ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Landasan Teori
2.1.1. Konsep Manajemen Strategis Strategi berasal dari bahasa Yunani strategeia, yang berarti kepemimpinan dalam ketentaraan. Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi menurut Hamel dan Prahalad (dalam Yuli, 2009). Menurut David (2006), strategi adalah alat untuk mencapai tujuan jangka panjang. Strategi merupakan tindakan profesional yang membutuhkan keputusan manajemen tingkat atas dan sumber daya perusahaan dalam jumlah yang besar. Menurut Mulyadi (2001), strategi adalah pola tindakan utama yang dipilih untuk mewujudkan visi organisasi melalui misi. Dengan tindakan berpola, perusahaan dapat mengerahkan dan mengarahkan seluruh sumber daya secara efektif ke perwujudan visi organisasi. Manajemen strategis didefinisikan David (2006), sebagai seni dan ilmu untuk memformulasikan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuannya. Sebagaimana yang tersirat dalam definisi tersebut, manajemen strategis berfokus pada upaya mengintegrasikan manajemen pemasaran, keuangan atau akuntansi,
10 SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
11
produksi atau operasi, penelitian, dan pengembangan, serta sistem informasi komputer untuk mencapai keberhasilan organisasi. Kemudian menurut Dirgantoro (2004), manajemen strategi adalah proses berkesinambungan yang membuat organisasi secara keseluruhan dapat selalu responsif terhadap perubahanperubahan dalam lingkungannya baik bersifat internal maupun eksternal. Menurut David (2006) proses manajemen strategi terdiri atas tiga tahap, yaitu formulasi atau perancangan strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi. Ketiga tahapan manajemen strategi tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Formulasi atau perencanaan strategi mencakup mengembangkan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal perusahaan, menentukan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan jangka panjang, merumuskan alternatif strategi, dan memilih strategi tertentu yang akan dilaksanakan. 2. Implementasi strategi mensyaratkan perusahaan untuk menetapkan tujuan tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumberdaya sehingga strategi yang telah diformulasikan dapat dijalankan. Implementasi strategi termasuk mengembangkan budaya yang mendukung strategi, menciptakan struktur organisasi yang efektif dan mengarahkan usaha pemasaran, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan memberdayakan sistem
informasi,
dan
menghubungkan
kinerja
karyawan
dengan
kinerjaorganisasi. 3. Evaluasi strategi adalah alat utama yang digunakan manajer untuk mendapatkan informasi mengenai keberhasilan strategi yang dijalankan. Tiga
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
12
aktivitas dasar evaluasi strategi adalah 1) meninjau ulang faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi saat ini, 2) mengukur kinerja, dan 3) mengambil tindakan korektif. Menurut Mulyadi (2001), manajemen strategis adalah suatu proses yang digunakan
oleh
manajer
dan
karyawan
untuk
merumuskan
dan
mengimplementasikan strategi dalam penyediaan nilai terbaik bagi pelanggan untuk mewujudkan visi organisasi. Manajemen strategis terdiri dari empat langkah utama dalam menciptakan masa depan perusahaan, yaitu : 1. Perencanaan laba jangka panjang (long-range profit planning) yang terdiri atas tiga langkah penting berikut : a. Perumusan strategi (strategy formulation) b. Perencanaan strategis(strategic planning) c. Penyusunan program (programming) 2. Perencanaan laba jangka pendek (short range profit planning) 3. Implementasi (implementation) 4. Pemantauan (monitoring) 2.1.2. Konsep Kinerja Kinerja atau performance sering diartikan sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya menyatakan hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung. Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang telah disusun. Kinerja mempunyai hubungan kuat
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
13
dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi, menurut Armstrong dan Baron (dalam Wibowo, 2007). Kinerja merupakan implementasi dari rencana yang telah disusun. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi, dan kepentingan. Menurut Fawzi (dalam Gustika, 2011), kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas, dibandingkan dengan berbagai kemungkinan seperti standar hasil kerja, target sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Istilah kinerja atau performance mengacu pada hasil output dan sesuatu yang dihasilkan dari proses, produk dan jasa yang bisa dievaluasi dan dibandingkan secara relatif dengan tujuan, standar, hasil-hasil yang lalu dan organisasi lain (Indonesian Quality Award Foundation, 2007). Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kinerja merupakan suatu proses kegiatan dalam organisasi dalam upaya untuk mencapai tujuan, visi, dan misi organisasi, serta menunjukkan hasil yang telah dicapai dalam upaya tersebut. 2.1.3. Pengukuran Kinerja Yuwono,dkk (2007) mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
14
aktivitas perencanaan dan pengendalian. Sebelum melakukan pemilihan ukuranukuran kinerja atau disebut sebagai indikator kinerja kunci (key performance indicators atau KPI), perlu dilakukan evaluasi sistem pengukuran agar menjamin efektivitas sepanjang waktu. Pengukuran terhadap kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui apakah selama pelaksanaan pekerjaan terhadap penyimpangan dari rencana yang telahditentukan, atau apakah kinerja dapat dilakukan sesuai jadwal waktu yang ditentukan, atau apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan yang diharapkan (Wibowo, 2007). Sedarmayanti (2007) menguraikan bahwa terlepas dari besar, jenis, sektor atau spesialisasinya, setiap organisasi biasanya cenderung tertarik pada pengukuran kinerja dalam aspek berikut: 1. Aspek finansial Meliputi anggaran suatu organisasi, aspek finansial dapat dianalogikan sebagai aliran darah dalam tubuh manusia, aspek finansial merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pengukuran kinerja. 2. Kepuasan pelanggan Dengan semakin banyaknya tuntutan masyarakat akan pelayanan yang berkualitas, maka organisasi dituntut untuk terus menerus memberikan pelayanan berkualitas prima. 3. Operasi bisnis internal Informasi operasi bisnis internal diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan organisasi sudah seirama untuk mencapai tujuan dan sasaran
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
15
organisasi seperti yang tercantum dalam rencana startegis yang telah dirumuskan sebelumnya. 4. Kepuasan karyawan Karyawan merupakan aset yang harus dikelola dengan baik, apalagi dalam organisasi yang banyak melakukan inovasi, peran strategis karyawan sangat nyata. 5. Kepuasan komunitas dan shareholders/ stakeholders Kegiatan instansi pemerintah berinteraksi dengan berbagai pihak yang menaruh kepentingan terhadap keberadaannya. Untuk itu, informasi dari pengukuran kinerja perlu didesain untuk mengakomodasi kepuasan dari stakeholders. 6. Waktu Ukuran
waktu
merupakan
variabel
yang
perlu
diperhatikan
dalam
designpengukuran kinerja. Kita sering membutuhkan informasi untuk pengambilan keputusan, namun informasi tersebut lambat diterima, kadang sudah tidak relevan/ kadaluarsa. Tujuan pokok penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personal dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi.Penilaian kinerja digunakan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya (disfunctional behaviour) dan untuk mendorong perilaku yang semestinya diinginkan melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta imbalan balik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik (Mulyadi, 2001).
