatan
Aktivitas Ringan
Jenis
Faktor
Kelamin
Aktivitas
75% dari waktu yang digunakan adalah untuk Laki-laki
1,58
duduk atau berdiri dan 25% untuk kegiatan
Perempuan
1,45
25% waktu yang digunakan adalah untuk
Laki-laki
1,67
duduk atau berdiri dan 75% adalah untuk
Perempuan
1,55
berdiri dan berpindah (moving) Sedang
kegiatan kerja khusus dalam bidang pekerjaannya. Berat
40% dari waktu yang digunakan adalah untuk Laki-laki
1,88
duduk dan berdiri dan 60% untuk kegiatan
1,75
kerja khusus dalam bidang pekerjaannya.
Perempuan
17
Contoh aktivitas fisik berdasarkan pengelompokan beban kerja dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Beban kerja ringan : aktivitas kantor tanpa olahraga dan aktivitas fisik yang tidak menguras tenaga 2. Beban kerja sedang : bekerja harus naik turun tangga, olahraga ringan, dan pekerjaan rumah tangga. 3. Beban kerja berat : pekerjaan lapangan dan pekerjaan kuli bangunan. Salah satu kebutuhan umum dalam aktivitas fisik adalah oksigen yang dibawa oleh darah ke otot untuk pembakaran zat yang berguna untuk menghasilkan energi. Mentri tenaga kerja Indonesia melalui Kep. No 51 tahun 1999, menetapkan beban kerja menurut kebutuhan kalori sebagai barikut : 1) Beban kerja ringan
: 100-200 kilo kalori / jam
2) Beban kerja sedang
: 200-350 kilo kalori / jam
3) Beban kerja berat
: 350-500 kilo kalori / jam
2.3.3. Kebutuhan Kalori Menurut Grandjean (1993) bahwa kebutuhan kalori seseorang dalam melakukan aktivitas fisik di bagi menjadi tiga hal : a.
Kebutuhan kalori untuk metabolisme basal. Keterangan kebutuhan kalori untuk metabolisme seorang laki-laki dewasa adalah 23,87 kilo kalori per 24 jam per BB, sedangkan untuk wanita dewasa adalah memiliki kebutuhan kalori 23,39 kilo kalori per 24 jam per BB.
b.
Kebutuhan kalori untuk kerja. Kebutuhan kalori untuk kerja sangat ditentukan oleh berat ringannya pekerjaan atau jenis aktivitas kerja yang dilakukan.
18
c.
Kebutuhan kalori untuk aktivitas lain diluar jam kerja. Rata-rata kebutuhan kalori diluar jam kerja adalah 573 kilo kalori. Untuk laki laki dewasa sekitar (425-477 kilo kalori) per hari untuk wanita dewasa jadi kebutuhan peningkatan kalori seseorang berbanding terbalik dengan berat badan (Asmadi, 2002).
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik 1) Aspek Bologis. Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan aktivitas seseorang, dikarenakan seorang yang telah lanjut usia mengalami kelemahan musculoscelektal dan penurunan fungsi otot, karna selsel otot mengalami kematian. 2) Kesehatan Fisik. Toleransi gerak dan aktivitas dipengaruhi atau diakibatkan oleh adanya kerusakan penyakit yang merusak system saraf. System musculoskelektal dan vestibular apparatus, dan penyakit yang berupa kerusakan system syaraf seperti, parkinson, Sklerosa, tomor system saraf pusat. 3) Kesehatan Mental. Mental seperti depresi kronis, akan menjadikan seseorang memacu aktivitas, orang yang depresi dapat kurang melakukan aktivitas dan kekurangan energi untuk melakukan aktivitas yang biasa 4) Nutrisi. Baik kelebihan atau kekurangan nutrisi akan mengakibatkan mempengaruhi aktivitas, seorang yang intake nutrisinya kurang maka aktivitasnya tidak maksimal, hal tersebut dikarenakan nutrisi didalam tubuh merupakan bahan untuk memperoleh energi.
