25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pajak Di negara Indonesia pajak sangatlah penting untuk menambah pemasukan. Warga masyarakat yang memiliki NPWP, yang memiliki kendaraan, yang memiliki usaha wajib membayar pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengertian Pajak menurut Pasal 1, Undang- Undang No.28 Tahun 2007 adalah kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh orang atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dimana dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya dalam kemakmuran rakyat. Kemudian, menurut undangundang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
B. Unsur atau Ciri Pajak Menurut Mardiasmo (2011) unsur atau ciri pajak adalah sebagai berikut: 1. Iuran dari rakyat kepada Negara; 2. Dipungut berdasarkan undang-undang;
25
26
3. Tanpa jasa atau imbalan atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjukan; dan 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masayarakat luas
C. Fungsi Pajak Fungsi pajak yang dikemukakan oleh Suandy (2014) diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Fungsi Budgeter adalah fungsi yang terletak di sektor publik, yaitu fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan UndangUndang berlaku yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan dan bila ada sisa (surplus) akan digunakan sebagai tabungan pemerintah untuk investasi pemerintah. 2. Fungsi Regulerend adalah suatu fungsi pajak-pajak tersebut akan digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan. Fungsi ini umumnya dapat dilihat pada sektor swasta. 3. Fungsi Demokrasi dari pajak adalah suatu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud sistem gotong-royong. Fungsi demokrasi pada masa sekarang ini sering dikaitkan dengan hak seseorang apabila memperoleh pelayanan dari pemerintah. 4. Fungsi Redistribusi adalah fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Hal ini dapat terlihat, misalnya
27
dengan adanya tarif progresif yang mengenakan pajak lebih besar kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan besar dan pajak yang lebih kecil kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan lebih sedikit (kecil).
D. Jenis Pajak Terdapat berbagai jenis pajak yang dikemukakan oleh Resmi (2013), jenis pajak yang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pengelompokan menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemungutannya. 1. Menurut Golongan Pajak dikelompokan menjadi dua, yaitu: a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban wajib pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh). PPh dibayar atau ditanggung oleh pihakpihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut. b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PPN terjadi karena terdapat pertambahan nilai terhadap barang atau jasa. Pajak ini dibayarkan oleh produsen atau pihak yang menjual barang tetapi dapatdibebankan kepada konsumen baik secara ekspisit maupun implisit (dimasukan dalam harga jual barang atau jasa).
28
2. Menurut Sifat Pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya. b. Pajak objektif, yaitu pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun tempat tinggal. 3. Menurut Lembaga Pemungut a. Pajak Negara (Pajak Pusat) adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara pada umumnya. Contoh: PPh, PPN dan PPnBM b. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat 1 (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Contoh: pajak reklame, pajak penerangan jalan, BPHTB, pajak air, pajak restoran, dan lain-lain.
E. Tata Cara Pemungutan Pajak Menurut Waluyo (2013) mengemukakan tentang tata cara pemungutan pajak dilakukan berdasarkan tiga stelsel antara lain sebagai berikut: a. Stelsel Nyata (Real stelsel)
29
Pengenaan
pajak
didasarkan
pada objek
(penghasilan)
yang
nyata,
sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yaitu setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui. Kelebihan stelsel ini adalah pajak
yang dikenakan
lebih realistis. Kelemahannya
adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil stelsel). b. Stelsel Fiktif (Fictieve stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh Undang– Undang. Contohnya: penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dibayar selama tahun berjalan tanpa harus menunggu akhir tahun. c. Stelsel Campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah kekurangannya. Demikian pula sebaliknya apabila lebih kecil, maka kelebihannya dapat diminta kembali.