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
16
Dengan munculnya pandangan baru dimana bisnis harus digerakkan oleh customer-focused, suatu sistem pengukuran kinerja yang efektif paling tidak harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut menurut Yuwono dkk (2007): 1. Didasarkan pada masing-masing aktivitas dan karakteristik organisasi itu sendiri sesuai perspektif pelanggan. 2. Evaluasi atas berbagai aktivitas menggunakan ukuran-ukuran kinerja yang customer-validated. 3. Sesuai dengan seluruh aspek kinerja aktivitas yang mempengaruhi pelanggan, sehinggamenghasilkan penilaian yang komprehensif. 4. Memberikan umpan balik untuk membantu seluruh anggota organisasi mengenali masalah-masalah yang ada kemungkinan perbaikan. Menurut Mulyadi (2001), manfaat penilaian kinerja yaitu: 1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimum. 2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan seperti promosi, pemberhentian dan mutasi. 3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan. 4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka. 5. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan. Dapat disimpulkan bahwa sistem pengukuran kinerja adalah sebuah alat yang sangat penting bagi perusahaan. Karena perusahaan dapat melakukan
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17
perbaikan-perbaikan, inovasi, ataupun melanjutkan strategi yang sudah ada demi kemajuan perusahaan. Diperlukan integrasi yang baik oleh seluruh stakeholder perusahaan, agar sistem pengukuran kinerja tersebut berjalan dengan baik. 2.1.3.1.Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Amstrong dan Baron (dalam Wibowo, 2007), mengemukakan tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja, sebagai berikut: 1. Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan kompetensi yang dimiliki, motivasi, dan komitmen individu. 2. Leadership factors, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader. 3. Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja. 4. System factors, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi. 5. Contextual/situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal. Pada sistem penilaian kinerja tradisional, kinerja hanya dikaitkan dengan faktor personal, namun dalam kenyataannya, kinerja sering dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar faktor personal, seperti sistem, situasi, kepemimpinan, atau tim. Proses penilaian kinerja individual tersebut harus diperluas dengan penilaian kinerja tim dan efektivitas manajernya. Hal itu karena yang dilakukan individu tidak bisa dilepaskan dan merupakan refleksi perilaku anggota grup dan pimpinan.
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
18
2.1.3.2. Indikator Kinerja Menurut Sedarmayanti (2007), indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan ataukualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Indikator harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun setelah kegiatan selesai dan berfungsi. Indikator kinerja digunakan untuk meyakinkan bahwa kinerja organisasi menunjukkan kemampuan dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Hersey, Blanchard, dan Johnson (dalam Wibowo, 2007) menjelaskan bahwa ada tujuh indikator kinerja, sebagai berikut: 1. Tujuan. Tujuan merupakan sesuatu keadaan yang lebih baik yang ingin dicapai di masa yang akan datang. Dengan demikian, tujuan menunjukkan ke arah mana kinerja harus dilakukan. 2. Standar. Standar merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan suatu tujuan tercapai. 3. Umpan balik Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur kemajuan kinerja, standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dengan umpanbalik, dilakukan terhadap kinerja dan sebagai hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja.
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
19
4. Alat atau Sarana Alat atau sarana merupakan sumber daya yang dapat dipergunakan untuk membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat atau sarana merupakan faktor penunjang untuk pencapaian tujuan. 5. Kompetensi Kompetensi merupakan persyaratan utama dalam kinerja. Kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik. 6. Motif Motif merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. 7. Peluang Peluang perlu mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan prestasi kerjanya. Terdapat dua faktor yang menyumbangkan pada adanya kekurangan kesempatan untuk berprestasi, yaitu ketersediaan waktu dan kemampuan untuk memenuhi syarat. 2.1.4. Sistem Pengukuran Kinerja Itner et al (dalam Zakaria, 2011) menjelaskan bahwa suatu sistem pengukuran kinerja strategik adalah : 1. Menyediakan
informasi
yang
memudahkan
perusahaan
untuk
mengidentifikasi strategi yang menawarkan potensial tertinggi untuk pencapaian sasaran perusahaan
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
20
2. Meluruskan proses manajemen, seperti tatanan tujuan, pembuatan keputusan dan evaluasi kinerja dengan pencapaian dari pilihan sasaran strategis. Dalam mengaplikasikan sistem pengukuran kinerja dalam sebuah organisasi diperlukan langkah-langkah agar sistem ini dapat berjalan dengan baik. Seperti yang ditulis oleh Similary (dalam Zakaria, 2011) mengusulkan tujuh prinsip dalam mendesain sistem pengukuran kinerja yang meliputi: 1. Ukuran harus secara langsung dihubungkan dengan strategi perusahaan 2. Ukuran non-keuangan harus digunakan 3. Sistem ini harus mengakui bahwa ukuran-ukuran tersebut berbeda untuk tiap bagian (departemen) 4. Sistem ini menyatakan bahwa ukuran-ukuran tersebut dapat sesuai dengan keadaan yang ada. 5. Ukuran-ukuran tersebut harus simple dan mudah digunakan 6. Ukuran-ukuran tersebut menyediakan umpan balik yang cepat 7. Ukuran-ukuran tersebut didesain untuk menstimuli perbaikan berkelanjutan lebih dari sebatas pengawasan saja. 2.1.5. Balanced Scorecard 2.1.5.1. Konsep Balanced Scorecard Menurut Kaplan dan Norton (1996) konsep Balanced Scorecard (BSC) berkembang sejalan dengan perkembangan implementasinya. BSC terdiri atas dua kata, yaitu kartu skor (scorecard) dan berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor ini dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak dicapai personel di masa
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
21
depan. Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja organisasi diukur secara berimbang dari dua aspek yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, internal dan eksternal.Pada awalnya, BSC ditujukan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif.Sebelum tahun 1990-an eksekutif hanya diukur kinerjanya dari aspek keuangan, akibatnya fokus perhatian dan usaha eksekutif lebih dicurahkan untuk mewujudkan kinerja keuangan dan kecenderungan mengabaikan kinerja non keuangan. Tabel 2.1 Konsep Balanced Scorecard Perspektif Keuangan
Return on Invesment Cost Efficiency
Assets
Revenue Mix
Pelanggan Baru
Pelanggan Lama
Cycle Time
On-Time
Perspektif Pelanggan
Kecepatan Layanan
Perspektif proses Bisnis internal
Cycle Effectiveness
Perspektif Pertumbuhan
Skill Coverage
Quality Work Life
Sumber: Mulyadi dalam Bernadine. 2001. “Pentingnya Peranan Balanced Scorecard dalam Proses Strategi Bisnis” Konsepn Balanced Scorecard dapat digunakan untuk menyeimbangkan orientasi kinerja eksekutif perusahaan untuk tidak hanya terpaku pada kinerja keuangan dan tidak hanya berorientasi pada kinerja jangka pendek. Pengukuran
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
22
kinerja yang komprehensif bagi masa depan perusahaan meliputi kinerja keuangan, kepuasan pelanggan, proses bisnis dan pertumbuhan. Sehingga dengan adanya pengukuran yang komprehensif tersebut maka kinerja keuangan yang diwujudkan oleh perusahaan merupakan sumbangan dari terwujudnya kinerja dalam memuaskan keburuhan pelanggan, pengelolaan bisnis yang efekif dan pengembangan sumber daya manusia yang produktif dan berkomitmen. 2.1.5.2. Definisi Balanced Scorecard Balanced scorecard adalah alat untuk menciptakan suatu kerangka kerja untuk kinerja manajemen strategis untuk mentransformasikan misi dan strategi perusahaan ke pengukuran kinerja dan memberikan sudut pandang lebih luas tentang kinerja perusahaan untuk manajemen puncak (Kaplan dan Norton, 1996). Menurut Mulyadi (2001) Balanced Scorecard merupakan kartu skor yang dimanfaatkan untuk mencatat skor hasil kinerja eksekutif, melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan eksekutif di masa depan dibandingkan hasil kinerja sesungguhnya. MenurutBernadine (2001) Balanced scorecard adalah catatan prestasi atau kinerja seseorang, meliputi catatan kinerja yang direncanakan, catatan kerja yang terealisasi, dan catatan perbandingan antar keduanya sebagai alat evaluasi atas kinerja orang yang bersangkutan. Adapun kata berimbang mengindikasikan adanya pengukuran seimbangan antara dua aspek variabel kinerja eksekutif, yaitu keseimbangan antara kinerja aspek keuangan dan aspek non-keuangan serta seimbangan antara kinerja jangka panjang dan jangka pendek.