19
2.3.4. Nilai Energi Aktivitas Fisik Nilai energi atau kalori yang dikeluarkan dipengaruhi oleh dari asupan makanan dan aktivitas seseseorang. Seorang yang memiliki aktivitas yang berat maka membutuhkan kalori yang cukup besar jumlahnya dibandingkan seseorang yang memiliki aktivitas yang ringan maka asupan makanan seseorang harus seimbang dengan tingkat aktivitas yang dikerjakan karena didalam aktivitas akan meningkatkan proses metabolisme. Pasien DM perlu mengetahui indeks glukosa sehinga dapat menyeimbangkan antara pola makan, glukosa darah dan kalori yang akan dikeluarkan didalam aktivitas fisik (Waspadji, 2002). Pasien diabetes mellitus yang ingin melakukan aktivitas seperti olah raga yang banyak gerakan seperti berlari atau sepak bola maka kalori yang akan digunakan 20 per menit, jika lama aktivitas berlari dalam sepak bola 30 menit, maka kalori yang dipakai adalah 20x 30 = 600 kalori. Tambahkan kalori sebanyak 600 kalori tersebut yaitu untuk mencegah terjadinya reaksi insulin selama melakukan olah raga. Disamping itu harus disiapkan paket pencegah reaksi insulin, yaitu dengan menyuntikan glukagon. Jika hipoglikemia muncul maka perlu dilakukan cara seperti di atas, dalam waktu 20-30 detik tanda-tanda hipoglikemia akan menghilang (Asdie, 1996). 2.3.5. Efek aktivitas fisik terhadap penderita DM Hipoglikemia pengidap DM kususnya DM tipe I perlu diwaspadai bagi pengidap DM yang memiliki aktivitas fisik yang berat, untuk itu cara pemberian makanan ekstra ini dibuat sedemikian rupa sehingga penyerapan makanan ekstra kirakira bertepatan dengan puncak terjadinya hipoglikemi. Efek baik aktivitas untuk meningkatkan metabolism didalam tubuh, semisal aktivitas fisik olah raga bagi
20
penderita DM dapat meningkatkan perbaikan ikatan insulin dengan reseptornya dan perbaikan pada sensitifitas insulin hampir selalu proposional dengan kesegaran jasmani yang dapat diukur dengan VO2 maksimum. Aktivitas fisik juga mempengaruhi agregasi trombosit pada pengidap DM jika melakukan aktivitas fisik olah raga dengan tepat, sehingga dapat mencegah penyakit trombosis pada DM, terutama yang berkaitan dengan kebutaan. Penderita diabetes mellitus lansia sangatlah diperlukan latian aktivitas fisik untuk memperbaiki peredaran darah di kaki (Asdie, 1996). Olahraga membantu penderita DM mengontrol berat badan yang merupakan indikator penunjuk penderita DM. penderita diabetes memiliki terlalu banyak glukosa dalam darah akibat kekurangan insulin, hormone yang membantu sel menyerap glukosa. Olahraga dapat membantu melarutkan pembekuan darah lebih mudah. Tingginya tingkat insulin dalam darah memungkinkan terjadi pembekuan darah lebih mudah karena itu mengapa diabetes erat kaitannya dengan penyakit Kardiovaskuler (Infokes, 2004). Kurang berolahraga merupakan salah satu faktor risiko utama terjadinya DM. Menurut Haznam (1991) olahraga dianjurkan karena bertambahnya kegiatan fisik menambah reseptor insulin dalam sel target. Dengan demikian insulin dalam tubuh bekerja lebih efektif. Latihan olahraga merupakan modifikasi kedua pada pengobatan hiperglikemia pada DM. Glukosa dapat masuk kedalam sel-sel otot yang aktif tanpa bantuan insulin, dan kemudian dioksidasi menjadi karbondioksida dan air, sehingga olahraga mempunyai aksi hipoglikemik. Olahraga juga mampu untuk menurunkan resistensi insulin dan menurunkan berat badan pada diabetik dengan obesitas (kegemukan).
21
2.3.6. Hal yang diperhatikan dalam melakukan aktivitas fisik bagi penderita DM Penderita DM melakukan aktivitas fisik perlu diperhatikan hal - hal sebagai berikut : a) Jangan melakukan aktivitas fisik yang berat jika kadar glukosanya rendah semisal sebelum makan b) Memakai alas kaki yang pas dan benar, karena dapat menghindari luka pada kaki c) Pengidap DM harus selalu membawa permen jika melekukan aktivitas fisik yang berat untuk mengindari terjadinaya hipoglikemi (Waspadji, 2002). Adapun strategi untuk menghindari terjadinya hipoglikmi antara lain dapat dilakukan dengan berbagai cara. Penderita dapat mempelajari respon glukosa darah sendiri terhadap berbagai tingkatan aktivitas, selama dan segara setelah pengukuran dengan mengukur kadar gula darah. Penderita sebaiknya melakukan aktivitas 1-3 jam setelah makan sehingga dapat terjadi keseimbangan antara glukosa darah dan kebutuhan kalori, Penderita harus mengetahui efek kerja puncak insulin karena aktivitas dapat mempercepat kerja insuluin, makanan tambahan perlu disiapkan terutama jika penderita mengalami tanda-tanda hipoglikemia (PERKENI, 2002). 2.3.7. Pengendalian gula darah Pemantauan status metabolik pasien DM merupakan hal yang penting sebagai bagian dari pengelola DM. Pengendalian diabetes yang baik berarti menjaga kadar glukosa darah dalam kisaran normal seperti halnya pasien yang lain, sehingga pasien terhindar dari hiperglikemia atau hipoglikemia. Dengan pengendalian diabetes yang baik diharapkan pasien dapat terhindar dari komplikasi yang kronik maupun yang akut. Pemantauan status metabolik dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain : rasa
22
sehat secara subjektif, perubahan berat badan, tes glukosa urin, tes keton urin, pemeriksaan kadar glukosa darah (Soegondo, 1999). Pengendalian diabetes sangat tergantung pada tipe diabetes, misalnya pada pasien diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI), tes glukosa urin lebih mudah, nyaman dan biasanya sudah memedai sebaliknya pada pasien diabetes mellitus tergantung insulin (DMTI) yang menghendaki pengendalian lebih ketat pemeriksaan secara mandiri merupakan indikasi yaitu dengan menggunakan pemeriksaan gula di dalam darah (Soewondo, 1993). Pemantauan gula darah dapat membantu pasien untuk memahami bahwa kontrol gula darah yang ketat dapat membantu mencegah komplikasi diabetes. Kadar kontrol gula darah yang terbaik adalah ditentukan oleh kadar glukosa darah yang tertinggi dan ideal atau normal. Satuan energi yang hilang akibat glikosuria berkisar antara 5% sampai 10% kalori per hari.
2.4. Kerangka Teori Tipe I
Diabetes Mellitus
Tipe II
Aktivitas Fisik
Tipe III
Kriteria DM
Gula Darah Gambar 1. Kerangka Teori
Biologis Fisik Mental Nutrisi
23
2.5. Kerangka Konsep Sebelum dan sesudah Aktivitas Fisik
Kadar Gula Darah
Gambar 2. Kerangka Konsep