30
F. Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak menurut Resmi (2013) dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu: 1. Official Assesment System Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 2. Self Assessmen System Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 3. With Holding System Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak terutang oleh wajib pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
G. Asas Pemungutan Pajak Terdapat asas Pemungutan Pajak ada 3 (tiga) macam menurut Ilyas (2010),yaitu sebagai berikut:
31
Asas Tempat Tinggal atau Asas Domisili Merupakan suatu asas pemungutan pajak berdasarkan tempat tinggal atau domisili seseorang. Suatu negara hanya dapat memungut pajak terhadap semua orang yang bertempat tinggal atau berdomisili di negara yang bersangkutan atas seluruh penghasilan di mana pun diperoleh, tanpa memperhatikan apakah orang yang bertempat tinggal tersebut warga negaranya atau warga asing. 1. Asas sumber Merupakan suatu asas pemungutan pajak yang didasarkan pada sumber atau tempat penghasilan berada. Apabila suatu sumber penghasilan berada di suatu negara, maka negara tersebut berhak memungut pajak kepada setiap orang yang memperoleh penghasilan dari tempat atau sumber perhasilan tersebut berada. 2. Asas Kebangsaan Merupakan suatu asas pemungutan pajak yang didasarkan pada kebangsaan suatu negara. Suatu negara akan memungut pajak kepada setiap orang yang mempunyai kebangsaan atas negara yang bersangkutan sekalipun orang tersebut tidak bertempat tinggal di negara yang bersangkutan. Misalnya, Negara A akan memungut pajak terhadap semua orang yang berkebangsaan Negara A sekalipun orang tersebut tidak bertempat tinggal di Negara A.
H. Syarat Pemungutan Pajak Berikut ini merupakan syarat-syarat dalam dilakukannya pemungutan pajak:
32
a. Syarat Keadilan Salah satu jalan yang harus ditempuh dalam mencari keadilan adalah dengan mengusahakan agar pemungutan pajak diselenggarakan secara umum dan merata, yaitu dalam pemungutannya harus diselenggarakan secara optimal sehingga diperoleh tekanan yang sama atas seluruh rakyat. b. Syarat Yuridis Didalam pemungutan pajak harus didasarkan Undang-undang yang berlaku, hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi Negara maupun warganya. c. Syarat Ekonomi Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat. d. Syarat Finansial Sesuai dengan fungsi budgetair, biaya peungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari pemungutannya. e. Sistem Pemungutan Pajak harus Sederhana Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. (Mardiasmo, 2011) Beberapa teori untuk memberikan dasar menyatakan keadilan sebagai berikut: 1. Teori Asuransi
33
Maksud dari teori ini adalah melindungi orang dan/atau warganya dengan segala kepentingannya, yaitu keselamatan dan keamanan jiwa dan harta bendanya.
2. Teori Kepentingan Teori ini menekankan bahwa pajak harus didasarkan atas kepentingan orang atau masing-masing dalam tugas Negara atau Pemerintah (yang bermanfaat baginya), termasuk juga perlindungan atas jiwa serta harta bendanya. Pembayaran pajak hendaknya dihubungkan dengan kepentingan masingmasing wajib pajak terhadap tugas Negara, maka seharusnya biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Negara untuk menunaikan kewajibannya dibebankan kepada seluruh penduduk tersebut dalam bentuk pajak. 3. Teori Gaya Pikul Pada hakekatnya, teori ini mengandung kesimpulan bahwa untuk keperluan perlindungan diperlukan biaya yang harus dipikul oleh segenap masyarakat yang menikmati perlindungan tersebut yaitu dalam bentuk pajak, yang menjadi pokok pangkal teori gaya pikul adalah masalah keadilan, bahwa tekanan pajak haruslah sama berat untuk setiap orang. Untuk mengukur gaya pikul dapat dilihat dari dua unsur, yaitu unsur objektik yang terdiri dari penghasilan, kekayaan, dan besarnya pengeluaran (belanja) seseorang serta unsur subjektif yaitu segala kebutuhan terutama material dengan memperhatikan besar kecilnya jumlah tanggungan keluarga.
34
4. Teori Bakti Teori ini disebut juga dengan teori kewajiban mutlak. Maksud dari teori ini bahwa Negara sebagai organisasi dari golongan, dengan memperhatikan syarat-syarat keadilan bertugas untuk menyelenggrakan kepentingan umum dan karenanya dapat mengambil tindakan-tindakan dalam bidang pajak. Menurut teori ini, dasar hokum atau dasar keadilan pemungutan pajak terletak dalam hubungan rakyat dengan negaranya, dan justru sifat suatu Negara maka timbulah hak mutlak untuk memungut pajak.