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
23
Balanced Scorecard secara umum didefinisikan sebagai suatu alat manajemen kinerja (performance management tool) yang dapat membantu organisasi untuk menerjemahkan visi dan strategi ke dalam aksi dengan memanfaatkan
sekumpulan
indikator
finansial
dan
non-finansial
yang
kesemuanya terjalin dalam suatu hubungan sebab akibat. Balanced Scorecard berperan sebagai penerjemah atau pengubah (converter) visi dan strategi organisasi menjadi aksi, karena itu Balanced Scorecard tidak berhenti pada saat strategi dibangun, tetapi terus memonitor proses eksekusinya. Terdapat tiga prinsip menurut Singgih dkk (dalam Zakaria, 2011) yang memungkinkan strategi dapat diterjemahkan kedalam berbagai tujuan dalam setiap perspektif, dalam perancangan strategis, yaitu sebagai berikut: 1. Hubungan sebab dan akibat Rantai sebab dan akibat harus mencakup keempat faktor Balanced Scorecard, yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pertumbuhan. Jadi, setiap pengukuran yang dipilih dalam Balanced Scorecard harus menjadi elemen dari rantai hubungan sebab dan akibat yang mengkomunikasikan arti dari strategi pada sebuah perusahaan. 2. Ukuran hasil dan ukuran pemicu kinerja. Tolok ukur inilah yang berfungsi sebagai alat untuk mengetahui perubahan kinerja perusahaan (lebih baik, lebih buruk, atau tetap). 3. Keterkaitan dengan financial. Ukuran dalam Balanced Scorecard harus terkait dengan setiap
tujuan
financial perusahaan.
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
24
2.1.5.3. Komponen Balanced Scorecard Balanced Scorecard sebagai salah satu alat yang digunakan dalam pengukuran kinerja perusahaan yang terbagi ke dalam empat perspektif, yaitu: 1. Perspektif Keuangan Perspektif keuangan ini menunjukkan adanya perencanaan, implementasi dan evaluasi dari pelaksanaan strategi yang telah ditetapkan. Evaluasi ini akan tercermin dari sasaran yang secara khusus dapat diukur melalui keuntungan yang diperoleh. Mendapatkan profit yang maksimal dengan sumber daya dipandang sebagai tujuan perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan menunjukkan apakah perencanaan dan pelaksanaan strategi memberikan perbaikan mendasar bagi keuntungan perusahaan (Yuwono dkk, 2007). Menurut Kaplan dan Norton (1996), pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis, tiap tahapan memiliki sasaran yang berbeda, antara lain: A. Growth adalah tahapan awal siklus kehidupan perusahaan dimana perusahaan memiliki produk atau jasa yang secara signifikan memiliki potensi pertumbuhan terbaik. Disini, manajemen terikat dengan komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem, infrastruktur, dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global, serta membina dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan. B. Sustain adalah tahapan dimana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian terbaik. Sasaran
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
25
keuangan tahap ini diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan. C. Harvest adalah tahapan dimana perusahaan benar-benar memanen atau menuai hasil investasi di tahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi maupun pembangunan kemampuan baru, kecuali pengeluaaran untuk pemeliharaan dan perbaikan fasilitas. 2. Perspektif Konsumen Perspektif pelanggan dapat dikatakan sebagai faktor pemicu peningkatan pendapatan perusahaan karena inti dari strategi bisnis adalah meningkatkan hasil yang diberikan kepada pelanggan, yakni melalui proposisi nilai yang disampaikan kepada pelanggan. Pada dasarnya, proposisi nilai menggambarkan kombinasi unik dari produk (product), harga (price), jasa (service), hubungan dengan pelanggan (relationship), dan image yang ditawarkan oleh perusahaan kepada pelanggannya. Jadi apabila pelanggan tidak puas mereka akan mencari produsen lain yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kinerja yang buruk dari perspektif ini akan menurunkan jumlah pelanggan di masa depan meskipun saat ini kinerja keuangan telihat baik. Perspektif pelanggan memudahkan perusahaan untuk mensejajarkan hasil konsumen inti mereka mengenai kepuasan, loyalitas, retensi, akuisisi, dan profitabilitas untuk target konsumen dan pangsa pasar perusahaan (Puspita, 2006). Menurut Kaplan dan Norton (1996), dalam perspektif ini perusahaan menggunakan tolok ukur yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : 1. Kelompok Pengukuran Konsumen Utama (Core Measurement Group).