I.
Hambatan Pemungutan Pajak Terdapat dua hambatan pemungutan pajak menurut Suandy (2014)
yaitu: a. Perlawanan Pasif Perlawanan pajak secara pasif berkaitan erat dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat di Negara yang bersangkutan. Pada umumnya masyarakat tidak melakukan suatu upaya yang sistematis dalam rangka menghambat penerimaan Negara, tetapi dikarenakann oleh kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat tersebut. b. Perlawanan Aktif Perlawanan Pajak secara aktif merupakan serangkaian usaha yang dilakukan oleh WP untuk tidak membayar pajak atau mengurangi jumlah pajak seharusnya dibayar. Bentuknya antara lain: 1) Tax avoidance, usaha pengurangan pajak secara legal yang dilakukan
35
dengan cara memanfaatkan ketentuan-ketentuan di bidang perpajakan secara optimal seperti, pengecualian dan pemotongan-pemotongan yang diperkenankan maupun manfaat hal-hal
yang
belum
diatur
dan
kelemahan-kelemahan yang ada dalam peraturan perpajakan yang berlaku. 2) Tax evasion, pengurangan pajak yang dilakukan dengan melanggar peraturan
perpajakan
seperti
memberi
data-data
palsu
atau
menyembunyikan data.
J.
Tarif Pajak Menurut Suandy (2014) menyebutkan empat macam tarif pajak yaitu:
a. Tarif sebanding atau proporsional Tarif merupakan presentase yang tetap, tetapi jumlah pajak yang terutang akan berubah secara proporsional/sebanding dengan pengenaan pajaknya. b. Tarif tetap Tarif pajak yang jumlah nominalnya tetap walaupun dasar pengenaan pajaknya berbeda/berubah, sehingga jumlah pajak yang terutang selalu tetap. c. Tarif progresif Tarif pajak yang presentasenya semakin besar jika dasar pengenaan pajaknya meningkat. Jumlah pajak yang terutang akan berubah sesuai dengan perubahan tariff dan perubahan dasar pengenan pajaknya d. Tarif degresif Tarif pajak yang presentasenya semakin kecil jika dasar pengenaan pajaknya meningkat. Jumlah pajak yang terutang akan berubah sesuai dengan
36
perubahan tarif dan perubahan dasar pengenaan pajaknya.
K. Pajak Daerah a. Dasar Hukum Pajak Daerah 1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2) Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pajak Restoran. b. Pengertian Pajak Daerah Menurut Undang-undang RI No. 28 Tahun 2009 pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undangundang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan
daerah
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri pajak daerah adalah sebagai berikut: 1. Pajak daerah berasal dari pajak Negara yang diserahkan kepada daerah sebagai pajak daerah yang penyerahannya berdasarkan undang-undang. 2. Hasil
pemungutan
pajak
daerah
dipergunakan
untuk
membiayai
penyelenggaraan urusan rumah tangga daerah untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik, dan
37
3. Pemungutan pajak daerah didasarkan pada kekuatan Undang-undang atau peraturan hukum lainnya. c. Sumber-sumber Penerimaan Daerah 1) Pendapatan Asli Daerah (PAD); 2) Dana Perimbangan; 3) Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak; 4) Dana Alokasi Umum (DAU); 5) Dana Aalokasi Khusus (DAK); 6) Pinjaman Daerah (Pembiayaan); 7) Lain-lain penerimaan yang sah; 8) Hibah; dan 9) Dana darurat lainnya. d. Jenis Pajak daerah Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 2 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, berikut jenis-jenis pajak daerah: 1) Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi) terdiri atas: a. Pajak Kendaraan Bermotor; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Air Permukaan; dan e. Pajak Rokok. 2) Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten) terdiri atas: a. Pajak Hotel;
38
b. Pajak Restoran; c. Pajak Reklame; d. Pajak Hiburan; e. Pajak Penerangan Jalan; f. Pajak Air Tanah; g. Pajak Parkir; h. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; i. Pajak Sarang Burung Walet; j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan; dan k. Bea Perolehan Atas Tanah dan Bangunan. e. Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah 1) Pemungutan pajak tidak boleh diborongkan. 2) Setiap wajib pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dibayar sendiri oleh wajib pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan. 3) Wajib pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan penetapan Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dibayar dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan (karcis dan nota perhitungan). 4) Wajib pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, dan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan.