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
26
Pada umumnya kelompok pengukuran dari hasil konsumen ini sama untuk semua macam organisasi, komponen pengukuran ini meliputi : a. Pangsa pasar (market share), mengukur seberapa besar proporsi segmen pasar tertentu yang dikuasai oleh perusahaan. b. Tingkat perolehan konsumen (customer acquisition), mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil menarik konsumen baru. c. Kemampuan mempertahankan para konsumen lama (customer retention), mengukur
seberapa
banyak
perusahaan
berhasil
mempertahankan
konsumen lama. d. Tingkat kepuasan konsumen (customer satisfaction), mengukur seberapa jauh para konsumen merasa puas terhadap layanan perusahaan. e. Tingkat profitabilitas konsumen (customer profitability), mengukur seberapa besar keuntungan yang berhasil diraih oleh perusahaan dari penjualan produk kepada para konsumen. 2. Kelompok Pengukuran Nilai Pelanggan (Customer Value Proposition). Pada kelompok pengukuran ini menunjukan atribut yang menyalurkan persediaan produk dan jasanya, untuk menciptakan loyalitas dan kepuasan konsumen pada segmen pasar yang ditargetkan.Atribut dari proporsi nilai konsumen ini meliputi : a. Atribut produk/ jasa (Product/ServiceAtribute), mencakup fungsionalitas produk atau jasa, harga, dan mutu. b. Hubungan konsumen (Customer Relationship), mencakup penyampaian produk/jasa kepada pelanggan yang meliputi dimensi waktu tanggap dan
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
27
penyerahan, serta bagaimana perasaan pelanggan setelah membeli produk/jasa dari perusahaan yang bersangkutan. c. Citra dan reputasi (Image and Reputation),menggambarkan faktor intangible yang menarik seorang konsumen untuk berhubungan dengan perusahaan. Membangun image dan reputasi dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang dijanjikan. 3.
Perspektif Proses Bisnis Internal Penilaian dalam perspektif ini memungkinkan manajer untuk mengetahui
seberapa baik bisnis mereka berjalan dan apakah produk/ jasa mereka sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Kaplan dan Norton (1996) membagi proses bisnis internal kedalam tiga proses, yaitu: a.
Proses inovasi, yaitu mengidentifikasi kebutuhan pelanggan masa kini dan masa mendatang serta mengembangkan solusi baru untuk kebutuhan pelanggan tersebut.
b.
Proses operasional, yaitu proses yang mencerminkan aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan mulai dari penerimaan order dari customer, pembuatan produk/jasa sampai dengan pengiriman produk/jasa tersebut kepada pelanggan. Pada tahap ini pengukuran kinerjanya dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu kualitas, biaya, dan waktu.
c.
Proses pelayanan purna jual, yaitu proses dimana perusahaan berusaha untuk memberikan manfaat tambahan terhadap para pelanggan yang telah menggunakan produk/ jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. Hal ini dilakukan agar para customer mempunyai loyalitas terhadap perusahaan.
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
28
Semua proses ini penting dan harus dilakukan dengan baik oleh setiap bagian dalam organisasi. Proses inovasi dapat dipengaruhi oleh kebutuhan dari target pelanggan, fokus pada pengembangan produk baru, dan peningkatan pelayanan yang dapat memberikan solusi lebih baik. Proses operasional terkait dengan biaya, kualitas, dan cycle time dari proses operasi, hubungan dengan supplier, dan lain-lain. Strategi dalam proses bisnis internal tersebut diselarasakan dengan arah dan tujuan dari perusahaan, sehingga dalam hal ini Balanced Scorecard hanya berfungsi sebagai penerjemah dan penghubung tolok ukur dengan strategi perusahaan. 4.
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Pertumbuhan dan pembelajaran mengacu pada aset tak berwujud
(intangible assets) yang dibutuhkan oleh organisasi untuk melaksanakan aktivitasnya, sehingga organisasi dapat menunjukkan performa pada level tertinggi untuk memberikan nilai pada pelanggan. Proses pembelajaran dan pertumbuhan bersumber pada faktor sumberdaya manusia, sistem dan prosedur organisasi, termasuk dalam perspektif ini adalah pelatihan pegawai dan budaya perusahaan yang berhubungan dengan perbaikan individu danorganisasi. Menurut Kaplan dan Norton (1996), dalam Balanced Scorecard pada organisasi jasa dan manufaktur terdapat tiga kategori prinsipil pada perspektif ini, antara lain: a.
SKRIPSI
Employee capabilities (peran para pegawai di organisasi).
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
29
Dalam meningkatkan proses dan kinerja bagi konsumen harus datang dari karyawan yang paling dekat dengan proses sebelumnya, yaitu proses internal bisnis dan karyawan. b.
Information system capabilities (kemampuan sistem informasi). informasi dibutuhkan untuk menciptakan karyawan yang efektif dan siap bersaing di lingkungan bisnis yang penuh dengan persaingan.
c.
Motivation, empowerment and allignment (proses yang berkesinambungan terhadap upaya pemberian motivasi dan inisiatif sebesar-besarnya bagi pegawai berupa delegasi wewenang yang memadai untuk mengambil keputusan).
2.1.5.4. Balanced Scorecard sebagai Sistem Penerjemah Visi dan Strategi Balanced scorecard dapat membantu meghubungkan visi, strategi dan empat perspektif secara seimbang ditunjukkan dalam gambar dibawah ini:
Gambar 2.1 Hubungan Visi Dan Strategi dengan BSC Sumber: Rohm, 2003 dalam Imelda. 2004. Implementasi Balanced Scorecard pada Organisasi Publik. Vol.8, No.5
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
30
Visi dan strategi diterjemahkan kedalam empat perspektif yang kemudian oleh masing-masing perspektif visi dan strategi tersebut dinyatakan dalam bentuk tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi, ukuran dari tujuan, target yang diharapkan dimasa yang akan datang, serta inisiatif-inisiatif atau progam yang harus dilaksanakan untuk memenuhi tujuan-tujuan strategis. Menurut Kaplan dan Norton (1996), Balanced Scorecard merupakan suatu konsep manajemen yang membantu menerjemahkan strategi ke dalam tindakan. Perusahaan-perusahaan inovatif yang menggunakannya sebagai suatu sistem manajemen strategis yang mengelola strategi perusahaan sepanjang waktu. Perusahaan-perusahaan inovatif menggunakan fokus pengukuran BSC untuk melaksanakan proses-proses manajemen berikut: 1. Menerjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan. Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi dijabarkan dalam tujuan dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan di masa yang akan datang. Tujuan juga menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk mewujudkannya. Dalam proses perencanaan strategis, tujuan ini kemudian dijabarkan dalam sasaran strategis dengan ukuran pencapaiannya. 2. Mengomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis Balanced Scorecard. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memperlihatkan kepada tiap karyawan apa yang dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang saham dan konsumen. 3. Merencanakan, menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara rencana bisnis dan
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
31
rencana keuangan. Balanced Scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan, akan menggerakkan kearah tujuan jangka panjang perusahaan secara menyeluruh. 4. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis, proses keempat ini akan memberikan strategis learning kepada perusahaan. Dengan Balanced Scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan melakukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek. 2.1.5.5. Keunggulan Balanced Scorecard Keunggulan konsep Balanced Scorecard dalam sistem perencanaan strategis adalah mampu menghasilkan rencanamanajemen strategis dalam suatu perusahaan. Keunggulan BSC menurut Mulyadi (2001) adalah: 1. Komprehensif BSC memperluas perspektif yang dicakup dalam perencanaan strategis meliputi
perspektif
pembelajaran
dan
keuangan,
customers,
pertumbuhan.
Perluasan
proses
bisnis
empat
internal,
perspektif
serta
tersebut
menghasilkan manfaat, yaitu menjanjikan kinerja perusahaan semakin efektif dan efisien, sehingga mampu untuk mengatasi persaingan global. 2. Koheren BSC mewajibkan personel untuk membangun hubungan sebab akibat (causal relationship) diantara berbagai sasaran strategis yang dihasilkan dalam perencanaan strategis. Kekoherenan juga berarti adanya hubungan sebab akibat
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
32
antara keluaran yang dihasilkan sistem perencanaan strategis. Sasaran strategis yang dirumuskan dalam sistem perencanaan strategis merupakan penerjemahan visi, misi tujuan dan strategi yang dihasilkan sistem perumusan strategi. 3. Seimbang Keseimbangan sasaran strategis yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik sangat penting untuk menghasilkan kinerja keuangan jangka panjang. Keseimbangan tersebut mencakup empat sasaran strategis yang akan diwujudkan oleh perusahaan, yaitu financial returns yang berlipat ganda dan berjangka panjang (perspektif keuangan), produk jasa yang mampu menghasilkan value terbaik bagi customer (perspektif pelanggan), proses yang produktif dan cost effective (perspektif bisnis internal) dan sumber daya manusia yang produktif dan berkomitmen (perspektif pembelajaran dan pertumbuhan). 4. Terukur BSC mengukur sasaran-sasaran strategis yang sulit dalam pengukurannya. Sasaran–sasaran strategis pada perspektif pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan merupakan perspektif non keuangan yang dapat ditentukan ukurannya melalui pendekatan BSC, sehingga kinerja keuangan dapat berlipat ganda dan menghasilkan perencanaan keuangan jangka panjang bagi perusahaan. 2.1.6. Analythical Hierarchy Process (AHP) 2.1.6.1. Definisi Analythical Hierarchy Process (AHP) Menurut Saaty (2008) Analytical Hierarchy Process (AHP)
adalah
metode pengambilan keputusan yang termasuk dalam kategori complex decision.
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
33
AHP adalah prosedur sistematis untuk mempresentasikan elemen-elemen dari berbagai macam masalah kedalam bentuk hierarki. Hierarki disini adalah suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multilevel dimana level pertama adalah tujuan, diikuti oleh level faktor, kriteria, subkriteria, dan seterusnya kebawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan demikian sebuah hirarki dapat digunakan untuk mendekomposisi permasalahan yang kompleks, sehingga permasalahan tersebut tampak lebih terstruktur dan sistematis. AHP mengatur penyelesaian masalah kedalam bagian-bagian kecil yang kemudian membantu pengambilan keputusan melalui model perbandingan berpasangan (pairwise comparison) untuk menunjukan hubungan yang kuat atau intensitas dari elemen-elemen yang ada dalam hierarki (Sharma dan Bagwat, 2007).AHP fokus pada pembuatan serangkaian perbandingan berpasangan. Perbandingan ini digunakan untuk menentukan hierarki yang harus diprioritaskan terlebih dahulu. Dengan demikian, AHP dapat membantu pengambilan keputusan (Clinton, 2002). Jurnal yang ditulis Saaty (2008) menyatakan bahwa untuk membuat sebuah keputusan didalam teknik AHP diperlukan langkah-langkah sebagai berikut : 1.
Menentukan masalah yang sedang di hadapi dan memutuskan solusi apa yang akan digunakan.
2. Struktur hierarki keputusan dari atas dengan tujuan keputusan, kemudian sasaran dari perspektif, melalui level menengah (berisi kriteria dan elemen-
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
34
elemen yangberhubungan), sampai pada level terendah (yang biasanya berisi langkah alternatif). 3. Membuat sebuah matriks perbandingan berpasangan. Tiap elemen di level atas digunakan untuk membandinkan elemen-elemen di level tersebut dengan elemen bawahnya. 4. Menggunakan prioritas yang diperoleh dari membandingkan bobot prioritas di level tersebut dengan level dibawahnya. Lakukan ini untuk tiap elemen. 2.1.6.2. Konsep Dasar AHP Darmawan (2004) memaparkan model AHP yang merupakan metode perbandingan atas alternatif solusi didasarkan konsep matrik. Bangun dasar konsep ini dapat diperlihatkan sebagai berikut:
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
35
Tabel 2.2 Contoh Matriks Perbandingan C
X1
X2
X3
X4
X1
1
2
3
4
X2
1/2
1
...
...
X3
1/3
...
1
...
X4
1/4
...
...
1
Sumber : Dermawan. 2004. “Model Kuantitatif pengambilan Keputusan & Perencanaan Strategis”. Alfabeta. Bandung. Halaman 98 Contoh matrik di atas memperlihatkan perbandingan antar kolom X1 – X4 dengan baris X1 – X4. Nilai perbandingan kolom dengan baris harus dikaitkan terhadap sesuatu yang disebut faktor, kriteria, atau properti. Perbedaan terletak dari cara perbandingan tersebut dibaca. Contoh : 1.
Bila baris yang dibaca maka: Jika C dari X1 dibandingkan dengan C dari X2 maka X1 = 2 X2 , atau Bila X1 dibandingkan X2 dalam hal C maka X1 = 2 X2
2.
Bila kolom yang dibaca maka : Jika faktor C dari X2 dibandingkan terhadap kriteria C dari X1, maka nilai perbandinganya adalah X2 = 1/2 X1. Di dalam teknik AHP, terdapat pembahasan tentang konsistensi antar
elemen. Apabila elemen yang diperbandingakan hanya dua, masalah inkonsistensi tidak akan terjadi. Namun apabila elemen yang diperbandingkan terlalu banyak, maka konsistensi antar elemen akan sulit didapatkan. Yunia et al,(dalam Zakaria, 2011) menjelaskan formula untuk Consistency Index (CI) adalahsebagai berikut:
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
36
CI = (λmax - n)/ n – 1 .....................................................................(1) Keterangan : CI
= Consistency Ratio
λmax = Nilai eigen terbesar n
= Jumlah elemen yang dibandingkan Dalam matrik random tersebut didapatkan juga nilai Consistency index,
yang disebut dengan random index (RI). Dengan membandingkan CI dan RI didapatkan patokan untuk menentukan tingkat konsistensi suatu matrik, yang disebut dengan Consistency Ratio (CR), dengan formula : CR = CI/RI .....................................................................................(2) Keterangan : CR
= Consistency Ratio
CI
= Consistency index
RI
= random index Dengan demikian, untuk mencari tingkat konsistensi suatu matrik,
Consistency Ratio (CR), dapat dilakukan dengan tanpa mencari Consistency Index (CI) terlebih dahulu, dengan catatan konstanta-konstanta yang meliputi nilai eigen terbesar (λmax) dan jumlah elemen yang dibandingkan (n) sudah diketahui terlebih dahulu. Menurut Saaty (dalam Sharma dan Bhagwat, 2007) menyatakan bahwa secara umum nilai rasio konsistensi harus 10 persen atau kurang dari itu, sehingga nilai tersebut dapat diterima.