39
f. Tata Cara Pembayaran dan Penagihan 1) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang paling lama 30 hari setelah saat terutangnya pajak dan paling lama 6 bulan sejak tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Pajak Terutang oleh wajib pajak. 2) Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, dan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 bulan sejak tanggal diterbitkan. 3) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atas permohonan wajib pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% sebulan. 4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak diatur dengan Peraturan Bupati. 5) Pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, dan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
40
dan Putusan banding yang tidak atau kurang dibayar oleh wajib pajak pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa dan tindakan penyitaan.
L. Pajak Restoran 1. Pengertian Pajak Restoran Pajak Restoran adalah pajak daerah atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar dan sejenisnya termasuk jasa boga/ katering (Perda No. 5/2010: pasal 1 no.7-8). Dari pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pajak restoran yaitu pajak atas semua pelayanan penjualan makanan dan atau minuman di restoran. 2. Dasar Hukum Pajak Restoran 1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2) Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pajak Restoran. 3) Peraturan Bupati Karanganyar Nomor 68 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pajak Restoran.
41
3. Pengusaha Restoran Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 5 Tahun 2010, Pengusaha Restoran adalah perorangan atau badan yang menyelenggarakan usaha restoran untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya. 4. Subjek Pajak Restoran Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 5 Tahun 2010 pasal 4, Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang membeli makanan dan / atau minuman dari Restoran. 5. Wajib Pajak Restoran Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 5 Tahun 2010 pasal 4, Wajib Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan Restoran. 6. Objek Pajak Restoran Bedasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 5 Tahun 2010 pasal 2 & pasal 3, Objek Pajak adalah setiap pelayanan yang disediakan oleh Restoran. Dikecualikan dari Objek Pajak adalah penyedia layanan makan minum dengan omzet kurang dari Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) perhari. 7. Dasar Pengenaan dan Tarif Pajak Restoran Sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 5 Tahun 2010 pasal 5, Dasar pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima Restoran. Besarnya pajak terutang dapat diketahui dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak restoran.
42
Lebih lanjut, Tarif Pajak Restoran menuru Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 5 Tahun 2010 pasal 6, ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen). 8. Peraturan Bupati Karanganyar Nomor 68 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pajak Restoran 1. Masa Pajak Daerah Masa Pajak adalah 1 (satu) bulan kalender yang ditetapkan Kepala Dinas yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak terutang. 2.
Tata Cara Penetapan Pajak a) Setiap Wajib Pajak mengisi SPTPD b) Petugas pada Dinas meneliti dan memverifikasi SPTPD sebagai mana dimaksud pada angka 1 kemudian mencatat dalam kartu data. c) Bagi wajib pajak baru setelah dilakukan pendataan akan diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) sebagai bukti telah terdaftar sebagai wajib pajak. d) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud pada angka 1, Kepala Dinas menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Restoran.
3.
Pengawasan a) Untuk melaksanakan penertiban, pengawasan dan pengendalian Pajak Restoran, Kepala Dinas membentuk Tim Penerbitan, Pengawasan dan Pengendalian Pajak Restoran.
43
b) Tugas Tim sebagaimana dimaksud pada angka 1 sebagai berikut: 1.
Melakukan penertiban pemungutan Pajak Restoran;
2.
Melakukan inventarisasi penyelenggaraan usaha Restoran;
3.
Memantau penyelenggaraan usaha Restoran terkait masalah pajak Restoran;
4.
Melakukan tugas / tindakan lain terkait pajak Restoran sesuai peraturan perundang-undangan.