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
37
Tabel 2.3 Random Index n
1
2
3
RI
0
0
0,58
4
5
0,9 1,12
6
7
1,24 1,32
8
9
10
1,41 1,45 1,49
11
12
1,51 1,58
Sumber: Sharma and Bhagwat. 2007. “An Intergrated BSC-AHP Approach for Supply Chain Management Evaluation”. Measuring BusinessExellence. Vol.11, No.3, page 57-68. Pada penelitian ini, permasalahan yang akan diuji dengan konsep matrik dari AHP ini akan digunakan untuk mencari bobot dari setiap kriteria/ subkriteria dari keempat perspektif Balanced Scorecard dengan menggunakan perbandingan berpasangan. Proses untuk teknik AHP ini dilakukan dengan bantuan Software Expert Choise 2000. Sedangkan validasi untuk pembobotan subkriteria dilakukan dengan cara penyebaran kuisoner kepada pihak responden, yang kemudian diberi bobot dengan skala 1-9. Menurut Saaty (2008), pada penerapan metode AHP yang diutamakan adalah kualitas data dari responden, dan tidak tergantung pada kuantitasnya. Oleh karena itu, penilaian AHP memerlukan pakar sebagai responden dalam pengambilan keputusan dalam pemilihan alternatif. Pakar di sini merupakan orang kompeten yang benar mengetahui informasi yang dibutuhkan. 2.1.6.3. Skala Perbandingan AHP Untuk membuat perbandingan, dibutuhkan skala dari angka yang mengindikasikan berapa banyak elemen yang lebih penting, atau elemen apa saja yang lebih dominan, seperti yang disajikan dalam tabel dibawah ini:
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
38
Tabel 2.4 Skala utama model AHP Intensitas Kepentingan/ Tingkat Preferensi
Definisi
Penjelasan
1
Equal importance
Dua aktivitas memberikan kontribusi sama terhadap tujuan
3
Moderate importance
Pengalaman dan penilaian memberikan nilai tidak jauh berbeda antara satu aktivitas terhadap aktivitas lainya
5
Strong importance
Pengalaman dan penilaian memberikan nilai kuat antara suatu aktivitas terhadap aktivitas lainya
7
Very strong importance
Satu aktivitas sangat lebih disukai dibandingkan aktivitas
9
Extreme importance
Satu aktivitas secara pasti menempati urutan tertinggi dalam tingkatan preferensi
Nilai-nilai diantara dua pertimbangan berdekatan
Penilaian kompromi sacara numeris dibutuhkan semenjak tidak ada kata yang tepat untuk menggambarkan tingkat preferensi
2,4,6,8
Sumber : Dermawan. 2004. “Model Kuantitatif pengambilanKeputusan & Perencanaan Strategis”. Alfabeta. Bandung. Halaman 101-102 Dalam menentukan skala perbandingan AHP, perlu dilakukan terlebih dahulu identifikasi proses bisnis unit kerja. Identifikasi proses bisnis unit kerja ini dapat dilakukan dengan membuat cross functional flowchart. Menurut Edrawsoft
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
39
(dalam Febriarso, 2008) menyatakan bahwa cross functional flowchart merupakan suatu tool ideal untuk menunjukkan secara jelas aliran proses dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi delay, langkah yang berulang (rework), stasiun inspeksi yang berlebihan, dan tahapan yang berpotensi menimbulkan kegagalan sistem. 2.1.6.4. Kelebihan dan Kelemahan Analitycal Hierarchy Process (AHP) Menurut Abdul-hamid (dalam Sharma dan Bhagwat, 2007) metode AHP ini memiliki beberapa kelebihan meliputi: 1.
Suatu proses keputusan subjektif dapat dibentuk ke dalam struktur hirarki. Hal ini menunjukan keputusan yang akurat.
2.
Adanya konsistensi dalam keputusan yang diambil oleh pihak manajemen perusahaan.
3.
Pemahaman yang jelas dari setiap masalah karena dibagi ke dalam subpermasalahan.
4.
Analisis sensitivitas ditampilkan dengan hasil menggunakan komputer setelah keputusan akhir diberikan. AHP juga memiliki beberapa kelemahan (Febriarso, 2008), antara lain:
1.
Partisipan yang dipilih harus memiliki kompetensi pengetahuan dan pengalaman mendalam terhadap segenap aspek permasalahan serta mengenai metode AHP itu sendiri.
2.
Penilaian cenderung subjektif karena sangat dipengaruhi oleh situasi serta preferensi, persepsi, konsep dasar dan sudut pandang partisipan.
3.
Jawaban atau penilaian responden yang konsisten tidak selalu logis dalam arti sesuai dalam permasalahan yang ada.
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
40
2.1.7. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) 2.1.7.1. Definisi UKM UKM adalah jenis usaha yang paling banyak jumlahnya di Indonesia, tetapi sampai saat ini batasan mengenai usaha kecil di Indonesia masih beragam. Pengertian kecil didalam usaha kecil bersifat relatif, sehingga perlu ada batasannya, yang dapat menimbulkan definisi-definisi usaha kecil dari beberapa segi. Berdasarkan UU No. 9 tahun 1995, usaha kecil dan menengah memiliki kriteria sebagai berikut: 1.
Kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
2.
Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1 miliar.
3.
Milik Warga Negara Indonesia (WNI)
4.
Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki atau dikuasai usaha besar.
5.
Bentuk usaha perorangan, badan usaha berbadan hukum /tidak, dan koperasi.
6.
Untuk sektor industri, memiliki total aset maksimal Rp 5 miliar.
7.
Untuk sektor non industri, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 600 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), atau memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp 3 miliar pada usaha yang dibiayai. Menurut Keputusan Presiden RI No. 99 tahun 1998,pengertian Usaha
Kecil Menengah adalah Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
41
Menurut Badan Pusat Statistik (2011) pengertian Usaha Kecil Menengah: Berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 sampai dengan 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja 20 sampai dengan 99 orang. Menurut Nur (2007) Definisi UKM pada tingkat internasional dikeluarkan oleh World Bank yang membagi UKM ke dalam 3 jenis, yaitu: 1. Medium Enterprise, dengan kriteria: a. Jumlah karyawan maksimal 300 orang b. Pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15 juta, dan c. Jumlah aset hingga sejumlah $ 15 juta 2. Small Enterprise, dengan kriteria: a. Jumlah karyawan kurang dari 30 orang b. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta, dan c. Jumlah aset tidak melebihi $ 3 juta. 3. Micro Commision, dengan kriteria: a. Jumlah karyawan kurang dari 10 orang b. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 100 ribu, dan c. Jumlah aset tidak melebihi $ 100 ribu Definisi UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) berdasarkan Undang-Undang No. 20 tahun 2008 tentang UMKM ada beberapa kriteria yang dipergunakan untuk mendefinisikan pengertian dan kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Pengertian-pengertian UMKM tersebut adalah :
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
42
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang peroranganatau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. 3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menurut UU No. 20 tahun 2008 ini digolongkan berdasarkan jumlah aset dan omset yang dimiliki oleh sebuah usaha seperti yang diuraikan sebagai berikut: 1. Usaha Mikro memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
43
2. Usaha Kecil memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). 3. Usaha Menengah memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). Berdasarkan pasal 2 UU No. 20 tahun 2008, UMKM berasaskan: kekeluargaan,
demokrasi
ekonomi,
kebersamaan,
efisiensi
berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, keseimbangan kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional. Adapun tujuan UMKM adalah untuk menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional dengan berdasarkan pada demokrasi ekonomi yang berkeadilan.
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
44
2.1.7.2. Peranan dan Manfaat UKM 1. Peranan UKM Sejarah perekonomian telah ditinjau kembali untuk mengkaji ulang peranan usaha skala kecil – menengah (UKM). Negara-negara berkembang yang mulai mengubah orientasinya ketika melihat pengalaman di negara-negara industri maju tentang peranan dan sumbangan UKM dalam pertumbuhan ekonomi. Ada perbedaan titik tolak antara perhatian terhadap UKM di Negara sedang berkembang (NSB) dengan di Negara industri maju. Di Negara sebelum berkembang, UKM berada dalam posisi terdesak dan tersaingi oleh usaha skala besar (Sartika, 2004). UKM sendiri memiliki berbagai ciri kelemahan, namun begitu karena UKM menyangkut kepentingan rakyat/masyarakat banyak, maka pemerintah terdorong untuk mengembangkan dan melindungi UKM. Sedangkan di negaranegara maju UKM mendapatkan perhatian karena memiliki faktor-faktor positif yang selanjutnya oleh para cendekiawan (sarjana-sarjana) diperkenalkan dan diterapkan ke Negara Sedang Berkembang (Sartika, 2004). Menurut Kementerian Koperasi dan UKM (2011) Peran usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam perekonomianIndonesia dapat dilihat darihal-hal sebagai berikut diantaranya: 1.
Kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor.
2.
SKRIPSI
Penyedia lapangan kerja yang terbesar
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
45
3.
Pemain
penting
dalam
pengembangan
kegiatan
ekonomi
lokal
danpemberdayaan masyarakat 4.
Pencipta pasar baru dan sumber inovasi
5.
Sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor. Menurut Sartika (2004) Peranan UKM menjadi bagian yang diutamakan
dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua departemen: a. Departemen Perindustrian dan Perdagangan b. Departemen Koperasi dan UKM Namun demikian usaha pengembangan yang dilaksanakan belum, terlihat hasil yang memuaskan, kenyataanya kemajuan UKM masih sangat kecil dibandingkan dengan usaha besar. Kegiatan UKM meliputi berbagai kegiatan ekonomi, namun sebagian besar berbentuk usaha kecil yang bergerak disektor pertanian. UKM juga mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, oleh karena itu selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Kebijakan yang tepat untuk mendukung UKM seperti: a. Perizinan b. Teknologi c. Struktur d. Manajemen e. Pelatiha f. Pembiayaan
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
46
2. Manfaat UKM Pertumbuhan
UKM
di
Indonesia membawa dampak
baik
bagi
perkembangan ekonomi. Satu hal yang patut menjadi perhatian adalah rasio kredit bermasalah alias non performing loan (NPL). Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), NPL gross perbankan semester pertama 2009 sempat menyentuh angka 4,5% dan akhirnya turun menjadi 3,8% di akhir 2009. Lebih lanjut lagi Wikana (2009) mengungkapkan, berdasarkan diskusi dengan perbankan penyumbang NPL terbesar adalah sektor Small Medium Enterprise (SME) alias Usaha Kecil Menengah (UKM), lalu sektor kredit korporasi, sedangkan NPL di sektor kredit konsumen tergolong stabil. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tujuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yaitu menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional
berdasarkan demokrasi ekonomi
yang berkeadilan. 2.1.7.3. Permasalahan UKM Menurut Dwiwinarno (dalam Zahra, 2012), ada beberapa faktor penghambat berkembangnya UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) baik yang bersifat internal maupun eksternal antara lain kurangnya modal, informasi dan pemasaran, infrastruktur, birokrasi, kemitraan dan kemampuan manajerial yang rendah. Meskipun permintaan atas usaha mereka meningkat karena terkendala dana maka sering kali tidak bisa untuk memenuhi permintaan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan untuk mendapatkan informasi tentang tata cara mendapatkan dana dan keterbasan kemampuan dalam membuat
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
47
usulan untuk mendapatkan dana sehingga, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah masih memerlukan bantuan baik dari pemerintah maupun dari pengusaha besar untuk kemudahan dalam memeroleh modal. Menurut Andang (dalam Zahra, 2012) permasalahan UMKM dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Permasalahan yang bersifat klasik dan mendasar pada UMKM (basic problems), antara lain berupa permasalahan modal, bentuk badan hukum yang umumnya non formal, sumber daya manusia (SDM), pengembangan produk dan akses pemasaran. 2. Permasalahan lanjutan (advanced problems), antara lain pengenalan dan penetrasi pasar ekspor yang belum optimal, kurangnya pemahaman terhadapdesain produk yang sesuai dengan karakter pasar, permasalahan hukum yang menyangkut hak paten, prosedur kontrak penjualan serta peraturan yang berlaku di negara tujuan ekspor. 3. Permasalahan antara (intermediate problems), yaitu permasalahan dari instansi terkait untuk menyelesaikan masalah dasar agar mampu menghadapi persoalan lanjutan secara lebih baik. Permasalahan tersebut antara lain dalam hal manajemen keuangan, agunan dan keterbatasan dalam kewirausahaan. Menurut Tambunan (2003) permasalahan yang dimiliki Usaha Kecil dan Menengah antara lain: a. Kesulitan pemasaran Masalah pemasaran yang umum dihadapi oleh pengusaha UKM adalah tekanan persaingan, baik dipasar domestik maupun pasar internasional.
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
48
b. Keterbatasan financial UKM, khususnya di Indonesia menghadapi dua masalah utama dalam aspek finansial: mobilisasi modal awal (start-up capital) dan akses ke modal kerja dan finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan demi pertumbuhan output jangka panjang. c. Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) Keterbatasan sumber daya manusia juga merupakan salah satu kendala bagi UKM di Indonesia, terutama dalam aspek-aspek kewirausahaan, manajemen, dan teknik produksi. Semua keahlian tersebut sangat diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan produktifitas dalam produksi, sehingga perusahaan dapat meningkatkan kinerjanya. d. Masalah bahan baku Keterbatasan bahan baku dan input-input lain juga sering menjadi salah satu masalah serius bagi pertumbuhan output atau kelangsungan produksi bagi UKM di Indonesia. Kesulitan mendapatkan bahan baku atau input karena harganya yang mahal. e. Keterbatasan teknologi UKM di Indonesia umumnya masih menggunakan teknologi tradisonal dalam bentuk mesin-mesin tua. Keterbelakangan teknologi ini tidak hanya membuat rendahnya jumlah produksi dan efisiensi di dalam proses produksi, tetapi juga rendahnya kualitas produk yang dibuat serta kesanggupan bagi UKM di Indonesia untuk dapat bersaing baik di pasar nasional maupun di pasar internasional.
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
49
2.2. Penelitian Sebelumnya Berikut beberapa penelitian yang terkait dengan metode Balanced Scorecard yang beragam diantaranya: 1.
Jurnal yang ditulis olehAzadeh Servati (2010) dengan judul “Performance Measurement System Implementation Using Balanced Scorecard and Statistical
Methods”.
Jurnal
ini
bertujuan
untuk
mendesign
dan
mengimplementasikan sistem pengukuran kinerja dengan menggunakan metode Balanced Scorecard dan statistik pada industri karbon. Objektif strategi pada perusahaan ini diukur dengan menggunakan empat perspektif dari BSC. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan metode Balanced Scorecard sebagai alat ukur kinerja perusahaan. Perbedaanya dengan penelitian ini terlatak pada objek penelitian. 2.
Jurnal yang ditulis oleh Tser-yieth Chen, Chie-Bein Chen, and Sin-Ying Peng (2008) dengan judul “Firm operation performance analysis using data envelopment analysis and balanced scorecard A case study of a credit cooperative bank”. Jurnal ini bertujuan untuk menyajikan studi kasus yang menunjukan bagaimana performance index dapat memengaruhi hasil kinerja dan mengeveluasi kinerja dari perusahaan. Jurnal ini berdasarkan data envelopment analysis (DEA) untuk menemukan perbedaan efisiensi kinerja dan diaplikasikan dengan empat perspektif dalam BSC. Persamaan dengan penelitian ini adalah Balanced Scorecard sebagai alat ukur kinerja perusahaan. Perbedaanya dengan penelitian ini adalahobjek penelitian inimenggunakan perusahaan jasa.
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
50
3.
Jurnal yang ditulis oleh Milind Kumar Sharma dan Rajat Bhagwat (2007) dengan judul “An integrated BSC-AHP approach for supply chain management evaluation” jurnal ini bertujuan mengembangkan integrasi Balanced Scorecard dengan Analytical Hierarchy Process untuk mengukur kinerja dari supply chain management dengan menggunakan empat perspektif yaitu : finance, customer, internal business process, and learning and growth, yang dikombinasikan dengan AHP. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan metode BSC dan AHP untuk perancangan sistem penggukuran kinerja. Perbedaanya dengan penelitian ini terletak pada objek yang diteliti.
2.3. Research Question No
Tema pertanyaan
1
Mengetahui perancangan sistem pengukuran kinerja dengan metode Balanced Scorecard
2
SKRIPSI
Mengetahui hasil pembobotan kinerja dengan AHP
Pertanyaan penelitian
Bagaimana perumusan tujuan strategis organisasi berdasarkan visi dan misi perusahaan?
Indikator kinerja apa saja yang akan dirumuskan pada perancangan sistem pengukuran kinerja pada masingmasing perspektif BSC?
Bagaimana cara pengukuran kinerja dari masing-masing indikator kinerja perusahaan?
Bagaimana perbandingan prioritas kinerja pada tiap perspektif?
Bagaimana hasil dari pembobotan lokal prioritaskinerja perusahaan?
Bagaimana hasil pembobotan global prioritas kinerja perusahaan?
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
51
2.4. Kerangka Berfikir Dalam penelitian ini, secara sistematis akan dipaparkan mengenai kerangka berfikir, yang membahas tentang pengukuran kinerja dengan metode Balanced Scorecard.proses kerangka berfikir dalam penelitian ini meliputi: INPUT
1. Identifikasi rumusan masalah dan tujuan pada penelitian ini. 2. Studi lapangan, hal ini bertujuan untuk menggumpulkan data dan mencari informasi tentang organisasi melalui wawancara dengan pimpinan CV. Sanjaya Putra Lestari. 3. Studi literatur untuk mengumpulkan materi-materi yang mendukung penelitian ini. 4. Identifikasi sistem pengukuran kinerja tahun sebelumnya. Sebagai latar belakang dan bahan pertimbangan perancangan sistem pengukuran kinerja yang baru dengan metode Balanced Scorecard.
PROSES
1. Mengidentifikasi visi, misi, dan strategi organisasi. 2. Mengidentifikasi sasaran strategis berdasarkan empat perspektif balanced scorecard. Melalui studi literatur, data, dan wawancara dengan pihak manajemen CV. Sanjaya Putra Lestari. 3. Mengidentifikasi ukuran strategis (KPI) berdasarkan empat perspektif Balanced Scorecard. Melalui studi literatur, data, dan wawancara dengan pihak manajemen CV. Sanjaya Putra Lestari. 4. Melakukan perancangan key perfomance indicator untuk mengukur kinerja perusahaan dengan perspektif balanced scorecard. 5. Melakukan verifikasi rancangan key perfomance indicator yang dilakukan oleh pimpinan perusahaan. 6. Melakukan validasi perancangan oleh pimpinan CV. Sanjaya Putra Lestari. 7. Pembobotan seluruh KPI dengan metode AHP, yang dilakukan oleh pimpinan CV. Sanjaya Putra Lestari. 8. Melakukan analisis data, termasuk interpretasi data dan inisiatif perbaikan yang diajukan.
OUTPUT
1. Rancangan pengukuran kinerja dengan metode Balanced Scorecard 2. Pembobotan prioritas KPI dengan metode Analytical Hierarchy Process.
Gambar 2.2 Kerangka Berfikir
SKRIPSI
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN . . ..
AFID KUSMAWAN